PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit infeksi parasitik terpenting di dunia, dengan prakiraan satu miliar
orang berada dalam risiko tertular penyakit ini. Setiap tahunnya, diperkirakan sekitar 100 juta
kasus penyakit malaria terjadi, sekitar 1% diantaranya berakibat fatal berupa kematian, sebagian
besar anak-anak yang berumur dibawah 5 tahun. Sejak tahun 1950 penyakit malaria telah
berhasil dibasmi di hampir seluruh benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua
Afrika dan Asia Tenggara yang pada umumnya negara berkembang dan berada pada wilayah
tropis. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian
di negara berkembang (Prasetyo, 2006).
Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan
30.000 orang meninggal dunia (Depkes, 2003). Sedangkan pada tahun 2010, penemuan kasus
malaria telah mencapai 1,96 per 1.000 penduduk. Umumnya malaria ditemukan pada daerah-
daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi lemah. Angka
kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di Jawa dan Bali meningkat
dari 0.12 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 0.52 per 1000 penduduk pada tahun 1999,
pada tahun 2001 0.62 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 0.47 kasus per 1.000. Di luar
Jawa dan Bali meningkat dari 16.0 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 25.0 per 1000
penduduk pada tahun 1999, pada tahun 2001 26.2 per 1000 penduduk dan pada tahun 2002 19.65
kasus per 1000 penduduk. Selama tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di
11 propinsi yang meliputi 13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang
dengan 74 kematian (Depkes, 2003). Malaria mudah menyebar pada sejumlah penduduk,
terutama yang bertempat tinggal di daerah persawahan, perkebunan, kehutanan maupun pantai
(Anies, 2005).
B. Tujuan
1. Mengetahui jenis spesies nyamuk Anopheles beserta ciri-cirinya.
2. Mengetahui metode pengendalian nyamuk Anopheles.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipe Spesies Anopheles
Nyamuk ANOPHELENI yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di
seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya kurang lebih 2000 spesies, diantarannya 60 spesies
sebagai vektor malaria. Jumlah nyamuk ANOPHELINI di Indonesia kira-kira 80 spesies dan 16
spesies telah dibuktikan berperan sebagai vektor malaria yang berbeda dari satu daerah ke daerah
lain tergantung kepada bermacam-macam faktor, seperti penyebaran geografik, iklim, dan
tempat perindukan (Gandahusada, 2006).
Gambar 1. Distribusi Nyamuk Anopheles di Indonesia (Sukadi, 2009)
Ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai vektor malaria di Indonesia antara lain:
1. Anopheles sundaicus
An. Sundaicus pertama sekali ditemukan oleh Rodenwalt pada tahun 1925. Pada vektor jenis ini
umurnya lebih sering menghisap darah manusia dari pada darah binatang. Nyamuk ini aktif
menggigit sepanjang malam tetapi paling sering antara pukul 22.00 - 01.00 dini hari. Pada waktu
malam hari nyamuk masuk ke dalam rumah untuk mencari darah, hinggap didinding baik
sebelum maupun sesudah menghisap darah (Hiswani, 2004) .
Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Bali. Jentiknya ditemukan pada
air payau yang biasanya terdapat tumbuh-tumbuhan enteromorpha, chetomorpha, dengan kadar
garam adalah 1,2 sampai 1,8%. Di Sumatra, jentik ditemukan pada air tawar seperti Mandailing
dengan ketinggian 210 m dari permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 m
(Hiswani, 2004) .
Masih menurut Hiswani (2004), perilaku istirahat nyamuk ini sangat berbeda antara lokasi yang
satu dengan lokasi yang lainnya. Di pantai Selatan Pulau Jawa dan pantai Timur Sumatera Utara,
pada pagi hari, sedangkan di daerah Cilacap dan lapangan dijumpai pada pagi hingga siang hari.
Jenis vektor An. Sundaicus istirahat dengan hinggap didinding rumah penduduk. Jarak terbang
An. Sundaicus betina cukup jauh. Pada musim densitas tinggi, masih dijumpai nyamuk betina
dalam jumlah cukup banyak disuatu tempat yang berjarak kurang lebih 3 kilometer (Km) dari
tempat perindukan nyamuk tersebut.
