Anda di halaman 1dari 30

EMBAHASAN

KHALIFAH UMAR BIN KHATHAB


A. Riwayat Silsilah keturunan Umar bin Khathab
Umar bin Khatab (583-644) memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin
Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin Adi bin Kaab bin Luay,
adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Umar bin khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga termasuk
kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan
berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki postur
tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai
berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki
kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi dimasa yang
akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW.Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling
menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain.
Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang
diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa jika tidak
karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Isalm belum tentu bisa
berkembang seperti zaman sekarang.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi
rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu
kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota
mengawasi kehidupan rakyatnya.
Sebelum memeluk Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar
mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, "Aku menangis ketika
menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku". Mabukmabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish. Beberapa catatan
mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi
muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan
meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.
Umar bin Khatthab adalah seorang mujtahid yang ahli dalam membangun negara
besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai
tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki
Umar, membuat kedudukannya semakin dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga
kaum Qurais memberi gelar Singa padang pasir, dan karena kecerdasan dan kecepatan
dalam berfikirnya, ia dijuluki Abu Faiz.
Di antara keluarga Umar bin Khattab yang telah mendapat hidayah dan memeluk
Islam adalah Saad bin Zaid, yang merupakan saudara ipar Umar yang telah menikah dengan
adik Umar yang bernama Fatimah, yang juga memeluk Islam. Nuami bin Abdullah, juga
merupakan salah seorang anggota keluarga Umar yang cukup kharismatik telah menyatakan
keIslamannya.

Kondisi demikian memberikan pengaruh tersendiri terhadap Umar bin Khattab,


sehingga tidak aneh jika Umar merasa geram dengan anggota keluarganya yang telah
meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Kemarahan Umar bin Khattab tampaknya tidak saja
tertuju kepada kelurganya, tetapi juga kepada penyebab utama sehigga keluarganya
meninggalkan ajaran lama. Menurut umar, penyebab itu tidak lain adalah Muhammad saw
yang telah mengembangkan misinya di daerah Arab. Oleh karena itu, tidak heran jika Umar
adalah seorang yang paling keras memusuhi kaum muslim.
Setelah ia menyaksikan keluarga dan sebagian orang Arab menyatakan masuk Islam
maka terjadi dialog pemikiran dalam dirinya, dialog itu seperti perenungan yang kadang kala
menjadi peperangan untuk menentukan dan mencari hakekat kebenaran. Diriwayatkan ketika
Umar mendapatkan saudaranya sedang melantunkan ayat quran dengan suara yang indah,
redamlah emosi Umar. Setelah itu ia menemui Nabi Muhammad dan menyatakan masuk
Islam pada tahun keenam dari masa kenabian. Islamnya Umar membawa pengaruh yang
besar bagi perjuangan Nabi Muhammad.
B. Sejarah Masuk Islamnya Umar bin Khatthab
Kita ketahui sebelumnya bahwa Umar bin Khatthab dilahirkan di Mekkah dari
keturunan suku Quraish yang terpandang dan terhormat. Nabi 'alaihis-salam memang ingin
sekali Islam dapat diperkuat dengan orang yang kuat dan berani, yang tidak takut
menghadapi musuh dalam membela akidah. Lalu Nabi Muhammad berdoa :
"'Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul-Hakam bin Hisyam atau Umar bin al-Khattab."
Umar adalah laki-laki berwajah keras, kasar mulut dan keras kepala. la tidak peduli
dan tidak gentar menghadapi perang. Sedang Umar sudah kita lihat sendiri. Keislaman
keduanya jelas akan memperkuat Islam, dan banyak yang akan mereka lindungi dari
penganiayaan. Tetapi Abul-Hakam seperti sudah disebutkan di atas banyak terpengaruh oleh
faktor persaingan antarkeluarga, sehingga untuk beriman kepada agama yang dibawa oleh
Muhammad bukan soal mudah.
Umar adalah seorang Seorang pemuda yang gagah perkasa berjalan dengan langkah
yang mantap mencari Nabi hendak membunuhnya. Ia sangat membenci Nabi, dan agama
baru yang dibawanya. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang bernama Naim
bin Abdullah yang menanyakan tujuan perjalanannya tersebut. Kemudian diceritakannya
niatnya itu. Dengan mengejek, Naim mengatakan agar ia lebih baik memperbaiki urusan
rumah tangganya sendiri terlebih dahulu.
Maka ia pun mendatangi Muhammad yang sedang berada di tengah-tengah para
sahabatnya di DarulArqam di Safa, atau mengikutinya dalam perjalanan pulang dari tempat ia
salat di Ka'bah ke rumahnya. Setelah ditanya oleh Rasulullah: Apa maksud kedatanganmu?!
Tanpa ragu ia menjawab: "Kedatangan saya hendak beriman kepada Allah dan kepada
Rasulullah.
Sebelum ia datang ke Nabi Muhammad Saw, salah satu sebab Umar bin Khatthab
masuk islam. Sumber-sumber menyebutkan bahwa Umar memang sangat sedih karena
sesama anggota masyarakatnya telah pergi meninggalkan tanah air," sesudah mereka disiksa
dan dianiaya. Selalu ia memikirkan hendak mencari jalan untuk menyelamatkan mereka dari
keadaan demikian. Ia berpendapat keadaan ini baru akan dapat diatasi apabila ia segera
mengambil tindakan tegas. Ketika itulah ia mengambil keputusan akan membunuh
Muhammad. Selama ia masih ada, Kuraisy tak akan bersatu. Suatu pagi ia pergi dengan

pedang terhunus di tangan hendak membunuh Rasulullah dan beberapa orang sahabatnya
yang sudah diketahuinya mereka sedang berkumpul di Darul Arqam di Safa.
Jumlah mereka hampir empat puluh orang laki-laki dan perempuan. Sementara dalam
perjalanan itu ia bertemu dengan Nu'aim bin Abdullah yang laiu menanyakan: "Mau ke
mana?" dan dijawab oleh Umar: "Saya sedang mencari Muhammad, itu orang yang sudah
meninggalkan kepercayaan leluhur dan memecah belah Kuraisy, menistakan lembaga hidup
kita, menghina agama dan sembahan kita. Akan saya bunuh dia!". "Anda menipu diri sendiri,
Umar. Anda kira Abdu-Manaf akan membiarkan Anda bebas berjalan di bumi ini jika sudah
membunuh Muhammad? Tidakkah lebih baik Anda pulang dulu menemui keluargamu dan
luruskan mereka!" "Keluarga saya yang mana?" tanya Umar. Kawannya itu menjawab: "Ipar
dan sepupu Anda Sa'id bin Zaid bin Amr, dan adikmu Fatimah binti Khattab. Kedua mereka
sudah masuk Islam dan menjadi pengikut Muhammad. Mereka itulah yang harus Anda
hadapi."
Umar kembali pulang hendak menemui adik perempuannya dan Iparnya dengan
kemarahan. Ketika itu di sana Khabbab bin al-Arat yang sedang memegang lembaranlembaran Qur'an membacakan kepada mereka Surah Toha. Begitu mereka merasa ada Umar
datang, Khabbab bersembunyi di kamar mereka dan Fatimah menyembunyikan kitab itu.
Setelah berada dekat dari rumah itu ia masih mendengar bacaan Khabbab tadi, dan sesudah
masuk langsung ia menanyakan: "Saya mendengar suara bisik-bisik apa itu?" "Saya tidak
mendengar apa-apa," Fatimah menjawab. "Tidak!" kata Umar lagi, "Saya sudah mendengar
bahwa kamu berdua sudah menjadi pengikut Muhammad dan agamanya!" Ia berkata begitu
sambil menghantam Sa'id bin Zaid keras-keras. Fatimah, yang berusaha hendak melindungi
suaminya, juga mendapat pukulan keras. Melihat tindakan Umar yang demikian, mereka
berkata: "Ya, kami sudah masuk Islam, dan kami beriman kepada Allah dan kepada RasulNya. Sekarang lakukan apa saja sekehendak Anda!" Melihat darah di muka adiknya itu Umar
merasa menyesal, dan menyadari apa yang telah diperbuatnya. "Ke marikan kitab yang saya
dengar kalian baca tadi," katanya. "Akan saya lihat apa yang diajarkan Muhammad!" Fatimah
berkata: "Kami khawatir akan Anda sia-siakan." "Jangan takut," kata Umar. Lalu ia
bersumpah demi dewa-dewanya bahwa ia akan mengembalikannya bilamana sudah selesai
membacanya. Lalu Umar membaca Surah At-Toha yang dibaca oleh adiknya :
"Bahwa ini sungguh perkalaan Rasul yang mulia. Itu bukanlah perkataan seorang
penyair; sedikit sekali kamu percaya!"
"Juga bukan perkataan seorang peramal; sediklt sekali kamu mau menerima peringatan. (lni
adalah wahyu) yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Dan kalau dia mengada-adakan
perkataan atas nama Kami, pasti Kami tangkap dia dengan tangan kanan, kemudian pasti
Kami potong pembuluh jantungnya. Maka tak seorang pun dari kamu dapat
mempertahankannya."
Kitab itu diberikan oleh Fatimah. Sesudah sebagian dibacanya, ia berkata: "Sungguh
indah dan mulia sekali kata-kata ini!" Mendengar kata kata itu Khabbab yang sejak tadi
bersembunyi keluar dan katanya kepada Umar: "Umar, demi Allah saya sangat
mengharapkan Allah akan memberi kehormatan kepada Anda dengan ajaran Rasul-Nya ini.
Kemarin saya mendengar ia berkata: 'Allahumma ya Allah, perkuatlah Islam dengan AbulHakam bin Hisyam atau dengan Umar bin Khattab.' Berhati-hatilah, Umar!'" Ketika itu Umar
berkata: "Khabbab, antarkan saya kepada Muhammad. Saya akan menemuinya dan akan

