Anda di halaman 1dari 13

I.

Latar Belakang
Dalam kekuasaan Bani Umayyah ini kekuasaanya bersifat monarchiheridetis (kerajaan
turun temurun). Kekuasaan ini berumur kurang lebih 90 tahun. Khalifah-khalifah besar
dinasti Bani Umayyah ini di antaranya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abd Al-Malik ibn
Marwan, Walid ibn Abdul Malik dan Umar bin Abd Al-Aziz yang akan di bahas dalam
makalah ini. Ketika Umar ibn Abd Al-Aziz di nobatkan sebagai pemimpin, dia menyatakan
bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada di wilayah Islam lebih baik
daripada menambah perluasanya. Ini berarti bahwa prioitas utamanya adalah membangun
negeri atau dengan nama lain melakukan pembangunan dalam negeri. Meskipun pada masa
kepemimpinan Umar ibn Abd Al-Aziz ini singkat, dia berhasil menjalin hubungan baik
dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberikan kebebasan kepada penganut agama lain
untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan mereka, kemudian dia juga
memperingan pembayaran pajak, dan kedudukan mawali di sejajarkan dengan Muslim
Arab.
 B. Rumusan Masalah
1. Biografi Umar bin Abd Al-Aziz ?
2. Apa saja kebijakan yang di lakukan Umar bin Abd Al-Aziz pada masa pemerintahanya?
Dan Kondisi Sosial dan Kebijaksanaan Politik Dinasti Bani Umayyah.
3. Bagaimana Umar bin Abdul Aziz membangun idealisme, orientasi, dan prioritas dalam
kebijakan politik dan Perkembangan Ekonomi dan Administrasi Pada Dinasti Bani Umayyah

II. PEMBAHASAN

1. Biografi Umar bin Abd-Aziz


Umar bin Abdul Aziz di lahirkan di kota Madinah pada tahun 63 H. Beliau memilki nama
lengkap Abu Hafshah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam Ibnu ‘Ash bin Umaiyah
bin AbdiSyams. Ibunya bernama Laila Ummi Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab.
Beliau merupakan keturunan bangsawan dari Bani Umayyah jika di lihat silsilah Ayahnya,
dan jika di lihat dari silsilah Ibunya, beliau tersambung dengan orang besar Islam yang
terkenal yakni Umar bin Khattab. Dalam lingkungan Madinah inilah Umar bin Abdul Aziz di
besarkan dan tumbuh berkembang. Dia meriwayatkan hadits dan memperoleh ilmu fiqh dari
sekelompok sahabat yang ahli dalam bidang itu. Di antara guru yang mengajarnya adalah
Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib dan beberapa tokoh yang
lainya. Beliau juga belajar sastra Arab, sehingga ia juga termasuk seorang yang mahir dalam
seni sastra Arab itu. Ia juga terbilang sebagai orang yang pandai merangkai kata dalam
bentuk syair-syair yang indah. Umar bin Abdul Aziz ini telah banyak berbuat di kota
Madinah ini terutama di bidang pembagunan dan ketentraman dalam Negri Madinah
khususnya dan Hijaz pada umumnya. Dialah yang memperluas masjid Madinah dan membuat
sumur umum untuk kepentingan rakyat dan musafir yang lalu-lalang. Khalifah Bani
Umayyah yang ke 8 ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pejabat-pejabat Bani
Umayyah yang lain, di antaranya: Pertama, perilakunya yang harum dalam memerintah dan
baik sepak terjangnya dalam menjalankan roda kepemimpinan. Kedua, partisipasi dan
integratisinya dengan rakyat untuk bersama-sama menentang kedhaliman pembesar-
pembesar walaupun terdiri dari kaum kerabat Umar sendiri’Bani Umayyah’, yang pada
hakikatnya adalah kaum durjana yang sikapnya telah merugikan sehingga ia di pecat dari
jabatanya. Ketiga, Zuhud, wara’, alim dan ketakwaanya yang sangat menonjol di antara
seluruh pejabat kaum Bani Umayyah. Sebelum menjadi khalifah bani Umayyah, umar bin
Abdul Aziz ini hidup dalam kemewahan, ia suka kepada makanan-makanan yang lezat-lezat,
senang kepada pakain-pakaian yang halus dan gemar memakai minyak wangi yang harum
semerbak. Ia hidup seperti itu karena Umar di lahirkan di rumah tangga feodal Bani
Umayyah, rumah tangga raja-raja yang hidupnya penuh dengan kesenangan dan kelezatan.
Pamanya adalah seorang khalifah, Abdul Malik bin Marwan yang sangat sayang kepadanya.
Dan ketika Umar masih belajar di Madinah ia telah di manjakan oleh khalifah itu. Biasanya
ketika manusia menjadi seorang khalifah, menduduki jabatan tinggi, kepala Negara atau
jabatan-jabatan yang lainya, maka turut naik dan meninggilah taraf hidupnya dalam bidang
harta-benda materi. Namun, Umar bin Abdul Aziz ini sebaliknya, setelah ia menjabat sebagai
khalifah kehidupanya menjadi sederhana, bahkan amat sederhana dan minim sekali, hidup
selaku pejabat yang shaleh, hidup suci, zuhud dan wara’ serta taqwa kepada Allah. Adapun
keberhasilan yang telah di capai pada masa kepemerintahanya adalah sebagai berikut:
a) Ukhuwah Islamiyah meningkat Dalam meningkatkan rasa ukhuwah Islamiyah
pertama-tama beliau melarang memusuhi keturunan Ali bin Abi Thalib. Selain itu
beliau juga menghapuskan perlakuan istimewa terhadap suku bangsa Arab dan Bani
Umayyah. Beliau menganggap semua suku adalah sama, yang penting mereka adalah
muslim, karena yang diperlukan adalah loyalitasnya terhadap Negara dan bangsa.
