Anda di halaman 1dari 50

PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

1.1 SEJARAH PERKEMBANGAN

Di masa sekarang ini pesawat terbang menjadi penting artinya


sejalan dengan kemajuan teknologi yang berprinsip pada waktu,
kecepatan gerakan mengambil keputusan merupakan hal yang pokok
usaha adapun termasuk bidang militer ( security ). Khusus untuk
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau hal ini menjadi sangat
penting walaupun kita memiliki sarana perhubungan laut.
Sesuai kesepakatan bersama antara CAA ( The Civil Airomatic
Administration ) dengan FAA ( The Federal Aviation Agency ),
dimana semua perencanaan yang bertaraf Internasional berada di
bawah pengawasan FAA ( The Federal Aviation Agency ). Oleh sebab
itu semua perencanaan bandara harus mengikuti standar yang telah
ditetapkan oleh FAA ( The Federal Aviation Agency ).
Di Indonesia kini sedang digalakkan oleh pemerintah
pembuatan lapangan terbang perintis di beberapa daerah / kota
terpencil . Dengan dikembangkan pesawat udara sebagai alat
angkut berarti lebih besarlah tuntutan untuk menjaga keselamatan
penerbangan itu disertakan :
 Fasilitas darat yang baik dan memadai
 Servis yang teratur dan efisien
Fasilitas yang baik dan memadai diantaranya :
 Adanya landasan Run Way yang memenuhi syarat untuk take
off dan landing sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam
perencanaan.
 Adanya menara pengawas, perlengkapan radio, penerangan
yang sangat berguna bagi keselamatan penerbang.
Servis yang teratur dan efisien diantaranya :
- Adanya penyimpanan bahan bakar
- Adanya pemberitaan cuaca, arah dan kecepatan setelah
selang beberapa jam terutama pada pesawat take off dan
landing.

1.2 FASILITAS UMUM LAPANGAN TERBANG

1
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Untuk merencanakan lapangan terbang kita harus berpegang


teguh pada standarisasi ICAO ( International Civil Aviation
Organization ) yaitu organisasi penerbangan sipil internasional .
Agar lapangan terbang memenuhi syarat , maka harus ada
penerbangan yang meliputi :
- RUN WAY (LANDASAN PACU)
Jalur perkerasan yang dipakai oleh pesawat terbang untuk
mendarat (landing) dan lepas landas (take off). Menurut
Horonjeff (1994), sistem runway di suatu bandara terdiri dari
perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal
hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end
safety area). Terdapat beberapa konfigurasi runway,
diantaranya Runway Tunggal (Runway yang paling sederhana),
Runway Sejajar, Runway Dua Jalur, Runway V Terbuka

2
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

3
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

- TAXI WAY, yaitu jalur yang digunakan sebagai penghubung


antara run way dan apron.
- LANDING STRIPS , yaitu merupakan bagian dari Run Way yang
tidak diberi perkerasan , tanah hanya dipadatkan saja dan
digunakan sebagai tempat pendaratan darurat .
- OVER RUN , yaitu tempat berputar sejenak , tempat berhenti
sambil menunggu sinyal dari tower .
- APRON, yaitu tempat yang tersedia / disiapkan untuk
keperluan naik turunnya penumpang dan bongkar muat barang.
- TOWER CENTRAL, yaitu bangunan yang digunakan sebagai
tempat memberikan keterangan mengenai arah dan kecepatan
angin serta memberikan komando pesawat yang akan take off
atau landing.
- HANGAR / MAINTENANCE, yaitu bangunan yang digunakan
untuk memperbaiki pesawat yang parkir (rusak) dan tempat
menyimpan pesawat yang tidak segera digunakan.
- TERMINAL BUILDING, yaitu bangunan yang terdiri dari :

4
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

 Air Line Operation, yaitu tempat pemeriksaan bagi


penumpang dan barang baik yang naik maupun turun.
 Ruang Tunggu ( Lobby ) yaitu tempat penumpang
menunggu saat keberangkatan. Bagian ini dilengkapi
dengan :
- Public Address System
- Coffee Shop atau Kantin
- Phone Office atau Informasi
- PARKING AREA, yaitu areal parkir kendaraan umum atau
kendaraan pegawai perusahaan penerbangan .

BAB II
LANGKAH – LANGKAH PERENCANAAN

2.1 FAKTOR – FAKTOR PERENCANAAN MENURUT CAA

5
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Peraturan yang telah dibuat oleh CAA yang kemudian di


modifikasikan oleh TSO N6B 3 Oktober 1958, maka hal – hal yang
perlu di perhatikan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
I. EXISTING AIRPORT FASILITAS.
Kita harus memeriksa dan mengevaluasi fasilitas – fasilitas yang
tersedia didaerah lokasi dimana lapangan tersebut akan di
bangun. Hal ini menyangkut untuk perluasan selanjutnya dan
daerah yang paling penting ekonomis, baik menyediakan bahan
pelaksanaan dan dekatnya airport dari tempat kebutuhan
masyarakat. Dengan demikian tidak terlepas dari segi jumlah
penduduk dan derajat kemampuan masyarakat yang akan
memakai perhubungan udara ini.
II. PENDUDUK ( Populasi )
CAA membagi penduduk menurut jarak terbang untuk suatu
bandara sebagai berikut :
- Local Airport
Melayani daerah sekitar dengan penduduk sampai 25.000
jiwa dan di Indonesia dinamai lapangan terbang perintis.
Pelayanan ini dikategorikan SHC ( Short Haul Category )
secara normal tidak melebihi jarak terbang sejauh 500
miles.
- Tuck Airport
Dikategorikan sebagai ILH ( Intermediate Length Haul )
suatu jarak penrbangan yang tidak melayani 1000 miles
dengan jumlah penduduk antara 25.000 sampai 250.000
jiwa.

- Intercontinental Airport
Dikategorikan penerbangan yang paling panjang (The Long
Range) dan non stop flight, mencakup continental,
transoceanic. Lapangan terbang ini dikenal dengan istilah “
Commercial Jet Transport Operating ”.
- Continental Airport

6
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Dikategorikan nonstop flight, dalam penerbangan nonstop


antar benua atau antar pantai dengan jarak penerbangan
diatas 2000 miles dengan jumlah penduduk 250.000 jiwa.