masuk Islam," dijawab oleh Khabbab dengan mengatakan: "Dia dengan beberapa orang
sahabatnya di sebuah rumah di Safa." Umar mengambil pedangnya dan pergi langsung
mengetuk pintu di tempat Rasulullah dan sahabat-sahabatnya berada.
Mendengar suaranya, salah seorang di antara mereka mengintip dari celah pintu.
Dilihatnya Umar yang sedang menyandang pedang. ia kembali ketakutan sambil berkata:
"Rasulullah, Umar bin Khattab datang membawa pedang. Tetapi Hamzah bin Abdul-Muttalib
menyela: "Izinkan dia masuk. Kalau kedatangannya dengan tujuan yang baik, kita sambut
dengan baik; kalau bertujuan jahat, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri. Ketika itu
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Izinkan dia masuk." Sesudah diberi izin
Rasulullah berdiri menemuinya di sebuah ruangan. Digenggamnya baju Umar kemudian
ditariknya kuat-kuat seraya katanya: "Ibn Khattab, apa maksud kedatanganmu? Rupanya
Anda tidak akan berhenti sebelum Allah mendatangkan bencana kepada Anda!" "Rasulullah,"
kata Umar, "saya datang untuk menyatakan keimanan kepada Allah dan kepada Rasul-Nya
serta segala yang datang dari Allah." Ketika itu juga Rasulullah bertakbir, yang oleh sahabatsahabatnya sudah dipahami bahwa Umar masuk Islam.
Keislaman Umar sangat menggencarkan masyarakat pada masanya, karena Umar
adalah orang yang sangat membenci dan menentang ajaran Islam, tetapi Allah berkehendak
lain, Beliau mendapatkan hidayah lewat adiknya Fatimah Binti Khattab. Ketika rasulullah
wafat setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin
tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah. Persiapan pemakamannya
dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk
pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam
tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu.
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu
lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas
mengatakan. "Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad
sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati."
Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur'an :

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur." (surat Ali 'Imran ayat 144)
C. Sejarah diangkatnya / proses pengangkatan Umar bin Khatthab menjadi Khalifah
Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada
hari senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau
wafat telah menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan
ini berdasarkan pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum
Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajar segera
dating, akan timbul pertentangan dikalangan umat islam yang mungkin dapat lebih parah dari
pada ketika Nabi wafat dahulu.

Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin Khatab
sebagai khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar . Umar mendapat kepercayaan
sebagai khalifah kedua tiddak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka,
tetapi melalui penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar).
Ketika Abu Bakar merasa dirinya sudah tua dan ajalnya sudah dekat.yang terlintas
difikirannya adalah siapa yang akan menggantikannya sebagai khalifah kelak. Abu Bakar
minta pendapat kepada para tokoh sahabat seperti Usman bin Affan, Ali bin Abithalib,
Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Usaid bin Khudur mereka menyetujui usulan
Abu Bakar bahwa Umar bin Khattab akan diangkat sebagai penggantinya. Setelah Abu Bakar
wafat, para sahabat membaiat Umar sebagai khalifah.
Hal ini dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antar umat Islam
sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses pemilihan pada
masanya maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan terdapat banyak
kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil sehingga
pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat. Pada saat itu pula
Umar di baiat oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima sebagai khalifah
yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan kemajuan dan
akan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai khlifah pada tahun
13H/634M.
D. Pemerintahan dan Peradaban islam pada Masa Khalifah Umar bin Khatthab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria,
Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam
mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di
Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan
kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Masa
kekhalifahan Abu Baka. Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat
pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid
dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir,
Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada
dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada
jaman UmaSejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini.
Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan
Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan
Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pean Qadisiyyah ( 636), di dekat sungai Eufrat.
Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan
pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.

Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam
akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh
pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy
Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja
tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru
ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan
Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di
Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana. Pada sekitar tahun
ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa
penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khtthab, yang
meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
a. Perkembangan Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil,
usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah
terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan penyiaran
Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar,
kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu tidak sedikit tantangan yang
dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan. Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia
dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia
dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah,
Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab
mulai dirintis tata cara menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai
sejak masa Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi.
Karena telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan
administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana
kekuasaan seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif).
Adapun hakim yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik
dan mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan sebagai
Qadhi Madinah, Kabah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn Shamit sebagai
Qadhi Palestina, Abdullah ibn masud sebagai Qadhi kufah.
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang
disebut lembaga penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya
sistem atau badan kemiliteran.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria,
Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan
penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam. Lalu umar mencanangkan administrasi / tata negara, yaitu :
Susunan kekuasaan
o Kholifah (Amiril Mukminin),
Berkedudukan di ibu kota Madinah yang mempunyai wewenang kekuasaan.
Wali (Gubernur,),
Berkedudukan di ibu kota Propensi yang mempunyi kekuasaan atas seluruh wiyalayah
Propensi.
Tugas pokok pejabat
Tugas pokok pejabat, mulai dari kholifah, wali beserta bawahannya bertanggung
jawab atas maju mundurnya Agama islam dan Negara. Disamping itu mereka juga sebagai
imam shalat lima waktu di masjid.
Membentuk dewan-dewan Negara

Guna menertipkan jalannya administrasi pemerintahan, Kholifah Umar membentuk


dewan-dewan Negara yang bertugas mengatur dan menyimpan uang serta mengatur
pemasukan dan pengeluaran uang negara, termasuk juga mencetak mata uang Negara.
Dewan tentara
Bertugas mengatur ketertiban tentara, termsuk memberi gaji, seragam/atribut,
mengusahakan senjata dan membentuk pasukan penjaga tapal batas wilayah negara.
Dewan pembentuk Undang-undang
Bertugas membuat Undang-undang dan peraturan yang mengatur toko-toko, pasar,
mengawasi timbangan, takaran, dan mengatur pos informasi dan komonikasi.
Dewan kehakiman
Bertukas dan menjaga dan menegakkan keadilan, agar tidak ada orang yang berbuat
sewenang-wenang terhadap orang lain. Hakim yang termashur adalah Ali bin Abi Thalib.

b. Perkembangan Ekonomi
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di
Persia. Pada masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak
tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga
eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian
pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan
membuat tahun hijiah. Dan menghapuskan zakat bagi para Muallaf. Ada beberapa kemajuan
dibidang ekonomi antara lain :
Al kharaj
Kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan
pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).
Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah
satu pemasukan negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund, sangat
berarti dalam mengelola harta tersebut.
Pemerataan zakat
Khalifah Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan meninjau
kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan
hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta
Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut
biaya rutin pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke
wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa
institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan
dan pengeluaran
Sebenarnya konsep perpajakan secara dasar berawal dari keinginan Umar untuk
mengatur kekayaan untuk kepentingan rakyat. Kemudian secara tehnis beliau banyak

c.

