Anda di halaman 1dari 4

Jatinangor, 24 Maret 2011

Nama : Novi Afiyah


NPM : 170110090100
Mata kuliah : Perencanaan Pembangunan
Dosen : Tomi Setiawan, S.IP, M.Si

MALAYSIA LARI, INDONESIA PUN IRI


Miris, satu kata yang seharusnya tidak keluar dari mulut rakyat Indonesia melihat
pembangunan bangsanya sendiri. Ironis? Memang, kata-kata itu keluar disaat pemerintah sedang
gencar melakukan pembangunan dan berperang melawan arus ketidakpercayaan public akibat
kesalahan masa lalu. Namun, pendapat ini bukan tanpa alasan di kumandangkan setelah
mengetahui bagaimana Negara tetangga yang secara histori mereka berdaulat atas bantuan
Indonesia, memiliki wilayah yang jauh lebih sempit dibanding dengan Indonesia, kekayaan alam
yang melimpah namun tak se-melimpah Indonesia, dan bahkan didiami oleh mereka yang masih
serumpun dengan rakyat Indonesia, namun mereka telah berlari kencang meninggalkan kita,
mereka berkembang begitu pesat dalam waktu yang cukup singkat. Ya, Malaysia lah Negara
tetangga yang menyita perhatian kita dengan segala pembangunannya.
Review kali ini akan membahas bagaimana peran Negara dalam pembangunan Malaysia
melalui kebijakan-kebijakan pemerintah sehingga mengalami kesuksesan dalam industrialisasi
dan pembangunan ekonomi dan berhasil menyandang Newly Industrialized Country serta
membandingkan dengan bangsa Indonesia yang masih nyaman dengan title Negara berkembang
saja.
Bahasan pertama yaitu tentang kebijakan Industrialisasi di Malaysia. Malaysia yang
merdeka tahun 1957 terus merangkak menjadi pemain ekonomi baru yang cukup diperhitungkan.
Industrialisasi di mulai sejak zaman colonial inggris. Letak geografi dan topografi daratan
Malaysia yang strategis dan kaya akan sumber daya alam mengantarkan Malaysia menjadi
Negara eksportir komoditas penting seperti timah, karet, minyak kelapa sawit, minyak bumi, gas
alam dan kayu. Walaupun pada masa itu masih di motori oleh colonial Inggris. Namun setelah
merdeka, mereka secara mandiri mengembangkan industry komoditas penting dengan
dikendalikan oleh BN (barisan nasional) sebuah koalisi multipartai multietnis yang dipimpin
oleh UMNO(United Malaya national Organization). Pasar bebas dan minimalnya campur tangan
Negara merupakan kebijakan awal Malaysia dalam mengatur perekonomian, namun hal ini
berubah setelah adanya tuntutan etnis melayu yang merasa dirugikan dengan kebijakan tersebut
karena penguasaan produksi yang memperkaya dan menguatkan hanya etnis Cina. Perlu
diketahui bahwa etnis yang terdapat di Malaysia ada empat yaitu: Melayu, Cina, India, dan
Eropa. Merespon tuntutan tersebut, maka Malaysia menerapkan Kebijakan Ekonomi Baru(new
public economy/NEP) berupa pengukuhan peran aktif Negara dalam kegiatan ekonomi.
NEP dijadikan pijakan atau dasar bagi industrialisasi dan modernisasi di Malaysia dengan
tujuan utamanya yaitu, peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja sehingga kemiskinan
berkurang dan mengurangi ketimpangan ekonomi akibat identifikasi ras melalui proses
percepatan restrukturisai masyarakat. Dengan NEP pula, Malaysia memperkuat kapabilitas
Negara untuk mengontrol mekanisme pasar dan financial.
1|Page
Peningkatan intervensi Negara terhadap berbagai kegiatan ekonomi melalui NEP
menghasilkan sejumlah kebijakan, diiantaranya yaitu:
- control penuh atas industry minyak di Malaysia termasuk perusahaan asing oleh
Perusahaan Minyak Negara (Petronas) serta mengalokasikan sedikitnya 30 % saham
patungan kepada pengusaha pribumi melalui PDA(petroleum development act) dan
ICA( industrial development act). Dengan kata lain yaitu melakukan nasionalisasikan
perusahaan asing. Dampak dari kebijakan ini berupa pengurangan angka kemiskinan dan
kepemilikan saham pribumi diatas 40%.
- Program alih teknologi untuk mendukung “Inisiatif Pengembangan industry Berat”
sehingga mengurangi ketergantungan suplai mesin dan suku cadang luar negeri. Hasilnya,
Malaysia mampu menghasilkan proyek mobil nasional (proton).
Adanya resesi global memaksa Malaysia untuk menyesuaikan NEP dengan kondisi yang
terjadi. Akhirnya modifikasi NEP ternyata mengarah ke arah neoliberal yaitu kebijakan ekonomi
terbuka untuk mengundang investor asing, deregulasi, serta liberalisasi. kebijakan berupa
kemudahan investasi, privatisasi, dan mendorong ekspor manufaktur.
Dirasa sudah cukup bertahan dengan situasi resesi, maka pemerintah memperbarui NEP
menjadi New development Policy dan Vision 20 dengan sasaran GDP 7% per tahun melaui
peningkatan ekspor, pasar bebas, intensifikasi teknologi, internasionalisasi, dan percepatan
industry.
Betapapun kebijakan silih berganti dan terus dimodifikasi, pada dasarnya pembangunan
Malaysia dibangun secara sitematis dan terencana serta tetap mengutamakan kesejahteraan
rakyatnya. Malaysia tidak segan mengambil langkah jika dirasa kebijakan lama sudah tidak
sesuai, namun mereka tetap berpegang teguh pada garis besar haluan Negara. Peran dominan
pemerintah sangat mendukung pembangunan Malaysia karena kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan terbukti sangat mempengaruhi perekonomian dan pembangunan.
Malaysia adalah Negara yang mengkombinasikan kepercayaan public dengan otoriterisme
pemerintah agar dapat berjalan berdampingan dalam membangun negaranya. Rakyat sepenuhnya
yakin akan kebijakan yang dikeluarkan dan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pada
dasarnya demi kesejahteraan rakyat. Kepercayaan rakyat dapat diwakilkan melalui BN (baris
nasional) yang secara aktif menjadi pengawal pembangunan. BN melalui UMNO senantiasa
bekerjasama dengan berbagai kalangan dan etnis untuk menjaga system politik.
Selanjutnya, mari kita lihat bagaimana dengan Indonesia.
Indonesia merdeka 12 tahun lebih dulu jika dibanding dengan Malaysia. Menempatkan diri
sebagai Negara demokrasi yang dilandaskan pada UUD 1945. Secara historis memang Negara
kita lebih tidak beruntung jika dibandung dengan Malaysia. Jika Malaysia merupakan Negara
persemakmuran colonial inggris dengan diwariskan industrialisasi yang secara mandiri mereka
kelola, maka berbeda dengan Indonesia yang setelah di tinggal colonial Belanda pun masih harus
memegang perjanjian yang sangat merugikan dilihat dari segi pembangunan. Perjanjian yang
ditukar dengan pengakuan kedaulatan dengan syarat: menerima warisan hutang Hindia Belanda
sebesar 4,3 gulden, bersedia menerima ketentuan IMF, dan bersedia mempertahankan

