Anda di halaman 1dari 6

KHALIFAH UMAR BIN ABDIL AZIZ RAHIMAHULLAH

Pasca wafat Khalifah Mua’wiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu anhu, tahun 60 H, kezhaliman
merajalela dimana-mana. Hubungan antara kalangan para ulama dengan para penguasa terjadi
kesenjangan. Kondisi semakin memburuk, ketika sebagian orang zhalim mengemban kekuasaan,
seperti misalnya al Hajjaj yang juga dibantu para pengikutnya. Mereka menghimpun harta dan
menggunakannya tanpa aturan, dan juga memakainya untuk kepentingan yang tidak halal. Misalnya,
Seorang penyair saja yang datang menyanjung Khalifah atau menyanjung Gubernur, pasti ia akan
menangguk hadiah yang sangat besar.

Begitu mengemban tongkat pemerintahan pusat, Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz segera membuat
beberapa ketetapan dan kebijakan yang disemangati nilai-nilai keislaman dan keadilan. Tujuannya
untuk menyelamatkan umat dari “bencana” kezaliman. Karena kebijakan tersebut, kemudian
sebagian ulama memandang Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz sebagai mujadid pertama, yaitu dengan
merujuk hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫ِإَّن َهَّللا َيْبَع ُث ِلَهِذِه اُأْلَّمِة َع َلى َر ْأِس ُك ِّل ِم اَئِة َس َنٍة َم ْن ُيَج ِّدُد َلَها ِد يَنَها‬

Sesungguhnya Allah membangkitkan bagi umat ini orang yang memperbaharui agamanya pada
setiap awal seratus tahun

Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz lahir pada tahun 63H. Nama lengkap beliau adalah ‘Umar bin ‘Abdil
‘Aziz bin Marwan bin al Hakam. Ibunya bernama Ummu ‘Ashim, Laila bintu ‘Ashim bin ‘Umar bin al
Khaththab.

Pada masa remaja, ayah beliau mengirim ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz ke Madinah untuk memperdalam
ilmu agama. Kepergian ke Madinah bukan keinginan ayahnya, tetapi merupakan keinginannya sndiri
untuk dapat mereguk ilmu para ulama di sana dan mempertajam kemampuan sastranya.

Tidak berapa lama setelah ayahnya meninggal, ‘Abdul Malik bin Marwan mengajaknya pulang dan
menikahkannya dengan putrinya, yang bernama Fathimah. Dan ketika al Walid bin Abdul Malik
memegang puncak kekuasaan khilafah, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz dipercaya memegang pemerintahan
kota Madinah, Mekkah dan Thaif selama rentang 7 tahun antara 86 – 93 H. Tercatat ada beberapa
ulama besar menjadi teman diskusi. Di antaranya: ‘Urwah, ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, Abu
Bakr bin ‘Abdir-Rahman bin al Harits bin Hisyam, Sulaiman bin Yasar, Kharijah bin Zaid bin Tsabit,
Salim bin ‘Abdillah dan ‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah t . Usai memegang pemerintahan di kota-kota
tersebut, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz kembali ke Syam, sampai akhirnya terpilih sebagai Khalifah pada 10
Safar tahun 99 H.

Sebagai Khalifah, beliau dikenal telah mencanangkan beberapa kebijakan. Melalui langkah-langkah
perbaikan tersebut, maka kemakmuran dan stabilitas nasional dapat diwujudkan dalam waktu
singkat dengan izin Allah. Langkah-langkah yang telah beliau tempuh, sebagai berikut :
1. Mengoreksi Orientasi dan Jalan Hidupnya.

Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz mulai merubah kebiasaan hidupnya, sampai orang-orang yang
mengenalnya tidak menyetujui perubahan tersebut. Usai kembali dari kubur Sulaiman bin ‘Abdil
Malik, beliau disediakan berbagai macam tunggangan, kuda dan keledai. Lantas beliau bertanya:
“Apa ini?”