memperoleh masukan dari orang bekas kerajaan Persia, sebab ketika itu Raja Persia telah
mengenal konsep perpajakan yang disebut sijil, yaitu daftar seluruh pendapatan dan
pengeluaran diserahkan dengan teliti kepada negara. Berdasarkan konsep inilah Umar
menugaskan stafnya untuk mendaftar pembukuan dan menyusun kategori pembayaran pajak.
Diantara ringkasan singkat tentang fiqih ekonomi pada masa Umar sebagaimana
tercantum di dalam sebagai berikut:
Memberikan lahan tanah kosong yang tidak ada pemiliknya kepada rakyat untuk dijadikan
lahan produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mempekerjakan tawanan yang memiliki keterampilan dan mengizikakannya untuk tinggal di
Madinah
Umar sangat memotifasi aktifitas perdagangan pada masanya
Memperhatikan aktifis pengajar dengan memberikannya gaji
Menghimbau kepada rakyatnya untuk senantiasa melakukan kegiatan yang produktif
Umar memberikan pinjaman modal kepada rakyatnya yang tidak memiliki modal usaha
Ketika mereka tidak mampu bekerja Khalifah sendiri yang turun tangan untuk membantu
mereka bekera
Menghimbau kepada para hamba sahaya untuk berdagang dan hasilnya digunakan untuk
membayar angsuran untuk memerdekakan diri mereka
Beliau juga menghimbau sanak keluarganya untuk berproduksi
Umar bukan hanya menghimbau rakyatnya untuk berproduksi, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Aisyah r.a Ketika Umar sebagai khlifah, dia dan keluarganya makan dari
baitul maal, dan dia bekerja dalam hartanya sendiri.
Perkembangan pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak
diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang
terbatas. Jadi kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah,
ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan
adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,
nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan
itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka
berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah
dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan
seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga
menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk
guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi alQur'an dan ajaran Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Diantara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khatab ke daerah adalah
Abdurahman bin Maqal dan Imran bin al-Hashim. Kedua orang ini ditempatkan di Basyrah.
Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir.
Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk dihalaman mesjid sedangkan murid
melingkarinya.

Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar,


karena mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas
penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah
menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan
disiplin keagamaan.
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, mata pelajaran yang diberikan adalah membaca
dan menulis al-Qur'an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan
pada masa Umar bin Khatab ini lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini
tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru masuk Islam
dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab, jika ingin belajar dan memahami
pengetahuan Islam. Oleh karena itu pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal diatas penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan dimasa
khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam
keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya mesjid sebagai pusat
pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan
materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu
lainnya.
d. Perkembangan Sosial
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang
memeluk agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri
dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta
perlindungan pada masa Umar. Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara
Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga hari berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin
dan anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang besar dari umar ibn Khathab.
e.

Perkembangan Agama
Di zaman Umar Radhiallahu anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)
pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah
tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di
bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn
Abi Waqqash Radhiallahu anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun
641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota
dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota
Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai.
Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu anhu, wilayah kekuasaan
Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman Umar semakin berkembang.
Jadi dapat disimpulkan, keadaan agama Islam pada masa Umar bin Khatthab sudah
mulai kondusif, dikarenakan karena kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada

masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan negara-negara yang
kuat, agar islam dapat tersebar kepenjuru dunia.
E. Wafatnya Umar bin Khatthab
Setelah menjalankan pemerintahan selama 10 tahun, khalifah Umar bin Khattab
meningga akibat dibunuh oleh seorang Majusi bernama Abdul Mughirah yang biasa
dipanggil Abu Luluah karena merasa tidak puas terhadap jawaban Umar ketika mengadu
tentang besarnya jumlah pajak yang harus dibayar.
Setelah Umar bin Khattab wafat Majelis Permusyawaratan tadi mengadakan pemilihan di
rumah al-Miswar bin Marhamah, kecuali Thalhah bin Abdillah yang tidak dapat hadir pada
saat itu. Dalam pemilihan itu akhirnya pendapat tertuju kepada Utsman bin Af fan dan jadilah
beliau sebagai khalifah yang ketiga dan menjabat selama 12 tahun (644-656M).
Orang yang membunuh Umar adalah seorang Majusi bernama Abdul Mughirah yang
biasa dipanggil Abu Luluah. Disebutkan bahwa ia membunuh Umar karena ia pernah
datang mengadu kepada Khalifah Umar tentang berat dan banyaknya kharaj (pajak) yang
harus dia keluarkan, tetapi Khalifah Umar menjawab, Kharajmu tidak terlalu banyak. Dia
kemudian pergi sambil menggerutu, Keadilannya men jangkau semua orang kecuali aku. Ia
lalu berjanji akan membunuhnya. Dipersiapkanlah sebuah pisau belati yang telah diasah dan
diolesi dengan racun -orang ini adalah ahli berbagai kerajinan- lalu disimpan di salah satu
sudut masjid. Tatkala Khalifah Umar berangkat ke masjid seperti biasanya menunaikan shalat
subuh, langsung saja ia menyerang. Dia menikamnya dengan tiga tikaman dan berhasil
merobohkannya. Kemudian setiap orang yang berusaha mengepung dirinya diserangnya pula.
Sampai ada salah seorang yang berhasil menjaringkan kain kepadanya. Setelah melihat
bahwa dirinya terikat dan tidak bisa ber kutik, dia membunuh dirinya dengan pisau belati
yang dibawanya.
Itulah berita yang disebutkan para perawi tentang pembunuhan Umar Radhiyallahu
anhu. Barangkali di balik peristiwa pembunuhan ini terdapat konspirasi yang dirancang oleh
banyak pihak di antaranya orang-orang Yahudi, Majusi, dan Zindiq. Sangat tidak mungkin
per buatan kriminal ini dilakukan semata-mata karena kekecewaan pribadi karena banyaknya
kharoj yang harus dikeluarkannya. Wallahu alam.
Ketika diberitahukan bahwa pembunuhnya adalah Abu Luluah, Khalifah Umar
berkata, Segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan kematianku di tangan orang yang
mengaku Muslim. Umar kemudian berwasiat kepada putranya, Wahai Abdullah, periksalah
utang- utangku!
Setelah dihitung, ternyata Umar mempunyai utang sejumlah 86.000 dirham. Khalifah
Umar lalu berkata, Jika harta keluarga Umar sudah mencukupi, bayarlah dari harta mereka.
Jika tidak mencukupi, pintalah kepada bani Addi. Jika harta mereka juga belum mencukupi,
mintalah kepada Quraisy. Selanjutnya Umar berkata kepada anaknya, Pergilah menemui
Ummul Muminin Aisyah! Katakan bahwa Umar meminta izin untuk dikubur berdampingan
dengan kedua sahabatnya (maksudnya Nabi Shalallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar
Radhiyallahu anhu). Mendengar permintaan ini, Aisyah Radhiyallahu anha menjawab,
Sebetulnya tempat itu kuinginkan untuk diriku sendiri, tetapi biarlah sekarang kuberikan
kepadanya. Setelah hal ini disampaikan kepadanya, Umar langsung memuji Allah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW.Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling
menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain.
Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang
diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa jika tidak
karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahsanuddin.2008.Modul ski XI untuk SMA atau MA Semester Gasal.
Surakarta: CV Hayati Tumbuh Subur
Atik Catur Budiati.2009.ski Kontekstual: untuk SMA & MA Kelas XI.
Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Budiyono.2009.ski: untuk SMA/MA Kelas XI.Jakarta : Pusat Perbukuan
,Departemen Pendidikan Nasional
Puji Raharjo. 2009.ski: untuk SMA/MA Kelas XI.Jakarta : Pusat
Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional
Dina Dwi Lading. 2009.ski: untuk SMA/MA Kelas XI.Jakarta : Pusat
Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional
Wida Widiyanti. 2009.ski: untuk SMA/MA Kelas XI.Jakarta : Pusat
Perbukuan,Departemen Pendid

B.

Silsilah dan Keluarga Umar

khalifah umar bin khattab adalah sahabat nabi yang kemudian menjadi khalifah kedua setelah
Abu Bakar al-Shiddiq pada tahun 634-644 H. Nama lengkapnya umar bin khattab bin Nufail bin
Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Razah bin Adi bin Kab bin Luayi bin Fihr bin
Malik[1]. Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku bani Adi, yaitu salah satu rumpun suku
Quraisy yang terbesar di kota Mekkah dan dinilai mempunyai status strata sosial tinggi saat itu.
Meski demikian, ayah Umar tidak termasuk kaum the haves yang serba berkecukupan. Justru
sebaliknya, keadaan finansialnya pas-pasan, namun dia sang pemberani dan cerdas serta
dihormati dikalangan orang sekelilingnya.
Dari segi nasab, jika dihubungkan pada Rasulullah, Umar masih ada hubungan sanak yang
sambung, yaitu dari Adi, saudara laki-laki Murrah, kakek nabi Muhammad SAW yang kedelapan.
Ibu Umar bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin
Makhzum[2].
khalifah umar bin khattab memiliki kecenderungan mengawini banyak perempuan dengan
harapan akan mempunyai banyak keturunan sebagaimana pola pikir masyarakat Arab kala itu.
Umar mangawini sembilan perempuan dan dikaruniai dua belas keturunan, delapan laki-laki dan
empat perempuan. Namun setelah masuk Islam kelima istri khalifah umar bin khattab
diceraikannya, karena aturan dalam Islam batasan menikah hanya empat istri. Salah satu istri
Umar adalah Ummi Kulthum putri Ali bin Abi Thalib[3].
C.