2|Page
perusahaan asing. Perjanjian ini tercatat dalam konferensi meja bundar. Dan sampai saat ini
memberatkan bangsa Indonesia karena sangat berdampak pada proses pembangunan Negara.
Letak geografis yang sangat menguntungkan dan sumber daya alam yang sangat kaya
belum bisa mengantarkan Indonesia menjadi Negara yang produktif. Sumber daya alam seperti
pertambangan dan perminyakan dikuasai oleh perusahaan asing, seperti PT Freeport. Mirisnya
lagi pemerintah hanya mnedapat 1% dari laba bersih PT.freeport.
Sebenarnya Malaysia pun pada dasarnya tetap membiarkan perusahaan asing di negaranya.
Hanya saja mereka terlebih dulu memberlakukan aturan nasionalisasi perusahaan asing sehingga
mereka bisa menerima pendapatan lebih besar yang pada akhirnya melakukan privatisasi
kembali karena resesi tapi mereka setidaknya sudah mempondasi perekonomian dalam
negerinya. Hal ini yang tidak dilakukan oleh Indonesia.
Indonesia secara gegabah terjun ke pasar bebas dengan dalih pembangunan tanpa bekal
perekonomian yang kukuh. Kapabilitas Negara Indonesia masih rendah jika dibanding dengan
Malaysia, terbukti dengan masih banyak perusahaan asing yang hanya mengeruk kekayaan alam
Indonesia tanpa memberikan timbal balik yang setimpal dan hanya memberikan pajak minimal
bagi negara.
Pembangunan Indonesia prakteknya tidak didasarkan pada pembangunan kerakyatan
walaupun pada teorinya berdasar pada kerakyatan. Kebijakan yang dikeluarkan lebih mengarah
pada kesejahteraan kelompok atau golongan bahkan perusahaan multinasional. Hal ini terjadi
Karena kebijakan yang dikeluarkan tidak tegas seperti NEP di Malaysia.
Kebijakan industrialisasi Indonesia belum memfokuskan untuk dapat memproduksi barang
industry berat oleh Negara Indonesia sendiri. Yang ada adalah mengekspor bahan-bahannya
kemudian mengimpor barang teknologi yang sudah jadi. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi
ketergantungan akan pihak asing dan kita akan membayar barang lebih mahal.
Krisis kepercayaan public akan Negara Indonesia menghambat dalam proses pembangunan
karena apapun yang diambil oleh Negara Indonesia akan salah dimata rakyat. Hal ini lah yang
harus di benahi dari system politiknya sendiri. Kepercayaan dan integritas yang tinggi antar
pihak yang berlaku sangatlah diperlukan dalam pembangunan.
Berbicara tentang pembangunan maka akan sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan
masyarakat karena pada hakikatnya tujuan pembangunan salah satunya adalah untuk menegakan
kesejahteraan masyarakat. Jika meruntun dari pembangunan Indonesia dan Malaysia pada
akhirnya akan berharap pada satu titik yang sama yaitu pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat.
Dalam hal ini bagaimana kesejahteraan dalam pembangunan ternyata tidak berdaya jika
melawan neoliberalisme. Dengan dalih globalisasi mereka para pihak neoliberal mencari ladang
untuk dijadikan lahan basah bertransaksi. Lahan yang dimaksud adalah Negara-negara
berkembang yang dengan sengaja mereka persiapkan agar senantiasa mau untuk mengadopsi
paham ini walaupun pada kenyataannya tidak sesuai dengan negaranya. Hal ini mereka lakukan
bukan demi pembangunan Negara berkembang melainkan demi terlaksananya kepentingan
Negara neoliberal yaitu perluasan pasar dan memanfaatkan pembangunan itu sendiri.

