Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah pemerintahan khulafaurrasyidin berakhir, maka Bani Umayyah muncul yang
dibentuk oleh Muawiyah bin Abi Sufyan. Bani Umayyah diakui secara resmi melanjutkan
khilafah Islam setelah berakhirnya sengketa antara Hasan bin Ali dengan Muawiyah bin
Abi Sofyan sebagai lambang penguasa Daulah Umayyah
Dalam sistem pemerintahan, Bani Umayyah

telah mengubah sistem suksesi

kepemimpinan dengan jalan musyawarah menjadi monarkhi atau sistem kerajaan yang
diwariskan secara turun temurun. Hal ini dapat dilihat dari sikap Muawiyah mengangkat
anaknya sendiri Yazid. Langkah yang diambila Muawiyah inilah yang nantinya dijadikan
sebagai rujukan pengangkatan Khalifah pada masa selanjutnya. Sistem monarkhi ini juga
yang akan membawa kemunduran bagi dinasti Umayyah.
Meski demikian, sejarah tidak bisa memungkiri. Muawiyah bin Abu Sofyan dan para
khalifah penerusnya telah memberikan jasa yang luar bisa besar bagi keberlangsungan ke
Khilafahan Islam pada saat itu, bahkan kebijakan-kebijakan yang diambil masih tetap
digunakan pada masa dinasti selanjutnya. Diantara beberapa torehan yang membagakan
pada masa ini adalah di bidang padministrasi dan perekonomian.
Oleh karena itu pemakalah merasa perlu untuk membahasa terkait torehan jasa dari
Dinasti Umayyah baik dalam segi perekonomian dan administrasi yang kemudian juga
akan membahas terkait faktor-faktor penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah
1. Bagaimana perkembangan ekonomi dalam masa pemerintahan Bani Umayah?
2. Bagaimana perkembangan administrasi dalam masa pemerintahan Bani Umayah?
3. Apa yang menjadi penyebab kemunduran dan kehancuran bani Umayah?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah makalah ini sebagai berikut
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ekonomi dalam masa pemerintahan Bani
Umayah?
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan administrasi dalam masa pemerintahan
Bani Umayah?

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran bani


Umayah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Ekonomi Bani Umayyah
Meski kita tahu pada masa ini kehalifahan Islam dibawa ke sistem monarki
(kerajaan) oleh pendiri bani Umayyah yakni Umayyah bin Abu Shofyan. Namun kita
tidak bisa memungkiri dalam masa yang relatif singkat, kekuasaan dari Bani Umayyah
melakukan sejumlah pembaharuan dalam kepemerintahan. Terutama dalam bidang
ekonomi. Terdapat sejumlah kebijakan dari Bani Umayyah yang dirasa sangat membantu
terhadap keberlangsungan pemerintahan Islam pada saat itu. Berikut kebijakan yang
diambil oleh para Khalifah pada masa Bani Umayyah untuk mendongkrak perekonomian
Daulah Islamiyahnya.
a. Kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (Al-Dharaaib)
Sumber ekonomi masa Daulah Bani Umayah berasal dari potensi ekonomi
negeri-negeri yang telah ditaklukan dan sejumlah budak yang diangkut ke dunia Islam,
terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan pajak-pajak istimewa. Kebijakan inilah
yang nantinya menjadi pemicu adanya perlawanan diberbagai daerah.
Sedangkan pada masa Umar bin Abdul Azis di bidang fiskal, Umar memangkas
pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari
mualaf. Kebijakannya itu telah mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim.
Sejak kebijakan itu bergulir, orangorang non-Muslim pun berbondong-bondong
memeluk agama Islam.1
Pada masa Bani Umayah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa.
Dengan wilayah penaklukan yang begitu luas, maka memungkinkan untuk
mengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan juga semakin besar. Mereka
juga dapat mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga
kerja ini membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas
pemungut pajak dan sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri
tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak.

