Anda di halaman 1dari 15

Teori Pembelajaran Kognitif

Pengembangan konsep pembelajaran kognitif sudah tentu sangat dipengaruhi oleh aliran psikologi

kognitif. Terdapat tiga tokoh penting di dalamnya yaitu: Piaget, dan Robert Gagne.

1. Jean Piaget Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Piaget,


antara lain:
o

Belajar aktif Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek

belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar

yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi symbol-

simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri

dengan penemuan temannya.

o
Belajar lewat interaksi sosial.

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar.

Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan

membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan

sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin

beragam.

o
Belajar lewat pengalaman sendiri.

Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik

daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk

berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif

seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.


PEMIKIRAN JEAN PIAGET TENTANG PERKEMBANGAN KOGNITIF
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual
sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu
yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget mengemukakan, inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas
akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman.
Inteligensi adalah bagian integral dari setiap organisme karena setiap organisme yang hidup
selalu mencari kondisi yang kondusif untuk keberlangsungan hidup. Namun bagaimana
kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi
yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epistemology, karena teori ini berusaha
melacak perkembangan kemampuan intelektual. Sedangkan istilah genetik yang dimaksud
mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologi.
Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi dan fungsi. (Dahar ,1988:179).
Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu
waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang
tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan
fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Fungsi itu
terdiri dari organisasi dan adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk
beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda
antara organisme yang satu dengan yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui 2
proses yaitu : assimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur
atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam
lingkungan. Dan proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada
untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam
perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup
suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara
organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lingkungan,
membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa mempertahankan
hidupnya. Perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh
pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi.
Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi, ia berkeyakinan bahwa suatu organisme hidup
dan lahir dengan dua kecenderungan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk :
a. Beradaptasi. Pada proses ini berisi dua kegiatan. Pertama, mengabungkan atau
mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut asimilasi. Kedua,
mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga
akan terjadi keseimbangan (equilibrium).
b. Organisasi (tindakan penataan). Yaitu proses ketika manusia menghubungkan informasi yang
diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada
sebelumnya dalam otak. Melalui proses ini, manusia dapat memahami sebuah informasi baru
yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang
dimilikinya, sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau
pengetahuan tersebut.
Untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu
sebagai berikut:
1. Skema
Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan mengapa
seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang
berhubungan dengan ingatan.
Skema adalah struktur kognitif atau serangkaian perilaku terbuka secara sistematis yang
digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan (barang, orang, keadaan,
kejadian) dan menata lingkungan ini secara intelektual. Misalnya, skema memegang adalah
kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari sekedar manifestasi refleksi
memegang saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat
semua tindakan memegang bisa dimungkinkan.
Dalam teori Piaget, skema dianggap sebagai elemen penting dalam struktur kognitif organisme.
Skema akan menentukan bagaimana ia akan merespon lingkungan fisik. Skemata dapat muncul
dalam perilaku yang jelas, seperti dalam kasus refleks memegang, atau muncul secara tersamar.
Manifestasi skema yang tidak jelas dapat disamakan dengan tindak berpikir. Jelas, cara anak
menghadapi lingkungan akan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Agar terjadi interaksi
organisme-lingkungan, skemata yang tersedia untuk anak harus berubah.
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi
2. Asimilasi
Asimilasi itu suatu proses kognitif, yang aktif dalam menggunakan skema untuk merespon
lingkungan. Dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus
ke dalam skema yang ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat.
Seseorang tidak hanya memproses satu stimulus saja, melainkan memproses banyak stimulus.
Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi
pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, dengan
proses itu individu secara kognitif mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata
lingkungan itu.

3. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan yang
direspons . Atau sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan
akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara
asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan oleh Piaget disebut sebagai keseimbangan.

