Anda di halaman 1dari 16

B.

Kenakalan Remaja

B.1 Definisi Kenakalan Remaja

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, secara bahasa kata kenakalan berasal dari kata

"nakal" yang berarti suka berbuat kurang baik, mengganggu, tidak menurut, serta bisa juga

diartikan buruk kelakuan. Kemudian mendapatkan imbuhan ke-an, "kenakalan" yang berarti

tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma-norma dan hukum yang berlaku di

masyarakat1.

Imron Pohan menyatakan kenakalan merupakan tingkah laku seseorang yang dapat

menimbulkan persoalan bagi orang lain. Dalam paragraf lain beliau menyatakan bahwa

kenakalan adalah perbuatan yang melanggar nilai sosial dan moral sehingga merugikan dirinya

sendiri maupun diri orang lain1.

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin

juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas

pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti

terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial,

kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya.

Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak

muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang

disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk

perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari

tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal2.

Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar

hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika

perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum2.
Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum

yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang

melakukannya masuk penjara2.

Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja

sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan

18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman2.

Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang

menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan

bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik

terhadap diri sendiri maupun orang lain2.

Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai

perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

B.2. Klasifikasi kenakalan remaja

Menurut Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja

digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu3 :

1. Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang

sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum.

2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-

undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila

dilakukan orang dewasa.


Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga

tingkatan4;

1. kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari

rumah tanpa pamit.

2. kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil

tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin.

3. kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,

pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam

penelitian.

Menurut Kartono, bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat,

yaitu2:

a. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak

menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :

1. Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan

atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.

2. Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya, yang memiliki

subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian

dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan

prestise tertentu.

3. Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami

banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di

tengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang

menyenangkan.
4. Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan

latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan

norma hidup normal. Ringkasnya,delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari

lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun

pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling

sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini

disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung

jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.

a. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara

lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain

sebagainya. Ciri - ciri perilakunya adalah :

1. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan

hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.

2. Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan,

karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan

batinnya.

3. Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan

tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus

neurotik.

4. Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya

keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya

biasanya juga neurotik atau psikotik.

5. Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan.
6. Motif kejahatannya berbeda-beda.

7. Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

a. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan

segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku

mereka adalah :

1. Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan

keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun

tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak

mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dantidak mampu menjalin hubungan

emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.

2. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.

3. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat

diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang

berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

4. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang

umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.

5. Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi

kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental

dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri,

orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan

norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan

siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.

a. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)


Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi

defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya

tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja

delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang

jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan

perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu,

sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional.

Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya

sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan.

Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai

agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar

diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri

rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80

% mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi

mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh

faktor sosial atau lingkungan sekitar.

B.3. Penyebab Kenakalan Remaja

Penyebab kenakalan remaja adalah karena terganggunya daya penyesuaian sosial remaja,

yang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi5.

a. Faktor genetik / biologik/ konstitusional, misalnya:

1. Gangguan tingkah laku tak berkelompok yang sudah mulai terlihat pada masa kanak, dan

semakin parah dengan bertambah nya usia yang antara lain terlihat pada sikap kejam

terhadap binatang, suka main api dan lain-lain.


2. Kepribadian organik berupa perilaku impulsif, mudah marah, tak berfikir panjang, terjadi

sesudah

3. kerusakan permanen pada otak.

4. Gangguan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas, yaitu gangguan yang diakibatkan

kerusakan minimal pada otak.

b. Faktor pola asuh orang-tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak,

misalnya: orang tua yang permisif, otoriter dan masa bodoh.

c. Faktor psikososial, misalnya :

1. Rasa rendah diri, rasa tidak aman, rasa takut yang dikompensasi dengan berperilaku risiko

tinggi.

2. Pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba batas

kemampuannya, menyebabkan remaja berani/nekat.

3. Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan.

4. Penanaman nilai yang salah , yaitu orang atau kelompok yang berbeda misalnya seragam

sekolah , etnik, agama dianggap “ musuh “

5. Pengaruh media massa (majalah, film, televisi) dapat memberi contoh yang tidak bagi bagi

remaja.