b. Pengelolaan Baitul Mal


1 Abul Ala Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Karisma, 2007).

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayah,


kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya
Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan
amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayah Baitul Mal berada
sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh
rakyat.
Pada era kekhalifahan Bani Umayah, pengelolaan baitulmal yang paling bersih
terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu Khalifah Umar II
itu berkuasa, tanpa ragu dan pandang bulu semua harta kekayaan para pejabat dan
keluarga bani Umayah yang diperoleh secara tak wajar dibersihkan. Ia lalu
menyerahkannya ke kas negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berupaya untuk
membersihkan Baitul Mal dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha
mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Umar membuat perhitungan
dengan para Amir bawahannya agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya
bersumber dari sesuatu yang tidak sah.
Di samping itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sendiri mengembalikan milik
pribadinya sendiri, yang waktu itu berjumlah sekitar 40.000 dinar setahun, ke Baitul
Mal. Harta tersebut diperoleh dan warisan ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan. Di antara
harta itu terdapat perkampungan Fadak, desa di sebelah utara Mekah, yang sejak Nabi
SAW wafat dijadikan milik negara. Namun, Marwan bin Hakam (khalifah ke-4 Bani
Umayah, memerintah 684-685 M) telah memasukkan harta tersebut sebagai milik
pribadinya dan mewariskannya kepada anak anaknya. Langkah itu dilakukan
khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Setelah membersihkan
harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayah, Khalifah
Umar bin Abdul Aziz melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.2
Pada masanya orang-orang kaya membayar zakat, sehingga kemakmuran benarbenar terwujud. Konon, saat itu sulit menemukan para penerima zakat lantaran
kemakmuran begitu merata.3 Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said,
seorang petugas zakat masa itu berkata, Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz
untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud
memberikannya kepada orang- orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang
pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu

2 Ibid, hal. 191


3 Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2008), hal. 57

berkecukupan.

Akhirnya,

saya

memutuskan

untuk

membeli

budak

lalu

memerdekakannya, kisah Yahya bin Said.


Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru
wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah
Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak,
agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Dalam surat balasannya,
Abdul Hamid berkata, Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka.
Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang. Khalifah Umar memerintahkan,
Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi
utangnya!
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, Saya sudah membayarkan
utang mereka, tetapi di baitulmal masih banyak uang. Khalifah memerintahkan lagi,
Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin
menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya! Abdul Hamid sekali lagi menyurati
Khalifah. Dalam suratnya dia menyatakan, Saya sudah menikahkan semua yang ingin
nikah. Namun, di Baitulmal ternyata masih juga banyak uang. Akhirnya, Khalifah
Umar bin Abdul Aziz memberi pengarahan, Carilah orang yang biasa
membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka
pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya
kecuali setelah dua tahun atau lebih.4
Akan tetapi, kondisi Baitul Mal yang telah dikembalikan oleh Umar bin Abdul
Aziz kepada posisi yang sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama. Keserakahan para
penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi Baitul Mal, dan keadaan demikian
berkepanjangan sampai masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah.
Saluran keuangan keluar Baitul Mal pada zaman Daulah Umayah pada
umumnya sama seperti permulaan Islam, yaitu untuk:
1.

Gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha Negara.

2.

Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan.

3.

Ongkos bagi orang-orang hukuman atau tawanan perang.

4.

Perlengkapan perang

5.

Hadiah-hadiah untuk para pujangga dan ulama.

c. Kebijakan yang memacu Pertumbuhan Ekonomi

4 Republika Newsroom,14 Oktober 2014, Bani Umayyah Memakmurkan Rakyat dengan Baitulmal,
hal. 3

Kebijakan yang dilakukan Bani Umayah tidak hanya mengeksplotasi atau


menguras sumber daya alam saja tetapi ada juga kebijakan dan usaha-usaha untuk
memakmurkan negeri taklukannya. Hal ini terlihat dari kebijakan Gubernur Irak yang
saat itu dijabat oleh al-Hajjaj bin Yusuf. Dia berhasil memperbaiki saluran-saluran air
sungai Euphrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki sistem ukuran
timbangan, takaran dan keuangan.
Dalam