2.2 DATA – DATA INFORMASI


Dalam perencanaan lapangan terbang, harus diketahui data
dan informasi daerah sehingga perencanaan dan pelaksanaan
berjalan dengan lancar dan baik.
I. DATA – DATA DAERAH YANG AKAN DIRENCANAKAN.
- Keadaan tanah
Disekitar lapangan terbang harus diselidiki terlebih dahulu
lokasi sekitar lapangan terbang tersebut, apakah
merupakan pemukiman atau industri ataukah daerah
pertanian, hal ini sangat penting dijadikan bahan
pertimbangan sebab disekitar lapangan terbang tertentu
akan terjadi kebisingan dan keramaian. Untuk itu
ditetapkan peraturan bahwa disekitar lapangan terbang
radius 2 km harus dibebaskan dari daerah pemukiman,
sekolah , rumah sakit dan bangunan yang tidak ada
hubungannya dengan lapangan terbang.
- Keadaan atmosfir.
Lapangan terbang harus terhindar dari asap tebal dan juga
harus diperhatikan kecepatan angin yang terbesar dan
jumlah curah hujan didaerah lokasi.
- Tersedianya lokasi perluasan
Hal ini dimaksudkan apabila nantinya daya tampung dan
pelayanan tidak mampu lagi melayani arus penerbangan
maka diadakan perluasan kantor maupun lapangan terbang
itu sendiri.
- Hubungan dengan kota terdekat
Hal ini dimaksudkan agar jarak kota terdekat dengan
lapangan terbang mudah dicapai dengan kendaraan darat
serta lapangan parkir harus diperhitungkan.
- Jarak dengan lapangan terbang lainnya
Untuk penerbangan VFR ( Visual Flight Rule ) atau terbang
dengan menggunakan mata telanjang jarak 4 – 8 km

7
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

sedangkan penerbangan yang memakai IFR ( Instrument


Flight Rule ) berjarak 25 – 65 km.
- Faktor ekonomi pelaksanaan konstruksi
Tanah yang akan dijadikan lokasi lapangan terbang haruslah
murah dan daerah disekitarnya terdapat bahan bangunan
untuk keperluan pelaksanaan seperti pasir , koral , bata
dan lain – lain.
- Obtruction ( Gangguan Rintangan Tinggi )
Gangguan rintangan ini bermacam – macam seperti pabrik,
gunung dan apabila pesawat akan take off atau landing di
ujung run way haruslah bebas rintangan sebesar 2 %.
- Fasilitas lokasi
Lapangan terbang banyak memerlukan listrik, air dan bahan
bakar untuk mengadakan kegiatan dan ini haruslah
diperhitungkan dalam perencanaan.
- Jarak ke kota yang akan dilayani.
Jarak antara kota yang akan di layani dalam angkutan udara
ini jangan terlalu berkisar 15 – 20 km, maksudnya jangan
terlalu lama dalam perjalanan.
BAB III
DESAIN DAN DETAIL RUNWAY

A. MENENTUKAN ARAH DAN PANJANG RUNWAY

Arah runway dipengaruhi oleh kecepatan angin dan arahnya ,


untuk itu diperlukan karakteristik angin di suatu daerah yang akan
direncanakan untuk lapangan terbang. Dalam menentukan
karakteristik angin daerah rencana guna mendapat arah run way
yang dikehendaki dapat dilakukan pada waktu wind rose.
Apabila komponen cross wind di tempat rencana lapangan
terbang tegak lurus dengan arah jalannya pesawat melebihi nilai
tipe pesawat maka dapat membahayakan pesawat tersebut sewaktu
landing maupun take off, oleh sebab itu ICAO membuat klasifikasi
crosswind yang diizinkan untuk kelas lapangan terbang .

8
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Dalam menentukan run way dengan menggunakan wind rose


dapat dilakukan dengan bermacam – macam cara antara lain dengan
menggunakan:
A. Membuat beberapa alternative arah run way pada wind
rosenya, pada kertas gambar alternative run way pada wind
rose dibuat tiga garis sejajar dan searah. Garis yang ada
ditengah menunjukkan garis central run way, sedang dua garis
yang mengapitnya menunjukkan besar komponen wind rose
yang di izinkan dengan batasan ujungnya adalah dua busur
lingkaran wind rose tersebut.
B. Dengan membuat satu lingkaran wind rose telah diisi segmen –
segmennya dengan masing – masing data persentase dari
beberapa tinjauan kecepatan angin . Selanjutnya kita
menggunakan kertas transparan yang di beri tiga garis sejajar,
dengan tujuan dengan arti yang sama seperti yang diuraikan
dalam Ad. A diatas. Hanya disini kita dapat menggunakan
alternative – alternative dari beberapa gambar yang berlainan
arah run waynya melainkan dengan memutar kertas transparan
guna mendapat percentage of wind rose yang maksimum.

Cara mencari Run Way sebagai berikut :

1. Garis yang menunjukkan center line dari run way yang


direncanakan kedua garis sejajar kiri dan kanan tersebut
berjarak 15 Mph yang di gambarkan dengan skala kecepatan
angin mph ini adalah kecepatan angin yang dipengaruhi oleh
cross wind yang sesuai dengan standar CAA dan FAA dan
dilukiskan pada alternative run way pada wind rose sesuai
dengan Ad.A atau kertas gambar transparant wind rose pada
Ad. B diatas.
2. Dalam rencana digunakan seperti Ad. A dengan orientasi yang
berbeda satu sama lainnya dari data – data wind rose yang
didapatkan dibawah ini dapat mencari dengan percentage of
wind rose yang maksimum diambil sebagai arah untuk run way
yang direncanakan.

9
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

DATA PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG


Jenis Pesawat : DC – 10 – 30
Angin Calm : 3,60 %
Percentage of wind
N (4 – 15) : 0,30 %
SE (15 – 31) : 0,40 %
W (37 – 47) : 0,80 %
S ( 47 – 52 ) : 0,70 %
Elevation Above sea level : 2500 meter

Wind Percentage Of Wind


Direction (4 – 15) (15 – 31) (31 – 47) (47 – 52) Total
Mph Mph Mph Mph

10
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

N 1,90 1,85 0,60 0,45 4,85


NNE 0,30 1,20 0,80 2,20 4,50
NE 2,70 0,70 1,40 1,70 6,50
ENE 2,30 1,45 0,90 1,30 5,95
E 2,20 1,95 1,30 0,80 6,25
ESE 1,10 2,30 1,30 1,60 6,30
SE 1,80 0,40 1,50 1,10 4,80
SSE 2,40 1,55 1,70 1,65 7,30
S 2,30 1,05 0,55 0,70 4,60
SSW 2,70 1,50 0,70 1,60 6,50
SW 1,90 1,60 1,15 0,95 5,60
WSW 1,70 1,40 2,40 1,80 7,30
W 1,80 1,10 2,20 1,00 6,10
WNW 3,10 2,50 2,40 1,20 7,20
NW 3,00 1,30 0,80 2,30 7,40
NNW 1,55 1,50 0,90 1,30 5,25
Angin (0 – 4) 3,60
Calm
Total 100,00
- ALTERNATIF I ( BERORIENTASI PADA 90 – 270 / E – W )
Angin Clam ( 0 – 4 ) Mph
(4 – 15) Mph = 1,90 + 0,30 + 2,70 + 1,10 + 1,80 + 2,40 + 2,30 +
2,70 +1,90 + 1,70 + 1,80 + 3,10 + 3,00 + 1,55
= 32,75 %
(15 – 31) Mph = 1,40 + 1,10 + 2,50 + 1,45 + 1,95 + 2,30
= 10,70 %
(31– 47) Mph = 0,90 + 1,30 + 1,30 + 0,40 + 2,20 + 2,40
= 8,50 %
(47 – 52) Mph = 1,30 + 0,80 + 1,60 + 1,80 + 1,00 + 1,20
= 7,70 %
TOTAL = 59,65 %

11
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

- ALTERNATIF II ( BERORIENTASI PADA 0 – 180 / N – S )