Masa Muda Umar bin al-Khab

khalifah umar bin khattab dibesarkan layaknya anak-anak Quraisy pada umumnya. Dia
mengembala unta ayahnya di Dajnan atau tempat lain dipinggiran kota Makkah. Betapapun
tingkat kedudukannya, mengembala merupakan hal yang biasa di kalangan Quraisy kala itu.
Hanya saja, letak perbedaannya, Umar mengenyam pedidikan baca-tulis yang kala itu tidak
semua orang tua mengizinkan anaknya. Malah sebaliknya, banyak orang tua yang menghindari
dan menghindarkan anaknya-anaknya belajar. Sejarah mencatat, dari semua suku Quraisy
ketika nabi diutus, hanya ada tujuh belas orang yang pandai baca-tulis[4], salah satunya Umar
bin al-Khab

Kepandaian umar tidak hanya sebatas pada baca-tulis yang kala itu bukanlah menjadi hal
istimewa di kalangan bangsa Arab, Umar juga mempunyai hal istimewa dibidang olah raga.
Umar tergolong pemuda berani dengan performa tinggi besar dibanding usia sebayanya.
Wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal dan berkaki lebar hingga caranya berjalan
begitu cepat. Dalam olah fisik, ia dikenal sebagai atlet gulat yang biasa berlaga pada pekan
tahunan Ukaz dan berakhir dengan memperoleh predikat jawara. Dibidang olah raga lainnya,
khalifah umar bin khattab juga tercatat sebagai penunggang kuda yang handal[5].
Setiap individu tentu mempunyai nilai plus-minus yang beragam, begitu pula khalifah umar bin
khattab. Di masa mudanya sebelum masuk Islam, sejarawan mencatat disamping dia
berkepribadian kasar dan beringas, Umar termasuk pecandu minum-minuman keras melebihi
teman-temannya. Umar juga gila wanita dan bersyair. Prilaku Umar yang demikian bukanlah hal
yang tabu di kalangan Arab. Karena yang demikian memang tradisi orang Arab jahiliyah kala itu.
Sehingga merupakan hal yang wajar bermabuk ria dan bermain-main dengan wanita,
menggodanya dan menikmati hamba sahaya yang mereka miliki.

D. Masa kepemimpinan khalifah umar bin


khattab
Kepemimpinan khalifah Umar bin al-Khab selama lebih dari sepuluh tahun sebagai
Amrul Mukminn dan kepala pemerintahan penuh dengan capaian prestasi. Umar sebagai
Khalfah tidak sekadar kepala negara dan kepala pemerintahan, lebih-lebih dia sebagai
pemimpin umat. Ia sangat dekat dengan rakyatnya dan berusaha menempatkan diri sebagai
salah seorang dari mereka. Meski telah masuk Islam, peranannya bagi masyarakat jahiliah
sebelum ia masuk Islam, kepribadiannya sebagai manusia Arab dan kemudian sebagai Muslim
merupakan teladan yang sukar dicari tolok bandingnya dalam sejarah.
Pada masa pemerintahan Umar, selain sebagai kepala pemerintahan, ia juga berperan sebagai
seoarang Fqih. Peranannya dalam ijtihad dan pengaruhnya terhadap perubahan pandangan
hukum berpengaruh besar pada masanya hingga saat ini. Di kalangan Muslimin, Umar terkenal
karena ijtihadnya yang luar biasa dan berani dalam memecahkan masalah-masalah hukum,
sekalipun yang sudah termaktub dalam al-Qurn.
Kehadiran Raslullah Muhammad Saw, telah membawa perubahan yang sangat besar bagi
masyarakat Arab khususnya Umat Islam. Selain lihai dalam menyelesaikan masalah politik dan
urusan konstitusional Rasulullah SAW juga merubah sistem ekonomi dan keuangan negara,
sesuai dengan ketentuan Al-Qurn. Dalam Al-Qurn telah dituliskan secara jelas semua petunjuk
bagi umat yang tentunya dapat diambil dan diadopsi menjadi petunjuk untuk semua urusan
manusia[6].
Pada masa khulafur rshidn, syariat Islam juga tidak dapat diberlakukan secara sempurna.
Saat itu, para sahabat dihadapkan pada berbagai kenyataan hidup dan kondisi sosial yang
berbeda dengan yang terjadi pada masa Rasul, sehingga menuntut mereka untuk melakukan
ijtihad, serta bermusyawarah di antara mereka. Suatu saat, para sahabat dapat saja sependapat
dan bersepakat mengenai satu hal, tetapi pada saat lain tidak menutup kemungkinan justru
berselisih pendapat. Hal tersebut juga terjadi pada masa ke khalifah umar bin khattab.

khalifah umar bin khattab adalah seorang yang dipandang sebagai penggagas terbentuknya ilmu
pemerintahan Islam. Dia adalah seorang yang pertama kali memberikan ketentuan-ketentuan
atau peraturan-peraturan baku yang terkait dengan hukum dan peradilan, bagaimana mengatur
pemerintahan dengan membaginya ke beberapa daerah kecil untuk lebih mudah mengaturnya
dan sebagainya.
khalifah umar bin khattab adalah seorang yang dalam memutuskan sesuatu yang terkait dengan
hukum, selalu berpegang teguh pada al-Qurn sebagai perundang-undangan (dustur) utama
dan pertama. Setiap pandangan hukum yang dikeluarkannya selalu dibangun berdasarkan
ketentuan tersebut, dan tidak pernah menyalahinya. Akan tetapi sebagian besar pemahaman
yang dibentuk untuk menetapkan suatu hukum, oleh Umar bin Al-Khattab tidak lepas dari aspekaspek kemaslahatan masyarakat (umat), seperti menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kebaikan,
tolong menolong, dan penegakan hak-hak yang ada dalam masyarakat, termasuk dalam
kebijakan-kebijakan ekonomi. khalifah umar bin khattab terkenal sangat berani melakukan
ijtihad, hal ini dilakukan karena Umar melihat lebih jauh dan lebih dalam terhadap ajaran Islam,
yaitu adanya prinsip kemaslahatan umat[7].
1.

Dinamika Politik dan Administrasi

Serangkaian penaklukan bangsa Arab dipahami secara populer dimotivasi oleh hasrat akan
harta rampasan perang, dan termotivasi oleh agama yang tidak menganut keyakinan tentang
bangsa yang terpilih, layaknya Yahudi. Salah satu prinsip agama Islam adalah menyebarkan
ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang menganggap bangsanya
sendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah domba-domba sesat[8]. Keyakinan
inipun otomatis juga berpengaruh kepada lancarnya beberapa ekspansi pada masa Umar bin alKhab.
Motivasi apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya merupakan
perluasan yang telah terencana dengan baik oleh pemerintahan khalifah umar bin khattab,
meskipun sebagian kecilnya berlangsung secara kebetulan. Beberapa wilayah yang akan
ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan
kestrategisannya untuk menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang
ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel.
Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan
muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania,
pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium
ini yang telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara
kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke
tangan pasukan muslim pada masa sebelumnya.
Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah
tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini
sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang
ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi

orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini. Dalam mengorganisasi orangorang Badui, khalifah umar bin khattab membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis
tempat orang-orang badui. Selain itu juga sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan
selanjutnya.
Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Al-Khattab
adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota
negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi
basis administrasi pemerintahan untuk Irak Utara, Mesopotamia bagian Timur dan Utara Iran.
Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi dan
administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh khalifah umar bin khattab adalah
sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan
melalui pusat-pusat administrasi ini[9].
Pemerintahan khalifah umar bin khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem
administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah
kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak
ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah
menjadi masalah penting pada saat itu.

a)
Ekspansi-ekspansi
Khab.

pemerintahan

Umar

bin

al-

Adapun rangkaian penaklukan yang terjadi pada masa khalifah umar bin khattab sangatlah
gencar[10], sehingga wilayah kekuasaan Umar pada saat itu meliputi: benua Afrika hingga
Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan, Selatan
hingga Tabristan dan Haran.
b) Kebijakan Politis dan Administratif.
1)

Ekspansi dan penaklukkan.