Dengan demikian, rasa persaudaraan akan semakin terjalin keakraban dan tidak saling
memusuhi.
b) Ilmu pengetahuan meningkat Pada masa kepemimpinan beliau, perkembangan dan
kemajuan bidang ilmu pengetahuan semakin meningkat, beliau melakukan
penerjemahan besar-besaran, baik buku tentang ilmu pengetahuan Agama maupun
umum, hal ini yang menjadikan Ilmu pengetahuan semakin maju dan berkembang.
c) Ekonomi Negara membaik Dalam memperbaiki ekonomi negara, beliau telah
membatalkan ketetapan hadiah atas tanah dan kekayaan Negara yang telah diberikan
khalifah sebelumnya kepada orang-orang tertentu. Semua harta kekayaan tertentu
diambil kembali oleh Negara dan dijadikan harta kekayaan “Baitul Mal”. Selain itu
ketetapan pajak yang telah dilakukan oleh Gubernur Hajjaj bin Yusuf di Irak dan Iran
dibatalkan. Karena pajak yang diberlakukan oleh kedua Gubernur ini menurut beliau
sebuah pendzaliman terhadap rakyat sendiri. Tidak hanya itu, beliau juga melakukan
perbaikan diberbagai bidang lain yang meliputi: pertanian, perdagangan dan
pengamanan lalu lintas. Dengan demikian kebijakan yang dilakukan oleh beliau telah
menstabilkan roda perekonomian masyarakat, sehingga kebutuhan sehari-hari
rakyatnya bisa tercukupi.
d) Aparatur Pemerintahan tertib Usaha penertiban yang dilakukan oleh beliau adalah
sebagai berikut:
1. Memperkecil pengeluaran belanja negara yang tidak begitu penting dan melarang
hidup bermewah-mewahan.
2. Membasmi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
3. Memecat orang-orang yang tidak mempunyai loyalitas terhadap Negara.
4. Memperbaiki gaji tentara, gubernur dan pegawai baitul mal.

2. Kebijakan-kebijakan yang di lakukan Umar bin Abdul Aziz


a. Memecat para pejabat yang dzalim Langkah pertama yang dilakukan Umar adalah
memulihkan keadilan dan kebenaran dengan jalan memecat para pejabat yang zalim
an menggantikanya dengan pejabat-pejabat baru yang adil dan benar walaupun bukan
dari golongan keluarga Bani Umayyah sendiri.
b. Mengembalikan Gereja kepada kaum Nasrani Umar bin Abdul Aziz ini
mengembalikan gereja kepada kaum Nasrani yang telah di ambil oleh khalifah
sebelum beliau dan di ubah menjadi masjid. Pada mulanya hal itung dan
berkumandang di dalam gereja masjid itu. Tetapi setelah mendapat penerangan yang
baik dan bijaksana dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz sendiri, maka akhirnya gereja
itu di kembalikan kepada kaum Nasrani tersebut. Dengan begitu kaum Nasrani merasa
gembira dan mengucapkan terimakasih kepadanya. Umar melakukan kebijakan ini
karena ini merupakan toleransi Agama yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
c. Memberi kaum mawali harta rampasan perang Pada zaman khalifah-khalifah sebelum
Umar bin Abdul Aziz, kaum mawali yang turut berjuang di medan perang samasekali
tidak mendapatkan apa-apa dari hasil perjuangan mereka. Tetapi setelah kekuasaan
berada pada tangan khalifah Umar, maka kaum mawali itu mendapat bagianya secara
adil sebagaimana yang di dapat oleh pasukan Muslimin yang lain yang berjihad di
medan perang. Budak dan bukan budak menurut beliau itu sama, sama-sama makhluk
Allah dan sama-sama menganut agama Islam.
d. Upaya Menghilangkan Tribalisme, Feodalisme Dan Paternalisme Umar bin Abdul
Aziz adalah seorang khalifah yang selalu konsisten dan komitmen pada janjinya
sendiri. Ketika diangkat dan dinobatkan menjadi khalifah, beliau berkomitmen akan
menghilangkan kesukuan, feodalisme, dan partenalisme. Beliau tidak membedakan
warna kulit, keturunan ataupun suku. Apabila seorang memiliki moralitas yang baik,
kredibilitas diri yang mantap, dan kwalitas yang mumpuni, Umar bin Abdul Aziz
akan memperhatikan dan menepatkan pada posisi yang proposional. Beliau juga tidak
setuju dengan cara-cara pengangkatan gubernur, wazir, qadi, dan sebagainya yang
diambil dari keturunan keluarganya. Dalam masa kepemimpinan Umar bin Abdul
Aziz banyak sekali para gubernur, wazir, qadi, dan sebagainya yang diangkat bukan
dari keluarga dekat. Bahkan ada gubernur yang dipecat karena melakukan
pelanggaran meskipun mereka merupakan keturunan dari keluarganya. Meskipun
Umar bin Abdul Aziz merupakan seorang khalifah dari kaum feudal Bani Umayah,
namun beliau sangat menentang sikap dan perilaku feodalisme yang ingin selalu
menang sendiri, Umar bin Abd Aziz tidak setuju dengan cara-cara kaum feudal yang
menguasai beberapa tanah luas untuk kepentingan kerabat-kerabat istana. Tanah-
tanah tersebut oleh Umar bin Abd Aziz diserahkan kepada berhak yang menerimanya
atau dikembalikan kepada bait al-mal. Beliau tidak setuju kalau kerabat istana diberi
penghasilan dari anggaran Negara, apalagi mereka tidak bekerja secara maksimal dan
proporsional. Kalau kerabat istana diberi imbalan yang tidak rasional dianggapnya
sebagai tindak kedzaliman dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang
sesungguhnya. Cara-cara feodalistik yang berlangsung sebelum pemerintahanya harus
dihilangkan sama sekali sehingga dengan demikian kekayaan Negara yang diperoleh
dapat didistribusikan kepada rakyat yang berhak menerimanya atau harta tersebut
akan dikembalikan ke bait al-mal (kas Negara). Penempatan orang pada posisi sesuai
dengan keahlianya, yang merupakan upaya Umar bin Abd Aziz menghilangkan
tribalisme dan paternalisme, dilakukan dengan penuh tanggung jawab terhadap
siapapun, baik kerabat maupun tidak. Umar bin Abd Aziz menilai bahwa tribalisme,
feodalisme, dan paternalisme akan melahirkan polarisasi politik, ekonomi, dan social
keagamaan. Oleh sebab itu model-model ini harus dihapuskan dan tidak boleh
mempengaruhi kepemimpinan Umar bin Abd Aziz. Selagi tiga kondisi ini (tribalisme,
feodalisme, dan paternalisme) masih ada, niscaya kebiwaan khalifah akan hancur dan
tidak dihargai oleh rakyatnya.