Angin Clam ( 0 – 4 ) Mph
(4 – 15) Mph = 1,90 + 0,30 + 2,70 + 2,30 +2,20 + 1,10 + 1,80 + 2,40
+ 2,30 + 2,70 + 1,90 + 1,70 + 1,80 + 3,10 + 3,00 +
1,55
= 32,75 %
(15 – 31) Mph= 1,50 + 1,85 + 1,20 + 1,50 + 1,05 + 1,55
= 8,65 %
(31 –47) Mph = 0,90 + 0,65 + 0,80 + 0,70 + 0,55 + 1,70
= 5,30 %
(47– 52) Mph = 1,30 + 0,45 + 2,20 + 1,65 + 0,70 + 1,60
= 7,90 %
TOTAL = 54,60 %

- ALTERNATIF III ( BERORIENTASI PADA 110 – 290 / ESE – WNW )


Angin Clam ( 0 – 4 ) Mph
(4 – 15) Mph = 1,90 + 0,30 + 2,70 + 2,30 +2,20 + 1,10 + 1,80 +
2,40 + 2,30 + 2,70 + 1,90 + 1,70 + 1,80 + 3,10 +
3,00 + 1,55
= 32,75 %

(15 – 31) Mph = 1,95 + 2,30 + 0,40 + 1,30 + 2,50 + 1,10


= 9,55 %
(31 –47) Mph = 1,30 + 1,30 + 1,50 + 2,20 + 0,40 + 0,80
= 7,50 %
(47 – 52) Mph = 1,00 + 1,20 + 2,30 + 0,80 + 1,60 + 1,10
= 8,00 %
TOTAL = 57,80 %

12
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

- ALTERNATIF IV ( BERORIENTASI PADA 160 – 340 / SSE – NNW )


Angin Clam ( 0 – 4 ) Mph
(4 – 15) Mph = 1,90 + 0,30 + 2,70 +2,20 + 1,10 + 1,80 + 2,40 +
2,30 +1,90 + 1,70 + 1,80 + 3,10 + 3,00 + 1,55
= 27,75 %
(15 – 31) Mph = 1,30 + 1,50 + 1,80 + 1,50 + 1,70 + 0,55
= 8,35 %
(31 –47) Mph = 0,80 + 0,90 + 0,65 + 1,50 + 1,70 + 0,55
= 7,50 %
(47 – 52) Mph = 2,30 + 1,30 + 0,45 + 1,10 + 1,65 + 0,70
= 7,5 0 %
TOTAL = 54,70 %

- ALTERNATIF V ( BERORIENTASI PADA 20 –200 / NNE – SSW )


Angin Clam ( 0 – 4 ) Mph
(4 – 15) Mph = 1,90 + 0,30 + 2,70 +2,20 + 1,10 + 1,80 + 2,40 +
2,30 +1,90 + 1,70 + 1,80 + 3,10 + 3,00 + 1,55
= 27,75 %
(15 – 31) Mph = 1,85 + 1,20 + 0,70 + 1,05 + 1,60
= 8,80 %
(31 – 47) Mph = 0,65 + 0,80 + 1,40 + 0,55 + 0,70 + 1,15
= 5,25 %

(47– 52) Mph = 0,45 + 2,20 + 1,70 + 0,70 + 1,60 + 0,95


= 7,60 %
TOTAL = 53,50 %

- ALTERNATIF VI ( BERORIENTASI PADA 110 – 290 / ESE – WNW )

13
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Angin Clam ( 0 – 4 ) Mph


(4 – 15) Mph = 1,90 + 0,30 + 2,70 + 2,30 + 2,20 + 1,10 + 1,80
+2,40 + 2,30 +1,90 + 1,70 + 1,80 + 3,10 + 3,00 +
1,55
= 27,75 %
(15 – 31) Mph = 0,70 + 1,45 + 1,95 + 1,60 + 1,40 + 1,10
= 8,20 %
(31 – 47) Mph = 1,30 + 1,30 + 1,50 + 2,20 + 0,40 + 0,80
= 7,50 %
(47 – 52) Mph = 1,00 + 1,20 + 2,30 + 0,80 + 1,60 + 1,10
= 8,00 %
TOTAL = 57,85 %
Ternyata dari keenam alternatif diatas terdapat “percentage of
wind terbesar” pada Alternatif I berorientasi pada azimuth 90 0 – 2700
atau arah mata angin E – W.

14
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

ALTERNATIF I

ALTERNATIF II

15
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

ALTERNATIF III

16
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

ALTERNATIF IV

17
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

ALTERNATIF V

ALTERNATIF VI

18
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

BAB IV
PANJANG RUN WAY

Berdasarkan karakteristik pesawat terbang transportasi utama


ditetapkan panjang run way untuk pesawat terbang jenis DC – 10 – 30
adalah 11.000 feet, panjang dasar run way 1 meter belum termasuk
koreksi terhadap ketinggian suatu daerah pada permukaan air laut dan
koreksi terhadap temperature
Panjang run way minimum = 11.000 x 0,3048
= 3352,80 Feet
Panjang run way ini adalah dasar untuk ditetapkan pada suatu
tempat tertentu haruslah diadakan koreksi menurut ICAO.

 KOREKSI PANJANG RUN WAY TERHADAP KETINGGIAN


PERMUKAAN AIR LAUT
ICAO menentukan / menentukan panjang run way harus ditambah
7 % terhadap setiap 1.000 feet ( 304,8 meter ) naik dari permukaan air
laut sea level + 2500 meter dari permukaan air laut misalkan ketinggian
daerah lapangan terbang yang akan direncanakan.

19
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Rumus : L1 = LO + H / 1000 x 7 % x LO
Diketahui : Panjang pesawat DC – 10 – 30 = 11.000 feet
Ketinggian ( H ) = 775 feet
L1 = 11.000 + 775/1000 x 7 % x 11.000
L2 = 11. 596,75 feet
 KOREKSI PANJANG RUNWAY TERHADAP TEMPERATURE
ICAO menetapkan panjang dasar runway harus ditambah sebesar
1% untuk setiap derajat temperature pada daerah yang akan
direncanakan lapangan temperature rata – rata bulan paling panas 28.50 0
C dan rata – bulanan dari harian maximum 33,48 0 C. Jadi temperature
rata – rata ditetapkan lokasi pesawat terbang adalah :
Rumus T : T1 + 1/3 (T2 – T1)
L1 : LO + 0,01 (T – 15) x LO
Diketahui data :
TAHUN T1 T2
1996 29.30 33.40
1997 28.60 32.80
1998 28.20 33.80
1999 28.10 33.90
2000 28.30 33.50
RATA – RATA 28.50 33.48

Jadi I = 28.50 + 1/3 x 33.48 – 28.50 = 35.130 C


L1 = 11.000 + 0,01 ( 35.13 0 C – 15 ) x 11.000 =
13.214,3ft
Panjang runway menurut koreksi terhadap temperatur adalah =
13.214,3 ft

 KOREKSI PANJANG RUNWAY TERHADAP “GRADIENT EFEKTIF”


Pengaruh gradient efektif menyebabkan panjang runway dasar
harus dikoreksi dengan ketinggian 5 meter.
FG = 1 + 0.1G