bidang

pertanian

Umayah

telah

memberi

tumpuan

terhadap

pembangunan sektor pertanian, dan telah memperkenalkan sistem pengairan bagi


tujuan meningkatkan hasil pertanian.
Khalifah Umar bin abdul Azis pun menggunakan kas negara untuk
memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan
publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui
perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damaskus dan sekitarnya
dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah
di Damaskus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid
diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis.
Kebijakan yang paling strategis pada masa Daulah Bani Ummayah adalah
adanya sistem penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Abd Al Malik
mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang
dikuasai Islam. Untuk itu, Dia mencetak mata uang sendiri pada tahun 659 M dengan
memakai kata-kata dan tulisan Arab. Disalah satu sisinya tertulis kalimat tauhid dan
sisi lainnya tertulis namanya.5 Mata uang tersebut terbuat dari emas dan perak sebagai
lambang kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada sebelumnya, yang
kemudian diedarkan keseluruh penjuru negeri Islam kecuali Mesir.6
B. Perkembangan Administrasi Bani Umayah
Pada permulaan Islam organisasi Administrasi Tata Usaha Negara sangatlah
sederhana, tidak diadakan pembidangan usaha yang khusus. Demikian pula keadaannya
pada masa Bani Umayyah Administari Negara sangat simple. Pada umumnya didaerahdaerah Islam bekas daerah Romawi dan Persia, Administrasi pemerintahan dibiarkan
terus berlaku seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.7
5 Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah.......hal. 46
6 Ibid,
7 Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, (Jogjakarta: Islamika, 2003), hal. 172

a. Dewan Sekretaris Negara (Diwaanul Kitabah)


Seperti halnya pada masa permulaan Islam, pada masa Bani Umayyah dibentuk
semacam Dewan Sekretaris Negara (Diwaanul Kitabah) untuk mengurusi berbagai
bidang urusan pemerintahan. Dalam masa ini urusan pemerintahan telah banyak,
maka ditetapkanlah lima orang sekretaris, yaitu :
1. Katib ar-Rasaail (Sekretaris Urusan Persuratan),
2. Katib al-Kharraj (Sekretaris Urusan Pajak/Keuangan),
3. Katib al-Jund (Sekretaris Urusan Ketentaraan),
4. Katib asy-Syurthahk (Sekretaris urusan Kepolisian),
5. Katib al-Qadhi (Sekretaris Urusan Kehakiman).8
Diantara para sekretaris Katib ar-Rasaail yang paling penting sehingga
kholifah memberikan jabatan ini diberikan kepada kaum kerabat kholifah sendiri
atau orang tertentu saja
Dimasa ini diadakan satu jabatan baru yang bernama al-Hijabah, yaitu urusan
pengawalan keselamatan kholifah atau dalam masa kini biasa dikenal Paspampres.
Jabatan ini dibentuk atas dasar kekuatiran terulangnya peristiwa pembunuhan
terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amr bin Ash.
Selanjutnya diadakan penjagaan yang sangat ketat terhadap kholifah sehingga
siapapun tidak dapat menghadap kholifah sebelum mendapat izin dari para
pengawal (Hujjab), kecuali Muazzin, pengantar pos dan pengurus dapur.9
b. Organisasi Tata Usaha Negara (An-Nidhamul Idari)
Muawiyah mendirikan Dinas Pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Pegawai pos mengambil
seekor kuda dan mengendarainya denga cepat sehingga sampai ke stasion
berikutnya.

Disana

mengendarainya

ia

dengan

mengambil

kuda

cepat

kestasion

yang

telah

berikutnya

disiapkan
pula.

kembali
Begitulah

seterusnya.10 Setelah Khalifah Abdul Malik bin Marwan berkuasa maka diadakan
perbaikan-perbaikan dalam Organisasi Pos, sehingga ia menjadi alat vital dalam
administrasi Negara. badan ini bertugas menyiarkan berita dari pusat ke daerah atau

8 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hal. 170
9 Ibid,
10 A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayan Islam, Jakarta: (Mutiara Sumber Wijaya, 1995), hal. 40

sebaliknya.11 Selanjutnya Khalifah Umar bin Abdul Azis pun memperbaiki


pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar.
Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat
lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai
lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
Pada masa Khalifah Abd Al-Malik bin Marwan berhasil melakukan
pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan melakukan perubahan
bahasa dari bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi kebahasa Arab sebagai bahasa resmi
administrasi pemerintahan Islam.12
c. Organisasi Pertahanan (An-Nidhamul Harby)
Dimasa pemerintahan Muawiyah bin Sufyan berusaha menertibkan angkatan
bersenjata sebagai bentuk penyempurnaan dari organisasi pertahanan yang telah
dibuat oleh Khalifah Umar. Hanya bedanya pada masa Kholifaturrasyidin tentara
Islam adalah tentara sukarela namun pada masa daulah Umayyah orang masuk
tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa, yang dinamakan Nidhamut
Tajridil Ijbari (seperti undang-undang wajib militer).13
Pengembangan angkatan laut yang terkenal sejak masa Utsman sebagai Amir
Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa Muawiah berkuasa, ketika
Byzantium mengerahkan tentaranya untuk mmperluas jajahannya, dan tiba
diwilayah kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium, Muawiyah
mengerahkan kapal perang kecil berjumlah 1700 buah dan mampu menghalau
musuh.14 Dengan tidak mengenal lelah, kaum Muslimin menaklukkan pulau Cyprus
dan Rhodus di laut tengah.
Pada masa ini angkatan laut Islam masih sangat sederhana. Namun ketika masa
Muawiyah memegang kendali pemerintahan maka dibangunlah armada Islam yang
kuat dengan tujuan Untuk mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan
armada Romawi dan Untuk memperluas dakwah Islamiyah. Begitu pula
Muawiyah membangun armada musim panas dan musim dingin sehingga dia
sanggup bertempur disegala musim.15
11 Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah....... hal. 46
12 Abd. Jabbar Adlan, Dirasat Islamiyah; Sejarah dan Pembaharuan Islam, Surabaya: (Anika
Bahagia Offset, 1995), hal. 99
13 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hal. 175
14 Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifa........ hal. 31
15 Abd. Jabbar Adlan, Dirasat Islamiyah; Sejarah dan Pembaharuan...... hal. 99