e. Aktualisasi Pajak dan Pengangkatan Wazir Sejarah peradaban islam menunjukkan
bahwa sistem aktualisasi perpajakan dan pengangkatan wazir pada masa Umar Bin
Abd Aziz berjalan baik dan mendapat simpati dari takyat yang dipimpinya, termasuk
kaum syi’ah, kgawarij,mu’tazilah, dan kaum mawali. Mereka mendukung sepenuhnya
kepada Umar Bin Abd Aziz dalam melaksanakan perpajakan, yang dirasakan sangat
adil serta tidak menimbulkan diskriminasi antar suku, golongan, maupun
keturunan( baik arab maupun non arab). Kebijakan yang paling besar pengaruhnya
dalam bidang perpajakan adalah bahwa rakyat dibebaskan dari sistem perpajakan
yang memberatkan. Mereka membayar pajak sesuai denagn kemampuanya. Pada
masa Umar Bin Abd Aziz lebih didasarkan pada kepentingan rakyat, khususnya
mengenai distribusi harta Negara pada kaum dhu’afa. Dalam hal perpajakan, Umar
Bin Abd Aziz merujuk pada cara yang dilakukan Umar Bin Khattab, sebagai berikut: 
 Tanah ghanimah yang 80% biasanya menjadi bagian tentara, tidak dibagikan tetapi
diambil lagi oleh Negara.
 Rakyat taklukan sebagai pemilik tanah dipersilahkan untuk menggarapnya diwajibkan
membayar retribusi sebagai konpensasi hak garap tersebut kepada Negara.
 Dengan uang restribusi itu Negara menjamin kehidupan tentara-tentara
 Sedangkan 20% sisanya dibagikan kepada faqir miskin atau rakyat yang sngat
membutuhkan. Sedangkan dalam hal pengangkatan wazir dilakukan dengan cara
menempatkan seseorang sesuai dengan keahlian masing-masing. Dan dalam
pengangkatan mereka criteria moral yang tinggi lebih diutamakan daripada
kepandaian. Beberapa criteria yang dapat disebut disini adalah sebgai berikut:
 Mempunyai moral yang tinggi dan berakhlak mulia.
 Mempunyai dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap Negara dan bangsa.
 Mempunyai kreatifitas dan kepandaian dalam bidang yang dikuasai, terutama dalam
lingkup birokrasi pemerintah secara umum.
 Komitmen terhadap jabatan yang diembanya cukup tinggi dan tidak mudah berputus
asa.
 Tidak mementingkan diri sendiri, keluarga, maupun kelompoknya. Lima kriteria
tersebut dijadikan acuan pokok dalam mengangkat wazir, sehingga dalam periode
Umar Bin Abd Aziz tidak terdapat wazir yang korupsi, manipulasi atau melakuakan
penyalahgunaan wewenang. Mereka bertanggung jawab atas beban yang dipikulkan
khalifah, dengan menunjukkan integritas yang tinggi dan tidak mengenal lelah dalam
menjalankan tugas pokoknya sebagai wazir dalam mengelola keuangan, perdagangan
dan adminitstrasi Negara.
I. KONDISI SOSIAL DAN KEBIJAKSANAAN POLITIK DINASTI BANI
UMAYYAH
A. Kondisi Sosial Masyarakat Dinasti Bani Umayyah, sekalipun pro-arab-isme,
namun tidak menjauhkan diri dari golongan non-muslim. Bahkan golongan
nonislam memperoleh jabatan-jabatan dalam pemerintahan dan dipercaya oleh
para raja. Sikap ini paling tidak, telah membantu Dinasti Umayyah untuk
mencapai kemajuan ilmiah dan berhasil menterjemahkan buku-buku dari bahasa
asing kedalam bahasa arab. Seperti itu, Muawiyah mengangkat dokter pribadinya
dari orang yang banyak menerjemahkan buku-buku mengenai ilmu kedokteran ke
dalam bahasa arab, orang itu adalah Ibnu Asal. Disamping itu Muawiyah juga
pernah mengundang seorang ahli riwayat yang bernama Ube’id, dari yaman,
untuk di manfaatkan dalam mengarang buku-buku cerita yang diperlukan untuk
melalaikan rakyat, dan sekaligus menjauhkan rakyat dari keterlibatannya dengan
persoalan-persoalan politik didalam negri. Para ahli cerita ini juga dikirimkan ke
masjid-masjid di berbagai kota untuk “menentramkan” rakyat agar patuh pada
pemerintahan yang berkuasa. Indikasi semacam ini menunjukan kepada kita
bahwa tujuan dipanggil dan diundangnya para ahli riwayat tidak lain adalah untuk
mengalihkan perhatian masyarakat dari hal-hal yang bersifat politis. Di sisi lain,
nilai-nilai toleransi sudah terbina dan teraplikasikan dalam kehidupan masyarakat
Mu’awiyah. “Mu’awiyah telah melindungi gereja, katedral, kelenteng, dan
tempat-tempat suci lainnya.” Sikap Mu’awiyah ini adalah merupakan salah satu
indikasi exisnya nilai-nilai toleransi pada masyarakat Bani Umayyah. Dalam
bidang ilmu pengetahuan, masyarakat Bani Umayyah memiliki sikap tertentu.