20
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

= 1 + 0.1 x 2,5 = 1,25


Panjang run way menurut koreksi gradient efektif :
= 11. 000 ft x 1,25 = 13.750 ft

 KOREKSI PANJANG RUN WAY MENURUT SLIP


Pertambahan panjang karena faktor slip didapat dengan
mengalihkan faktor slip dengan panjang standard.
Faktor slip didapat dengan mengalihkan faktor dengan panjang
standard.
Faktor slip biasanya diambil 8%

Rumus : L1 = LO + ( 0,08 x LO )
Jadi : L1 = LO + ( 0,08 x 11.000 ) = 11.800,00 feet
DC – 9 – 32 : 9.375,00 feet
DC – 8 – 61 : 13.750,00 feet
B – 737 – 200 : 7.000,00 feet
DC – 10 – 30 : 13.750,00 feet

Dari keempat koreksi tersebut diatas yang paling menentukan


adalah panjang runway pesawat ‘DC – 8 – 61’. Menurut hasil koreksi
terhadap permukaan air laut, yaitu sepanjang 13.750,00 feet dalam
perencanaan ini diambil pesawat ‘DC – 10 – 30’.

 STRIPSES
Stripses adalah daerah beban kedua ujung run way yang
ditetapkan oleh ‘ICAO’ adalah sebagai berikut :
1) Diujung antara STAP sampai dengan 150 meter adalah 2,5%
2) Lengkung peralihan 0.30%
3) Jarak beban lengkung minimal 300 meter
4) Perubahan naik kemudian turun 0,5 jarak run way
5) Strip diujung run way maksimum 100 meter
6) Strip dikiri dan kanan run way minimum 50 meter

21
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Dari hasil panjang run way tersebut diatas yang paling diambil
adalah panjang run way hasil koreksi terhadap temperatur yang
sepanjang 13.750,00 feet dibulatkan menjadi 13.750,00 feet.
Dengan melihat tabel karakteristik pesawat terbang komersial dalam
merancang lapangan terbang oleh Ir. Heru Basuki didapat data pesawat
DC – 10 – 30 adalah sebagai berikut :
a) Rentangan sayap ( Wing Span ) :
161’04”
b) Panjang pesawat :
181’07”
c) Jarak pulsa ( Wheel Base ) : 37’04”
d) Jarak antara roda pendaratan ( Wheel Track ) :
17’02”
e) Berat maksimum ( Max. Structural Take Off Weight ) :
555.000 lb
f) Berat kendaraan maksimum ( Max. Landing Weight ) :
403.000 lb
g) Berat bersih ( Operating Weight Empty ) : 261.094 lb
h) Berat bahan bakar ( Zero Fuel Weight ) :
368.000 lb
i) Nomor dan mesin pesawat ( Number and Type of Engine ) : 3 TF
j) Kapasitas penumpang ( Pay Load ) : 270 – 345

 Runway Standard
I. Wind of Structural Pavement :150’– 200’
II. Wind of Safety Area : 500’
III. Wind of Shoulders : 75’ – 50’

 TAXIWAY ( AIR FIELD LAY OUT LENGKAP DENGAN


FASILITAS SIPIL DENGAN MILITER )
Taxiway direncanakan sedemikian rupa sehingga pesawat dalam
bergerak didarat dan bergerak sependek mungkin, tiap pesawat sudah
ada data panjang landing dan take off, untuk kita dapat rencanakan
taxiway efisien.

22
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

A. Dasar Lay Out Taxiway


1. Hubungan antara taxiway dan runway direncanakan dengan
seksama taxiway lay outnya, sederhana dan langsung pada ujung runway.
Garis tengah taxiway harus tegak lurus runway, dibangun jalur runway ke
taxiway yang gunanya agar setiap pesawat yang landing dapat segera
mngosongkan runway supaya bebas bagi pesawat take off atau landing
berikutnya.
2. Usahakan belokan sedikit mungkin karena akan
terjadi kehilangan banyak tenaga ( menghabiskan bahan bakar )
3. Radius dalam dan pengerasan minimum antara 5
meter sehingga pesawat dapat melaju dengan kecepatan 48 Km/jam
sampai dengan 64 Km/jam.
4. Data – data dari ICAO
a. Lebar taxiway 50 meter
b. Gerak taxiway ke runway minimum 110 meter
c. Jarak minimum taxiway ke rintangan lain 39 meter
d. Kemiringan jalan maximum : 1%
e. Kemiringan melintang maximum : 1.5%
f. Kemiringan tikungan maximum : 3%
 APRON
Merupakan parkir area bagi pesawat – pesawat yang melakukan
berbagai aktifitas antara lain :

- Bongkar muat penumpang dan barang

- Pengisian bahan bakar

- Pemeliharaan ( Monitoring & Lubrication )


Ada dua kriteria APRON, yaitu :
a. Ukuran operasional stand yang diperlukan
b. Banyaknya stand yang diperlukan
Ad. a. Ukuran operasional stand yang diperlukan
1) Faktor – faktor yang diperlukan ( Comfortable )
2) Susunan parkir yang cocok dan ideal

23
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

3) Type dari lay out parkir


4) Ukuran fisik lingkaran pemutaran serta karakteristik pesawat
tersebut
5) Posisi bongkar muat serta pelayanan pesawat
6) Kelonggaran yang dikehendaki untuk gerakan satu dengan yang
lain atau dengan bangunan yang ada didekatnya.
7) Tersedianya sistem komunikasi mekanis
8) Tersedianya alat – alat pelayanan lainnya.
Ad. b. Banyaknya stand yang diperlukan
1) Faktor – faktor yang perlu diperhatikan
2) Susunan terminal, dalam lay out dalam sistem APRON
3) Waktu pemakaian stand oleh banyak pesawat
4) Banyaknya perusahaan lain yang menggunakan airport
diluar petunjuk pemohonan operasional stand
5) Frekuensi dan tipe pesawat dan perusahaan yang
menggunakan APRON ini pada frekuensi maximum dan
bagaimana persedian stand.

24
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

BAB V
PERHITUNGAN PERKERASAN
A. PERHITUNGAN PERKERASAN METODE CBR
( PERKERASAN LENTUR )

I. Perhitungan perkerasan dengan metode CBR data – data yang diketahui

Material Total CBR (%)


Sub Grade ( Tanah Asli ) 5%
Sub Grade ( dipadatkan ) 10 %
Sub Base I 60 %
Sub Base II 30 %
Base 100 %

II. Dengan menggunakan tabel perencanaan tebal perkerasan ( Buku


perencanaan lapangan terbang Ir. Heru Basuki )

Material CBR Rencana Ketebalan


Sub Grade ( Tanah 5% 53 Inci
Asli )
Sub Grade 10 % 35 Inci
( dipadatkan )
Sub Base I 60 % 17 Inci
Sub Base II 30 % 17 Inci
Base 100 % 6 Inci
Surface Tidak dipakai 4 Inci

25
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Maka komposisi perkerasan adalah 4 inci aspal beton, untuk pemuakaan


6 inci base course dari batu pecah, 6 inci subbase 1 dan 28 inci subbase II
dengan material lebih jelek.