2)

Desentralisasi administrasi.

3)

Pembangunan fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.

4)

Pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar.

5)

Memusatkan para sahabat di Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.

6)

Aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap

khalifah[11].
7)

Membangun kota Kufah dan Bashrah.

8)

Pemecatan Khalid bin Walid dari kepemimpinannya[12].

9)

Pembentukan beberapa jawatan:

(a). Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
(b). Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak
pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
(c). Nazarat al-Nafiat (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan
pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
(d). Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ketentaraan.
(e). Bait alMal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas
pengelolaan kas negara. Beberapa tugasnya adalah memberikan tunjangan (al-atha) yang
merata kepada seluruh rakyat secara merata baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja tunjangan
ini tidak sama jumlahnya.[13]
(f). Menciptakan mata uang resmi negara.
(g). Membentuk ahl alhilli wa alaqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
2.

Dinamika Intelektual

Selain dari menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhirahnya nabi Muhammad Saw
ke Madinah, pada masa khalifah umar bin khattab juga tercatat ijtihad-ijtihad baru. Beberapa
sebab-sebab munculnya ijtihad baru di masa awal Islam berkataitan dengan al-Quran maupun
sunnah.
Pada waktu itu dalam al-Quran sudah ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan
kiasan, pertentangan nash, juga makna tekstual dan kontekstual. Hal ini yang mewarnai
munculnya ijtihad Umar. Di sisi lain pengaruh faktor ekonomi, sosial dan militer juga sangat
besar, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, maka rakyat semakin heterogen.
a)

Kebijakan Hukum

Di antara hasil ijtihad Umar bin al-Khab dalam implementasi hukum Islam yang tidak senada
dengan hukum pedoman normatif Islam adalah sebagai berikut:[14]
1)

Tidak memberikan jatah muallaf padahal ayat al-Qurn sudah jelas menetapkannya.

Dalam pandangan Umar, pemberian bagian zakat kepada golongan muallaf pada awalnya
dilakukan karena melihat yang ada pada saat itu, yaitu kondisi mental para muallaf yang masih
rawan untuk dapat kembali berbuat tidak baik kepada kelompok Islam, yang saat itu juga masih
dalam kondisi lemah. Oleh karenanya, kelompok ini perlu untuk diberikan. Akan tetapi menurut
khalifah umar bin khattab, ketika kondisi umat Islam telah mampu mandiri dan dalam kondisi
sangat kuat, maka pemberian tersebut tidak perlu dilakukan. Hal ini dilakukannya merupakan
sebagai bagian dari siasat politik yang diterapkannya untuk memperkuat pemerintahan Islam
saat itu.[15] Implementasi hukum ini berseberangan dengan Surah at-Taubah ayat 60 yang
berbunyi:



[16](60)
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang
dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan

orang yang berutang, untuk yang berada di jalan Allah dan untuk orang yang sedang di
dalam perjalanan sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
2)

Tidak memotong tangan pencuri karena kondisi sedang paceklik. Padahal ayat al-Qurn

menyatakan dengan jelas hukuman potong tangan bagi pencuri. Implementasi hukum ini
berseberangan dengan Surat al-Midah ayat 38-39:

( 38)
[17](39)
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
3)

Pada masa awal Islam, ketika Khaibar ditaklukkan, Nabi Muhammad mengambil kebijakan

sebagai jatah harta rampasan maka 4/5 harus diberikan kepada bala tentara penakluk. Namun,
hal ini tidak dilakukan oleh Umar karena kondisi keuangan di Baitul al-Ml sedang menipis
sementara jumlah fakir miskin banyak. Sebab, saat dibandingkan jumlah tentara dan penduduk
satu lawan tiga. Akhirnya, Umar memutuskan bahwa tanah tetap menjadi milik penduduk yang
ditaklukkan dan penduduk dibiarkan dalam kebebasan.
4)

Melarang umat Islam di masanya untuk menikah dengan wanita ahlul al-Kitb sementara

ayat al-Qurn jelas membolehkan. Alasan khalifah umar bin khattab adalah bahwa saat itu telah
banyak umat Islam yang menikahi ahl al-Kitb sehingga wibawa umat Islam menurun. Di
samping itu, dikhawatirkan keturunannya akan meninggalkan Islam. Implementasi hukum ini
berseberangan dengan Surat al-Midah ayat 5.





[18] (5)
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan
dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan, di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka
hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi
5)

Menetapkan ucapan talak satu kali sama dengan tiga kali, karena umat Islam banyak yang

bermain-main dalam masalah talak. Bertentangan dengan Surat al-Baqarah ayat 229, sebagai
berikut:

[19](229)
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang maruf
atau menceraikan dengan cara yang baik.
6)

Menetapkan jumlah hukuman cambuk untuk pemabuk dari 40 yang ditetapkan oleh Hadith

Nabi menjadi 80 agar pelakunya jerah.


b)

Kebijakan Peradilan

Dalam bidang peradilan, Umar terkenal dengan risalah qodhonya, yakni surat yang berisi hukum
acara peradilan meskipun masih sederhana. Surat yang mulanya dia kirimkan kepada qadhi Abu
Musa al-Asyari di Kufah.[20] Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang
semacamnya, surat khalifah umar bin khattab ini dipandang sebagai hukum acara pengadilan
tertulis pertama dalam Islam.
c)

Kebijakan Ekonomi

Dalam perjalanannya menjadi khalfah, khalifah umar bin khattab mengumumkan kepada rakyat
tentang pengaturan kekayaan negara Islam. Beliau berkata: Barang siapa ingin bertanya
tentang al-Qurn, maka datanglah pada Ubay ibnu Kaab. Barang siapa bertanya tentang ilmu
farid (ilmu warisan), maka datanglah pada Zid ibnu Tsbit. Barang siapa bertanya tentang
harta, maka datanglah padaku. Karena Allah SWT telah menjadikanku sebagai penjaga dan
pembagi harta. Di antara kebijakan-kebijakan Umar menggunakan dasar-dasar sebagai
berikut :
(1). Negara Islam mengambil kekayaan umum dengan benar, dan tidak mengambil
hasilkharaj atau harta fai yang diberikan Allah kepada rakyat kecuali melalui mekanisme yang
benar.
(2). Negara memberikan hak atas kekayaan umum dan tidak ada pengeluaran kecuali sesuai
dengan haknya, dan negara menambahkan subsidi serta menutup hutang.
(3). Negara tidak menerima harta kekayaan dari hasil yang kotor. Seorang penguasa tidak
mengambil harta umum kecuali seperti pemungutan harta anak yatim. Jika dia berkecukupan,
dia tidak mendapat bagian apapun. Kalau dia membutuhkan, maka dia memakai dengan jalan
yang benar.
(4). Negara menggunakan kekayaan dengan benar. Strategi yang dipakai oleh Amrul Mukminn
Umar bin Al-Khattab adalah dengan cara penanganan urusan kekayaan negara, di samping
urusan pemerintahan, karena khalfah Umar memiliki kemampuan dalam mengatur ekonomi.
[21]
d)

Kebijakan Zakat

Kewajiban dalam berzakat di masa Umar telah kembali normal setelah dinetralkan oleh Ab
Bakar ra dengan memerangi mereka yang membangkang. Setelah itu, Umar lebih
berkonsentrasi dengan persoalan penerapannya yang dipercayakan kepadanya.
Dalam sebuah riwayat, Umar juga meringankan zakat tanaman, karena tidak semua yang
dipanen dapat mengembalikan modal usaha petani. Dengan demikian tidak semua buah yang
dihasilkan bumi harus dikenakan zakat karena dikhawatirkan berkurang untuk kebutuhan pokok.
Dengan demikian Umar telah meletakkan dasar-dasar keadilan untuk penarikan zakat. Dia
memberikan petunjuk dengan melihat situasi dan kondisi agar benar-benar memperhatikan
ketika pengambilan zakat. Dalam hal kebijakannya untuk tidak memberikan bagian zakat bagi
salah satu asnaf, yaitu kelompok al-Muallaf ini, Umar mengeluarkan pendapatnya yang cukup
tekenal: Tidak ada kepentingan bagi kami atas kamu (kamu masuk Islam atau tidak), karena
Allah-lah yang membuat Islam jaya dan membuat kamu kaya jika kamu masuk Islam, dan jika
tidak, maka hal itu tidak menjadi masalah antara kami dan kamu semua.
Dari pendapat yang dikeluarkan khalifah umar bin khattab tersebut, beberapa ulama banyak
yang menentangnya, terutama dari golongan Shah Imamiyah yang mengatakan bahwa
bagaimana mungkin Umar berani mengeluarkan kebijakan yang menyangkut pendistribusian
zakat tersebut kepada golongan muallaf yang telah ditetapkan dengan jelas dalam nas alQurn untuk diberikan tetapi dibatalkannya, apakah boleh ijtihad dilakukan didasarkan pada
pertimbangan istihsan dari sudut pandang rasional (aqlyah)dan sebab (illah) yang masih
bersifat dzanniyyah terhadap suatu nas yang telah jelas(tsbit) mengaturnya.