Mereka menjawab,”Ini fasilitas bagi Khalifah.”

Beliau pun mengomentari pemberian ini: “Aku tidak membutuhkannya. Jauhkan ini semua dariku.
Tolong, bawa kemari keledai milikku,” kemudian beliau memerintahkan agar fasilitas-fasilitas
tersebur dijual dan hasil penjualannya disimpan di Baitul Mal. Beliau pun berkata: “Keledaiku yang
berwarna kelabu saja ini sudah cukup”.

Sebelum menjadi Khalifah, penghasilan beliau sebelum memegang kekuasaan penuh 40 ribu dinar.
Setelah berada di tampuk kekuasaan, beliau hanya menginginkan 400 dinar saja setiap tahunnya.
Tanah dan kekayaan yang beliau miliki ditinggalkan. Bahkan cincin yang ada di tangannya pun
diserahkan ke Baitul Mal.

2. Memperbaiki Keluarganya Sendiri.

Setelah mengevaluasi keberadaan dirinya sendiri, beliau melangkah menuju isterinya. Fathimah binti
‘Abdil Malik. Isterinya pun ditanya tentang permata yang ia miliki,”Darimana mendapatkannya?”

Istrinya menjawab,”Amirul Mukminin telah memberiku”. Beliau pun berujar: “Kembalikanlah ke


Baitul Mal, atau izinkan aku menceraikan dirimu. Aku tidak ingin berkumpul denganmu, sementara
barang itu masih ada di dalam rumah”.

Isterinya pun ternyata merespon positif dan dia menjawab: “Aku lebih memilihmu daripada memiliki
barang semacam itu berlipat-ganda,” maka ia segera meletakkannya di Baitul Mal.

3. Memperbaiki Keluarga Besar Bani ‘Umayah.

Tahapan berikutnya, Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berupaya memperbaiki kondisi internal Bani
Umayah. Kekayan yang dikumpulkan tidak sebagaimana mestinya, beliau kembalinya kepada
pemiliknya, atau kepada Baitul Mal bila tidak diketemukan pemiliknya. Beliau juga mengambil alih
seluruh harta yang telah diambil Bani Marwan tanpa cara yang benar dan dimasukkan ke
perbendaharaan Baitul Mal.

4. Mengeluarkan Surat Edaran Kepada Para Gubernur Agar Taat Kepada Allah.

Kebijakan beliau lainnya, yaitu menulis surat edaran kepada seluruh gubernur yang berada di bawah
kepemimpinannya, agar taat kepada Allah dan melarang mereka dari perbuatan maksiat,
menetapkan sanksi dan hadiah bagi yang berhak. Beliau juga mengingatkan kepada mereka dengan
sejarah para khalifah terdahulu. Ada yang sukses, dan ada pula pemimpin yang merugi.

Aspek keadilan pun beliau tekankan kepada para gubernur, agar mereka menuntaskan tindakan
kesewenang-wenangan yang pernah terjadi, dan membela yang tertindas. Sebagian gubernur yang
tidak cakap, diberhentikan, kemudian digantikan dengan yang lebih baik. Beliau juga pernah
menyidang sebagian gubernur untuk mempertanggungjawabkan kecurangan mereka, seperti
larangan menerima hadiah maupun suap.

Terdapat kebijakan strategis, yang pengaruhnya –dengan taufiq dari Allah- sehingga 4000 jiwa
penduduk Khurasan masuk Islam lantaran kebijakan ini. Yaitu pembatalan pengambilan jizyah dari
orang-orang Yahudi maupun Nashara yang telah masuk Islam.

5. Menanamkan Rasa Takut Kepada Allah.

Termasuk langkah tepat yang beliau tempuh, yaitu menanamkan rasa takut kepada Allah pada hati
pejabat negara dan rakyat secara keseluruhan. Beliau pernah menangis dalam berkhutbah pada
shalat Jum’at, Karena takut kepada Allah. Orang-orang pun ikut menangis, sehingga masjid pun
bergemuruh oleh suara tangisan.