4. Keseimbangan
Yaitu keseimbangan antara skema yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai
hasil ketepatan akomodasi . Dalam proses adaptasi dengan lingkungan individu berusaha
mencapai struktur mental atau skemata yang stabil. Yaitu keseimbangan antara proses asimilasi
dan akomodasi. Seandainya hanya asimilasi secara kontinu maka yang bersangkutan hanya akan
memiliki beberapa skemata global dan ia tidak mampu melihat perbedaan antara berbagai hal.
Sebaliknya jika hanya akomodasi saja secara kontinu, maka hanya memiliki skemata kecil-kecil
saja dan mereka tidak memiliki skemata yang umum. Dan tidak akan mampu melihat persamaan
antara berbagai hal.
Dengan keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembang dengan
lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Dengan kata lain terjadi keseimbangan antara faktor-
faktor internal dan faktor eksternal.
Proses akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan
informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan ketidakseimbangan
antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses
ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini
merupakan proses yang berkesinambungan antara proses asimilasi dan akomodasi. Proses ini
akan menjaga stabilitas mental dalam diri pembelajar dan ia akan dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuannya.
Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui tahap-tahap
perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hierarki. Seseorang harus melalui
urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat. Kemampuan bayi
melalui tahapan ini bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
(melalui asimilasi dan akomodasi) serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahapan ini
secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian pula, pemikiran seorang anak berbeda
pada setiap tahap. Desmita mengutip dari Mussen (1969) mengatakan bahwa Piaget tidak
menegaskan batasan umur dalam masing-masing tahap. Batasan umur tersebut diberikan oleh
Ginsburg dan Opper.
Untuk keperluan pengkonseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan intelektual, Piaget
membagi perkembangan ini ke dalam 4 periode yaitu :
1) Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingkah laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan sistem penginderaan
untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
Tahap sensorimotor adalah yang pertama dari empat tahap perkembangan kognitif. “Pada tahap
ini, bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan pengalaman panca indra koordinasi
(seperti melihat dan mendengar) dengan fisik, motorik tindakan.” “Bayi memperoleh
pengetahuan tentang dunia dari tindakan-tindakan fisik yang mereka lakukan di atasnya.”
“Seorang bayi berkembang dari refleksif, insting tindakan saat lahir ke awal pemikiran simbolis
menjelang akhir panggung.” “Piaget membagi tahap sensorimotor menjadi enam sub-tahap”
Sub Tahap
Usia
Deskripsi

Simple Refleks Kelahiran-6 minggu “Koordinasi sensasi dan aksi melalui perilaku refleksif”.
Tiga dasar Reflek yang dijelaskan oleh Piaget: mengisap benda-benda di mulut, berikut obyek
bergerak atau menarik dengan mata, dan penutupan tangan ketika membuat sebuah objek kontak
dengan telapak (palmaris pegang). Selama enam minggu pertama kehidupan, refleks ini mulai
menjadi tindakan sukarela, misalnya refleks menjadi palmaris sengaja menangkap.
Anak menggunakan reflek alamiah, dan mengikuti gerakan objek dalam medan penglihatan.
reaksi sirkular primer 6 minggu-4 bulan “Koordinasi sensasi dan dua jenis skema: kebiasaan
(refleks) dan reaksi sirkular primer (reproduksi dari sebuah peristiwa yang awalnya terjadi secara
kebetulan). Utama masih fokus pada tubuh bayi.” Sebagai contoh jenis reaksi, bayi mungkin
akan mengulangi gerakan lewat tangan mereka sebelum wajah mereka. Juga pada tahap ini,
reaksi pasif, yang disebabkan oleh klasik atau instrumental conditioning. Contohnya, sekiranya
bayi tersebut melakukan sesuatu tingkah laku yang mana dapat menyenangkan dia, maka dia
akan mengulangi tingkah laku itu lagi. Dan anak terus memandangi objek yang hilang.
fase reaksi sirkular sekunder 4-8 bulan
Pengembangan kebiasaan. “Bayi menjadi lebih object-oriented, bergerak di luar keasyikan diri;
ulangi tindakan yang membawa hasil yang menarik atau yang menyenangkan.” Tahap ini
terutama berhubungan dengan pengembangan koordinasi antara visi dan kemampuan memegang.
Tiga kemampuan baru terjadi pada tahap ini: disengaja menggapai untuk objek yang
dikehendaki, reaksi sirkular sekunder, dan pembedaan antara tujuan dan sarana. Pada tahap ini,
bayi akan sengaja menangkap udara ke arah objek yang dikehendaki, sering membuat geli
teman-teman dan keluarga. Reaksi sirkular sekunder, atau pengulangan dari suatu tindakan yang
melibatkan objek eksternal mulai misalnya, memindahkan saklar untuk menyalakan lampu
berulang-ulang. Pembedaan antara cara dan tujuan juga terjadi. Ini mungkin salah satu yang
paling penting pada tahap-tahap pertumbuhan anak karena menandakan fajar logika. Dan anak
mencari objek yang hilang.
Koordinasi tahap reaksi sirkular sekunder 8-12 bulan
“Koordinasi visi dan sentuhan – koordinasi tangan-mata; koordinasi skema dan niat.” Tahap ini
terutama terkait dengan perkembangan logika dan koordinasi antara sarana dan tujuan. Ini adalah
sangat penting pada tahap perkembangan, Piaget memegang apa yang disebutnya “tepat pertama
kecerdasan.” Selain itu, tahap ini menandai awal orientasi tujuan, perencanaan yang disengaja
dan langkah-langkah untuk memenuhi suatu tujuan. Anak mulai menggunakan tanda untuk
mengantisipasi kejadian, mengenali objek dan orang yang sudah dikenal dan mencari objek yang
di sembunyikan.
reaksi sirkular tersier, kebaruan, dan rasa ingin tahu 12-18 bulan “Bayi menjadi tergelitik oleh
banyak sifat-sifat benda dan oleh banyak hal yang mereka dapat membuat terjadi pada objek;
mereka bereksperimen dengan perilaku baru.” Tahap ini berhubungan terutama dengan
penemuan cara-cara baru untuk memenuhi tujuan menggunakan trial and error. Piaget
menjelaskan anak pada saat ini sebagai “ilmuwan muda,” melakukan pseudo-eksperimen untuk
menemukan metode baru menghadapi tantangan. Mencari objek yang disembunyikan dan
meniru tindakan orang lain.
internalisasi Skema 18-24 bulan “Bayi mengembangkan kemampuan untuk menggunakan
simbol-simbol dan bentuk primitif bertahan lama mental.” Tahap ini berhubungan terutama
dengan awal pemahaman, atau kreativitas. Mengembangkan kemampuan menirukan,
mengembangkan citra mental untuk menyelesaikan masalah, mengantisipasi konsekuensi,
menngetahui objek tetap ada setelah objek hilang dari pandangan.