Terhadap

pertanyaan kontradiktif tersebut, dalam hal ini para ulama menjelaskan bahwa pendapat Umar
tersebut adalah didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan yang menuntut hal tersebut
(sebagaimana dijelaskan Ustadh Kahlid Muhammad Khalid dalam bukunya Al-Dimaqrathyah.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam hal ini sosok Umar dianggap sebagai tokoh yang
pertama kali menetapkan suatu hukum yang masih bersifat umum (tashri am) dengan
menggunakan metode yang baru yaitu berdasarkan pertimbangan kemaslahatan untuk
menghilangkan kesulitan (raful haraj) dalam masyarakat.
e)

Kebijakan Jizyah

Jizyah merupakan salah satu sumber pajak pada masa Umar. Jizyah dipungut dari non muslim
yang hidup di bawah pemerintahan Islam tapi tidak mau masuk Islam. Pajak yang dikenakan
pada mereka merupakan pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial dan layanan
kesejahteraan yang mereka terima dari pemerintahan Islam juga sebagai jaminan dan
keamanan hidup dan harta mereka. Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari
muslim setiap tahun.
Perjanjian dengan umat non muslim ahlu dzimmah tersebut dapat memberikan jaminan
keamanan baik untuk diri mereka, harta dan agama. Selain merupakan kewajiban dari Allah
SWT, jizyah juga merupakan dasar-dasar penegak hukum agar para kafir dzimmi itu dapat
menikmati perlindungan dari negara Islam, seperti pembangunan, pelayanan dan fasilitas yang
ada, maka mereka harus ikut berpartisipasi dalam mengelola harta kekayaan umum.

Adapun pembayarannya dilakukan setelah tiba masa panen, agar sesuai dengan situasi dan
kondisi ahlu dzimmah. Mereka dapat membayar setelah sumber untuk membayarjizyah telah
tersedia, yaitu hasil bumi yang telah dipanen. Dengan demikian, hal itu memberikan kemudahan
dan keringan kepada mereka.
f)

Kebijakan Usyur[22]

Kebijakan di bidang usyur yang pada masa Rasulullah dan Abu Bakar belum diperkenalkan
pada ummat kini mulai diterapkan di negara Islam pada masa khalifah umar bin khattab, yang
berlandaskan demi penegakan keadilan. Usyur telah diambil dari para pedagang kaum
muslimin jika mereka mendatangi daerah lawan. Maka dalam rangka penerapan perlakuan yang
seimbang terhadap mereka, Umar bin al-Khab memutuskan untuk memperlakukan pedagang
non muslim dengan perlakukan yang sama jika mereka masuk ke negara Islam.[23]
E.

Analisa

Dari uraian dan pemaparan makalah di atas, kita bisa menilai seberapa jauh kebijakankebijakan yang dilakukan Umar bin al-Khab sebagai khalifah, Umar sangat brilian memainkan
otaknya dengan ide dan gagasan baru yang inovatif dan seringkali melakukan sinkronisasi
Konsep Tata Negara dengan Hukum Agama. Hal ini sesuai dengan peranannya selain sebagai
Kepala Pemerintahan atau Umara, ia juga sebagai Ulama saat memutuskan hukum agama.
Umar dengan segala kearifannya dalam menangani masalah kesejahteraan umat, dalam
kebijakan-kebijakan, berpandangan jauh kedepan, tidak

hanya memandang kepentingan

sesaat, dengan ketajaman otaknya, mencerna al-Quran dan hadis-hadis nabi, tidak harus
ditafsirkan

secara

harfiah

tetapi

juga harus dimengerti maksud dan

isinya kemudian

diaplikasikan pada tataran konteks yang berlaku.


Hal itu disebabkan karena pemikiran hukum Umar lebih menempatkan implementasi esensi
Hukum Islam sebagai Rahmatan lil alamn, yang selain menyentuh aspek-aspek ritual
(taabbudi) juga menyentuh aspek sosial (ijtim), dan aspek kultural (thaqf).
Dalam menghadapi era transformasi dan revolusi masyarakat yang dipimpinnya ia tidak ingin
memodifikasikan Islam yang disekulerkan. Namun, ia cenderung menerapkan Islam sesuai
dengan sosio, kultural dan ekonomi masyarakat kala itu. Sehingga, tidak terbatas pada
kesakralan simbol-simbol Islam.
F.

Penutup

Langkah kebijakan yang diambil Khalfah Umar memberi pemahaman kepada kita bahwa ijma
(konsensus) maupun ijtihad, keduanya merupakan prinsip ketiga dan keempat dalam urutan
hirarkis prinsip-prinsip Syariat Islam. Dengan kata lain, prinsip-prinsip itulah yang menjadi
komplementer dalam menyempurnakan Syariat Islam. Sebab

itu, statemen mengenai

pemberlakuan Syariat Islam secara sempurna adalah tidak benar, setidaknya jika dilihat dari
segi prinsip-prinsip dalam syariat itu sendiri.
Agama Islam yang rahmatan li al-alamin sebagai agama untuk seluruh umat manusia tidak
dapat diberlakukan secara sempurna, kecuali jika telah memenuhi prinsip-prinsip yang empat:
al-Qurn, Sunnah, Ijma dan Qiyas (baca: ijtihad). Demikianlah kebijakan-kebijakan hukum

Umar, yang sarat dengan prinsip kemaslahatan. Penanganan permasalahan yang termasuk juga
di dalamnya permasalahan hukum karena, suatu negara memerlukan sosok yang handal dan
mampu menggabungkan antara pengetahuan teoritis dan pengalaman praktis mengenai
kekayaan negara.
*situs: www.rangkumanmakalah.com
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurn
Aqqad, Abbas Mahmud. Keagungan Umar bin Khattab. Solo: Pustaka Mantiq, 1992.
Haekal, Muhammad Husain, al-Faruq Umar. Cairo: Dar al-Maarif, 1977.
Hodgson, Marshall. The Venture Of Islam. Chicago: Chicago University Press, 1974, Jil. I.
Jafar, Abu. Tarikh at-Thabari. Cairo: Dar al-Maarif, 1973, Jil. IV.
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilm Ushul al-Fiqh. Cairo: Dar al-Hadith, 1423 H.
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999.
Maududi (al), Abul Ala. Khilafah dan Kerajaan. Jakarta: Mizan, 1996.
Nuruddin, Amiur. Ijtihad Umar bin Khattab. Jakarta: Rajawali Press, 1991.
Shidqi (al), Hasbiy. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
Redha, Muhammad. al-Farouk the Second Caliph, terj. Muhhammad Agha. Beirut: International
Publishing house, 1999.
Sholabi (al), Ali Muhammad. Umar bin al-Khattab Syakhsiyyatuhu wa Ashruhu. Beirut: Dar alAiman, 2002.
Umar bin Khattab His Life and Times. Beirut: International Publishing
House, 1999.
Quthb, Ibrahim Muhammad. Kebijakan Ekonomi Umar bin Khattab. Jakarta: Pustaka Azzam,
2002.

Riwayat Singkat Khalifah Umar Bin Khattab


Umar bin Khattab (583-644 M) memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd
Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin Adi bin Kaab bin Luay, adalah khalifah
kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq[1]. Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun
583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga termasuk kelurga dari keturunan Bani
Suku Ady (Bani Ady). Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan orang-orang
Qurais sebelum Islam. Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, pemberani
dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi, siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan
bertekuk lutut. Ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan
terjadi dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW. Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling
menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya
penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui kebenarannya
oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa jika tidak karena penaklukan-penaklukan
yang dilakukan pada masa Umar, Isalm belum tentu bisa berkembang seperti zaman sekarang.

Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi rakyatnya karena
perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya. Salah satu kebiasaannya adalah
melakukan pengawasan langsung dan sendirian berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya.
Dalam banyak hal Umar bin Khatthab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif,
bahkan genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin
dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar Singa padang pasir,
dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia dijuluki Abu Faiz [2].

B. Pengangkatan Khalifah Umar Bin Khattab


Pada musim panas tahun 364 M Abu Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari
senin 21 Jumadil Akhir 13 H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah
menunjuk Umar bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan pada
kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan Ansor. Dia khawatir
kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan dikalangan
umat islam yang mungkin dapat lebih parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu [3].
Dengan demikian, ada perbedaan antara prosedur pengangkatan Umar bin Khatab sebagai
khalifah dengan khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah
kedua tidak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan
atau watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar).
Pada saat itu pula Umar di baiat oleh kaum muslimin, dan secara langsung beliau diterima
sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada masa yang penuh dengan
kemajuan dan akan siap membuka cakrawala di dunia muslim. Beliau diangkat sebagai khalifah pada
tahun 13H/634M.

C. Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Khalifah Umar Bin Khattab


Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil
alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari
kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun
keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar
yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20
ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan
publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga
memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia
memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di
Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang
sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap
hidup sangat sederhana.

Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan


keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Khathab, yang
meliputi Sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.

1.

Perkembangan Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab, kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha

perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan
cepat, Umar Radhiallahu anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi
yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh
Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam
usahanya itu tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan [4].
Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika
Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria,
Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara
menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa Umar pemerintahan
dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi.
Karena telah banyak daerah yang dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan
administrasi pemerintahan, maka khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan
seorang hakim (yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim yang
ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik dan mempunyai integritas
dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan sebagai Qadhi Madinah, Kabah ibn Sur alAzdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn masud
sebagai Qadhi kufah.
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga
penerangan dan pembinaan hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan
kemiliteran.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan
Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan
pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
2.

Perkembangan Ekonomi
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur

administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada
masa ini juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan
didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga
keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum.
Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijriah[5]. Dan
menghapuskan zakat bagi para Muallaf. Ada beberapa kemajuan dibidang ekonomi antara lain :

a. Al kharaj
Kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya
semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).
b. Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah
satu pemasukan negara untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam
mengelola harta tersebut.
c. Pemerataan zakat
Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap rakyatnya dan meninjau kembali
bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu
qulubuhum).
d. Lembaga Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir
sudah barang tentu yang menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin
pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga
lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan
merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan pengeluaran [6].
3.

Perkembangan Pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak

diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi
kalau ada diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti bahwa
penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah terpusat di Madinah.
Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan
pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab
memerintahkan para panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya
mereka mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang
pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan
pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiaptiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam lainnya
seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena
mereka yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang
menerima langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah
yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang
kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Dengan demikian pelaksanaan pendidikan dimasa khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab
selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping
telah ditetapkannya mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan

Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan
pokok ilmu-ilmu lainnya.
4.

Perkembangan Sosial
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk

agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi,
Nasrani dan Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar.
Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara
Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga hari berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan
anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang besar dari Umar ibn Khathab.
5.

Perkembangan Agama
Di zaman Umar Radhiallahu anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)

pertama terjadi ; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara
Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash
Radhiallahu anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu anhu.
Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke
bawah kekuasaan Islam[7].
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan
dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul
dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu anhu, wilayah
kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan
Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman Umar semakin berkembang.
Jadi dapat disimpulkan, keadaan agama Islam pada masa Umar bin Khatthab sudah mulai
kondusif, dikarenakan karena kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam
mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan negara-negara yang kuat, agar islam dapat
tersebar kepenjuru dunia.

D. Perkembangan Tasyri Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab


Setelah Umar bin Khattab mengantikan Abu Bakar sebagai khalifah, beliau melanjutkan apa
yang dicita-citakan Abu Bakar untuk menyebarkan islam ke berbagai wilayah. Umar pun mampu
melaksanakannya dengan menguasai beberapa daerah seperti persia, syiria, kuffah, basrah, mesir dan
armenia. Islam pun menyebar sehingga banyak orang mawalli (bukan orang arab) bnyak yang masuk
islam dengan beraneka latar belakang kehidupan sosial budaya. Permaslahan baru pun muncul, tidak
hanya menyangkut pada masalah kehidupan sosial tetapi juga berhubungan dengan pemerintahan dan
ketahanan pangan. Harta rampasan perang yang seharusnya 1/5 untuk Allah dan Rasul Nya, dan 4/5
dihabiskan untuk pasukan perang , oleh beliau itu tidak dilaksanakan seperti yang sudah diatur pada
masa rasul. Beliau berpandangan bahwa lebih maslahat jika tanah itu tetap dikelola oleh pemiliknya.
Namun sebagian hasilnya dipungut untuk kepentingan umat, temasuk untuk keperluan perang [8].

Disamping itu, berbagai persoalan banyak bermunculan setelah terjadinya penyebaran islam
ke berbagai daerah yang memiliki sosio historis berbeda dengan bangsa arab. Ditambah lagi dengan
munculnya persoalan sunnah nabi yang datang dari umat islam sendiri dan dari kelompok lain
(munafiq). Dari dalam umat islam sendiri banyak hadist yang berubah karena faktor lupa dan keliru
dalam menerima dan menyampaikannya. Sedangkan dari kelompok munafik, mereka sengaja
melakukan pendustaan dan kebathilan dalam sunnah dengan maksud merusak agama islam. Oleh
karena itu pada masa Umar, para sahabat dilarang keluar dari madinah agar tidak menyebarkan hadist
secara sembarangan dan dapat melakukan musyawarah dalam menghadapi persoalan hukum yang
penting[9].
Adapun yang menjadi faktor-faktor perkembangan tasyri pada periode ini adalah :
1.

Kebanyakan umat Islam adalah orang awam yang belum mampu memahami nas-nas Al quran

dan hadist kecuali dengan bantuan orang-orang yang mengajarkan kepadanya.


2.

Materi undang-undang tersebut belum tersebar luas dikalangan umat Islam sehingga setiap

individu belum dapat mempelajarinya, sebab teks Al-Qur'an pada awal periode ini baru dihimpun
dalam lembaran-lembaran khusus yang disimpan di rumah kediaman Rasulullah saw dan di rumah
sebagian sahabat-sahabatnya, dan sunnah pun belum dikodifikasikan sama sekali.
3.

Materi undang-undang hanya mensyariatkan hukum-hukum tentang berbagai peristiwa dan

urusan-urusan peradilan yang terjadi itu dan belum mensyariatkan hukum-hukum tentang peristiwa
yang belum dan yang mungkin akan terjadi. Sementara umat Islam terus menerus akan dihadapkan
oleh sejumlah kebutuhan hukum tentang kejadian baru serta urusan peradilan yang belum pernah
terjadi pada masa Nabi saw, dan ketetapan hukumnya pun belum ada dirumuskan dalam nas-nas.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka para ulama dari kalangan sahabat dan tokohtokoh pada periode ini berkewajiban menegakkan Tasyri itu. Kewajiban tersebut berupa:
1.

Menjelaskan kepada umat Islam tentang persoalan-persoalan yang membutuhkan penjelasan dan

interpretasi dari teks-teks hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah.


2.

Menyebarluaskan di kalangan umat Islam tentang hal-hal yang mereka hafal dari ayat-ayat Al-

Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah saw.


3.

Menfatwakan kepada masyarakat tentang peristiwa-peristiwa hukum dan urusan-urusan

peradilan yang belum ada ketetapan hukumnya.

E. Sumber-Sumber Tasyri Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab


a. Al-Quran
Al- Quan adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Rasulullah dengan lafadzdan
maknanya. Para sahabat sama sekali tidak pernah mendahului Al-Quran, karena ini adalah sumber
pertama bagi penentuan aqidah Islam, akhlak yang mulia, dan hukum- hukum amal perbuatan
termasuk juga bahasa.
Adapun manhaj para sahabat dalam mengistinbatkan hukum dari Al-Quran adalah sebagai
berikut :
Jika ada masalah yang muncul dan memang sudah ada hukumnya serta kandungan dalil yang
tepat maka mereka akan mengambil dalil ini tanpa bermusyawarah dengan siapapun dan tidak ada
perbedaan sama sekali diantara mereka dalam masalah ini. Perbedaan terkadang muncul dalam
beberpa hukum yang diambil dari Al-Quran walaupun tidak ada dalil yang menentangnya. Hal

tersebut disebabkan oleh adanya nash yang memilki makna lebih dari satu, seperti adanya
kata musytarak

( beragam makna ) yaitu kata yang mengandung dua makna atau lebih, maupun kata

yang bermakna majaz ( kiasan ).