6. Menanamkan Rasa Cinta Kepada al Qur`an dan as-Sunnah.

Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz menggiatkan dalam mencerdaskan rakyat dan menanamkan para hati
mereka cinta terhadap al Qur`an dan as-Sunnah. Beliau mengutus da’i-da’i ke pedesaan untuk
mengajarkan kepada rakyat masalah agama.

7. Berdakwah Kepada Non-Muslim.

Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi Bani Umayah tidak berhenti pada titik ini. Khalifah
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz juga memiliki perhatian yang bersar kepada non-muslim. Beliau mengutus dai-
dai untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka. Sejumlah dai dikirim ke wilayah Afrika.
Hasilnya, banyak dari kalangan suku Barbar yang kemudian masuk Islam. Suku inilah yang kelak
menjadi penyebar Islam di Andalusia hingga Perancis.

Demikian tujuh kebijakan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam menjalankan pemerintahannya.
Begitu banyak perbaikan yang telah beliau realisasikan dalam masa pemerintahan yang tidak lama
tersebut. Yakni sekitar dua tahun lima bulan. Saat menanggung hari-hari berat dalam menjalankan
tanggung jawab sebagai khalifah, ajal menjemput beliau pada tanggal 25 Rajab, tahun 101 H. Beliau
wafat karena diracun oleh budaknya. Semoga Allah membalas beliau dengan balasan baik yang
sebesar-besarnya. (Mas)

Beberapa surat menyurat politik Khalifah Umar bin Abdul Aziz

1. Surat untuk Gubernur yang Meminta Tambahan Fasilitas


Seperti tercantum dalam Biografi Khalifah Rasulullah (Khulafaur Rasul) karya Khalid
Muhammad Khalid (2013:666). Suatu ketika ada gubernur yang melayangkan surat kepada
Umar untuk meminta tambahan pena dan kertas. Dalam surat balasan, Umar bin Abdul Aziz
menjawab, "begitu suratku ini tiba, runcingkan pena, satukan tulisan, dan tulislah berbagai
keperluan sebanyak-banyaknya dalam satu kertas. Kaum muslimin tidak membutuhkan kata-
kata lebih yang membahayakan Baitul Mal mereka".

2. Surat kepada Ulama


Suatu ketika, Umar bin Abdul Aziz meminta kertas dan tinta dari pelayannya. Dia menulis
surat dengan tangannya untuk dua ulama saat itu, Hasan al Bashri dan Mathraf bin Abdullah
Ibnusy Syakhir.

Adapun isi suratnya yaitu:

"Dari hamba Allah, Umar bin Abdul Aziz, kepada Hasan bin Abil Hasan al Bashri dan Mathraf
bin Abdullah Ibnusy-Syakhir. Salamun alaikuma. Aku mengajak kalian berdua memuji Allah
yang tiada Tuhan selain Dia dan aku memohon kepadaNya agar melimpahkan salam
sejahtera dan shlawat kepada Muhammad, hamba dan RasulNya. Amma ba'du. Aku
wasiatkan kepada kalian berdua untuk bertakwa keada Allah. Orang yang mengatakannya
sangat banyak dan orang yang mengamalkannya sangat sedikit. Jika datang suratku ini,
nasihatilah aku dan jangan kalian anggap aku ini suci. Wassalam."

Hasan al Bashri menulis surat balasan kepada Umar bin Abdul Aziz.

"Salamun alaik. Sesungguhnya aku mengajakmu memuji Allah yang tiada Tuhan selain Dia.
Amma ba'du. Sesugguhnya dunia adalah rumah ketakutan. Adam AS diturunkan ke dunia
sebagai hukuman, orang yang memuliakan dunia, ia dihinakan, menjadi mulia orang yang
menghinakannya, dan difakirkan orang yang mengumpulkannya. Di dunia, setiap hari ada
pembunuhan. Hai Amriul Mukminin, jadilah seperti orang yang mengobati lukanya. Sabarlah
atas pedihnya obat jika kau takut akan panjangnya cobaan."