Mereka berpandangan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak milik bersama dan
merupakan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Ini berarti bahwa Islam tidak
melarang mengambil ilmu pengetahuan dari orang lain yang non-Islam, tapi
hendaklah ilmu pengetahuan yang diambilnya itu difilter untuk dijadikan ilmu
yang bernilai. Di balik sukses yang diperolehnya, Dinasti Bani Umayyah juga
banyak menghadapi keributan dalam negeri yang diakibatkan perselisihan suku.
Di samping itu timbul juga anarkisme dan ketidak disiplinan Kaum Somad yang
tidak dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hal ini menyebabkan
ketidak stabilan dan kehilangan kesatuan.
B. Kebijaksanaan Politik Dinasti Umayyah
Munculnya permasalahan-permasalahan pada masa Dinasti bani Umayyah
memerlukan adanya kebijaksanaan untuk mengantisipasinya. Di antara
kebijaksanaan itu adalah dalam bidang politik. Ada beberapa kebijaksanaan
politik yang dilaksanakan pada masa Dinassti Umayyah, yaitu:
1. Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini di
dasarkan atas pertimbangan politis dan alasan kemauan. Karena letaknya jauh
dari Kufah pusat kaum Syi’ah pendukung Ali dan jauh dari Hijaz tempat
tinggal mayoritas Bani Hasyim dan Bani Umayyah, maka dapat terhindar dari
konflik yang lebih tajam antara dua bani itu dalam memperoleh kekuasaan.
2. Mu’awiyah membari penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam
perjuangan mencapai puncak kekuasaan seperti Amr ibn Ash, ia diangkat
kembali menjadi gubernur di Mesir dan Mughirah ibn Syu’bah diangkat
menjadi gubernur di wilayah Kufah. Ia juga memperlakukan dengan baik dan
mengambil hati para sahabat terkemuka yang bersikap netral terhadap
berbagai kasus yang timbul waktu itu, sehingga mereka berpihak kepadanya.
3. Menumpas orang-orang yang beroposisi yang dianggap berbahaya. Jika tidak
bisa dibujuk dengan harta dan kedudukan, maka kaum pemberontak itu harus
ditumpas. Ia juga menumpas kaum khawarij yang merongrong dibawah
kekuasaannya dan mengkafirkannya.
4. Membangun kekuatan militer yang terdiri dari tiga angkatan, darat, laut, dan
kepolisian yang tangguh. Mereka diberi gaji yang cukup, dua kali lebih besar
dari yang diberikan Khalifah Umar ibn Khattab kepada tentaranya. Ketiga
angkatan ini bertugas menjaga stabilitas keamanan dalam negeri dan
memperluas wilayah kekuasaan.
5. Meneruskan perluasan wilayah kekuasaan Islam baik ke timur maupun ke
barat. Perluasan wilayah ini diteruskan oleh para penerus Mu’awiyah seperti
Khalifah Abdul Malik ke timur, Khalifah Alwalid ke barat, dan ke Perancis
pada zaman Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Daerah-daerah yang dikuasai
umat Islam di zaman Dinasti Umayyah meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suria,
Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia,
Afganistan, Uzbakistan, dan Kurgis (di Asia Tengah). Sehingga dinasti ini
berhasil membangun negara besar di zaman itu. Bersatuanya berbagai suku
bangsa di bawah naungan Islam akan melahirkan benih-benih peradaban baru
yang bercorak Islam, dan benih-benih peradaban baru itu kelak berkembang
pesat di zaman Dinasti Abbasiyyah.
6. Baik Mu’awiyah maupun penggantinya, membuat kebijaksanaan yang berbeda
dari zaman Khulafaur Rasyidin. Mereka merekrut orang- orang non-muslim
sebagai pejabat pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter, dan
kesatuan tentara. Tapi pada masa Umar ibn Andul Aziz kebijaksanaan itu
dihapuskan, karena orang-orang non- muslim (Nasrani, Yahudi, Majusi) yang
memperoleh privelege di dalam pemerintahan banyak merugikan kepentingan
umat Islam. Di dalam Al-Qur’an memang terdapat pengaturan-pengaturan
yang tidak membolehkan orang mukmin merekrut orang-orang non-Islam
sebagai teman kepercayaan dalam mengatur orang-orang mukmin. Tapi pada
ayat lain membolehkannya.
7. Kebijaksanaan dan keputusan politik penting yang dibuat Khalifah Mu’awiyah
adalah merubah sistem monarchi dengan mengangkat puteranya Yazid
menjadi putera mahkota untuk menggantikannya sebagai khalifah
sepeninggalnya nanti. Hal ini sejalan dengan pendapat Jurzi Zaidan, sebagai
berikut: Konsekuensi logis dari perubahan sistem pemerintahan tersebut
adalah suksesi kepemimpinan berlangsung secara turun temurun. Dengan
demikian, Mu’awiyah juga dapat dikatakan sebagai orang yang mempelopori
meninggalkan tradisi di zaman khulafaur rasyidin yaitu khalifah ditetapkan
berdasarkan pilihan umat. Sedangkan pada masa Dinasti Umayyah pergantian
kekhalifahan ditetapkan secara turun temurun.
 KONDISI SOSIAL DAN KEBIJAKSANAAN POLITIK DINASTI BANI
UMAYYAH
a. Kondisi Sosial Masyarakat Dinasti Bani Umayyah, sekalipun pro-arab-isme, namun
tidak menjauhkan diri dari golongan non-muslim. Bahkan golongan nonislam
memperoleh jabatan-jabatan dalam pemerintahan dan dipercaya oleh para raja. Sikap
ini paling tidak, telah membantu Dinasti Umayyah untuk mencapai kemajuan ilmiah
dan berhasil menterjemahkan buku-buku dari bahasa asing kedalam bahasa arab.