Contoh kata quru dalam firman Allah QS : Al-Baqarah : 228
Artinya : wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
Kata tersebut adalah bentuk jama dari kata tunggal qarun yang bisa diartikan Haid dan bisa
juga Suci.

b. Al-Hadits
Para sahabat selalu kembali dan mengacu kepada Hadist dalam mengishtinbatkan hukum
ketika tidak menemukan nash dalam Al- Quran, karena Hadist adalah sumber hukum kedua setelah
Al-Quran.
Adapun cara para sahabat dalam mengamalkan Hadist pada zaman ini adalah jika ada hadist
dan perwainya yakin karena ia mengetahuinya, atau karena perawinya bisa dipercaya atau ada yang
memberi persaksian dan tidak diketahui dia sudah meninggal sebelum periwayatan, atau tidak ada
yang menentangnya maka dalam keadaan ini mereka tidak akan ragu- ragu untuk menerima dan
mengamalkan dan berfatwa dengannya.
Namun jika kepercayaan terhadap perawinya lemah apalagi ia hanya sendirian, maka inilah
yang akan mereka tolak, termasuk ketika Hadistnya kuat dan perawinya terbukti. Namun, ada sahabat
yang mengatakan bahwa itu sudah dimansukh oleh Rasulullah maka mereka tidak ragu untuk menolak
hadist tersebut. Atau ketika ada Hadist yang kuat perawinya, namun ada dalil lain yang lebih kuat dan
bertentangan dengan hal itu maka inipun akan ditolak. Semua sesuai dengan kondisi perawi dan cara
penganbilan hadist atau ada yang menolaknya. Mungkin saja seorang sahabat menilai hadist ni kuat,
namun sahabat lain menganggap hadist ini lemah sehinga mereka pun berbeda pendapat dalam
menetapkan hukum dan sumber perbedaan berasal dari kepastian sebelah pihak dan tidak adanya
kepercayaan dari pihak lain sesuai dengan apa yang didengar, diyakini dan dipahami dalam
mengistinbatkan hukum dari Al-Quran ketika berhadapan dengan Hadist, atau dari Hadist yang lebih
kuat menurut penilaiannya.
Contoh adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, siapa yang membawa jenazah,
maka hendaklah ia berwudu. Hadist ini tidak dapakai oleh Abdullah bin Abbas dan ia berkata, kita
tidak wajib berwudu karena membawa tiang rumahnya.
c.

Ijtihad Sahabat
Jika dalam suatu permasalahan yang muncul itu tidak ditemukan hukumnya dalam Al-Quran
maupun Hadits, maka para sahabat pun berijtihad dengan menggunakan Rayu / buah pemikiran
mereka. ijtihad adalah mencurahkan segenap kesungguhan dalam penggalian hukum syari yang
bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits yang telah ditetapkan sebagai dalil hukum. Ijtihad yang
dilakukan para sahabat dalam periode ini biasanya menggunakan metode ijma/qiyas baru kemudian
maslahah. Ijma terjadi secara jamai terhadap suatu permasalahan, namun pada masa ini ijma tidak
harus dalam suatu acara yang formal namun bisa berbentuk diskusi / Tanya jawab antara dua orang
sahabat atau lebih, yang walaupun biasanya masing-masing punya metode sendiri-sendiri sehingga

jarang sekali terjadi penyatuan pendapat, namun perbedaan ini tidak sampai menimbulkan konflik di
kalangan umat islam itu sendiri, hal ini malah mampu menambah tsarwah fiqhiyyah mereka.
Dalam metode qiyas para sahabat mengambil hukum dari nash-nash yang bisa dikaji ulang,
dengan asumsi bahwa setiap nash itu punya illat (sebab hukum) yang menjelaskan sebab hukumnya,
punya illat yang bisa dijadikan dasar penggalian hukumnya, punya illat yang bisa memungkinkan
masuknya kategori permasalah baru yang di dalamnya dijumpai adanya illat tersebut, sedangkan nash
itu tidak menghukumi perkara baru tersebut. Bila kedua hal itu tidak bisa dilakukan maka biasanya
para sahabat kabir mencari jiwa hukumnya / subtansi hukumnya yang menurut mereka pasti akan
mempunyai satu arah/tujuan yaitu kemaslahatan dan keadilan hukum. Metode maslahah ini banyak
digunakan sahabat ketika melihat bahwa dalam masyarakatnya yang baru dan majemuk, serta
perbedaan sosio-kultural di antara masyarakat satu dengan yang lainnya, membutuhkan dinamisasi
hukum, karena permasalahan-permasalahan sosial yang bersifat dinamis itu tidak mungkin dihukumi
dengan nash-nash syarI yang statis yang hanya diberlakukan pada suatu daerah hukum dan
masyarakat di Mekkah dan Madinah saja.
Para sahabat pada masa ini tidak berijtihad/mengeluarkan pendapat terhadap suatu perkara
sehingga perkara itu muncul/ ada yang menanyakannya, jika hal itu terjadi maka mereka berijtihad
untuk menggali hukumnya, jika tidak maka mereka tidak pernah membuat suatu institusi hukum
semisal MUI untuk membuat masalah sekaligus menghukuminya. Hal inilah yang menyebabkan
fatwa-fatwa hukum yang dinukil dari para sahabat di periode ini sangat sedikit sekali.
Dasar penggunaan ketiga sumber hukum ini adalah hadits yang menceritakan tentang
pengutusan Muadz bin Jabal ke Syam oleh Nabi SAW, sbelum mengutusnya Nabi menanyainya,bila
engkau menemukan masalah di sana apa yang akan kau lakukan? Maka muadz pun menjawab aku
akan menghukuminya dengan Kitab Allah, dan jika aku tidak menemukan hukumnya, maka aku akan
kembali pada sunnah RasulNya, dan jika aku tidak berhasil, maka aku akan berijtihad (untuk
menghukuminya) dengan pikiranku. Kemudian rasul menepuk bahunya sebagai tanda persetujuan
beliau terhadap Muadz bin Jabal.

Contoh Ijtihad Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab


Tentang satu orang yang dibunuh oleh beberapa orang
Pada masa kekhalifahan Umar bin Al-Khattab, Khalifah kedua setelah Abu Bakar, terjadi
suatu peristiwa hukum berupa pembunuhan massal, atau pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
orang sekaligus terhadap satu orang, bagaimana hukumnya?. Ketika dihadapkan pada masalah
tersebut, umar merasa bimbang, kemudian dia pun mendiskusikannya dengan Ali bin Abi Thalib,
maka Ali bertanya: Apa pendapatmu jika ada sekelompok orang yang bersama-sama mencuri Unta,
apakah engkau akan memotong tangan mereka semua? Ya, jawab Umar. Ali pun
berkata:Begitulah . . . . ,. Kemudian atas dasar pola pikir / analogi terebut, maka umar menetapkan
hukum bagi mereka, Andaikata penduduk Shana itu semua bersama-sama membunuh pria itu,

sungguh akan aku bunuh mereka semua.


Tentang Pencuri Dalam Masa Panceklik
Khalifah umar tidak menghukum potong tangan seorang pencuri yang mencuri makanan di
musim paceklik karena mempertimbangkan kemaslahatan umat, disamping bahwa memelihara nafs

(jiwa) itu lebih didahulukan daripada memelihara mal (harta). Jadi, perlindungan terhadap nyawa

manusia saat itu lebih dipentingakan daripada harta.


Bagian zakat orang muallaf
Terhadap orang muallaf, di masa kekhalifahannya Umar tidak memberi bagian zakat kepada
mereka, pada zaman Nabi Muhammad muallaf adalah mereka yang diambil simpatinya agar masuk
islam dengan memberikan zakat kepada mereka. Terhadap mualalf umar berkata:Sesungguhnya
Allah telah menguatkan islam dan tidak membutuhkan kamu. Jika kamu bertaubat, silahkan, tetapi
jika tidak maka antara kamu dan kami adalah pedang. Di sini umar melihat bahwa yang paling
maslahat pada saat perluasan islam saat itu adalah dengan tidak memberikan zakat/harta kepada orang
muallaf karena pada saat itu orang-orang islam sudah sangat banyak sekali sehingga pada saat itu
umar memang benar-benar ingin mengetahui apakah mereka mau masuk islam karena kesadaran
sendiri atau karena iming-iming zakat yang diberikan islam.

Anda mungkin juga menyukai