B. PERHITUNGAN PERKERASAN DENGAN METODA FAA


( PERKERASAN LENTUR )
* Data – data :
1. Berat lepas landas : 555.000 lb
2. Annual departure : 25.000 lb

Material CBR
Sub Grade 10 %
Sub Base 30 %

Tebal perkerasan bagi tingkat departure > 25.000

Tingkat Annual Departure % 25.000 Tebal Departure


50.000 104
100.000 108
150.000 110
200.000 112

METODE FAA ( PERKERASAN LENTUR )

Type Annual Type Roda MTOW Dual Gear


Departure Departure
Pesawat ( Pound )
DC – 9 – 32 6800 DUAL 108.000 6.800
DC – 8 – 61 7200 DUAL TANDEM 325.000 12.240
B – 737 – 200 7500 DUAL 100.500 7.500
DC – 10 – 30 7700 DUAL TANDEM 555.000 13.090

26
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

WHEEL LOADS WHEEL LOADS EQUIVALENT ANNUAL


DEPARTURE ( R1 )
( W2 ) ( W1 )
25.650,00 69.906,00 1.332
38.593,75 69.906,00 7200
23.686,00 69.906,00 1.115
65.906,00 69.906,00 41.169
TOTAL 69.906,00

Total equivalent = 69.906,00 Lb Annual Departure diambil 15.000


lb untuk equivalent annual departure.

 RUMUS – RUMUS UNTUK PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR


(FAA)
R2 = 1,7 x Annual Departure
= untuk dual menggunakan annual departure
W2 = ¼ MTOW x 0,95
R1 = Log R2 ( W2 / W1 )1/2
Dengan CBR 10 didapat tebal 36 inci
Dengan CBR 50 didapat tebal 15 inci
Tebal Sub Base = 36 – 15 = 21 Inci
Tebal Base = 15 – 4 = 11 Inci
Tebal Surface = 4 Inci
Tebal Base = 15 – 4 = 11 Inci
Cek tebal minimum base untuk FAA ( Perkerasan Lentur )
Tebal minimum = 19 Inci
Tebal Base = 11 Inci < 29 Inci
Tebal Sub Base yang Baru = 19 – 11 = 8 Inci

27
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

 PERHITUNGAN METODE FAA


A) ( PERKERASAN KAKU )

 Data – data

→ K ( Modulus tanah dasar ) = K – 50

→ Tegangan lentur beton = 650 Psi


( Lb/Inci )

→ Equivalent annual departure = 15.000

→ MTOW = 555.000 Lb

→ Tebal plat beton = 24,4 Inci


Tebal perkerasan beton biasa dihitung dengan memakai tabel 6.16
( Buku perencanaan lapangan terbang Ir. Heru Basuki ) dengan CBR = 9%
pada absis palang atas ikuti garis tegak lurus kebawah berpotongan
dengan berat pesawat rencana 555.000 lb.
Dari titik ini ditarik garis horizontal kesamping berpotongan
dengan equivalent annual departure 25.000, dari sini turun ke bawah
memotong titik 27 inci, ini adalah tebal perkerasan total 37 inchi.
 Tebal sub base
Kita pakai gambar yang sama, dari CBR 20 proyeksiakan ke bawah
dan seterusnya seperti diatas, sampai absis bawah didapat ketebalan sub
base 16 inchi. Angka ini berarti ketebalan surface dan base diatas
lapisan.
Sub base dengan menggunakan CBR 20 diperlukan 16 inchi, maka
tebal surface 27 – 16,1 inchi.

 Dengan menggunakan tabel perencanaan tebal perkerasan


“Buku Perencanaan Lapangan Terbang, Ir. Heru Basuki”

 Kesimpulan data – data perencanaan tebal perkerasan

28
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Material CBR Rencana Ketebalan


Sub Grade 9% 27 Inchi
Sub Base 29 % 16 Inchi

Tebal minimum base : 20,8 Inchi


Tebal base : 7 Inchi < 20,8 Inchi
Tebal sub base : 20,8 – 7 = 13,8 Inchi

C. PERHITUNGAN CARA ANALITIS (SPREADING SYSTEM)

Cara analitis ini dimaksud adalah dengan cara spreading system


dengan metode pendekatan yang menganggap bahwa gaya yang bekerja
pada permukaan perkerasan akan diteruskan dengan lapisan bawahnya
dengan arah penyebaran, membentuk sudut 45 0 terhadap lapisan tanah
yang ditinjau.
Data – data yang diperlukan untuk perhitungan adalah sebagai
berikut :
Berat pesawat DC – 10 – 30 ( Maximum grass take off weight ) 555.000 Lb
 Besar tekanan terhadap nose gear 10 %
10 % x 555.000 = 55.500 Lbs
 Besar tekanan terhadap main gear 90 %
90 % x 555.000 = 499.500 Lbs
 Main gear terdiri dari satu gandaran beratnya 499.500 Lbs
berat satu gandaran adalah :
97 % x 200/1 = 499.500 Lbs

Satu gandaran terdiri dari dua ban = 499.500,00 Lbs
Jadi berat beban yang bekerja pada satu ban 249.500 Lbs atau
satu ban menerima 75 % nya = 75 % x 249.750 = 187.320,50 Lbs
Typical gear configuration S pesawat DC – 10 – 30, dimana ;
X = 54,0” a = 22 = ( 22 x 2,533 ) = 55,73
Fd = 72,05

29
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010


Luas tanah lendukan beban satu roda : A = ( a + Zh )2
Daya dukung tanah yang diizinkan adalah : E = 1,0
2
Kg/cm P = 187.312,50 x 0,454 = 85.038,875 kg
F = 16.546,30/1,0 = 85.039,875 kg
( a + 2h )2 = 85.039,875 kg
( 55,73 + 2h ) = 85.039,875 kg
55,73 + 2h = 291,62
2h = 291,62 – 55,73 = 235.89
h = 117,945 cm

(a+2h)

30
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

 Susunan lapisan
( menurut buku planning design airport karangan Robert Horn
Jerr )

→ Surface = Lapisan permukaaan

→ Bitumen Base Course = Lapisan dasar atas beberapa bitumen

→ Sub Base Course = Lapisan bawah dasar

→ Sub Grade = Lapisan tanah dasar

Gambar hasil perhitungan secara analitis ( Spreading System )

Surface Course

Bitumen Base Course


117,9

Sub Base Course

Sub Grade

D. PERHITUNGAN SISTEM CBR


Untuk mementukan tebal perkerasan khususnya lapangan terbang
dengan system CBR , terlebih dahulu kita lakukan beberapa percobaan
sebagai berikut :
 Sampel tanah di ambil dengan sistem random sampling seperti
telah diuraikan pada bagian muka
 Sample tanah yang diambil tadi, dilaboratorium direndam
dahulu selama 4 x 24 jam . Maksudnya tanah dilapangan
dapat akan jenuh air ( satured )
 Beberapa tes lab. Menghasilkan antara lain sebagai
berikut :