Pada akhir dari periode sensorimotor, objek keduanya terpisah dari diri dan permanen. Objek
keabadian adalah pemahaman bahwa benda tetap ada bahkan ketika mereka tidak dapat dilihat,
didengar, atau disentuh. Mendapatkan pengertian objek permanen adalah salah satu prestasi bayi
yang paling penting, menurut Piaget.”

2) Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)


Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu
model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
Piaget juga mengatakan bahawa proses perkembangan kognitif kanak-kanak menjadi lebih
sempurna menerusi “tiga kebolehan azas” yang berlaku yaitu :
1. Perkembangan kebolehan mental kanak-kanak untuk melakukan tingkah laku yang ketara
seperti kebolehan mengira.
2. Melalui latihan yang diulang-ulang, rangkaian tingkah laku yang dikukuhkan dan
digeneralisasikan sehingga menjadi skema tingkah laku yang stabil.
3. Hal-hal umum yang betul-betul difahami oleh individu bagi mewujudkan sesuatu pengukuhan
tingkah laku.
Selain itu, Piaget juga mengatakan bahwa operasi yang berlaku mesti berasaskan pada tiga
fenomena mental yang penting yaitu pengamatan, ingatan dan bayangan. Pengamatan merupakan
suatu proses dimana kanak-kanak memberikan sepenuh perhatian terhadap sesuatu yang dilihat.
Sementara, ingatan pula ialah satu proses pembinaan, pengumpulan dan pengambilan kembali
memori mengenai peristiwa lalu. Sedangkan, bayangan merupakan satu proses yang
menyebabkan sensasi yang statik, yang mana pandangan dan pendengaran selalu dikumpulkan di
bagian mental.
Yang sebelum operasi tahap kedua dari empat tahap perkembangan kognitif. Dengan mengamati
urutan permainan, Piaget mampu menunjukkan bahwa menjelang akhir tahun kedua, yang secara
kualitatif jenis baru dari fungsi psikologis terjadi.
(Pre) Operatory Pikiran adalah setiap prosedur untuk bekerja pada objek mental. Ciri dari
tahapan yang jarang dan secara logika tidak memadai operasi mental. Selama tahap ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambar, kata, dan gambar. Si anak
mampu membentuk konsep-konsep yang stabil serta penalaran mental dan keyakinan magis.
Namun anak masih belum mampu melakukan operasi; tugas yang si anak dapat melakukan
mental daripada fisik. Berpikir anak masih egosentris: anak kesulitan mengambil sudut pandang
orang lain. Dua substages dapat dibentuk dari pikiran sebelum operasi.

a. The Symbolic Fungsi Substage


Terjadi antara rentang usia 2 dan 4. Si anak mampu merumuskan desain benda-benda yang tidak
hadir. Contoh lain dari bahasa kemampuan mental dan berpura-pura bermain. Walaupun ada
kemajuan, masih ada keterbatasan seperti egocentrism dan animisme. Egocentrism terjadi ketika
seorang anak tidak mampu membedakan antara perspektif mereka sendiri dan orang lain. Anak-
anak cenderung memilih pandangan mereka sendiri apa yang mereka lihat daripada tampilan
sebenarnya ditampilkan ke orang lain. Salah satu contoh adalah eksperimen dilakukan oleh
Piaget dan barbel Inhelder. Tiga dilihat dari sebuah gunung yang ditampilkan dan si anak
diminta apa boneka keliling akan melihat pada berbagai sudut; anak mengambil pandangan
mereka sendiri dibandingkan dengan pandangan aktual boneka. Animisme adalah kepercayaan
bahwa benda-benda mati mampu bertindak seperti manusia hidup dan memiliki kualitas.
Contohnya adalah seorang anak percaya bahwa trotoar gila dan membuat mereka jatuh bawah.