3|Page
Pertanyaannya adalah apakah benar pembangunan hanyalah sebuah wacana demi perluasan
produksi Negara industri?
Paham neoliberal yang merupakan paham kapitalis juga mengusung ide mencetak produksi
sebanyak-banyaknya melalui teknologi mesin. Ketika wilayah Negara pencetak sudah tidak
mampu menampung hasil produksi mereka. Sebagian besar Negara perluasan adalah Negara
dengan pendapatan per kapita sangat rendah dan itu akan menghambat penyerapan hasil produksi
di negara tersebut. Oleh kerana itu mereka mencanangkan pembangunan dengan cara
meminjamkan modal bagi Negara tersebut dan memberikan predikat Negara sedang berkembang
untuk meyakinkan proses pembangunan Negara tersebut.
Keuangan, ilmu pengetahuan, teknologi, ukuran maju dan terbelakang, tradisional dan
modern merupakan ukuran yang hanya dikeluarkan oleh lembaga internsional. Tidak dipungkiri
bahwa Negara Indonesia memang telah menjadi salah satu sasaran Negara perluasan pasar
neoliberal. Pembangunan Indonesaia tidak lepas karena adanya campur tangan Negara luar dan
lembaga keuangan internasional yang meminjamkan modal sebagai hutang yang tak kunjung
selesai untuk dibayar.
Melihat hal diatas, telah terjadi kegamangan konsep dari pembangunan itu sendiri.
Pembangunan yang dimaksudkan di atas adalah mempersiapkan masyarakat agar dapat
merespon produk industrial dari Negara maju bukan pada tingkat kesejahteraan rakyatnya. Yang
menjadi masalah adalah ukuran kesejahteraan seperti apa yang dimaksud.
Terdapat dua kubu pendapat tentang kesejahteraan. Pertama, kubu sosialis yang disebut
dengan kubu intervension meyakini dimana intervensi Negara terhadap masyarakat akan
membantu perkembangan ekonomi dan kesejahteraan mereka. Kedua, kubu kapitalis meyakini
kesejahteraan dapat diperoleh melalui adaptasi akan pasar dengan meminimalkan peran
pemerintah.
Konsep kesejahteraan yang berkembang saat ini adalah bagaimana organisasi formal
maupun social memandang masyarakat sebagai objek yang diukur secara materil bergantung
pendefinisian organisasi tersebut. Sehingga pelayanan akan bergantung pada pendanaan dari luar
untuk menentukan kesejateraan. Hal ini akan bertolak dengan konsep kesejahteraan yang
berdasarkan pada komunitasnya. Kesejahteraan lebih berfokus pada cara pandang dan perasaan
terdalam dalam hidup sejahtera.
Indonesia tidak mampu lepas dari criteria kesejahteraan yang ditetapkan oleh organisasi
internasional sehingga tidak memiliki kebebasan menentukan criteria kesejahteraan menurut
komunitas. Dengan memandang kesejahteraan tidak selalu capaian kuantutatif dan materil, maka
mungkin Indonesia dapat terlepas dari cengkraman penguasa asing dengan konseptual
modernitasnya.

4|Page

Anda mungkin juga menyukai