Vektor An. Sundaicus biasanya berkembang biak di air payau, yaitu campuran antara air tawar
dan air asin, dengan kadar garam optimum antara 12% -18%. Penyebaran jentik ditempat
perindukan tidak merata dipermukaan air, tetapi terkumpul ditempat-tempat tertutup seperti
diantara tanaman air yang mengapung, sampah dan rumput - rumput dipinggir Sungai atau pun
parit. Genangan air payau yang digunakan sebagai tempat berkembang biak adalah yang terbuka
yang mendapat sinar matahari langsung. Seperti pada muara sungai, tambak ikan, galian -galian
yang terisi air di sepanjang pantai dan lain –lain (Hiswani, 2004) .
2. Anopheles aconitus
Menurut Hiswani (2004), vektor An. Aconitus pertama sekali ditemukan oleh Donitz pada tahun
1902. Vektor jenis An. aconitus betina paling sering menghisap darah ternak dibandingkan darah
manusia. Perkembangan vektor jenis ini sangat erat hubungannya dengan lingkungan dimana
kandang ternak yang ditempatkan satu atap dengan rumah penduduk.
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian.
Biasanya dijumpai di daratan rendah tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung dengan
ketinggian 400-1000 m dengan persawahan bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada
daerah tertentu di Indonesia, terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Biasanya
aktif mengigit pada waktu malam hari, hampir 80% dari vektor ini bisa dijumpai diluar rumah
penduduk antara jam 18.00 -22.00. Nyamuk jenis Aconitus ini hanya mencari darah di dalam
rumah penduduk. Setelah itu biasanya langsung keluar. Nyamuk ini biasanya suka hinggap di
daerah-daerah yang lembab. Seperti dipinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu
basah dan lembab (Hiswani, 2004).
Tempat perindukan vektor Aconitus terutama didaerah pesawahan dan saluran irigasi.
Persawahan yang berteras merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk ini. Selain
disawah, jentik nyamuk ini ditemukan pula ditepi sungai yang airnya mengalir perlahan dan
kolam air tawar. Distribusi dari An. Aconitus, terdapat hubungan antara densitas dengan umur
padi disawah. Densitas mulai meninggi setelah tiga - empat minggu penanaman padi dan
mencapai puncaknya setelah padi berumur lima sampai enam minggu (Hiswani, 2004).
3. Anopheles barbirotris
Vektor An. Barbirotris pertama sekali diidentifikasi oleh Van der Wulp pada tahun 1884. Spesies
ini tersebar di seluruh Indonesia, baik di daratan tinggi maupun di daratan rendah. Jentik
biasanya terdapat dalam air yang jernih, alirannya tidakbegitu cepat, ada tumbuh-tumbuhan air
pada tempat yang agak teduh seperti pada saah dan parit. Jenis nyamuk ini di Sumatera dan Jawa
jarang dijumpai menggigit orang tetapi lebih sering dijumpai menggigit binatang peliharaan.
Sedangkan pada daerah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Timor- Timur nyamuk ini lebih
sering menggigit manusia daripada binatang. Jenis nyamuk ini biasanya mencari darah pada
waktu malam hingga dini hari berkisar antara pukul 23.00 -05.00. Frekuensi mencari darah tiap
tiga hari sekali (Hiswani, 2004).
4. Anopheles kochi
Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik biasanya ditemukan pada tempat
perindukan terbuka seperti genangan air, bekas tapak kaki kerbau, kubangan dan sawah siap
ditanami (Hiswani, 2004).
5. Anopheles maculatus
Vektor An. Maculatus pertama sekali ditemukan oleh Theobaldt pada tahun 1901. Vektor An.
Maculatus betina lebih sering mengihisap darah binatang daripada darah manusia. Vektor jenis
ini aktif mencari darah pada malam hari antara pukul 21.00 hingga 03.00. Penyebaran spesies ini
di Indonesia sangat luas, kecuali Maluku dan Irian. Spesies ini terdapat di daerah pegunungan
sampai ketinggian 1600 m diatas permukaan air laut. Jentik ditentukan pada air jernih dan
banyak kena sinar matahari (Hiswani, 2004).