31
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

1) Letak gradasi tanah optimum


2) Spesifik Grafitu dan density
3) Kadar air pada kadar optimum
Dari tes diatas misalkan didapat suatu nilai CBR dan tanah
mencapai 6 % dengan nilai CBR, yang 6 % tersebut dapatlah direncanakan
tebal lapisan.
H = 28 P/CBR

H = 28 85.039,875 / 6

H = 3333,44 Cm

CBR SECARA GRAFIS


* Sub grade 5 % ( tanah asli ) = 53 inc = 134.62 cm

* 10 % ( tanah dipadatkan ) = 35 inc = 88.9 cm

* Sub base I = 60 % = 6 inc = 15.24 cm ( a )


II = 30 % = 28 % = 71.12 cm ( b )
* Base 100 % = 6 inc = 15.42 cm ( c )

* Surface ( tidak dipakai ) = 4 inc = 10.6 cm


(d)

Jumlah ( a + b + c + d ) = 335.28 cm

32
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

BAB VI
PERENCANAAN DRAINASE

Lapisan perkerasan dapat bertahan lama apabila faktor – faktor


yang mempengaruhi perkerasan dapat mempertahankan diri. Lapisan
dapat dipertahankan dari kerusakan yang disebabkan oleh air bila
drainasenya yaitu intensitas hujan dalam setahun, berdasarkan
pengamatan diperkirakan hujan turun dalam 80 hari. Jadi intensitas
hujan dalam satu jam adalah :
X 80 / 365 = 460,274 mm/ hari
Rata – rata hujan tiap jam : 460,274/24 = 191.178 mm/jam
Untuk menentukan debit hujan dipakai metode nasional dan
rumusan sebagai berikut :
Q = 0.278 x C x I x A
Dimana ; Q = Debit air hujan m3/ detik
C = Koefisien run off
I = Intensitas hujan mm/jam
Besarnya koefisien run off tergantung type permukaan saluran
seluruh yang dilalui misalnya aspal,tanah dan sebagainya. Harga
koefisien run off berdasarkan permukaan yang dilalui dapat dilihat dalam
tabel berikut ini.

TYPE PERMUKAAN FAKTOR C


Atap 0.75 – 0.95
Aspal 0.80 – 0.95
Beton 0.70 – 0.90
Macadam 0.35 – 0.70

33
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Tanah Kedap Air 0.40 – 0.65


Tanah kedap air rumput 0.31 – 0.55
Tanah lumpur 0.10 – 0.40
 DIMENSI SALURAN DAN KEMIRINGAN SALURAN
 SALURAN TERTUTUP
A. Saluran Tertutup 1
Merupakan saluran yang terletak dikanan kiri runway
1) Luas daerah aliran = 59 x 100/2 = 0.0029 km2
2) Debit maximum run way ( Q maximum )
= 0.278 x C x I x A
= 0.278 x 0.90 x 18.178 x 0.0029 m2/dtk

→ Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0,06 m/dtk
0.0139 = 0.6 x 0.5 h2
h2 = 0.0139/0.3
h2 = 0.046
h = 0.214 m dimana 0.21m
^b = 0.5 x 0.21 = 0.105 m

34
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m / det
O = 2h + b : 2 ( 0.214 ) + 0.105 = 0.533 m
R = A/O
= ( 0.214 x 0.105 ) 0.43
= 0.042 m
I = V/ ( KR2/3 )
= 0.011 m

→ Menghitung buis – buis beton


Q = V.A
Dimana ; A = Luas penampang buis beton =  /4d2
0.139 = 0.60 x  /4d2
 /4d2 = 0.0139
D2 = 0.0139/0.47 = 0.029
d = 0.17

Dikiri kanan run way disalurkan kesaluran tertutup dengan


memasang buis beton berjarak 100 meter. Banyaknya pipa yang
diperlukan adalah :
= 2.621/100 = 26.21 27 buis diameter 0.30 m

A =  x r2
= 3.14 x ( 0.072 ) = 0.0154 m2
Q = V.A
Q = 0.6 x 0.0154 = 0.092 m3/det

35
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

→ Kemiringan Saluran
V = 0.6 m/det
A = 0.0154 m2
O = 2 .  .r = 0.44 m
R = A/O = 0.035 m
2/3
0.06 = 60 x 0.0035 .I1/2
I = 0.016

B. Saluran Tertutup II
Merupakan saluran yang menampung limbahan dan saluran
tertutup I serta daerah strip.
1) Luas daerah pengaliran
Untuk daerah strip = 50 x 2.621m = 131.050 m 2 = 0.131
km 2

2) Debit maximum strip ( Q maximum )


Buis beton = 0.092 m3/det
Q total = 0.307 + 0.092 = 0.3162 m3/det

→ Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;
V diambil = 0,06 m/detik
0.3161 = 0.60 x 0.5 h2
h2 = 0.3612/0.3 = 1.054 m2
h = 1.027m
b = 0.5 h
= 0.5 x 1.027 = 0.5135 m

36
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (1.2027 ) + 0.513 = 2.567 m
R = A/O
= ( 1.027 x 0.513 ) / 2.567
= 0.205 m
I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.2052/3 ) )2
= 0.001 m

C. Saluran Tertutup III


Merupakan saluran yang terletak didaerah surut dan sepanjang
taxiway juga menampung limbahan air dari saluran tertutup I .
1) Luas daerah pengaliran

→ Daerah turf = 110 x 1.310,50 = 144.155 m2 = 0.144155


km2

→ Daerah taxiway = 50/12 x 1600 x 40000 = 0.040 km2


2) Debit maximum

→ Daerah APRON = 0.278 x 0.55 x 12055 x 0.144155 =


0.266m3/dtk

→ Daerah taxiway = 0.278 x 0.55 x 12055 x 0.040 =


0.0703m2/detik

→ Daerah taxiway = 0.0092 m3/detik

→ Q total = 0.266 + 0.073 + 0.0092 = 0.3482 m3/det


 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0,06 m/detik

37
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

0.3482 = 0.60 x 0.5 h 2


h2 = 0.3482/0.3 = 0.54 m
h = 0.5 h
b = 0.5 h
= 0.5 x1.077 = 0.54 m

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (1.077 ) + 0.54 = 2.694 m
R = A/O
= ( 1.077 x 0.54 ) / 2.694
= 0.216 m
I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.2052/3 ) )2
= 0.0013 m

D. Saluran Tertutup IV
Merupakan saluran yang terletak di daerah APRON dan sebagian
taxiway.
1. Luas daerah pengaliran

→ Daerah APRON = 750 x 350 = 262.500 m2 = 0.262 km2

→ Daerah taxiway = 50/2 x 275 = 6.875 m2 = 0.0068 km2


2. Debit maximum

→ Daerah APRON = 0.278 x 0.9 x 19.178 x 0.2625 = 1.259

→ Daerah taxiway = 0.278 x 0.9 x 19.178 x 0.2505 =1.247


m2/detik
Q total = 1.259 + 1.247 = 1.506 m3/det

38
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010


Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;
V diambil = 0,06 m/detik
0.3482 = 0.60 x 0.5 h 2
h2 = 1.506 / 0.3 = 5.02 m2
h = 2.240 m
b = 0.5 h
= 0.5 x 2.240 = 0.336 m