3. Surat Raja Sriwijaya pada Umar bin Abdul Aziz

Surat raja Sriwijaya merupakan salah satu bukti masuknya Islam di Indonesia. Surat tersebut
ditunjukkan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Lantas, siapa raja Sriwijaya yang mengirim
surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan apa isi suratnya?

Keberadaan surat dari Sriwijaya ke Bani Umayyah diulas oleh sejarawan asal Pakistan SQ Fatimi
dalam karyanya yang berjudul, The Two Letters from The Maharaja to The Khalifah. Fatimi
menyebut bahwa pada tahun 100 Hijriah atau sekitar 718 Masehi, seorang raja Sriwijaya
mengirim sepucuk surat untuk Khalifah Daulah Umayyah. Apabila melihat tahun surat tersebut,
kalifah yang dikirimkan surat oleh raja Kerajaan Sriwijaya adalah Umar bin Abdul Aziz. Pasalnya,
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa antara 717 hingga 720.
Sedangkan raja yang mengirim surat adalah Sri Indrawarman, penguasa Sriwijaya pada awal
abad ke-8.

Berikut bunyi isi surat raja Sriwijaya untuk Khalifah Bani Umayyah. "Dari raja diraja (rajanya
para raja); yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga adalah anak cucu seribu raja;
yang dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai
yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak
wewangiannya sampai menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab (Umar bin Abdul Aziz), yang
tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda
hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekadar tanda
persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seorang yang dapat mengajarkan
Islam kepada saja, dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya."
Surat raja Sriwijaya, yang menunjukkan keingintahuannya terhadap agama Islam, menjadi bukti
bahwa pada abad ke-8 Islam telah masuk ke Nusantara. Kendati demikian, saat itu ajaran Islam
belum menyebar luas ke Nusantara. Dari berita China, diketahui bahwa pada abad ke-8, telah
ada pedagang Muslim dari Arab dan Persia yang bermukim di pesisir utara Pulau Sumatera. Hal
itu karena perairan utara Pulau Sumatera menjadi bagian dari jalur pelayaran yang
menghubungkan wilayah China dengan dunia Arab.

4. Surat Kepada Gubernur Sulaiman as Sari untuk membangun rest area di seluruh Kawasan
Asia Tengah
surat untuk Sulaiman bin Abi As-Sari, gubernur beliau di Shugdi yang isinya,
“Buatlah pondok-pondok di negerimu untuk menjamu kaum muslimin. Jika salah seorang di
antara mereka lewat, maka jamulah ia sehari semalam, perbaguslah keadaannya dan
rawatlah kendaraannya.”
“Jika dia mengeluhkan kesusahan, maka perintahkan pegawaimu untuk menjamunya selama
dua hari dan bantulah ia keluar dari kesusahannya. Jika ia tersesat jalan, tidak ada penolong
baginya dan tidak ada kendaraan yang bisa ditunggangi, maka berikanlah kepadanya sesuatu
yang menjadi kebutuhannya hingga ia bisa pulang ke tempat asalnya.”
Gubernur Sulaiman segera melaksanakan titah Amirul Mukminin. Dia membangun pondok-
pondok sebagai rest area sebagaimana yang diperintahkan untuk disediakan bagi kaum
muslimin. Lalu berita tersebut tersebar di segala penjuru. Orang-orang di belahan bumi
Islam di Barat dan di Timur ramai membicarakannya dan menyebut-nyebut keadilan dan
ketakwaan khalifah.