Seperti itu, Muawiyah mengangkat dokter pribadinya dari orang yang banyak
menerjemahkan buku-buku mengenai ilmu kedokteran ke dalam bahasa arab, orang
itu adalah Ibnu Asal. Disamping itu Muawiyah juga pernah mengundang seorang ahli
riwayat yang bernama Ube’id, dari yaman, untuk di manfaatkan dalam mengarang
buku-buku cerita yang diperlukan untuk melalaikan rakyat, dan sekaligus menjauhkan
rakyat dari keterlibatannya dengan persoalan-persoalan politik didalam negri. Para
ahli cerita ini juga dikirimkan ke masjid-masjid di berbagai kota untuk
“menentramkan” rakyat agar patuh pada pemerintahan yang berkuasa. Indikasi
semacam ini menunjukan kepada kita bahwa tujuan dipanggil dan diundangnya para
ahli riwayat tidak lain adalah untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari hal-hal
yang bersifat politis. Di sisi lain, nilai-nilai toleransi sudah terbina dan teraplikasikan
dalam kehidupan masyarakat Mu’awiyah. “Mu’awiyah telah melindungi gereja,
katedral, kelenteng, dan tempat-tempat suci lainnya.” Sikap Mu’awiyah ini adalah
merupakan salah satu indikasi exisnya nilai-nilai toleransi pada masyarakat Bani
Umayyah. Dalam bidang ilmu pengetahuan, masyarakat Bani Umayyah memiliki
sikap tertentu. Mereka berpandangan bahwa ilmu pengetahuan adalah hak milik
bersama dan merupakan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Ini berarti bahwa Islam
tidak melarang mengambil ilmu pengetahuan dari orang lain yang non-Islam, tapi
hendaklah ilmu pengetahuan yang diambilnya itu difilter untuk dijadikan ilmu yang
bernilai. Di balik sukses yang diperolehnya, Dinasti Bani Umayyah juga banyak
menghadapi keributan dalam negeri yang diakibatkan perselisihan suku. Di samping
itu timbul juga anarkisme dan ketidak disiplinan Kaum Somad yang tidak
dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hal ini menyebabkan ketidak
stabilan dan kehilangan kesatuan.
b. Kebijaksanaan Politik Dinasti Umayyah
Munculnya permasalahan-permasalahan pada masa Dinasti bani Umayyah
memerlukan adanya kebijaksanaan untuk mengantisipasinya. Di antara
kebijaksanaan itu adalah dalam bidang politik. Ada beberapa kebijaksanaan
politik yang dilaksanakan pada masa Dinassti Umayyah, yaitu:
1. Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan ini di
dasarkan atas pertimbangan politis dan alasan kemauan. Karena letaknya jauh dari
Kufah pusat kaum Syi’ah pendukung Ali dan jauh dari Hijaz tempat tinggal mayoritas
Bani Hasyim dan Bani Umayyah, maka dapat terhindar dari konflik yang lebih tajam
antara dua bani itu dalam memperoleh kekuasaan.
2. Mu’awiyah membari penghargaan kepada orang-orang yang berjasa dalam
perjuangan mencapai puncak kekuasaan seperti Amr ibn Ash, ia diangkat kembali
menjadi gubernur di Mesir dan Mughirah ibn Syu’bah diangkat menjadi gubernur di
wilayah Kufah. Ia juga memperlakukan dengan baik dan mengambil hati para sahabat
terkemuka yang bersikap netral terhadap berbagai kasus yang timbul waktu itu,
sehingga mereka berpihak kepadanya.
3. Menumpas orang-orang yang beroposisi yang dianggap berbahaya. Jika tidak bisa
dibujuk dengan harta dan kedudukan, maka kaum pemberontak itu harus ditumpas. Ia
juga menumpas kaum khawarij yang merongrong dibawah kekuasaannya dan
mengkafirkannya.
4. Membangun kekuatan militer yang terdiri dari tiga angkatan, darat, laut, dan
kepolisian yang tangguh. Mereka diberi gaji yang cukup, dua kali lebih besar dari
yang diberikan Khalifah Umar ibn Khattab kepada tentaranya. Ketiga angkatan ini
bertugas menjaga stabilitas keamanan dalam negeri dan memperluas wilayah
kekuasaan.
5. Meneruskan perluasan wilayah kekuasaan Islam baik ke timur maupun ke barat.
Perluasan wilayah ini diteruskan oleh para penerus Mu’awiyah seperti Khalifah Abdul
Malik ke timur, Khalifah Alwalid ke barat, dan ke Perancis pada zaman Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz. Daerah-daerah yang dikuasai umat Islam di zaman Dinasti
Umayyah meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak,
sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan, Uzbakistan, dan Kurgis (di Asia
Tengah). Sehingga dinasti ini berhasil membangun negara besar di zaman itu.
Bersatuanya berbagai suku bangsa di bawah naungan Islam akan melahirkan benih-
benih peradaban baru yang bercorak Islam, dan benih-benih peradaban baru itu kelak
berkembang pesat di zaman Dinasti Abbasiyyah.
6. Baik Mu’awiyah maupun penggantinya, membuat kebijaksanaan yang berbeda dari
zaman Khulafaur Rasyidin. Mereka merekrut orang- orang non-muslim sebagai
pejabat pemerintahan, seperti penasehat, administrator, dokter, dan kesatuan tentara.
Tapi pada masa Umar ibn Andul Aziz kebijaksanaan itu dihapuskan, karena orang-
orang non- muslim (Nasrani, Yahudi, Majusi) yang memperoleh privelege di dalam
pemerintahan banyak merugikan kepentingan umat Islam. Di dalam Al-Qur’an
memang terdapat pengaturan-pengaturan yang tidak membolehkan orang mukmin
merekrut orang-orang non-Islam sebagai teman kepercayaan dalam mengatur orang-
orang mukmin. Tapi pada ayat lain membolehkannya.
