Anda di halaman 1dari 11

Sesak napas atau napas pendek merupakan suatu keluhan yang menunjukkan ada gangguan

atau penyakit kardiorespirasi. Foktor-faktor yang dapat menimbulkan keluhan sesak napas,
secara umum dikelompokkan seperti di bawah ini:

1. Faktor psikis.
2. Faktor peningkatan kerja pernapasan.

2.1    Peningkatan vertilasi.

2.1.1    Latihan jasmani (exercise).

2.1.2    Hiperkapnia.

2.1.3    Hipoksia hipoksik.

2.1.4    Asidosis metabolic.

2.2 Sifat fisik yang berubah.

2.2.1    Tahanan elastis paru meningkat misalnya pada pneumonia, atelektasis, kongesti,
pneumotoraks dan efusi pleura.

2.2.2    Tahanan elastis dinding toraks meningkat, misalnya pada obesitas dan kifoskoliosis.

2.2.3    Peningkatan tahanan bronkial selain dari tahanan elastis. Dapat dijumpai pada
penyakit emfisema, bronkitis dan asma bronkial.

3.   Otot pernapasan yang abnormal.

3.1 Penyakit otot.

3.1.1    Kelemahan otot, misalnya pada miastenia grafis dan tiroktosikosis.

3.1.2    Kelumpuhan otot, misalnya pada penyakit poliomielitis dan sindrom guillain barre.

3.1.3    Otot yang mengalami distrofi.

3.2 Fungsi mekanis otot berkurang.

3.2.1    Fungsi mekanis berkurang pada fase inspirasi, misalnya pada emfisema.

3.2.2    Fungsi mekanis otot berkurang pada fase ekspirasi, misalnya pada penderita obesitas.

Faktor Psikis

Keadaan emosi tertentu; menangis terisak-isak, tertawa terbahak-bahak, mengeluh dengan


menarik napas panjang dan merintih atau mengerang karena sesuatu penyakit. Semua ini
dapat mempengaruhi irama pernapasan. Perubahan emosi yang sering menimbulkan keluhan
sesak napas ialah rasa takut, kagum atau berteriak yang disertai rasa gembira. Sesak napas
yang disebabkan oleh foktor psikis seperti emosi, sering timbul pada waktu istirahat,
sedangkan sesak napas yang mempunyai latar belakang penyakit paru obstruktif  menahun
sering dijumpai pada waktu penderita melakukan aktifitas.

Sesak napas yang berhubungan dengan faktor emosi, terjadi melalui mekanisme
hiperventilasi. Dalam penelitian Dudley ditemukan bahwa pengaruh emosi seperti depresi,
kecemasan dapat menimbulkan sensasi sesak napas melalui mekanisme hiperventilasi. Kedua
mekanisme tersebut yang sama-sama dapat dipakai oleh faktor psikis dalam menampilkan
sensasi sesak napas, mungkin dapat dipergunakan sebagai suatu bukti bahwa foktor emosi
khusus berperan atau tidak. Kesukaran bernapas yang timbul, semata-mata hanyalah
merupakan reaksi somatik yang bersifat individu terhadap pengaruh emosi tadi.

Faktor Peningkatan Kerja Pernapasan

Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan saluran
napas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan
perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal ini
berakibat kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas. Mekanisme sesak
napas seperti yang dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua teori yaitu pertama, teori
kerja pernapasan dari Marshall yang menekankan pada peningkatan energi jika kerja
pernapasan bertambah dan selanjutnya menyebabkan sesak napas dan kedua, teori oxygen
cost of breathing yang dikemukakan oleh Harrison pada tahun 1950. menurut Harrison,
gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa penyakit paru akan
meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi pemasokan energi aliran darah dengan
akibat terjadi penumpukan bahan-bahan metabolik. Bahan metabolik merangsang reseptor
sensoris yang terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak napas.

Otot Pernapasan yang Abnormal

Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan kelumpuhan.monod


Scherrer melakukan penelitian pada otot diagfragma yang mengalami kelelahan. Simpulnya,
bahwa kelelahan yang terjadi dan berkembang pada otot tergantung dari jumlah energi yang
tersimpan di dalam otot serta kecepatan pemasokan energi, pemakaian otot yang tepat guna,
serta kecepatan kerja otot. Otot-otot yang lelah ini tidak mampu memenuhi kebutuhan
ventilasi dalam jangka panjang, akibatnya timbul sesak napas. Kelemahan dan kelumpuhan
seperti yang terjadi pada penyakit miastenia gravis, tirotoksikosis, poliomelitis dan sindroma
guillain barre dapat menyebabkan sesak napas.