B.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja3

1. Identitas

Perkembangan identitas diri melalui tahapan krisis, yaitu kondisi saat individu mengalami

kebingungan dalam mempertimbangkan sesuatu dengan kesadaran untuk membuat keputusan

dan komitmen, yaitu pengambilan keputusan pribadi terhadap suatu ideologi atau pekerjaan.

2. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol

diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa remaja gagal dalam mengembangkan kontrol

diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan

remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku

yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.

Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat

diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun

gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk

membimbing tingkah laku mereka. Pola asuh orang tua yang efektif di masa kanak-kanak

berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya dengan memiliki

keterampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan

remaja.

3. Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan dampak serius nantinya

dimasa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan

menjadi pelaku kenakalan.

4. Jenis kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan.

5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan sering kali memiliki harapan yang rendah terhadap

pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk

kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka

tidak mempunyai motivasi untuk sekolah.

6. Proses keluarga
Proses keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya

dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya

penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih saying orangtua dapat menjadi pemicu

timbulnya kenakalan remaja.

7. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk

menjadi nakal

8. Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi

yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal diantara daerah perkampungan

miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1.

9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat

dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang

melakukan aktivitas kriminal mereka. Masyarakat sepeerti ini sering ditandai dengan

kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah,

pendanaan, pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain

dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.

B.5. Epidemiologi

Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di media-media massa, di

mana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, salah satu wujud

dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di

Jakarta tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183
kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal

13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15

pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas.

Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering

tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus2.

Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 %

di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi

anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak

yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60% dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka

30% dari 40-150.000, dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total

penjaja seks2

Dinas Kesehatan Sukabumi mempublikasikan hasil penelitiannya tentang perilaku seks

bebas sepanjang tahun 2007. Hasil penelitian tersebut sangat mencengangkan mengingat 30%

pelajar melakukan seks bebas. Yang lebih menyedihkan lagi para pelajar tersebut menganggap

perilaku seks bebas sebagai gaya hidup atau bagian dari pergaulan. Menurut Sekretaris Komisi

Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) dr Rita Fitrianingsih: perilaku seks bebas ini telah

melibatkan pelajar yang bukan hanya berasal dari tingkat SMU saja tapi juga kalangan pelajar

SMP. Seks bebas selain berdampak pada peningkatan penderita penyakit kelamin juga menjadi

faktor pendorong tingginya angka aborsi di Indonesia. Setiap tahun di Indonesia diperkirakan

terjadi 2,5 juta kasus aborasi . Di tingkat Asia kasus aborsi berdasarkan data tahun 1997

mencapai 27 juta kasus6.

B.6. Kenakalan Remaja di bidang Kesehatan5

a. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat Adikiflainnya )


Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja,

obat-obat yang meningkat mood ( amfetamin ), yang menurunkan mood ( barbiturat, tranquilizer,

hipnotika ) dan alkohol. Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta

halusinogen5.

Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin

meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahguna NAPZA5 :

- Konflik keluarga yang berat

- Kesulitan Akademik

- Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku dan

depresi.

- Penyalahgunaan NAPZA oleh orang–tua dan teman

- Impulsivitas

- Merokok pada usia terlalu muda.

Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang remaja akan

menjadi pengguna NAPZA.

1. Gambaran Klinis5

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III ( PPDGJ III )

1993, Gangguan yang berhubungan dengan zat termasuk gangguan : Ketergantungan,

Penyalahgunaan, Intoksikasi, dan keadaan putus zat. Penyalahgunaan zat adalah penggunaan

NAPZA secara patologis (diluar tujuan pengobatan), yang sudah berlangsung selama paling

sedikit satu bulan berturut-turut dan menimbulkan gangguan dalam fungsi sosial, sekolah atau