7. Kebijaksanaan dan keputusan politik penting yang dibuat Khalifah Mu’awiyah adalah
merubah sistem monarchi dengan mengangkat puteranya Yazid menjadi putera
mahkota untuk menggantikannya sebagai khalifah sepeninggalnya nanti. Hal ini
sejalan dengan pendapat Jurzi Zaidan, sebagai berikut: Konsekuensi logis dari
perubahan sistem pemerintahan tersebut adalah suksesi kepemimpinan berlangsung
secara turun temurun. Dengan demikian, Mu’awiyah juga dapat dikatakan sebagai
orang yang mempelopori meninggalkan tradisi di zaman khulafaur rasyidin yaitu
khalifah ditetapkan berdasarkan pilihan umat. Sedangkan pada masa Dinasti
Umayyah pergantian kekhalifahan ditetapkan secara turun temurun.

3. Cara yang di lakukan Umar bin Abdul Aziz dalam membangun idealisme, orientasi,
dan prioritas dalam kebijakan politik dan Perkembangan Ekonomi dan Administrasi
Pada Dinasti Bani Umayyah.
a. Menegakkan prinsip dan idealisme politik Kebijakan politik pemerintahan Umar Bin
Abd Aziz, memperlihatkan ciri yang sangat spesifik dan khas, terutama jika
dibandingkan dengan para khalifah sebelumnya. Umar Bin Abd Aziz lebih
mendasarkan politiknya pada prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, dan tidak
bersifat otoriter. Sehingga rakyat banyak memujinya, termasuk dari pihak yang
dulunya menjadi lawan politiknya. Diantara prinsip dan idealisme politik Umar Bin
Abd Aziz yang sangat penting adalah:
1. Kesederhanaan dan kebersahajaan Seluruh rakyat di wilayah Daulah Umayah
dianjurkan mempunyai sifat dan perilaku yang sederhana dan bersahaja. Hal ini bisa
dilakukan oleh seluruh rakyat, meskipun tradisi perilaku semacam ini dianggap
bertentangan dengan kebijakan para khalifah Umayah sebelumnya. Umar Bin Abd
Aziz sendiri yang membuktikan yang memberi tauladan dalam hal ini.
2. Kejujuran Menurut ajaran islam, sikap dan perilaku jujur harus dimiliki oleh setiap
individu muslim, apalagi bagi seorang khalifah. Sikap jujur ini dalam kebijakan
politik Umar Bin Abd Aziz bisa dilihat pada fakta bahwa ia memberhentikan banyak
gubernur yang tidak jujur dan telah melakukan kedzaliman.
3. Keadilan dan kebenaran Pada masa pemerintahan Umar Bin Abd Aziz keadilan dan
kebenaran menjadi prinsip yang kuat dalam menegndalikan Negara dan rakyat. Beliau
terkenal sebagai khalifah yang sangat memperhatikan rakyatnya agar terhindar
daripenguasa yang dzalim. Umar Bin Abd Aziz telah banyak mengembaliakan tanah-
tanah yang telah dirampas oleh penguasa-penguasa dzalim sebelumnya, kemudian
beliau mengembalikan pada pemilik yang sah.
4. Orientasi Kebijakan Politik Pluralitas dan keanegaraman adalah suatu yang pasti ada.
Oleh karena itu, perlu strategi untuk menghadapi kenyataan yang tidak bisa
dihindarkan itu. Sebagai pemimpin Umar Bin Abd Aziz tidak terlepas dari kenyataan
seperti itu. Beliau menghadapi masyarakat yang beranekaragam kultur dan
perangainya, baik masyarakat keturunan arab ataupun non arab. Keragaman itu
tersebar diwilayah kekuasaan Bani Umayah yang pada masa itu meliputi tiga kawasan
yang amat luas, yakni: Wilayah bagian utara damaskus: daerah daratan Negara-negara
Balkan, wilayah bagian Uni Soviet (Uzbekistan, tajekistan). Wilayah barat laut
maupun barat daya, yang meliputi daerah Afrika dan memanjang sampai ke spanyol.
Wilayah timur: sungai sind (India), Afganistan, dan sampai daratan Cina. Ketiga
wilayah ini merupakan kekuasaan yang cukup besar sehingga perlu penanganan serius
dari Khalifah Umar Bin Abd Aziz. Orientasi kebijakan politik Umar Bin Abd Aziz
selalu didasarkan pada prinsip keadilan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Selama
kepemimpinan Umar Bin Abd Aziz tidak ada unsur pemaksaan kehendak terhadap
rakyat. Khalifah selalu bersikap persuasive dan kekeluargaan terhadap rakyatnya.
Umar Bin Abd Aziz menerapkan kebijakan jizyah (pajak) bagi orang-orang yang baru
masuk islamdalam masalah perpajakan. Sementara kebijakan terhadap aliran lain
(seperti khawarij) yang ditonjolkan adalah masalah toleransi beragama, dan
menggalkkan dakwah keseluruh pelosok wilayah Daulah Bani Umayah. Hal-hal ini
merupakan kebijakan politik yang diterapkan Umar Bin Abd Aziz.
b. Prioritas Kebijakan Politik Prioritas kebijakan politik pemerintahan yang dijalankan
pada dasarnya dititkberatkan pada dua esensi yang mendasar yakni: kebenaran dan
keadilan. Esensi ini menjadi acuan pokok dalam menjalankan stategi politik Daulah
Umayah. Kebijakan politik tersebut meliputi:
1. Pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan wewenang Dalam pemberantasan
korupsi dan penyalahgunaan wewenang langkah-langkah yang diambil untuk
membasminya begitu konkret, cepat, dan tegas. Khalifah Umar Bin Abd Aziz
langsung memecat gubernur dan pejabat-pejabat tinggi yang melakukan korupsi dan
penyalahgunaan wewenang.