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (2.240 ) + 0.336 = 4.81m
R = A/O
= (2.240 x 0.336 ) / 4.81
= 0.75 m

I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.328 2/3 ) )2
= 0.00074 m

A. Saluran Terbuka I

39
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Merupakan saluran yang terletak di daerah starum meteorology


fasilitas militer dan alam disekitar bangunan tersebut.
1) Luas daerah pengaliran

Stasiun meteorology + Fas.Militer = ( 195 x 100 ) + ( 260 x 100 )
= 45.5 m2 = 0.455 km2

Jalan raya = 80 x 100 = 8000 m2
= 0.008 km2
2) Debit maximum

Stasiun meteorology + Fas. Militer = 0.278 x 0.9 x 19.178 x 0.045
= 0.215 m3/detik

Jalan Raya = 0.278 x 0.9 x 19.178 x
0.008
= 0.0303 m3 / detik
Q total = 0.215 + 0.0383 = 0.254 m3/det

 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0.06 m/detik
0.3482 = 0.60 x 0.5 h 2
h2 = 1.254 / 0.3 = 0.847 m2
h = 0.716 m
b = 0.5 h
= 0.5 x 0.716 = 0.358 m

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2

40
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (0.716) + 0.358 = 1.79 m
R = A/O
= (0.716 x 0.358 ) / 1.79 m
= 0.1432 m
I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.1432 2/3 ) )2
= 0.0023 m
B. Saluran Terbuka II
Merupakan saluran yang terletak di daerah terminal building, VIP
Room, Gudang, restaurant dan parkir.
1) Luas daerah pengaliran

→ Daerah bangunan = (290 x 97.5) + (97.5 x 125) + (325 x 135)


= 87.837,50 m2 = 0.087375 km2
Parkir Area = 455 x 170 = 77.350 m2 = 0.007735 km2
2) Debit maximum

→ Daerah Bangunan = 0.278 x 0.9 x 19.178 x


0.0878375 =
0.421m3/dtk

→ Daerah taxiway = 0.278 x 19.178 x 0.07735


= 0.371 m3/dtk
Q total = 0.421 + 0.0371 = 0.792 m3/det
 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0.06 m/detik
0.792 = 0.60 x 0.5 h 2

h2 = 0.254 / 0.3 = 2.64 m2


h = 1,624 m
b = 0.5 h

41
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

= 0.5 x 1.624 = 0.812 m

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (1.624) + 0.812 = 4.06 m
R = A/O
= (1.624 x 0.812 ) / 4.06 m
= 0.3248 m
I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.3248 2/3 ) )2 = 0.00413 m

C. Saluran Terbuka III ( Pembuang I )

Merupakan saluran yang menampung air limbahan dari saluran


tertutup I dan saluran tertutup II.
1) Debit maximum :

→ Saluran tertutup I = 0.0139 m3/detik

→ Saluran tertutup I = 0.3162 m3/detik


 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0.06 m/detik
0.3301 = 0.60 x 0.5 h 2
h2 = 0.3301/ 0.3 = 1.1003 m2
h = 1.048 m
b = 0.5 h
= 0.5 x 1.048 = 0.542 m

42
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (1.048) + 0.542 = 2.6204 m
R = A/O
= (1.048 x 0.542 ) / 2.6204 m
= 0.306 m
I = V/ ( KR2/3 )2
2/3 2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.306) )
= 0.00814 m

D. Saluran Terbuka IV ( Pembuang II )


Merupakan saluran yang terletak di jalan raya.
1. Luas daerah pengaliran

Daerah Jalan Raya = 10 x 1000 = 10.000 m2 = 0.01 km2
2. Debit maximum

Daerah Jalan Raya = 0.278 x 0.9 x 19.178 x 0.01 = 0.479
m3/dtk

 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0.06 m/detik
0.0479 = 0.60 x 0.5 h 2
h2 = 0.0479/ 0.3 = 0.159 m2
h = 0.399 m
b = 0.5 h
= 0.5 x 0.399 = 0.1999 m

Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2

43
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (0.399) + 0.1999 = 0.997 m
R = A/O
= (1.048 x 0.542 ) /2.6204
= 0.306 m
I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.0997 2/3 ) )2
= 0.0150 m
E. Saluran Terbuka V ( Pembuang III )
1) Debit maximum

Sal.Terbuka = 0.254 m3/dtk

Daerah taxiway = 0.318 m3/dtk
Q total = 0.254 + 0.318 = 0.572 m3/det
 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0.06 m/detik
0.572 = 0.60 x 0.5 h 2
h2 = 0.572 / 0.3 = 1.906 m2
h = 1.308 m
b = 0.5 h
= 0.5 x 1.308 = 0.6804 m

→ Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (1.308) + 0.6904 = 1.906 m
R = A/O
= (1.3808 x 0.694 ) /1.906
= 0.502 m

44
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.502 2/3 ) )2
= 0.00148 m

F. Saluran Terbuka VI ( Pembuang IV )


Merupakan saluran yang terletak di daerah starum meteorology
fasilitas militer dan alam disekitar bangunan tersebut.
1) Luas daerah pengaliran

Hanggar + Safety fire
= (360 x165) + (100 x 195) = 78.000 m2
= 0.0789 km2

→ Jalan
= 650 x 95 = 61.750 m2 = 0.06175 km2
2) Debit maximum

Hanggar + Safety Fire
= 0.278 x 0.9 x 19.178 x 0.0789
= 0.336 m3/dtk

Jalan
= 0.278 x 0.9 x 19.178 x 0.06175
= 0.296 m3/dtk
Q total = 0.33 + 0.296 + 1.506
= 2.138 m3/det

 Dimensionering Saluran
B = 0.5 h
Q =VxA ;V diambil = 0.06 m/detik
2.138 = 0.60 x 0.5 h 2
h2 = 2.138 / 0.3 = 7.126 m2
h = 2.669 m
b = 0.5 h

45
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

= 0.5 x 2.669 = 1.334 m


Kemiringan Saluran

Rumus Stickler : V = K.R2/3.I1/2
K = 60 ( Batu Bata )
V = 0.6 m/det
O = 2h + b : 2 (2.669) + 1.334 = 6.672 m
R = A/O
= (2.669 x1.334) / 6.672 m
= 0.533 m
I = V/ ( KR2/3 )2
= 0.60 / ( 60 x ( 0.533 2/3 ) )2
= 0.00131 m

BAB VII
FUNGSI DAN KEGUNAAN ALAT-ALAT BERAT

Dalam perencanaan dan desain lapangan terbang, diperlukan beberapa


alat-alat berat yang berfungsi untuk memperlancar dan mempercepat
proses pelaksanaan dan pengerjaan lapangan terbang, Alat-alat berat ini
antara lain :
1. Dump Truck
Dalam mengerjakan konstruksi, terutama yang berhubungan
dengan masalah penggusuran bahan yang relative besar dan jarak
angkut yang cukup jauh. Pekerjaan sering digunakan alat angkut
khusu, antara lain dump truck :
- side dump truck ( penupahan kesamping )

46
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

- rear dump truck ( penumpahan kebelakang )


- rear dan side dump truck ( penumpahan kebelakang da
kesamping )
Syarat yang penting agar dump truck dapat bekerja secara efektif
adalah jalan raya yang keras dan rata. Tetapi ada kalanya truck
didesain agar mempunyai “cross country ability” yaitu suatu
kemampuan berjalan dijalan tidak biasa. Kapasitas truck yang
dipilih harus berimbang dengan alat pemuatnya (leacter). Jika
perbandingan ini kurang professional, maka ada kemungkunan alat
pemuat ini banyak menunggu atau sebaliknya. Perbandingan yang
dimaksud adalah kapasitas truck dan kapasitas alat muat.
Perbandingan tersebut akan berpengaruh terhadap waktu
pemuatan.