Pekerjaan. Penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan ketergantungan. Ketergantungan zat

mengacu kepada satu kelompok gejala kognitif, perilaku dan fisiologis yang mengindikasikan

seseorang secara terus menerus menggunakan NAPZA dengan teratur dan dalam jangka waktu
panjang. Gejala ketergantungan ini dapat berbentuk ketagihan secara fisik atau psikilogis,

toleransi, keadaan putus zat, pemakaian yang lebih besar dari yang dibutuhkan, kegagalan untuk

menghentikan atau mengontrol penggunaan dan mengurangi aktivitas sosial/pekerjaan karena

penggunaan NAPZA, Sebagai tambahan, pengguna NAPZA mengetahui bahwa zat tersebut

mengakibatkan gangguan yang nyata, tetapi tidak dapat menghentikannya. Intoksikasi zat

mengacu kepada perkembangan yang reversibel , sindrom zat yang spesifik, yang disebabkan

oleh penggunaan suatu zat. Harus ada perilaku maladaptif atau perubahan psikilogis yang nyata

secara klinis. Keadaan putus zat mengacu kepada sindrom zat spesifik yang disebabkan oleh

penghentian atau pengurangan penggunaan NAPZA jangka panjang. Sindrom ini menyebabkan

distres atau hambatan yang nyata secara klinis dalam fungsi sosial. Sekolah atau pekerjaan.

Diagnosis penggunaan NAPZA pada remaja dinuat melalui wawancara yang hati-hati,observasi,

temuan laboratorium, dan riwayat yang diberikan oleh sumber yang dapat dipercaya .

Penggunaan NAPZA dapat dilihat sebagai suatu kontinuum mulai dari : hanya mencoba

( experimentation ), memakai sedikit, penggunaan secara rutin tanpa gangguan yang nyata,

penyalahgunaan dan akhirnya ketergantungan5.

2. Beberapa indikasi adanya penggunaan NAPZA pada remaja :

Prestasi akademik yang menurun : sering membolos atau meninggalkan sekolah , sering

membuat masalah dengan teman, guru atau murid sekolah lain, sering memakai uang sekolah,

mencuri, berhutang atau mengompas penyakit fisik ringan yang tidak spesifik, perubahan sikap

dalam hubungan dengan anggota keluarga lain, juga dalam kelompok temannya , lekas marah,

tersinggung, sikap kasar, tidak sabar dan egois, perubahan dalam penampilan, perawatan/

kebersihan diri,wajah murung, loyo mengantuk, kurang bergairah, acuh tak acuh, sering

melamun, disiplin dan sopan santun menurun, pakaian kotor dan lusuh, cara bicara lamban, tak

jelas, kadang-kadang cadel, serta banyak merokok. Banyak dari indikator diatas yang terkait
dengan awitan (onset) dari depresi, penyesuaian sekolah, atau prodromal dari gangguan

psikotik.yang harus diperhatikan adalah tetap menjaga komunikasi yang terbuka dengan remaja

yang diduga menggunakan NAPZA. Disini terdapat hubungan antara penggunaan NAPZA

dengan perilaku risiko tinggi, termasuk penggunaan senjata tajam, perilaku bunuh diri,

pengalaman seksual yang dini, mengemudikan mobil dengan risiko tinggi, menyukai musik

keras (heavy metal), dan pemujaan/ritual agama yangmenyimpang, walaupun tidak ada

hubungan langsung dengan penggunaan NAPZA, namun adanya perilaku seperti diatas patut

diwaspadai5.

b. Perilaku bunuh diri

Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap bunuh diri.

Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat

persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh diri

dalam satu tahun terakhir saat diteliti , 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan

bunuh diri , dan 11 % telah mencoba melakukan bunuh diri5.

c. Berkenaan dengan Perilaku Seksual5:

Meningkatnya kadar hormon tesrosteron pada remaja akan mempengaruhi dorongan

seksual, seiring dengan meningkatnya dorongan seksual timbul konflik karena upaya untuk

mengendalikan nya harus sesuai nilai dan norma yang dianut, Bentuk tingkah laku seksual dapat

mulai dari perasaan tertarik, berkencan, bercumbu sampai bersenggama. Obyek seksual bisa

berupa orang lain, hanya dalam khayalan atau diri sendiri .Tingkah laku ini bisa berdampak

cukup serius seperti perasaan tegang , bingung,perasaan bersalah dan berdosa, sedih, marah,dan

lain-lain. Dampak lainnya adalah kehamilan pranikah yang dapat menyebabkan pengguguran

kandungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kasus perilaku seksual remaja dan

penatalaksanaannya :
1. Seks bebas

Dipandang dari sudut norma normal maupun agama, tentunya hubungan seksual tersebut

merupakan suatu ungkapan dari bahasa cinta yang dapat dilakukan oleh suami isteri dalam ikatan

perkawinan. Jadi bila dari sudut pandang moral dan agama, tentunya hubungan seks bebas

mengarah kepada ungkapan nafsu seksual, yang dapat menodai keluhuran cinta serta kesucian

pernikahan, bahkan terbuka kemungkinan untuk melahirkan anak diluar nikah, banyak yang

kurang menyadari bahwa hubungan seks bebas sebenarnya hanya didorong oleh kebutuhan dan

kenikmatan fisik/biologik sesaat saja, yang dapat menimbulkan rasa bersalah bila tidak

dilanjutkan dengan pernikahan. Hubungan seks bebas belum tentu dilakukan oleh pasangan yang

saling mencintai selain melanggar norma umumnya secara psikis berdampak, yaitu menimbulkan

rasa bersalah, menyesal, kecewa terutama dipihak wanita. Penilaian dari sudut etis maupun

moral terhadap hubungan seks bebas tersebut dapat memberikan dampak sebagai berikut5:

a) Aspek biologis : kemungkinan menjadi hamil diluar nikah yang sering berakhir dengan

aborsi.

b) Aspek Mental emosional: kemungkinan timbul rasa bersalah, kecewa, menyesal, bahkan

hidupnya menjadi tidak tenang.

c) Aspek Aspek personal : merendahkan martabat manusia.

d) Aspek sosial : penilaian negatif dari masyarakat di sekitarnya,

Pengguguran kandungan akibat kehamilan diluar nikah umumnya berdalih menutupi aib

bagi diri dan keluarga serta menggangu kelanjutan pendidikan sekolahnya. Mereka dapat

mengalami komflik batin merasa berdosa, depresi, takut bergaul tidak percaya pada pria, takut

tidak akan menikah karena kehilangan kegadisannya. Arbosi dilarang oleh peraturan/undang-

undang maupun agama5.


B7. Dampak Kenakalan Remaja

Adapun dampak kenakalan remaja sebagai berikut7:

• Dampak kenakalan remaja pasti akan berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera

ditangani, ia akan tumbuh menjadi sosok yang bekepribadian buruk.

• Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu pastinya akan dihindari atau malah

dikucilkan oleh banyak orang. Remaja tersebut hanya akan dianggap sebagai pengganggu dan

orang yang tidak berguna.

• Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja tersebut bisa mengalami gangguan

kejiwaan. Yang dimaksud gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia akan merasa

terkucilkan dalam hal sosialisai, merasa sangat sedih, atau malah akan membenci orang-orang

sekitarnya.

• Akibat kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga yang harus menanggung malu. Hal

ini tentu sangat merugikan, dan biasanya anak remaja yang sudah terjebak kenakalan remaja

tidak akan menyadari tentang beban keluarganya.

• Masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu para remaja yang melakukan

kenakalan. Bayangkan bila ada seorang remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas,

hampir bisa dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya akan hancur

perlahan dan tidak sempat memperbaikinya.

• Kriminalitas bisa menjadi salah satu akibat kenakalan remaja. Remaja yang terjebak hal-hal

negatif bukan tidak mungkin akan memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal.

Mencuri demi uang atau merampok untuk mendapatkan barang berharga.

Itulah beberapa akibat kenakalan remaja yang sudah semestinya harus dihindari. Peran

orang tua atau keluarga, guru di sekolah, dan juga teman-teman, adalah orang-orang yang sangat
berperan penting dalam kehidupan remaja. Keikutsertaan mereka dalam mengontrol seorang

remaja, bisa berdampak cukup besar demi mencapai masa depan yang lebih cerah.

Anda mungkin juga menyukai