Nyamuk ini berkembang biak di daerah pegunungan. Dimana tempat perindukan yang spesifik
vektor An. Maculatus adalah di sungai yang kecil dengan air jernih, mata air yang mendapat
sinar matahari langsung. Di kolam dengan air jemih juga ditemukan jentik nyamuk ini, meskipun
densitasnya rendah. Densitas An. Maculatus tinggi pada musim kemarau, sedangkan pada musim
hujan vektor jenis ini agak berkurang karena tempat perindukan hanyut terbawa banjir (Hiswani,
2004).
6. Anopheles subpictus
Spesies ini terdapat diseluruh wwilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat dibedakan menjadi dua
spesies yaitu (Hiswani, 2004):
a) Anopheles subpictus subpictus
Jenik ditemukan di daratan rendah, kadang-kadang ditemukan dalam air payau dengan kadar air
tinggi.
b) Anopheles subpictus malayensis
Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Jentik ditemukan pada air
tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput pada selokan parit.
7. Anopheles balabacensis
Spesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat, Balik Papan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan
Selatan. Jentik ditemukan pada genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda,
dan parit yang aliran airnya terhenti.
A.1 Siklus Hidup Anopheles
Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan oleh nyamuk
betina, menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali,
lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai menjadi dewasa bervariasi antara 2-
5 minggu, tergantung kepada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara (Gandahusada,
1998).
Nyamuk jantan dan betina dewasa perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari
kepompong, baru disusul nyarnuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat
sarang, sampai nyamuk betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk
jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina
hanya sekali kawin. Dalam perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain
temperatur dan kelembaban serta species dari nyamuk (Nurmaini, 2003).
A.1.1 Perkembangan Telur Anopheles
Stadium telur Anopheles diletakkan satu persatu di atas permukaan air, biasanya peletakkan
dilakukan pada malam hari. Telur berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan
bagian atasnya konkaf dan mempunyai sepasang pelampung yang terletak pada sebuah lateral
sehingga telur dapat mengapung di permukaan air. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk
betina Anopheles bervariasi, biasanya antara 100-150 butir (Santoso, 2002).
Telur Anopheles tidak dapat bertahan lama di bawah permukaan air. Telur-telur Anopheles yang
terdapat di bawah permukaan air dalam waktu lama (melebihi 92 jam) akan gagal menetas,
sedangkan kondisi suhu yang menguntungkan bagi telur Anopheles adalah antara 280C-360C.
Suhu di bawah 200C dan di atas 400C adalah suhu yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan telur. Pada suhu 520C seluruh telur akan mati dan suhu 500C adalah suhu terendah
bagi telur untuk dapat bertahan (Santoso, 2002).
A.1.2 Perkembangan Larva Anopheles
Larva Anopheles bersifat akuatik yakni mempunyai habitat hidup di air. Larva ini mempunyai 4
bentuk (instar) pertumbuhan. Masing-masing instar mempunyai ukuran dan bulu yang berbeda
(Santoso, 2002). Stadium larva Anopheles yang di tempat perindukan tampak mengapung sejajar
dengan permukaan air dan spirakelnya selalu kontak dengan udara luar. Sekali- sekali larva
Anopheles mengadakan gerakan-gerakan turun ke dalam/bawah untuk menghindari
predator/musuh alaminya atau karena adanya rangsangan di permukaan seperti gerakan-gerakan
dan lain-lain.
Perkembangan hidupnya larva nyamuk memerlukan kondisi lingkungan yang mengandung
makanan antara lain mikroorganisme terutama bakteri, ragi dan protozoa yang cukup kecil
sehingga dapat dengan mudah masuk mulutnya (Santoso, 2002).
A.1.3 Perkembangan pupa Anopheles
Stadium pupa merupakan masa tenang. Pada umumnya pupa tidak aktif bila memasuki stadium
ini, pupa nyamuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang aktif, dan bila sedang tidak aktif maka
pupa ini akan berada mengapung pada permukaan air. Kemampuannya mengapung disebabkan
oleh adanya ruang udara yang cukup besar yang berada pada sisi bawah sefalotoraks. Pupa tidak
menggunakan rambut dan kait untuk dapat melekat pada permukaan air, tetapi dengan bantuan
dua terompet yang cukup besar yang berfungsi sebagai spirakel dan dua rambut panjang stellate
yang berada pada segmen satu abdomen (Santoso, 2002).
Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan (Respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan
pendek dan digunakan untuk pengambilan O2 dari udara (Gandahusada, 1998). Perubahan dari
pupa menjadi dewasa biasanya antara 24 jam sampai dengan 48 jam. Tetapi hal ini akan sangat
bergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu (Santoso, 2002).
A.1.4 Perkembangan Nyamuk Dewasa
b. Kelambu berinsektisida
(Insecticide treated mosquito
nets)
c. Pakaian pelindung
(Protective clothing)
d. Treated clothing
e. House screening
f. House sitting
g. Memakai Aerosol
Piretroid
h. Fumigasi antinyamuk
(antimusquito fumigation)
d. Indoor Residual
Insecticide spraying
3 Antiplasmodium Eliminasi parasit malaria dan
pencegahan transmisi
Penegakkan diagnose dini
dan pengobatan kasus
malaria akut
4 Kemoprofilaksis dan
penekanan infeksi malaria
a. Pengobatan radikal
b. Pengobatan massal
(Epidemik)
5 Partisipasi sosial Motivasi untik pribadi dan
perlindungan keluarga.
a. Penyuluhan kesehatan
Aksi simulasi komunitas untuk
b. Mobilisasi social control dan pencegahan
6 Komunikasi, Informasi, Kebutuhan untuk penyampaian
dan Edukasi control malaria.
b. Pengelolaan vektor
terintegrasi
c. Pengumpulan informasi
geografis
d. Hubungan masyarakat,
pendidikan kesehatan
e. Koordinasi teknikoperasional,
termasuk kolaborasi intra dan
intersektoral baik dalam negeri
dan luar negeri
h. Mobilisasi pencapaian
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2005. Manajemen Berbasis Lingkungan (Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit
Menular). Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Damar, T. 2002. Studi Epidemiologi Malaria di Daerah Endemi Malaria
Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. http://digilib.litbang.depkes.
go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-damar. Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Direktorat
Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat Jenderal PPM&PLP.
Gandahusada, S; Ilahude, H; Pribadi, Wita. 2006. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Gandahusada,S. 1998. Parasitologi Kedokteran Edisi ke tiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Gaya Baru: Jakarta.
Harijanto, P. N. 2000. Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan
Penanganan EGC. Jakarta.
Hiswani. 2004. Gambaran Penyakit dan Vektor Malaria di Indonesia.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani11.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Jamaludin, Agus. 2010. Pengaruh Jenis Insektisida Terhadap Kerentanan
Vektor Nyamuk Anopheles spp di Kota Batam
Nurmaini. 2003. Mengidentifikasi Vektor Dan Pengendalian Nyamuk
Anopheles Aconitus Secarasederhana. http://library.usu.ac.id
/download/fkm/fkm-nurmaini.pdf. Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Nurhayati, Siti. 2008. Pemandulan Anopheles macullatus Sebagai Vektor
Penyakit Malaria dengan Radiasi Gamma Co-60. http://nhc.batan
.go.id/dokumen/01SITI%20NURHAYATI_Pemandulan%20Anophel
es%20mocculatus.pdf. diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Prasetyo, A. Malaria. 2006. From URL: http://.www. Pusat Informasi Penyakit Infeksi
khususnya HIV-AIDS – Penyakit – Malaria. html. Diakses tanggal 19 Maret 2011.
Santoso, Budi. 2002. Studi karakteristik habitat Larva Nyamuk Anopheles
maculatus Theobald dan Anopheles balabacensis Baisas serta
beberapa faktor yang mempengaruhi populasi Larva di Desa
Hargotirto kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo, DIY.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7522/2002nbs.pdf?sequence=4. Diakses
pada tanggal 18 Maret 2011.
Saputra. 2011. Pengaruh Lingkungan Terhadap Nyamuk Anopheles pada
Proses Transmisi Malaria. http://uripsantoso.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
Sukadi, Winarno; Rogayah, Hanifah. Profile Monitoring of Insecticide
Resistance in Indonesia. www.actmalaria.net/IRW/IRW
Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 18 maret 2011.