2. Perbaikan Kehidupan Rakyat untuk Kemakmuran Dalam kebijakan ini Umar Bin Abd
Aziz mengambil langkah-langkah antara lain: harta benda yang tadinya banyak
dimiliki oleh kaum Bani Marwan ( keturunan bani Umayah), dicabut dan dijual ke
khalayak ramai. Kemudian, hasil penjualan tanah-tanah maupun harta benda lainya di
serahkan kepada bait al- mal (kas Negara).
3. Kebijakan Politik Persuasif dan Tanpa Kekerasan Pada kebijakan ini Umar Bin Abd
Aziz membuat aturan-aturan mengenai timbangan dan takaran. Tujuanya adalah untuk
menghindarkan pemalsuan takaran dan timbangan. Beliau mengadakan perbaikan
tanah-tanah pertanian, irigasi, penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan,
dan penyediaan tempat-tempat penginapan bagi musafir. Beliau juga memberikan
perhatian yang besar terhadap orang-orangmiskin, serta memperbanyak banguna
masjid.
4. Menciptakan Perdamaian Daulah dalam Rangka Menghilangkan Konflik Antarsuku,
Kelompok, maupun Sekte. Dalam kebijakan ini Umar Bin Abd Aziz menggunakan
metode diplomasi yang halus untuk menghadapi musuh. Beliau mengekspresikan
diplomasi itu dalam sikap dan perilaku yang positif terhadap para musuh atau
pemberontak
5. Larangan Monopoli Pemilikan Tanah Oleh Kaum Bangsawan Umar Bin Abd Aziz
mengambil kebijaksanaan yang sangat strategis, yakni mengembalikan semua tanah
rakyat yang telah dirampas oleh pemerintah feudal yang lama(sebelum Umar Bin Abd
Aziz). Dian juga menyita tanah-tanah Negara yang selama ini diambil alih oleh kaum
feudal(kaum bangsawan) sehimgga dijadikan milik pribadi mereka masing-masing.
Kebijakan ini membuat rakyat sangat gembira dan suka cita. Sebab selama ini
menderita akibat harta bendanya dirampas secara licik dan tidak sah oleh kaum
bangsawan.

 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN ADMINISTRASI PADA DINASTI BANI


UMAYYAH
Perkembangan Ekonomi Perekonomian adalah merupakan salah satu unsur
terpenting dalam memperlancar proses pembangunan suatu negara. Sebab
merosotnya perekonomian suatu negara akan berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan. “Pada tahun 693 khalifah Abdul
Malik secara bulat menetapkan untuk mencetak uang sendiri di damaskus.
Sementara itu Hajjaj pada tahun berikutnya melakukan hal yang sama. Akibatnya
masyarakat Arab sudah mulai mengenal sistem perhitungan. Ide ini juga diterima
di Yaman, Siria, dan Iraq.” Kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh Khalifah Abdul
Malik tersebut, sangat berpengaruh terhadap perekonomian dinasti itu. Sebab kita
melihat, sebelum diberlakukannya kebijakan ini mata uang yang beredar sebagai
alat tukar adalah mata uang Roma dan mata uang Persia yaitu dirham (drachma)
dan dinar (dinarius). Dengan tidak adanya mata uang sendiri tentu akan dapat
mengurangi nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat Islam di daerah yang
demikian luasnya. Sehingga dapat dikatakan, secara implisit kebijaksanaan
hkhalifah memiliki nilai-nilai esensial dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan
umat Islam dalam wilayah yang luas tersebut. Implikasi nilai-nilai persatuan dan
kesatuan terhadap perekonomian pada masa itu (Dinasti Umayyah) adalah sangat
penting. Sebab adanya persatuan dan kesatuan wilayah umat Islam yang luas
tersebut akan menciptakan stabilitas keamanan yang terjamin. Dengan adanya
stabilitas keamanan yang terjamin, maka lalu lintas perdagangan akan berjalan
lancar, dengan lancarnya lalu lintass perdagangan, pada gilirannya akan
meningkatkan perekonomiannya.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan perdagangan dan
perekonomian, teraturnya pengelolaan pendapatan negara yang didukung oleh
keamanan dan ketertiban yang terjamin telah membawa masyarakatnya pada
tingakat kemakmuran. Realisasinya dapat kita lihat dari hasil penerimaaan pajak
(kharaj) di wilayah syam saja, tercatat 1.730.000 dinar emas setahun.
Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga terlihat pada masa pemerintahan
Umar ibn Abdul Aziz. Keadaan perekonomian pada masa pemerintahannya telah
naik ke taraf yang menakjubkan. Semua literatur yang ada pada kita sekarang ini
menguatkan bahwa kemiskinan, kemelaratan, dan kepapaan telah dapat diatasi
pada masa pemerintahan khalifah ini. Kebijakan yang dilakukan oleh Umar ibn
Abdul Aziz dalam implikasinya denagn perekonomian yaitu membuat aturan-
aturan mengenai takaran dan timbangan, dengan tujuan agar dapat membasmi
pemalsuan dan kecurangan dalam pemakaian alat-alat tersebut. Bertitik tolak dari
uraian di atas dapatlah dikatakan perkembangan perekonomian pada masa
pemerintahan Dinasti Umayyah secara umum sudah mulai meningkat dibanding
dengan masa sebelumnya. Meningkatnya perekonomian yang membawa kepada
kemakmuran rakyat pada dinasti ini, sebenarnya tidak terlepas dari kebijaksanaan-
kebijaksamnaan yang dilakukan khalifah, di samping dukungan masyarakat
terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut.