b. Pikiran yang intuitif Substage


Terjadi antara tentang usia 4 dan 7. Anak-anak cenderung menjadi sangat ingin tahu dan
mengajukan banyak pertanyaan; mulai menggunakan penalaran primitif. Ada kemunculan untuk
kepentingan penalaran dan ingin tahu mengapa hal-hal terjadi. Piaget menyebutnya intuitif
substage karena anak-anak menyadari bahwa mereka memiliki sejumlah besar pengetahuan
tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana mereka tahu itu. Centration dan konservasi keduanya
terlibat dalam berpikir sebelum operasi. Centration adalah tindakan memusatkan seluruh
perhatian pada satu karakteristik dibandingkan dengan yang lain. Centration adalah
memperhatikan konservasi; kesadaran bahwa mengubah penampilan suatu zat tidak merubah
sifat dasar. Anak-anak pada tahap ini tidak menyadari konservasi. Dalam penelitian Piaget,
seorang anak dihadapkan dengan dua gelas berisi jumlah cairan yang sama. Si anak biasanya
mencatat bahwa gelas memiliki jumlah cairan yang sama. Ketika salah satu dari gelas dituangkan
ke dalam kontainer yang lebih tinggi dan kurus, anak-anak yang biasanya lebih muda dari 7 atau
8 tahun mengatakan bahwa sekarang dua gelas berisi jumlah cairan yang berbeda. Si anak hanya
berfokus pada tinggi dan lebar wadah dibandingkan dengan konsep umum. Piaget percaya bahwa
jika seorang anak gagal dalam tugas konservasi-of-cair, itu merupakan tanda bahwa mereka
berada pada tahapan perkembangan kognitif. Anak juga gagal untuk menunjukkan konservasi
angka, materi, panjang, volume, dan luas. Contoh lain adalah ketika seorang anak melihat 7
anjing dan 3 kucing di layar dan bertanya apakah ada lebih anjing daripada kucing? Anak akan
merespons secara positif. Namun ketika ditanya apakah ada lebih anjing daripada hewan, anak
akan kembali merespon positif. Seperti kesalahan mendasar dalam logika menunjukkan transisi
antara intuitif dalam memecahkan masalah dan penalaran logis sejati diperoleh di tahun-tahun
berikutnya ketika anak tumbuh.
Piaget menganggap bahwa anak-anak terutama belajar melalui imitasi dan bermain selama dua
tahap pertama ini, ketika mereka membangun gambar simbolis melalui kegiatan diinternalisasi.
Studi telah dilakukan di antara negara-negara lain untuk mencari tahu apakah teori Piaget
bersifat universal. Psikolog Patricia Greenfield melakukan percobaan tugas serupa dengan
Piaget’s beaker di negara Afrika Barat Senegal. Hasilnya menyatakan bahwa hanya 50 persen
anak dari 10-13 tahun memahami konsep konservasi. Pusat kebudayaan lainnya seperti Australia
dan New Guinea memiliki hasil yang sama. Jika orang dewasa tidak mendapatkan konsep ini,
mereka tidak akan dapat memahami sudut pandang lain orang. Mungkin ada perbedaan dalam
komunikasi antara eksperimen dan anak-anak yang mungkin telah mengubah hasil. Ia juga telah
menemukan bahwa jika konservasi tidak secara luas di negara tertentu, konsep dapat diajarkan
kepada anak dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman anak. Oleh karena itu, diketahui
bahwa terdapat perbedaan umur yang berbeda dalam mencapai pemahaman tentang konservasi
didasarkan pada sejauh mana budaya mengajarkan tugas-tugas ini.

3) Periode konkret (7,0-11,0 tahun)


Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi didominasi
oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
Tahap operasional konkrit adalah yang ketiga dari empat tahap perkembangan kognitif dalam
teori Piaget. Tahap ini, yang mengikuti tahap praoperasional, terjadi antara usia 7 dan 11 tahun
dan ditandai oleh penggunaan yang sesuai logika. Proses penting selama tahap ini adalah:
a. Pengurutan; kemampuan untuk menyortir benda-benda dalam urutan sesuai dengan ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Sebagai contoh, bila diberi benda berbeda ukuran mereka mungkin
membuat warna gradien.
b. Transitivitas; Kemampuan untuk mengenali hubungan logis di antara unsur-unsur dalam
urutan serial, dan melakukan ‘transitif kesimpulan’ (misalnya, Jika A lebih tinggi daripada B,
dan B lebih tinggi daripada C, maka A harus lebih tinggi dari C).
c. Klasifikasi; kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukuran atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan lain.
d. Decentering; anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk
bisa memecahkannya. Misalnya, anak tidak akan lagi menganggap luar biasa cangkir lebar tapi
pendek untuk mengandung kurang dari normal-lebar, tinggi cangkir.
e. Kedapatbalikan; anak memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian
kembali ke keadaan awal. Untuk alasan ini, seorang anak akan dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4+4 sama dengan t, t-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
f. Konservasi; memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau item.
g. Penghapusan Egocentrism; kemampuan untuk melihat sesuatu dari perspektif lain (bahkan jika
mereka berpikir salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik seorang anak di mana Jane meletakkan
boneka di bawah kotak, meninggalkan ruangan, dan kemudian Melissa menggerakkan boneka ke
laci, dan Jane kembali. Seorang anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Jane
akan tetap berpikir itu di bawah kotak meskipun anak tahu itu adalah di dalam laci. Anak-anak di
tahap ini bisa, bagaimanapun, hanya memecahkan masalah-masalah yang berlaku untuk obyek
atau peristiwa aktual, dan bukan konsep-konsep abstrak atau hipotetis tugas.
h. Reversibilitas; anak berfikir bahwa adonan pipih bisa dibentuk kembali menjadi bola
i. Anak mengembangkan empati atas posisi atau kedudukan orang lain. Kemampuan dalam
konsentrasi, perhatian dan memori lebih besar.