d. Organisasi Kehakiman (An-Nidhamul Qadhaai)


Sedangkan pada bidang pelaksanaan hukum, Daulah Bani Umayyah
membentuk lembaga yang bernama An Nidzamul Qadhaai (organisasi kehakiman).
Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi kedalam tiga badan yaitu:
-

Al-Qadha: bertugas memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada


waktu itu belum ada mazhab empat ataupun mazhab-mazhab lainnya. Pada
waktu itu para qadhi menggali hukum sendiri dari al-kitab dan as-Sunnah
dengan berijtihad.

Al-Hisbah: bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana


yang memerlukan tindakan cepat.

An-Nadhar fil Madhalim: yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah banding.16


Pada masa Khalifah Abd Al-Malik bin Marwan membentuk Mahkamah Tinggi

untuk mengadili para pejabat yang menyeleweng atau bertindak sewenang-wenang


terhadap rakyat.17
Selain itu, Khalifah Bani Umayyah juga mengangkat pembantu-pembantu
sebagai pendamping yang sama sekali berbeda dengan Khalifah sebelumnya. Mereka
merekrut orang-orang non Muslim menjadi pejabat-pejabat dalam pemerintahan,
seperti penasehat, administrator, dokter dan kesatuan dalam militer. Hal ini terjadi
sejak Muawiyah menjabat sebagai Khalifah, yang kemudian diwarisi oleh
keturunannya. Tetapi pada zaman Umar bin Abdul Azis kebijakan tersebut dihapus,
karena

orang-orang

non

Muslim

(Yahudi,

Nasrani

dan

Majusi)

yang

memperoleh privilage di dalam pemerintahan banyak merugikan kepentingan umat


Islam, bahkan menganggap mereka rendah.18
C. Faktor Penyebab Mundurnya dan Kehancuran Bani Umayah
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru
(bidah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya
tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
16 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam...... hal. 172
17 Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah..... hal. 46
18 J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), hal. 166

2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syiah (para pengikut
Abdullah bin Saba al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik
secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di
masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. 19 Penumpasan terhadap gerakangerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara
(Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa
Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan
wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para
Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan
agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd. AlMuthalib.

Gerakan

ini

mendapat

dukungan

penuh

dari Bani

Hasyim dankaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani
Umayyah.20

19 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II,(Cet. XII, PT. Raja Grafindo
Persada; Jakarta: 2001), hal. 45
20 Ibid,

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada masa Dinasti Umayyah
terdapat kebijakan untuk mendongkrak perekonomian dan pembaharuan dibidang
administrasi yakni:
1. Bidang Perekonomian adanya Kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (AlDharaaib), adanya pengelolaan Pengelolaan Baitul Mal, dan Kebijakan yang
memacu Pertumbuhan Ekonomi.
2. Sedangakan dalam bidang administrasi dibentuk Dewan Sekretaris Negara
(Diwaanul Kitabah), Organisasi Tata Usaha Negara (An-Nidhamul Idari), Organisasi
Pertahanan (An-Nidhamul Harby), dan Organisasi Kehakiman (An-Nidhamul
Qadhaai).
3. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduranya adalah:
a. Sistem pergantian khalifah melalui yang tidak jelas sehingga menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
b. Kuatnya gerakan oposisi dari kaum Syi`ah dan Khawarij.
c. Perselisihan dan pertentangan etnis antara suku Arab yang mengakibatkan para
penguasa mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.

10

Anda mungkin juga menyukai