Perkembangan Administrasi Pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin (632-661
M), pimpinan pemerintahan pusat hanya terdiri atas khalifah, didampingi seorang
pejabat yang disebut al-Katib (sekretaris). Di samping khalifah ada majelis
penasehat yang terdiri atas sahabat-sahabat Nabi Muhammad. Al-Katib bertugas
mencatat penerimaan dan engeluaran perbendaharaan negara. Mengurus surat
menyurat dengan pembesar setempat, mendata nama-nama tentara dan
penghasilannya. Pada masa Dinasti Bani Umayyah, telah muncul persoalan-
persoalan yang cenderung membawa ketidak stabilan dan perpecahan umat,
seperti hancurnya teokrasi yang telah mempersatukan kekhalifahan yang lebih
dulu, munculnya anarkisme dan ketidak disiplinan kaum nomad.
Pengelolaan administrasi dalam struktur pemerintahan Dinasti Bani Umayyah
adalah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan khulafaur rasyidin yang
diciptakan oleh Khalifah Umar. Wilayah kekuasaan yang luas itu, sebagaimana
periode Madinah dibagi menjadi wilayah provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh
seorang gubernur atau amir yang diangkat oleh khalifah. Gubernur didampingi
seseorang atau beberapa orang katib (sekretaris), seorang hajib (pengawal), dan
pejabat-pejabat penting lain, yaitu shahib al-kharaj (pejabat pendapatan), shahib
al-syurthat (pejabat kepolisian), dan qadhi (kepala keagamaan dan hakim). Pejabat
pendapatan dan qadhi diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab kepadanya.
Pada tingkat pemerintahan pusat dibentuk beberapa lebaga dan departemen, al-
katib, al-hajib, dan diwan. Lembaga al-katib terdiri dari katib al-rasail (sekretaris
negara), katib al-kharaj (sekretaris pendapatan negara), katib al-jund (sekretaris
militer), katib al-syurthat (sekretaris kepolisian), katib al-qadhi (panitera). Para
katib bertugas mengurusi administrasi negara secara baik dan rapi untuk
mewujudkan kemaslahatan negara. Al-hajib (pengawal dan kepala rumah tangga
istana) bertugas mengatur para pejabat atau siapapun yang bertemu dengan
khalifah. Lembaga ini belum dikenal di zaman Negara Madinah, karena siapa saja
boleh bertemu dan berbicara langsung dengan khalifah tanpa melalui birokrasi.
Tapi ada tiga orang yang boleh langsung bertemu dengan khalifah tanpa hajib,
yaitu muazin untuk memberi tahukan waktu shalat pada khalifah, shahib al-barid
(pejabat pos) yang membawa berita-berita penting untuk khalifah, dan shahib al-
tha’am, petugas yang mengurus hal ikhwal makanan dalam istana. Dalam bidang
pelaksanaan hukum yaitu al-Nidzam al-Qadhai terdiri dari tiga bagian, yaitu al-
qadha dipimpin seorang qadhi yang bertugas membuat fatwa-fatwa hukum dan
membuat peraturan-peraturan yang digali langsung dalam al-Qur’an, sunnah
Rasul, Ijma’, atau berdasarkan ijtihad. Badan ini bebas dari pengaruh penguasa
dalam menetapkan keputusan hukum, baik terhadap pejabat atau pagawai negara
yang melakukan pelanggaran. Pejabat badan al-Hisbat disebut al-Muhtasib,
tugasnya menangani kriminal yang perlu penyelesaian segera. Sedang pejabat al-
Mazhalim disebut qadhi al-mazhalim atau shahib al-mazhalim. Kedudukan badan
ini lebih tinggi dari al-qadha dan al-hisbat, karena badan ini bertugas meninjau
kembali akan kebenaran dan keadilan keputusan-keputusan hukum yang dibuat
oleh qadhi dan muhtasib.46 Jika terjadi kasus tentang perkara yang keputusannya
dianggap perlu ditinjau kembali, baik rakyat maupun pejabat yang menyalah
gunakan jabatan, badan ini menyelenggarakan mahkamah al-mazhalim yang
mengambil tempat di masjid. Sidang inni dihadiri oleh lima unsur lengkap yaitu
para pembantu sebagai juri, para hakim, para fuqaha, para katib, dan para saksi.
Didalam tubuh pemerintahan Bani Umayyah terdapat beberapa diwan atau
departeman yaitu:
1. Diwan al-Rasail, departemen yang mengurus surat-surat negara dari khalifah
kepada gubernur atau menerima surat-surat dari gubernur. Departemen ini
memiliki dua sekretariat, untuk pusat menggunakan bahasa Arab, dan daerah
menggunakan bahasa Yunani dan bahasa Persia.
2. Diwan al-Khatim, departemen pencatatan yang bertugas menyalin dan
meregistrasi semua keputusan khalifah atau oereturan- peraturan pemerintah
untuk dikirim pada pemerintah daerah.
3. Diwan al-Kharaj, departemen pendapatan negara yang diperoleh dari kharaj,
zakat, ghanimah, dan sunmber-sumber lain. Semua pwmasukan dari sumber-
sumber itu disimpan di Baitul Mal.
4. Diwan al-Barid, departemen pelayanan pos, bertugas malayani informasi
tentang berita-berita penting dari daerah kepada pemerintah pusat dan
sebaliknya. Pelayanan ini sudah diperkenalkan pada masa Mu’awiyah.
5. Diwan al-Jund, departemen pertahanan yang bertugas mengorganisir militer.
Berangkat dari uraian di atas, terlihat bahwa perkembangan administrasi pada
masa Dinasti Bani Umayyah sudah semakin kompleks, mengingat munculnya
berbagai persoalan yang crusial yang menuntut adanya kebijaksanaan-
kebijaksanaan. Namun secara prinsip kebijaksanaan yang dilakukan Bani
Umayyah adalah merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari
administrasi yn\ang pernah diciptakan oleh Khalifah Umar ibn Khattab.

Anda mungkin juga menyukai