4) Periode operasi formal (11,0-dewasa)


Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja
mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat
menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain.
Menurut Surya (2003), perkembangan kognitif pada peringkat ini merupakan ciri perkembangan
remaja dan dewasa yang menuju ke arah proses berfikir dalam peringkat yang lebih tinggi.
Peringkat berfikir ini sangat diperlukan dalam pemecahan masalah. Proses pembelajaran akan
berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaklah
banyak diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fizikal, yang disokong
dengan interaksi sesama rekan sebaya.
Selain itu anak juga mampu berfikir abstrak. Dapat menggeneralisasikan pemikiran, membuat
kesimpulan dan menggunakan penalaran obyektif. Mampu berfikir fleksibel dan kreatif. Serta
mengembangkan tingkat empati dan idealisme yang lebih tinggi.
Dalam Al-Qur’an pencapaian kematangan intelektual seseorang dinyatakan berkembang
bersamaan dengan kematangan organ seksualnya. Hal ini dinyatakan dalam surat An-Nisa’ yang
artinya:
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin: jika menurut pendapatmu
mereka telah cerdas, maka serahkanlah harta mereka harta-hartanya; dan janganlah kamu
memakan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah) kamu tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa…. (Q.S An-Nisa’: 6)
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek besar yang ada hubungannya dengan perkembangan
kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembangan dari susunan syaraf. Pada aspek ini
penalaran orang dewasa semakain berkembang, karena mereka lebih berpengalaman dan banyak
belajar. Mereka dapat berpikir tentang sesuatu melalui proses berpikir logis dan abstraksi yang
lebih kaya. Dengan meningkatnya usia, seseorang menjadi lebih memahami berbagai konsep
abstrak, seperti keadilan, kebenaran dan hak asasi. Mereka juga telah dapat menimba
pengalaman dari berbagai konflik yang terjadi sebelumnya karena terjadinya individuasi selama
masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-
stimulus dalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi sosial, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu sistem pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan
peranan pendewasaan, pengalaman fisis, dan interaksi sosial.

3. IMPLIKASI TEORI PIAGET DALAM PENDIDIKAN


Jika ada kurikulum yang menekankan pada filosofi pendidikan yang berorientasi pada
pembelajar (murid) sebagai pusat, learner-centered, maka model kurikulum seperti itulah yang
diinspirasi dari pandangan Piaget. Sedangkan, beberapa metode pengajaran yang diterapkan pada
kebanyakan sekolah di Amerika waktu itu seperti metode ceramah, demonstrasi, presentasi audi-
visual, pengajaran dengan menggunakan mesin dan peralatan, pembelajaran terprogram,
bukanlah merupakan metode yang dikembangkan oleh Piaget. Piaget mengembangkan model
pembelajaran discovery yang aktif dalam lingkungan kelas. Inteligensi tumbuh dan berkembang
melalui dua proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, pengalaman harus direncanakan
untuk membuka kesempatan untuk melakukan asimilasi dan akomodasi.
Anak-anak harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk untuk mencari, memanipulasi,
melakukan percobaan, bertanya, dan mencari jawaban sendiri terhadap berbagai pertanyaan yang
muncul. Namun demikian, bukan berarti pembelajar dapat melakukan apa saja yang mereka
inginkan. Kalau demikian halnya, apa peranan guru dalam ruangan kelas? Guru seharusnya
mampu mengukur kemampuan, kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki siswa. Pembelajaran
harus dirancang untuk menfasilitasi perbedaan siswa dan dapat memberikan kesempatan yang
luas untuk membangun komunikasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya, untuk berdebat,
dan saling menyanggah terhadap isu-isu aktual yang diberikan kepada siswa. Keberadaan guru
harus mampu menjadi fasilitator pengetahuan, mampu memberikan semangat belajar, membina,
dan mengarahkan siswa.
Seharusnya tidak menekankan kepada benar-salah, melainkan bagaimana menfasilitasi siswa
agar dapat mengambil pelajaran dari kesalahan yang diperbuat. Pembelajaran harus lebih
bermakna dengan memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada
harus mendengarkan lebih banyak dari hasil ceramah dari guru. Guru harus mampu
menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari
pengetahuan baru. Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan
bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus
menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti
jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan
kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki
keyakinan bahwa siswa akan mampu belajar sendiri.
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat
hubungannya dengan belajar, sehingga perkembangan intelektual ini dapat dijadikan landasan
untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat adanya
pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar didasari atas 4
konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar
itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif
menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram berikut :

Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki pengalaman
yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan
seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan)
pada pikiran anak terjadi pemilahan melalui memorinya. Dalam memori anak terdapat 2
kemungkinan yang dapat terjadi yaitu :
1. Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada dalam pikiran
anak
2. Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada dalam
pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian assimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap skema
yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam
skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti
keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan tidak seimbang ini
anak mempunyai 2 pilihan :
a. Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan tidak
berbuat apa-apa (jalan buntu)
b. Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik maupun
mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari
tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
Walaupun pada mulanya, Piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun, hampir semua
remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan
membuktikan bahwa banyak siswa SMU bahkan sebagian orang dewasa sekali pun tidak
memiliki kemampuan berpikir dalam tingkat ini.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran, teori ini berpedoman kepada kegiatan pembelajaran
yang mesti melibatkan siswa. Menurut teori ini, pengetahuan tidak hanya sekadar dipindahkan
secara lisan, tetapi mesti dikonstruksi semua siswa. Sebagai realisasi teori ini, maka dalam
kegiatan pembelajaran siswa, ia mestilah bersifat aktif. Pembelajaran koperatif adalah sebuah
model pembelajaran aktif dan bekerjasama. Pada masa ini, siswa telah menyesuaikan diri dengan
realitas konkrit dan harus berpengetahuan. Oleh sebab itu, dalam usaha meningkatkan kualitas
kognitif siswa, guru dalam melaksanakan pembelajaran mesti lebih ditujukan pada kegiatan
pemecahan masalah atau latihan meneliti dan menemukan (Semiawan 1990). Selanjutnya,
diungkap pembelajaran koperatif bahwa pembentukan mind dengan pengetahuan hafalan dan
latihan (drill) yang berlebihan, selain tidak mewujudkan peningkatan perkembangan kognitif
yang optimal.

a. PENDAPAT PIAGET TENTANG PENDIDIKAN


Menurut Piaget, pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar.
Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki kognitif yang sama,
tetapi adalah mungkin bagi mereka memiliki sturktur kognitif yang berbeda dan karenanya
membutuhkan materi belajar yang berbeda pula. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa
diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak. Jika di sisi lain,
materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar
tejadi, materi perlu sebagian sudah sebagian diketahui dan sebagian belum. Bagian yang sudah
diketahui akan diasimilasi, dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi
dalam struktu kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan
belajar.
Jadi, menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi
si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan
intelektual. Untuk menciptakan pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur kognitif
siswa. Piaget (kaum kognitif) dan kaum behaviorisme, menyimpulkan bahwa pendidikan harus
diindividualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan
untuk mengasimilasi dan bervariasi dari anak ke anak yang lain dan bahwa materi pendidikan
harus disesuaikan dengan struktur kognitif anak. Behavioris mendapatkan kesimpulan dengan
menyadari bahwa penguatan haruslah kontingen (bergantung) pada perilaku yang tepat, dan
penyaluran penguat yang tetap membutuhkan hubungan tatap muka antara satu guru dengan satu
murid atau antara murid dan materi pendidikan.