2. Tractor
Adalah alat yang mengubah energi mesin menjadi mekanik.
Sebenarnya tractor ini adalah prime over ( penggerak utama ) dari
sebagian alat berat. Penggunaan utama dari tractor ini adalah sebagai
penarik atau pendorong beban yang menggunakan tenaga yang agak
besar, tetapi kadang-kadang dalam memilih tractor ada beberapa factor
yang harus dipertimbangkan, antara lain :
a. Ukuran yang diperlukan untuk pekerjaan tertentu, sehingga
tractor tersebut betul-betul bekerja efektif.
b. Macam pekerjaan yang akan dikerjakan, menarik scrapper,
mengerjakan ripping dll
c. Kondisi tempat bekerja
d. Traksi yang tersedia pada tractor
e. Haul distance atau jarak angkut yang ada
f. Pengangkutannya kedalam tempat kerja
g. Pekerjaan lanjutan setelah pekerjaan pertama selesai
Alat ini juga menggunakan alat yang paling penting dan banyak
penggunaannya dalam dunia kostruksi. Penggunaan-penggunaan tersebut
antara lain :
1. sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan menarik
beban
2. sebagai tenaga penggerak untuk winch dan alat angkut

47
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

3. sebagai tenaga penggerak blade ( bulldozer)


4. sebagai tenaga penggerak front-end-bucker
Dalam perdagangan, tractor dari ukuran tenaga geraknya ( fly
wheel ) berkisar 65 Hp, 75 Hp, 105 Hp sampai dengan 700 Hp. Pemilihan
akan kebutuhan ukuran tractor adalah factor yang penting dilapangan.
Hal tersebut ada hubungan dengan tenaga kerja yang tersedia dan
tahanan gelinding yang ada. Karena hal ini besar sekali terhadap
produktivitas alat yang bersangkutan.
3. Crusher
Dalam pekerjaan konstruksi, misalnya pada pekerjaan jalan,
pembuatan beton, bendungan, terutama rock fill dan filternya. Dan juga
pekerjaan lainnya. Kadang-kadang yang diperlukan syarat khusus untuk
gradasi butiran-butiran pengisinya, gradasi butiran untuk memenuhi
syarat yang dituntut sulit diperoleh didalam (tanpa pengerjaan), pada
pekerjaan crushing ini biasanya diperlukan beberapa kali pemecahan.
Tahap-tahap pekerjaan beserta jenis crusher yang diperlukan antara
lain :
a. Pemecahan tahap pertama oleh jenis primary crusher
b. Pemecahan tahap kedua oleh jenis secondary crusher
c. Pemecahan-pemecahan selanjutnya jika ternyata diperlukan oleh
tertary crusher
Untuk pemecahan pertama biasanya digunakan :
- Jaw crusher (pemecah tipe rahang)
- Gryratory (pemecah gryratory)
- Impact crusher ( pemecah tipe pukulan)
Untuk pemecah kedua dipergunakan :
- Cone crusher (pemecah tipe conus)
- Roll crusher ( pemecah tipe slinder)
- Hammer mili (pemecah tipe pukulan)
Sedangkan untuk pemecah selanjutnya :
- Roll crusher ( pemecah tipe slinder)
- Roll mili (pemecah tipe batang)
- Ball mili (pemecah tipe bola)
4. AMP ( Asphalt Mixing Plant)

48
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

Proses pemgololaan asapal atau hotmixed bitumenmaterial


lainnya untuk kepentingan pembuatan perkerasan jalan, dalam
produksi secara besar-besaran dilakukan dalam sebuah plant
(pengololaan aspal)
Pada dasarnya asphalt mixing plant mempunyai dua tingkatan
proses, secara umum adalah :
1. Cold feeding and conveying
Yaitu proses pengangkutan dan pemasukan bahan agregat
kedalam mixer yang sebelumnya menjalani beberapa proses
2. Agregat dryer
Berupa slinder panjang dengan proses yang hampir horizontal,
kedua alasnya terbuka. Pengeringan agregat dilakukan dengan
penghisapan udara yang diberikan oleh slinder-slinder tadi.
Debu-debu yang terdapat pada agregat tersebut dapat dihisap
memasuki dryer slinder ini, kemudian dikumpulkan ke suatu
alat yang disebut clust collector.
3. Dust collector
Berfungsi sebagai pengumpul debu yang dihasilkan pada proses
agregat dryer selain dengan hisapan , juga dengan semperotan
/ tiupan yang kadang-kadang menyebabkan polusi udara,
sehingga menimbulkan suatu masalah. Jika polusi ini
menyebabkan dalam ruang lingkup yang besar.
Untuk mengurangi polusi udara pada proses dust collector
maka dipakai :
a. Wet type collector
b. Bag type collector
4. Elevator
Berfungsi sebagai pengangkat agregat yang dikeringkan dan
dicampurkan. Ada batch type plant dikenal dengan nama hot
elevator, dinamakan demikian karena mengangkut material
panas
5. Scening
Agregat-agregat digunakan oleh suatu proses pemindahan
ukuran atau lebih yang dilakukan oleh seperangkat screen
(ayakan). Agregat hasil pemindahan tadi ditampung dalam bin-
bin yang terpisah.

49
PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG 2010

5. Asphalt Finisher
Alat ini berfungsi menggemparkan proses material dari mixing
plant dan untuk mendapatkan lapisan merata.
Asphalt finisher mempunyai roda kelabang crawler truk, untuk
menampung prossed material. Pada alphalt finisher terdapat alat
seperti happer tetapi tidak mempunyai atas sehingga material
pavement dihitung dari truck langsung.
Roda-roda ini menghasilkan apa yang dinamakan knealing action
terhadap tanah sehingga dapat membantu konsolidasi tanah.
Tekanan yang diberikan roda terhadap permukaan tanah dan diatur
dengan cara mengubah tekanan ban. Makin besar tekanan dan action
maka tekanan yang terjadi pada tanah makin besar.
6. Tired Roller
Sumbu dari roda dapat bergoyang mengikuti perubahan
permukaan, hal ini dapat memperbesar kneading action tadi. Tired
Roller baik sekali digunakan pada pekerjaan pengilasan bahan yang
bergranuler baik, digunakan penggilasan asphalt hotmix sebagai
pengilasan antara.
Umumnya jumlah roda besarnya 9 sampai 19 buah, misalnya,
- 9 buah ( 4 depan, 5 belakang)
- 11 buah ( 5 depan, 6 belakang)
- 13 buah ( 6 depan, 7 belakang

50

Anda mungkin juga menyukai