PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awal orde baru hingga awal pelita keVI sector pendidikan
mengalami perkembangan yang cukup baik secara kuantitatif strategi
pendidikan nasional yang dicanagkan pada akhir pelita ke II terdiri dari 4
butir yaitu:1. Peningkatan kualitas pendidikan, 2. Pemertataan Kesempatan
memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi pendidikan dan 4. Efesiensi
pendidikan (Ali. M, 2009)
Selain pendekatan teori human capital ada dua pendekatan lain yaitu
teori fungsionalisme dan teori empirisme. Teori fungsionalisme yang
dipelopori oleh Burton Clark (dalam Suharsaputra, 2007), menekankan pada
preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia,
dimana dalam upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat
1
menonjol sehingga diperlukan pengembangan sistem pendidikan dan
pemilihan program-program pendidikan disamping perlunya upaya perluasan
pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara lembaga
pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk
perkembangan teknologi yang terjadi dengan cepat.
2
berkembangnya demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for
all.
Agaknya pelaksanaan wajib belajar negeri ini adalah slogan yang selalu
didengung-dengungkan. Padahal, dalam kenyataannya, pelaksanaan wajib
belajar dihalang-halangi, karena untuk masuk sekolah dasar pun kini harus
membayar mahal sehingga masyarakat miskin tidak mungkin dapat
membayarnya. Maka terjadilah hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi
apabila semua pihak, terutama guru dan kepala-kepala sekolah, menghayati
tujuan wajib belajar itu. Bagi masyarakat dan orangtua yang kaya, anaknya
akan dapat bersekolah di sekolah negeri, sedangkan yang miskin akan gagal
dan tidak bersekolah.
3
akan terpuruk karena kualitas sumber daya manusianya tidak mampu
bersaing dengan Negara–negara yang lain. (Ali,2009)
B. Perumusan Masalah
Pada makalah ini yang berjudul Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam
Pemerataan Pendidikan, terdapat sebuah permasalahan yaitu :
1. Bagaimana aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemerata
Pendidikan?
2. Bagaimana Peran dari PLS dalam membantu pemerataan Pendidikan
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Sistematika Penelitian
1. Melakukan observasi
4
2. Mengamati masalah yang ada
F. Objek Penelitian
yang akan menjadi objek penelitian ini adalah kondisi pendidikan yang ada di
pemerataan. Disamping itu juga diteliti tentang peran PLS dalam membantu
5
BAB II
PEMBAHASAN
7
jalur sekolahnya sudah baguspun peranan PLS masih tetap besar, Namun
dalam kenyataannya PLS belum dimanfaatkan sesuai dengan potensi dan
kemampuannya yang cukup besar sehingga kontribusinya juga belum
optimal. Jalur PLS merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan
bersinambungan. PLS yang dilaksanakan yaitu:
1. Kursus
2. Paket A Setara SD, B Setara SMP, C Setara SLTA
3. Keaksaraan Fungsional (KF) Buta Huruf
4. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Dari beberapa manfaat PLS tersebut dapat dikatakan tujuan dari PLS
adalah sebagai berikut :
8
2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan ketrampilan dan
sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja
mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
1. pendidikan umum;
2. pendidikan keagamaan;
5. pendidikan kejuruan.
9
Di tengah krisis ekonomi seperti sekarang, kursus/lembaga
pendidikan keterampilan ini barangkali harus lebih dikedepankan. Kegiatan
kursus bukan hanya memberi harapan pada anak putus sekolah yang sulit
mencari kerja tetapi juga memberikan jalan bagi banyaknya jumlah lulusan
SLTA yang tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sehingga
lembaga kursus selalu mendapat tempat. Di tangan para pengelolanya,
lembaga pendidikan ini bisa bergerak cepat mengikuti irama perkembangan
dan tuntutan yang terjadi di masyarakat.
Meski kursus masih dipandang sebelah mata, anak tiri dalam sistem
pendidikan di Indonesia itu kini telah tumbuh menjadi sebuah bidang usaha
yang nyaris tanpa batas. Tidak sedikit perguruan tinggi swasta bercikal bakal
dari kursus. Lembaga-lembaga kursus di Indonesia dalam sepuluh tahun
terakhir tumbuh sangat pesat dan berkembang menjadi industri mimpi yang
menggiurkan. Banyak warga masyarakat yang rela membayarkan uangnya
beratus ribu atau jutaan rupiah sekadar untuk mewujudkan impian. Bahwa
kemudian mimpi indah itu tidak terwujud, adalah kenyataan lain yang tidak
pernah disesali.
10
semua pelajar SD-SMTA. Tapi ada yang khusus untuk pelajar pada tingkat
tertentu saja, misalnya kelas III SMTA yang akan mengikuti tes UMPTN.
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah.
Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya
ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan
keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang
sama disebabkan oleh factor ekonomi.
12
2. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan
PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil.
3. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan
standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;
4. Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder)
seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta
5. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan
masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas
manajemen pendidikan.
Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi
yang dilakukan adalah :
13
Dalam beberapa tahun terakhir, homeschooling (HS) merebak di
beberapa kota di Indonesia. Tak hanya untuk kalangan berada, sekolah rumah
itu juga bakal bisa diterapkan terhadap keluarga tak mampu. Belum ada data
pasti berapa jumlah anak yang belajar atau bersekolah di rumah alias ber-
homeschooling di Indonesia. Namun, saat ini kian banyak orang tua yang
berminat memberikan pembelajaran di rumah. Apalagi HS sebagai salah satu
pendidikan alternative sudah terakomodasi dalam Sistem Pendidikan
Nasional. Undang-Undang Sisdiknas pasal 27 ayat 1 Di sana disebutkan,
“Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Ayat 2 menyebutkan, “Hasil
pendidikan sebagaimana dimaksud ayat 1 diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan”. Melalui payung hukum itu, mereka yang belajar di
rumah sudah tak perlu was-was tentang legalitas sistem pembelajaran
mereka.
14
Bagi negara maju dan negara berkembang, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta sistem informasi yang begitu cepat
mendorong berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan untuk mengubah
visi, misi dan strateginya secara revolusioner. Revolusi pendidikan berarti
secara totalitas menjabarkan konsep Teknologi Pendidikan (TP) dalam
berbagai bentuk dan tingkatan implementasinya, sehingga efisiensi dan
efektivitas penggunaan sumber daya yang ketersediannya sangat terbatas
dapat tercapai, dan pendidikan yang sesuai dengan kebituhan masyarakat
dapat disediakan.
15
3. Masalah Penerapan Teknologi Pendidikan dalam Pendidikan Luar
Sekolah
BAB III
PENUTUP
16
A. Kesimpulan
B. Saran
semestinya pihak pemerintah tidak lagi bersifat acuh bahkan harus bertindak
lebih tanggap lagi dalam mengatasi problem pendidikan yang ada dalam
formal dilain pihak juga ada bidang pendidikan yang tak kalah pentingnya
dalam mengambil peran pemerataan pendidikan di negara kita ini yaitu PLS
17
kita sebagai warga Negara yang baik juga dapat berpartisipasi dalam
DAFTAR PUSTAKA
Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan
Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
19