b. Kondisi optimal untuk belajar


Jika sesuatu tak bisa diasimilasikan ke dalam struktur kognitif organisme, ia tak dapat bertindak
sebagai stimulus biologi. Sehingga struktur kognitif menciptakan lingkungan fisik (jasmani).
Saat struktur kognitif semakin meluas, lingkungan fisik teratikulasikan dengan lebih baik.
Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif organisme sehingga tidak bisa
diakomodasi, tidak akan terjadi belajar. Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan
sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam sturtuk kognitif tersebut. Jika informasi
tidak dapat diasimilasikan, maka ia tak bisa dipahami. Tapi jika sesuatu sudah dipahami dengan
sempurna, tidak diperlukan proses belajar.
Dalam teori Piaget asimilasi dan pemahaman mempunyai pengertian yang serupa. Sehingga
Dollard dan Miller mengistilahkannya sebagai “dilema belajar”, yang menunjukkan semua
proses belajar bergantung pada kegagalan. Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya
untuk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi, atau proses belajar
baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu perkembangan kognitif. Sekali lagi,
pertumbuhan akan terjadi jika hanya asimilasi terjadi.
Piaget mendukung hubungan tatap muka (satu-satu) antara guru dan murid dalam pembelajaran.
Dengan alasan seseorang harus menentukan jenis struktur kognitif apa yang tersedia bagi
individu dan pelan-pelan mengubah struktur ini sedikit demi sedikit.
Piaget sering dianggap nativis yang percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi sebagai
hasil dari kematangan biologis, namun anggapan ini tak sepenuhnya benar. Ia percaya bahwa
pendewasaan hanya menyediakan kerangka untuk perkembangan intelektual. Selain itu, ada pula
pengalaman fisik maupun sosial yang sangat penting bagi perkembangan mental.
Pada tahun 1958 Piaget dan Inhelder mengemukakan “pendewasaan sistem syaraf tak bisa
melakukan lebih dari penentuan totalitas kemungkinan dan kemustahilan pada tahap tertentu.
Lingkungan sosial tertentu jelas tidak bisa diabaikan agar kemungkinan-kemungkinan dapat
direalisasikan. Realisasi ini dapat dipercepat atau diperlambat oleh fungsi kultural dan kondisi
pendidikan”.
Piaget juga mengatakan “manusia sejak lahir sudah berada dalam lingkungan fisik dan sosial
yang mempengaruhinya. Masyarakat dalam pengertian lebih dari sekedar lingkungan fisik dan
lingkungan sosial bisa mengubah struktur dasar individu, sebab ia bukan hanya individu untuk
mengenali fakta, tapi juga memberinya sistem tanda yang sudah siap, yang akan memodifikasi
pemikirannya, lingkungan sosial akan memberinya nilai-nilai baru dan menetapkan serangkaian
kewajiban kepadanya”.
Pada tahun 1979 Ginsburg dan Opper meringkas pendapat piaget bahwa perkembangan kognitif
yang dipengaruhi oleh warisan bawaan, sebagai berikut:
a. Struktur fisik bawaan (sistem syaraf) membatasi fungsi intelektual
b. Reaksi behaviorial bawaan (refleks) mempengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun
setelah itu dimodifikasi besar-besaran setelah bayi berinteraksi dengan lingkungannya
c. Pendewasaan struktur fisik mungkin memiliki korelasi psikologis (ketika otak menjadi matang
sampai titik dimana perkembangan bahasa dimungkinkan). Dan seperti yang kita ketahui bahwa
equilibrasi atau tendensi mencari harmoni antara diri dengan lingkungan, juga merupakan
bawaan.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya
dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.

c. Kontribusi teori Piaget dalam belajar


Berbeda dengan teori belajar lain seperti yang telah kita pelajari, Piaget tidak mudah
dikategorikan sebagai teoritisi penguatan, atau teoretisi kontinguitas. Seperti para periset lainnya
yang secara longgar disebut sebagai aliran kognitif, dia mengasumsikan bahwa belajar terjadi
kurang lebih secara kontinu dan belajar melibatkan akuisi informasi dan representasi kognitif
dari informasi itu. Kontribusi unik Piaget dalam perspektif umum ini adalah ia telah
mengidentifikasi aspek kualitatif dalam belajar. Secara spesifik, aspek asimilasi dan
akomodasinya mengidentifikasi dua tipe pengalaman belajar. Keduanya adalah proses belajar,
keduanya melibatkan akuisi dan penyimpanan informasi. Namun asimilasi adalah jenis belajar
yang statis, dibatasi oleh struktur kognitif yang ada; akomodasi adalah proses pertumbuhan
progresif dari struktur kognitif yang mengubah karakter dari semua proses belajar selanjutnya.

d. Cara anak belajar


Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, pemahaman anak tentang objek melalui
asimilasi dan akomodasi. Jika kedua proses tersebut terjadi terus menerus, membuat pengetahuan
lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak
dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal
tersebut, maka perilaku belajar anak dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar
terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya.
Anak sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Konkrit mengandung makna proses
belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan
diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan
bernilai, sebab anak dihadapkan pada peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang
alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggung jawabkan.
Pada renang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajara sebagai berikut:
1. Mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lan secara
reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2. Mulai berpikir secara operasional.
3. Menggunakan cara berpiki operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah secara
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab-akibat.
5. Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas dan berat.