Hingga sampai pula kabar itu kepada penduduk Samarkand. Mereka tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu. Mereka mendatangi gubernur Sulaiman bin As-Sari dan berkata,
“Sesungguhnya pendahulu Anda yang bernama Qutaibah bin Muslim Al-Bahili telah
merampas negeri kami tanpa mendakwahi kami terlebih dahulu.” “Dia tidak sebagaimana
yang kalian lakukan –wahai kaum muslimin- yakni menawarkan pilihan sebelum memerangi.
Yang kami tahu, kalian menyeru musuh-musuh agar mau masuk Islam terlebih dahulu. Jika
mereka menolak, kalian menyuruh mereka untuk membayar jizyah, jika mereka menolaknya
baru kalian memberikan ultimatum perang.”

“Sekarang, kami melihat keadilan khalifah Anda dan ketakwaannya. Sehingga kami
berhasrat untuk mengadukan perlakuan pasukan kalian kepada kami. Dan kami meminta
tolong kepada kalian atas apa yang telah dilakukan salah seorang panglima perang kalian
terhadap kami. Maka ijinkanlah wahai amir agar salah satu di antara kami melaporkan hal itu
kepada khalifah Anda untuk mengadukan kezalimah yang telah kami rasakan. Jika kami
memang memiliki hak untuk itu maka berikanlah untuk kami, namun jika tidak, kami akan
pulang kembali ke asal kami.”
Gubernur Sulaiman mengijinkan salah satu di antara mereka menjadi duta untuk menemui
khalifah di Damaskus. Ketika utusan tersebut sampai di rumah khalifah dan mengadukan
persoalan mereka kepada khalifah muslimin Umar bin Abdul Aziz, maka khalifah menulis
surat untuk gubernur Sulaiman bin As-Sari yang antara lain berisi
“Amma ba’du..Jika surat saya ini telah sampai kepada Anda, maka tunjuklah seorang qadhi (
mazhalim) untuk penduduk Samarkand yang akan mempelajari aduan mereka. Jika qadhi itu
telah memutuskan bahwa kebenaran di pihak mereka, maka perintahkanlah kepada seluruh
pasukan kaum muslimin untuk meninggalkan kota mereka.” “Ajaklah kaum muslimin yang
telah tinggal bersama mereka untuk segera kembali ke negeri mereka. Lalu pulihkanlah
situasi seperti semula sebagaimana tatkala kita belum memasukinya. Yakni sebelum
Qutaibah bin Muslim Al-Bahili masuk ke negeri mereka.”

Sampailah utusan itu kepada Sulaiman lalu dia serahkan surat dari amirul mukminin kepada
beliau. Gubernur segera menunjuk seorang qadhi yang terkemuka yang bernama Jumai’ bin
Hadhir An-Naaji. Beliau segera mempelajari aduan mereka, beliau meminta agar mereka
menceritakan hal ihwal mereka. Juga mendengar kesaksian dari beberapa saksi dari pasukan
muslim dan pemuka penduduk Samarkand, maka sang qadhi membenarkan tuduhan
penduduk Samarkand dan pengadilan memenangkan pihak mereka.
Sesaat kemudian, gubernur memerintahkan kepada seluruh pasukan kaum muslimin untuk
meninggalkan kota Samarkand dan kembali ke markas-markas mereka. Namun tetap bersiap
siaga berjihad pada kesempatan yang lain. Mungkin akan kembali memasuki negeri mereka
dengan damai, atau akan mengalahkan mereka dengan peperangan, atau bisa jadi pula
bukan takdirnya untuk menaklukkan mereka.
Tatkala para pembesar mendengar keputusan sang qadhi yang memenangkan urusan
mereka, masing-masing saling berbisik satu sama lain, “Celaka kalian, kalian telah hidup
berdampingan dengan kaum muslimin dan tinggal bersama mereka, sedangkan kalian
mengetahui kepribadian, keadilan dan kejujuran mereka sebagaimana yang kalian lihat,
mintalah agar mereka tetap tinggal bersama kita, bergaullah kepada mereka dengan baik,
dan berbahagialah kalian tinggal bersama mereka.” Maka masuk islam lah begitu banyak
penduduk Samarkand yang mempengaruhi wilayah Asia Tengah ini

Anda mungkin juga menyukai