Dahulu mekanisme yang dapat menimbulkan sesak napas ini diduga melalui hipoksia dan
hiperkapnia yang terjadi sebagai akibat dinding toraks dan paru tidak dapat mengenbang
maupun mengepis dengan baik. Hal ini disebabkan otot-otot diagfragma dan otot-otot
interkostalis mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi penelitian Patterson dan kawan-
kawan (1962) menunjukkan bahwa sensasi sesak napas telah timbul pada  lebih dari 20
mmHg, malahan Noble (1970) pada penderita poliomelitis yang memakai ventilator, sensasi
sesak napas tidak terjadi walaupun  telah dinaikkan dari 36 hingga 64 mmHg.

Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang dengan cara yang
sama oleh Godfrey & Cambell membuktikan bahwa perasaan tidak menyenangkan sewaktu
bernapas akan bertambah sesuai dengan lama menahan napas serta perubahan  dan  yang
terjadi. Dengan kata lain, hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasi
sesak napas. Jadi, rangsang terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer akan
meningkatkan aktivitas eferen neuron medula. Aktivitas ini akan diteruskan ke pusat yang
lebih tinggi sehingga menimbulkan sensasi sesak napas. Karena itu mereka menyimpulkan
bahwa perubahan oksigenasi,  dan konsentrasi ion H sendiri tidak langsung menyebabkan
sensasi sesak napas.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi sesak napas akut dapat dibagi sebagai berikut:

1. Oksigenasi jaringan menurun.


2. Kebutuhan oksigen meningkat.
3. kerja pernapasan meningkat.
4. Rangsang pada sistem saraf pusat.
5. Penyakit neuromuskuler.

Oksigenasi Jaringan Menurun

Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen
ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan meningkatkan sesak
napas. Karena transportasi oksigentergantung dari sirkulasi darah dan kadar hemoglobin,
maka beberapa keadaan seperti perdarahan, animea (hemolisis), perubahan hemoglobin
(sulfhemoglobin, methemoglobin, karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.

Penyakit perenkim paru yang menimbulkan intrapulmonal shunt, gangguan ventilasi juga
mengakibatkan sesak napas. Jadi, sesak napas dapat disebabkan penyakit-penyakit asma
bronkial, bronkitis dan kelompok penyakit pembulu darah paru seperti emboli, veskulitis dan
hipertensi pulmonal primer.

Kebutuhan Oksigen Meningkat

Penyakit atau keadaan yang sekonyong-konyong meningkat kebutuhan oksigen akan


memberi sensasi sesak napas. Misalnya, infeksi akut akan membutuhkan oksigen lebih
banyak karena peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena bahan pirogen atau
rangsang pada saraf sentral yang menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dan akhirnya
menimbulkan sesak napas. Begitupun dengan penyakit tirotoksikosis, basal metabolic rate
meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga meningkat. Aktivitas jasmani juga
membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga menimbulkan sesak napas.

Kerja Pernapasan Meningkat

Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan elastisitas paru
berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran napas seperti asma
bronkial, bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi paru menurun. Untuk
mengimbangi keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga tetap dapat dipenuhi, otot
pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan perkataan lain kerja pernapasan
ditingkatkan. Keadaan ini menimbulkan metabolisme bertambah dan akhirnya metabolit-
metabolit yang berada di dalam aliran darah juga meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam
laktat dan asam piruvat ini akan merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang
meningkat pada obesitas juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat.
Rangsang Pada Sistem Saraf Pusat

Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat menimbulkan serangan sesak napas secara
tiba-tiba. Bagaimana terjadinya serangan ini, sampai sekarang belum jelas, seperti pada
meningitis, cerebrovascular accident dan lain-lain. Hiperventilasi idiopatik juga dijumpai,
walaupun mekanismenya belum jelas.

Penyakit Neuromuskuler

Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan terutama
jika penyakit tadi mengenai diagfragma, seperti miastenia gravis dan amiotropik leteral
sklerosis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak napas karena penyakit
neuromuskuler ini sampai sekarang belum jelas.

KLASIFIKASI SESAK NAPAS

Sesuai dengan berat ringannya keluhan, sesak napas dapat dibagi menjadi lima tingkat
dengan penjelasan sebagai berikut:

Sesak Napas Tingkat I

Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas
akan terjadi bila penderita melakukan aktivitas jasmani lebih berat dari pada biasanya. Pada
tahap ini, penderita dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dengan baik.

Sesak Napas Tingkat II

Sesak napas tidak terjadi bila melakukan aktivitas penting atau aktivitas yang biasa dilakukan
pada kehidupan sehari-hari. Sesak baru timbul bila melakukan aktivitas yang lebih berat.
Pada waktu naik tangga atau mendaki, sesak napas mulai terasa, tetapi bila berjalan di jalan
yang datar tidak sesak. Sebaiknya penderita bekerja pada kantor/tempat yang tidak
memerlukan tenaga lebih banyak atau pada pekerjaan yang tidak berpindah-pindah.

Sesak Napas Tingkat III

Sesak napas sudah terjadi bila penderita melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mandi atau
berpakaian, tetapi penderita masih dapat melakukan tanpa bantuan orang lain. Sesak napas
tidak timbul di saat penderita sedang istirahat. Penderita juga masih mampu berjalan-jalan di
daerah sekitar, walaupun kemampuannya tidak sebaik orang-orang sehat seumurnya. Lebih
baik penderita tidak dipekerjakan lagi, mengingat penyakit cukup berat.

Sesak Napas Tingkat IV

Penderita sudah sesak pada waktu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari seperti mandi,
berpakaian dan lain-lain sehingga tergantung pada orang lain pada waktu melakukan kegiatan
sehari-hari. Sesak napas belum tampak waktu penderita istirahat, tetapi sesak napas sudah
mulai timbul bila penderita melakukan pekerjaan ringan sehingga pada waktu mendaki atau
berjalan-jalan sedikit, penderita terpaksa berhinti untuk istirahat sebentar. Pekerjaan sehari-
hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa.
Sesak Napas Tingkat V

Penderita harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas sehari-hari yang pernah
dilakukan secara rutin.

Keterbatasan ini menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat tidur atau hanya
duduk di kursi. Untuk memenuhi segala kebutuhannya, penderita sangat tergantung pada
bantuan orang lain.

DIAGNOSIS

Pendekatan diagnosis sesak napas dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Melakukan pendekatan dengan sistem organ


2. Melakukan pendekatan sistematik, atas dasar sesak napas akut atau kronis.

1.   Pendekatan Sistem Organ

1.1    Penyebab sesak napas yang berasal dari jantung, antara lain:

1.1.1    Kegagalan ventrikal kiri oleh berbagai sebab, akan menimbulkan sesak napas yang
disertai ortopneu, paroksismal nokturnal dispneu, kadang-kadang disertai batuk dengan
kelelahan, pembesaran jantung disertai irama gallop. Sedangkan pada paru ditemukan ronki
basah yang merupakan tanda sembab paru dan kongesti pembuluh darah vena paru.

1.1.2    Kegagalan ventrikel kanan ditandai dengan peningkatan tekanan darah sentral,
hepatomegali dan sembab tungkai. Peningkatan tekanan vena jungularis melebihi 10 cm air,
sedangkan hati yang membesar terasa lunak dengan tepi tajam, kadang-kadang terasa pulsasi
dan mungkin pula disertai dengan asites.

1.1.3    Selain kedua gangguan di atas, masih banyak penyebab lain yang menimbulkan
sembab paru dan hipertensi pulmonal yang semua akan menyebabkan sesak napas. Kelompok
penyakit ini akan memberi gangguan sesuai dengan kombinasi di atas.

1.2    Penyebab sesak napas karena gangguan paru

1.2.1    Pneumotoraks

Terutama pada tipe tension, didapat frekuensi pernapasan meningkat, dangkal dan tampak
sesak. Suara pernapasan menghilang atau berkurang pada daerah yang sakit disertai
pencembungan ruangan antar iga, trakea deviasi ke arah yang sehat dan terdengar hipersonor
pada perkusi.

1.2.2    Infeksi paru

Terutama pneumonia, keluhan sesak napas yang ditimbulkan sesuai dengan luas proses. Pada
pemeriksaan tampak frekuensi pernapasan meningkat, pernapasan dangkal dan sering disertai
sianosis.

1.2.3    Bronkospasme
Asma bronkial yang paling sering. Pada asma ringan keluhan subjektif mungkin tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan fisik. Tetapi pada asma berat akan dijumpai kelainan-kelainan
sebagai berikut:

Penderita tampak sukar bernapas, otot pernapasan sekunder ikut berkontraksi dan takikardia.
Mungkin terdengar wheezing yang cukup keras sehingga dapat didengar tanpa menggunakan
stetoskop. Pada pemeriksaan didapatkan hipersonor dan waktu ekspirasi memanjang.

1.2.4    Emboli paru

Keluhan penderita sering ditemukan pada emboli paru selain sesak napas adalah nyeri pleura,
batuk, keringat dingin, sinkop dan batuk darah.

Gejala yang sering menyertai ialah takikardia, takipneu, ronki basah, panas badan yang
meningkat disertai suara P2 yang mengeras, kadang-kadang dijumpai sianosis dan tanda-
tanda troboflebitis. Diagnosis lebih diperkuat, jika keluhan tersebut dijumpai pada
penderitatua dengan penyakit kronis, tirah baring cukup lama, ada riwayat trombosis vena
yang terletak lebih dalam atau didahului trauma pada kaki. Keadaan lain yang sering
dihubungkan dengan emboli paru ialah pemakaian estrogen (pil KB = pil keluarga
berencana), penyakit jantung, obesitas, kehamilan dan pasca operasi.

1.2.5    Pneumonitis interstisialis (alveolitis)

Keradangan pada perenkim paru disebut pneumonitis atau pneumonia. Jika keradangan ini
mengenai interstisial disebut pneumonitis interstisialis.

Di dalam kepustakaan dipakai pula nama lain yaitu fibrosis interstisialis, fibrosing alveolitis
dan Hamman Rich Syndrome. Sesak napas yang terjadi pada penyakit ini disebabkan oleh
gangguan ventilasi perfusi akibat penebalan septa antara alveol dan kapiler (alveolar-
cappilary block).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita panas disertai infeksi akut lain, sesak napas
yang progresif disertai batuk dan dahak purulen. Proses lebih lanjut dapat dijumpai sianosis
dan jari tabuh. Kadang-kadang disertai osteoartropati hipertropik. Radiologis menunjukkan
honey comb yang luas.

1.2.6    Adult respiratory distress syndrome (ARDS).

Keadaan ini sering menyertai shock karena bermacam-macam penyebab, infeksi, trauma,
aspirasi cairan atau inhalasi bahan racun, penyakit darah, gangguan metabolisme dan masih
banyak lagi penyebab lain. Mula-mula ada sembab interstisiel dan alveol, selanjutnya terjadi
penebalan alveol sehingga proses ventilasi perfusi terhambat. ARDS perlu dibedakan dengan
kegagalan jantung kiri karena mempunyai gejala yang hampir sama pada ARDS sembab paru
bersifat non-kardiogenik, penyakit berkembang dengan cepat dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.

Pada kegagalan jantung kiri, beberapa gejala dan keluhan yang dapat membantu ialah sembab
paru disebabkan oleh gangguan primer pada jantung. Pada EKG dijumpai hipertropi ventrikel
kiri atau baji mati jantung.
1.3    Gangguan metabolik

Terutama gangguan metabolik yang menimbulkan asidosis, seperti ketoasidosis diaberik,


asidosis laktik (karena obat-obatan, hipoksia, shock sekunder dan lain-lain). Diduga ada
asidosis metabolik bila terjadi hiperventilasi dan diare berat tanpa diketahui penyebabnya,
anamnesa ada keracunan obat, koma, riwayat penderita sebagai peminum alkohol.

Gejala klinis yang timbul, tergantung dari akut atau kronisitas proses penyakit dasar sebagai
penyebab. Sebagian besar terjadi karena gangguan neurologi atau kardiovaskuler, seperti
bingung, koma, shock, aritmia, hiperkalemia atau hiperfosfatemia.

1.4    Kelainan darah

Amat banya kelainan darah yang dapat menyebabkan sesak napas, antara lain : animea,
leukemia, hemoglobin abnormal, perdarahan masif, gangguan tranfusi dan lain-lain. Semua
gangguan ini pada dasarnya menyebabkan transportasi oksigen terganggu. Konsentrasi
oksigen di dalam darah yang rendah menyebabkan kemoreseptor perifer yang terletak di
badan karotis dan badan aortik menjadi terangsang. Rangsang ini diteruskan ke saraf pusat
melalui n. glossopharyngeus untuk badan karotis dan n. vagus untuk badan aortik. Keluhan
dan gejala yang timbul sebagai akibat hipoksemia ialah sesak napas, palpitasi, gelisah,
bingung, takipneu, takikardia, aritmia, hipotensi atau hipertensi dan koma.

1.5    Penyakit saraf dan penyakit neuromuskuler

Penyakit saraf yang biasa menimbulkan sesak napas ialah Amiotropik lateral sklerosis,
Miastenia gravis, Multipel sklerosis dan sindrom Guillain Barre. Sedangkan penyakit
neuromuskuler yang sering menyebabkan sesak napas ialah poliomielitis,  atrofi atau distrofi
otot, tumor otak, gangguan n. phrenicus, mungkin pula keracunan obat seperti kurare,
antikolinesterase dan antibiotika terutama golongan aminoglikosid (yang sering dipergunakan
ialah streptomisin, kanamisin, gentamisin dan amikain) sesak napas yang terjadi sebagai
akibat hiperkapnia, seperti yang tersebut di atas akan menyebabkan gangguan pada saraf
sehingga menimbulkan keluhan dan gejala antara lain bingung (confusion), nyeri kepala,
papiledema, aritmia, miosis, diaforesis/keringat banyak, hipotensi dan koma.

1.6    Hiperventilasi idiopatik

Hiperventilasi yang tidak diketahui penyebabnya digolongkan ke dalam hiperventilasi


idiopatik. Gangguan yang paling jelas terlihat adalah alkalosis respiratorik (penurunan ) dan
gejala yang mungkin timbul antara lain, tetani, tremor, asteriksis (suatu bentuk tremor yang
ditandai dengan gerakan-gerakan yang menyentak) pada tangan, lidah serta otot kaki.

By.Titi Mahargyaningrum,S.Psi,Psi
Perlukah kita ke psikolog? Sebagai pakar ilmu perilaku, psikolog dapat membantu untuk
memberikan gambaran masalah secara menyeluruh, membimbing penyelesaian masalah dan
memberikan saran penanganan perilaku. Psikolog menitikberatkan penanganan pada
restrukturisasi pola interaksi keluarga, membentuk pola pikir yang sehat, konseling pribadi
dan keluarga, serta pada kasus anak penekanannya pada mengarahkan pola asuh orang tua
yang tepat, strategi belajar, dan modifikasi perilaku. Yuk, konsultasi dengan psikolog…

Baru-baru ini, saya mendapatkan klien, seorang wanita, yang mengalami keluhan pusing
secara terus menerus. Terkadang dia mengalami sesak nafas, merasa degup jantung berdebar
keras, lemas, perut terasa mual, nyeri lambung , sesak didada, tidak berdaya, sehingga untuk
melakukan aktivitas apapun tidak sanggup. Klien saya ini, sudah melakukan pemeriksaan
secara menyeluruh. Dan hasil yang didapat dari pemeriksaan itu adalah ia 100% sehat,
sehingga ia mulai dikonsulkan ke psikolog.

Dari hasil wawancara dan pengambilan data, diketahui bahwa ibu ini sangat mencemaskan
kondisi keluarganya. Suami yang berjauhan dengannya, sehingga selalu menimbulkan rasa
was-was dan takut kehilangan, anak-anak yang merosot nilai mata pelajaran serta ketidak
konsistenan dalam mendidik anak menyebabkan ketakutan ketakutan di dalam hatinya.
Ketakutan dan kecemasan ini, ia bawa setiap hari sehingga menimbulkan gangguan psikis
seperti diatas.

Anda adalah apa yang anda pikirkan. Pendapat itu ada benarnya. Banyak keluhan atau
penyakit disebabkan karena beban pikiran. Beban pikiran ini dapat menimbulkan
psikosomatis dan merupakan manifestasi dari keluhan fisik seperti nyeri lambung, sakit
kepala, sesak didada.

AKIBAT PIKIRAN
Gangguan psikosomatis adalah kondisi psikologis dan emosional yang menimbulkan
gangguan fisik. Dalam ilustrasi kasus di atas, Perasaaan takut ditinggal suami, tanggung
jawab dalam mendidik anak yang serasa dipikull sendirian mempengaruhi kondisi tubuh ibu
ini.

Gangguan psikosomatis harus dibedakan dengan perasaan grogi atau demam panggung.
Grogi hanya menyebabkan perasaan tidak nyaman sesaat, yaitu ketika kejadian yang
membuat grogi berlangsung sesaat. Setelah turun dari panggung, perasaan itu hilang
sendirinya.

Ciri khas gangguan psikosomatis adalah adanya keluhan fisik yang berulang dalam jangka
waktu lama, meski secara diagnosis pasien dinyatakan baik-baik saja. Tak hanya lambung,
seluruh organ tubuh bisa terkena imbasnya.

Bahkan, pada kasus gangguan psikosomatis yang berat, pasien bisa mengalami kebutaan,
masalah kelamin, atau masalah seksual seperti susah ereksi dan ejakulasi. "Ini yang disebut
pseudoneurogical, tahap di mana beban pikiran memengaruhi saraf tubuh," katanya.

Penyebab gangguan Psikosomatis adalah beban pikiran yang tidak bisa keluar atau
disalurkan. Contohnya, karena si pasien tidak punya teman curhat sehingga menyimpan
beban pikirannya sendiri. Gangguan Psikosomatis ini paling sering terjadi pada usia awal 30-
an. Anak-anak terhindar dari penyakit ini, karena belum mempunyai beban pikiran.
Bagaimana membedakan Psikosomatis dengan penyakit biasa? Ciri-ciri Psikosomatis
ditandai dengan adanya keluhan fisik yang beragam, antara lain seperti :
1. Pegal-pegal
2. Nyeri di bagian tubuh tertentu
3. Mual,muntah, kembung dan perut tidak enak
4. Sendawa
5. Kulit gatal, kesemutan, mati rasa
6. Sakit kepala
7. Nyeri bagian dada,punggung dan tulang belakang
Keluhan itu biasanya sering terjadi dan terus berulang serta berganti-ganti atau berpindah-
pindah tempat, dirasa sangat menganggu dan tidak wajar sehingga harus sering periksa ke
dokter.

Banyak orang menderita penyakit psikosomatis namun tidak menyadarinya. Mereka biasanya
akan terus berusaha sembuh dari sakit yang dideritanya dengan terus berobat namun tidak
bisa sembuh. Kalaupun ada perubahan biasanya intensitas penyakitnya saja yang menurun
tapi tidak bisa sembuh total. Selang beberapa saat biasanya akan kambuh lagi dan bisa lebih
parah dari sebelumnya. Bagaimana Terjadinya?

Untuk memahami terjadinya penyakit psikosomatis kita perlu mencermati hukum pikiran dan
pengaruh emosi terhadap tubuh. Ada banyak hukum yang mengatur cara kerja pikiran, salah
duanya adalah: • Setiap pikiran atau ide mengakibatkan reaksi fisik. • Simtom yang muncul
dari emosi cederung akan mengakibatkan perubahan pada tubuh fisik bila simtom ini
bertahan cukup lama. Hukum pertama mengatakan setiap pikiran atau ide mengakibatkan
reaksi fisik. Bila seseorang berpikir, secara konsisten, dan meyakinkan dirinya bahwa ia sakit
jantung, maka cepat atau lambat ia akan mulai merasa tidak nyaman di daerah dada, yang ia
yakini sebagai gejala sakit jantung. Bila ide ini terus menerus dipikirkan dan akhirnya ia
menjadi sangat yakin, menjadi belief, karena gejalanya memang “benar” adalah gejala sakit
jantung maka, sesuai dengan bunyi hukum yang kedua, ia akan benar-benar sakit jantung.

Biasanya orang tidak akan secara sadar menginginkan mengalami sakit tertentu. Umumnya
yang mereka rasakan adalah suatu perasaan tidak nyaman, secara emosi. Sayangnya mereka
tidak mengerti bahwa perasaan tidak nyaman ini sebenarnya adalah salah satu bentuk
komunikasi dari pikiran bawah sadar ke pikiran sadar.

Ada lima cara pikiran bawah sadar berkomunikasi dengan pikiran sadar. Bisa melalui
perasaan, kondisi fisik, intuisi, mimpi, dan dialog internal. Umumnya pikiran bawah sadar
menyampaikan pesan melalui perasaan atau emosi tertentu. Bila emosi ini tidak ditanggapi
atau diperhatikan maka ia akan menaikkan level intensitas pesannya menjadi suatu bentuk
gangguan fisik dan terjadilah yang disebut dengan penyakit psikosomatis.

David Cheek M.D., dan Leslie LeCron menulis dalam buku mereka, Clinical Hypotherapy
(1968), terdapat 7 hal yang bisa mengakibatkan penyakit psikosomatis:

Internal Conflict : konflik diri yang melibatkan minimal 2 Part atau Ego State.

Organ Language : bahasa yang digunakan oleh seseorang dalam mengungkapkan


perasaannya. Misalnya, “Ia bagaikan duri dalam daging yang membuat tubuh saya sakit
sekali.” Bila pernyataan ini sering diulang maka pikiran bawah sadar akan membuat bagian
tubuh tertentu menjadi sakit sesuai dengan semantik yang digunakan oleh klien.
Motivation / Secondary Gain: keuntungan yang bisa didapat seseorang dengan sakit yang
dideritanya, misalnya perhatian dari orangtua, suami, istri, atau lingkungannya, atau
menghindar dari beban tanggung jawab tertentu.

Past Experience : pengalaman di masa lalu yang bersifat traumatik yang mengkibatkan
munculnya emosi negatif yang intens dalam diri seseorang.

Identification : penyakit muncul karena klien mengidentifikasi dengan seseorang atau figur
otoritas yang ia kagumi atau hormati. Klien akan mengalami sakit seperti yang dialami oleh
figur otoritas itu.

Self Punishment : pikiran bawah sadar membuat klien sakit karena klien punya perasaan
bersalah akibat dari melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai hidup yang
klien pegang.

Imprint : program pikiran yang masuk ke pikiran bawah sadar saat seseorang mengalami
emosi yang intens. Salah satu contohnya adalah orangtua menanam program ke pikiran
bawah sadar anak dengan berkata, “Jangan sampai kehujanan, nanti bisa flu, pilek, dan
demam.”

Sedangkan Tebbets, pakar hipnoterapi terkemuka, mengatakan bahwa kebanyakan penyakit


bersifat psikosomatik dan dipilih (untuk dimunculkan) pada level pikiran bawah sadar untuk
lari dari suatu situasi yang dipersepsikan sebagai suatu tekanan mental yang berlebihan
(overload) yang disebabkan oleh emosi destruktif seperti marah, benci, dendam, takut, dan
perasaan bersalah.

Bagaimana Mengatasinya?
Karena yang menjadi sumber masalah sebenarnya adalah emosi maka terapis harus mampu
membantu klien memproses emosi terpendam yang menjadi sumber masalah.

Tebbets mengatakan bahwa ada 4 langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit
psikosomatis dan menghilangkan simtomnya melalui teknik uncovering:

1. Memori yang menyebabkan munculnya simtom harus dimunculkan dan dibawa ke level
pikiran sadar sehingga diketahui.

2. Perasaan atau emosi yang berhubungan dengan memori ini harus kembali dialami dan
dirasakan oleh klien.

3. Menemukan hubungan antara simtom dan memori.

4. Harus terjadi pembelajaran pada secara emosi atau pada level pikiran bawah sadar,
sehingga memungkinkan seseorang membuat keputusan, di masa depan, yang mana
keputusannya tidak lagi dipengaruhi oleh materi yang ditekan (repressed content) di pikiran
bawah sadar.

Mencari tahu apa yang menjadi sumber masalah dilakukan dengan hypnoanalysis mendalam.
Ada banyak teknik hipnoterapi yang bisa digunakan untuk melakukan hypnoanalysis. Setelah
itu, emosi yang berhubungan dengan memori dialami kembali, dikeluarkan, diproses, dan di-
release. Dan yang paling penting adalah kita mengerti pesan yang selama ini berusaha
disampaikan oleh pikiran bawah sadar dengan membuat klien mengalami penyakit
psikosomatis. Baru setelah itu proses kesembuhan bisa terjadi.

Pada saat alasan untuk terciptanya penyakit psikosomatis telah berhasil dihilangkan maka
pikiran bawah sadar tidak lagi punya alasan untuk mempertahankan penyakit itu atau
memunculkannya lagi di masa mendatang.

Saya akhiri artikel ini dengan kalimat bijak yang disampaikan oleh Dr. Raymond Charles
Barker, “When there is a problem, there is not something to do. There is something to know.”

Sumber: Keluarga Sehat Hospital

Anda mungkin juga menyukai