e. Dampak Belajar
Kurikulum-pendidik harus merencanakan kurikulum sesuai dengan tahapan perkembangan yang
meningkatkan pertumbuhan logis dan konseptual siswa.
Instruksi-Guru harus menekankan peran penting bahwa siswa belajar dengan pengalaman atau
interaksi dengan lingkungan sekitarnya (bermain). Sebagai contoh, instruktur harus
mempertimbangkan peran konsep dasar, seperti obyek permanen, bermain dalam membentuk
struktur kognitif.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah:
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi
dengan teman-temanya.
Menurut Slavin (dalam Nur :1998 : 27) implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut :
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di
samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga
sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan
keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget, penyajian materi jadi (ready
made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri
melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti
orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama
namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
Dari uraian tersebut pembelajaran menurut konstruktivis dilakukan dengan memusatkan
perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya perbedaan
individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat dipegaruhi oleh perkembangan intelektual
anak.

f. Langkah-langkah dalam pembelajaran menurut Piaget


Penetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya.
Pengetahuan yang dibangun ada tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, logika-matematika dan
sosial.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase, yaitu fase eksplorasi (siswa mempelajari gejala dengan
bimbingan), pengenalan konsep (siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala),
dan fase aplikasi konsep (siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut).
Empat langkah pembelajaran:
1. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri dengan dibimbing dengan beberapa
pertanyaan:
a) Pokok bahasan apakah yang cocok untuk eksperimentasi?
b) Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok?
c) Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi secara fisik sebelum secara
verbal?
2. Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut yang dibimbing dengan
pertanyaan:
a) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan eksperimen?
b) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa?
c) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?
d) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang dapat dipecahkan atasa dasar
pengisyaratan perseptual?
e) Apakah kegiatan itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?
f) Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari?
3. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk memberikan pertanyaan yang menunjang
proses pemecahan masalah, yang dibimbing dengan pertanyaan:
a) Pertanyaan lanjut yang memancing berfikir seperti “bagaimana jika”?
b) Membandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?
4. Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi, yang
dibimbing dengan pertanyaan:
a) Segi apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siawa yang besar?
b) Segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah alternatifnya?
c) Apakah aktivitas itu memberikan peluang untuk memberikan siasat baru dipelajaruntuk
penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
d) Apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal untuk pembelajaran lebih lanjut?
Secara singkat Piaget menyarankan agar pembelajaran, guru memilih masalah yang beciri
kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.

g. Peran Latihan dan Pengalaman


Menurut Piaget, perkembangan kognitif bukan hanya sekedar kematangan pemikiran seseorang
adalah “latihan dan pengalaman”.
Latihan berpikir, merumuskan masalah, dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan
membantu seseorang dalam mengembangkan pemikirannya dan inteligensinya. Semakin banyak
dan sering seorang anak dalam memecahkan masalah matematika, ia akan semakin mengerti dan
mengembangkan cara berpikirnya. Piaget membedakan dua macam pengalaman:
1. Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk
mengabstraksi sifat-sifatnya. Misalnya, pengalaman melihat dan mengamati akan mampu
mengabstraksikan sifat-sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran itu tentang
anjing.
2. Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat
tindakan-tindakan terhadap objek tersebut. Misalnya, pengalaman penjumlahan atau
pengurangan benda akan membantu pemikiran akan operasi pada benda itu.
Dalam pengalaman ini, bukan sifat-sifat objeknya yang diambil, melainkan sifat-sifat objeknya
terhadap tindakan terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu Piaget menekankan bahwa dalam
proses belajar penekanan terbesar adalah lebih kepada siswa. Menurut Piaget, pengetahuan itu
dibentuk sendirinya oleh murid dalam berhadapan dengan lingkungan atau objek yang sedang
dipelajarinya. Kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang
sangat penting dalam sistem Piaget ini. Proses belajar harus dapat membantu dan memungkinkan
murid mengkonstruksi pengetahuannya. Oleh sebab itu kegiatan belajar harus memungkinkan
murid mengalami berbagai pengalaman itu dan bertindak terhadap pengalaman-pengalaman
tersebut.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Teori Piaget mengenai perkembangan kognitif mendefinisikan kembali intelegensi, pengetahuan,
dan hubungan dengan lingkungannya.
Perkembangan kognitif mempunyai 4 aspek yaitu kematangan, pengalaman, interaksi social, dan
ekuilibrasi.
Menurut Piaget setiap organisme hidup cenderung untuk melakukan adaptasi dan organisasi.
Dalam proses adaptasi dan organisasi terdapat 4 konsep dasar yaitu skema, asimilasi, akomodasi,
dan ekuilibrasi.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan organisme untuk mengadaptasi diri terhadap
lingkungannya dan menata lingkungan itu secara intelektual.
Asimilasi adalah proses yang digunakan seseorang untuk mengintegrasikan bahan persepsi baru
atau stimulus baru ke dalam skemata atau pola perilaku yang sudah ada.
implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di
samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga
sampai pada jawaban tersebut.
b. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan
keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget, penyajian materi jadi (ready
made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri
melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
c. Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti
orang dewasa dalam pemikirannya.
d. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama
namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.

http://teoripiaget.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai