Anda di halaman 1dari 10

Instansi Penyelenggara dan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah1

a. Instansi Penyelenggara Pendaftaran Tanah

Sesuai ketentuan Pasal 19 UUPA pendaftaran tanah diselengarakan oleh


Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN).

b. Pelaksana pendaftaran Tanah

Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan,


kecuali mengenai kegiatan-kegiatan tertentu yang ditugaskan kepada pejabat lain,
yaitu kegiatan-kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah
kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik dan
pemetaan fotogrametri. Dalam melaksanakan tugas tersebut Kepala Kantor
Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang
ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini dan Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan.

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagai yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak
atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk
membebankan Hak Tanggungan. Pejabat umum adalah orang yang diangkat oleh
instansi yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum dibidang atau
kegiatan tertentu.

PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan


Pertanahan Nasional. Untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada
PPAT dalam melakukan perbuatan hukum mengenai tanah, dapat ditunjuk PPAT
sementara. Yang dapat ditunjuk sebagai PPAT sementara adalah Pejabat Pemerintah
yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan, yaitu Kepala Desa.
1
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional. (Jakarta : Djambatan, 1997). cet. 7. hal. 435.
d. Panitia Ajudikasi

Bahwa dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik Kepala Kantor


Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi, yang dibentuk oleh Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau pejabat yang ditunjuk.

Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran


tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik
dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk
keperluan pendaftarannya.

Panitia terdiri atas seorang ketua merangkap anggota yang dijabat oleh
seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional dan 3 atau 4 orang anggota, yaitu
seorang pegawai BPN yang mempunyai kemampuan pengetahuan dibidang
pendaftaran tanah, seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai
kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah, sedang yang ketiga (dan
keempat) adalah Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan/atau seorang
Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjukinya. Dalam melaksanakan tugasnya Panitia
dibantu oleh 3 satuan tugas, yaitu satuan tugas pengukuran dan pemetaan, satuan
tugas pengumpulan data yuridis dan satuan tugas administrasi, yang masing-masing
terdiri atas sejumlah petugas.

e. Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah

Sebagaimana halnya dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP


No. 10 Tahun 1961, desa atau kelurahan dijadikan satuan wilayah tata usaha
pendaftaran. Pembukuan data fisik dan data yuridis dilakukan desa/kelurahan demi
desa/kelurahan. Tetapi khusus untuk pendaftaran Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan
dan tanah Negara satuan tata usaha pendaftarannya adalah Kabupaten atau
Kotamadya, karena umumnya areal Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan dan tanah
Negara meliputi beberapa desa atau kelurahan. Demikian juga obyek Hak
Tanggungan dapat meliputi beberapa bidang tanah yang terletak di beberapa desa atau
kelurahan dalam satu wilayah kerja satu Kantor Pertanahan. (Pasal 10 PP No. 24
Tahun 1997)
Pelaksanaan, Tata Cara Pendaftaran Tanah dan Sistem Publikasinya

a. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Proses penyelenggaraan pendaftaran tanah berfungsi sebagai peradilan


pertanahan sehingga dalam tahapan penyelenggaraan pendaftaran tersebut terdapat
proses ajudikasi, yaitu suatu proses yang menetapkan status hokum bidang tanah,
pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah tersebut dan hubungan
hukumnya. Dalam rangka memberikan kepastian hukum atas hak dan batas tanah
tersebut, pasal 19 UUPA menugaskan pemerintah untuk menyelenggarakan
pendaftaran tanah yang sangat penting artinya untuk mendapat ketenangan dan
kepastian hukum bagi masyarakat yang mempunyai hak atas tanah. Pendaftaran tanah
pertama kali yang meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan, pembukuan tanah,
ajudikasi, pembukuan hak atas tanah dan penerbitan sertifikat memerlukan biaya yang
relatif tinggi, sehingga untuk percepatan kegiatan tersebut Pemerintah mendapat
pinjaman dari Bank Dunia. Seiring dengan reformasi di bidang agraria, maka proses
pendaftaran hak atas tanah tersebut juga berubah. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah, meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dan pemeliharaan data tanah
(maintenance). Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.2

√ Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk


pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran
tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan.
Pendaftaran ini dilaksanakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan pada suatu
rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang
ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN.

√ Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

2
Boedi Harsono. Op. Cit. hal 428.
Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/ kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara
sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang
berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya.
Ada kesamaan antara sistem pendaftaran secara sistematik dan pendaftaran
secara sporadik, yaitu keduanya merupakan pendaftaran yang dilakukan untuk
pertama kali.

Adapun rangkaian kegiatan dari pendaftaran tanah yang dilakukan untuk


pertama kali tersebut meliputi :
1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis;
2. Pembuktian hak dan pembukuannya;
3. Penerbitan sertifikat;
4. Penyajian data fisik dan data yuridis;
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.

Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data fisik meliputi kegiatan


pengukuran dan pemetaan, yang menyangkut: pembuatan peta dasar pendaftaran
tanahnya, penetapan batas bidang-bidang tanah, pengukuran dan pemetaan bidang-
bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran tanah, pembuatan daftar tanah, serta
pembuatan surat ukur.
Pengukuran bidang dilaksanakan pengukuran, batas-batas tanah harus
dipasang tanda dan pemetaan satuan wilayah dilaksanakan bidang demi
desa/kelurahan. Sebelum batas dan ditetapkan batas-batasnya melalui asas kontradiksi
delimitasi (dihadiri dan disetujui oleh pemilik tanah yang letaknya berbatasan
langsung) dengan bidang tanah dimaksud. Setiap bidang tanah yang diukur harus
dibuatkan gambar ukurnya. Gambar ukur ini berisi antara lain: gambar batas tanah,
bangunan, dan objek lain hasil pengukuran lapangan berikut angka-angka ukurnya.
Selain itu, dituangkan pula informasi mengenai letak tanah serta tanda tangan
persetujuan pemilik tanah yang letaknya berbatasan langsung. Persetujuan batas tanah
oleh pemilik tanah yang berbatasan langsung memang diperlukan untuk memenuhi
asas kontradiktor delimitasi serta untuk menghindari persengketaan di kemudian hari.
Gambar ukur ini harus dapat digunakan untuk rekonstruksi atau pengembalian batas
apabila diperlukan di kemudian hari.
Bidang-bidang tanah yang sudah diukur serta dipetakan dalam peta
pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya, baik melalui
konversi atau penegasan konversi bekas hak milik adat maupun melalui permohonan
hak atas tanah negara.
b. Tata-tata Cara Pendaftaran Tanah3
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menegaskan
bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tersebut penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
Badan Pertanahan Nasional (BPN) di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Pendaftaran dilaksanakan dengan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan
terbuka oleh pihak yang bersangkutan. Pendaftaran tersebut menurut ayat (2) Pasal
14, meliputi :
1. Pembuatan peta dasar pendaftaran;
2. Penetapan batas bidang-bidang tanah;
3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;
4. Pembuatan daftar tanah;
5. Pembuatan surat ukur.

Pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia tidak dilakukan secara


sistematik, pelaksanaannya dilakukan secara sporadik, dimana yang bersangkutan
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Permohonan pendaftaran tanah oleh yang bersangkutan, diajukan kepada


Kantor Pertanahan setempat dan mengisi formulir yang telah disediakan oleh Kantor
Pertanahan. Dalam mangajukan permohonan pendaftaran tanah tersebut, pemohon
harus menyertakan bukti kepemilikan tanah yang bersifat tertulis, jika bukti-bukti

3
http://damsikjustitia.blogspot.com/2010/04/cara-pendaftaran-tanah.html
tertulis tidak ada dan tidak lengkap, maka pembuktian mengenai kepemilikan
dilakukan dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan orang yang dianggap
dituakan di daerah tersebut dan dapat dipercaya dan sekurang-kurangnya dua orang
saksi yang menerangkan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah
tersebut.

Berikut disajikan langkah-langkah pemrosesan pendaftaran tanah secara


sporadik dari awal hingga diterbitkan sertifikat :

1. Permohonan pendaftaran tanah/sertifikat oleh masyarakat baik secara individu


maupun massal yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk kegiatan-
kegiatan.

a. Pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu.

b. Mendaftar hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

c. Mendaftar hak lama sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah


Nomor 24 Tahun 1997.

Permohonan tersebut di atas disertai dengan dokumen asli yang membuktikan


pemilikan/penguasaan tanah.

2. Pemeriksaan surat permohonan beserta persyaratan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

3. Kepala Kantor menerbitkan Surat Keputusan mengenai usulan pemohon.

4. Pengukuran dan penetapan titik-titik dasar teknik oleh seksi Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah (P2T).

5. Titik Dasar Teknik orde 2, 3, dan 4 dalam sistem koordinat nasional TM3o).

6. Pengukuran dan pemetaan Dasar Pendaftaran Tanah dengan cara terestrial,


fotogrametik atau metode lain oleh seksi P2T.

7. Peta Dasar Pendaftaran Tanah.


8. Pemohon menunjukan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan dengan bidang-
bidang tanah yang berbatasan.

9. Terjadi kesepakatan atas batas-batas bidang tanah yang berbatasan.

10. Penetapan batas bidang tanah dan pemasangan tanda batas oleh petugas Ukur dan
Kantor Pertanahan.

11. Pengukuran bidang-bidang tanah yang yang telah diberi Nomor Identifikasi
Bidang (NIB) Tanah.

12. Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan batas.

13. Pengeplotan bidang-bidang tanah pada Peta Dasar Pendaftaran Tanah.

14. Pembuatan gambar ukur bidang-bidang tanah.

15. Pengumuman mengenai data-data fisik dan data yuridis bidang tanah dan peta
bidang tanah selama 60 hari di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala
Desa/Kelurahan atau pada sebuah harian umum setempat atau di lokasi tanah
tersebut atas biaya pemohon.

16. Pemohon mengisi dan menandatangani Berita Acara mengenai data fisik.

17. Pengesahan Berita Acara mengenai data yuridis dan data fisik oleh Kepala Kantor
Pertanahan.

18. Setelah Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis selesai dilakukan
Pengesahan Peta Pendaftaran Tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan.

19. Peta Pendaftaran Tanah selesai.

20. Pembukuan bidang-bidang tanah oleh Seksi P2T.

21. Setelah buku tanah selesai dibuat, dilakukan pengutipan dari buku tanah dan surat
ukur dari Peta Pendaftaran Tanah.

22. Penggabungan kutipan Buku Tanah dan Surat Ukur.


23. Penandatanganan Sertifikat oleh Kepala Kantor Pertanahan.

24. Sertifikat Hak Atas Tanah selesai

c. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah

Terdapat 2 (dua) sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut dalam hukum
agraria, yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi negatif.

√Sistem Publikasi Positif.

Pada sistem ini hal-hal yang tercantum di dalam buku pendaftaran tanah dan surat-
surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak. Pihak
ketiga yang beritikad baik yang bertindak atas dasar bukti-bukti tersebut mendapat
perlindungan mutlak biarpun kemudian ternyata bahwa keterangan-keterangan yang
tercantum di dalamnya tidak benar dan pihak yang dirugikan mendapat kompensasi
dalam bentuk lain.4 Fungsi pendaftaran tanah dalam sistem ini adalah untuk
memberikan jaminan secara sempurna bahwa orang yang namanya terdaftar dalam
buku tanah sudah tidak dapat dibantah lagi sekalipun orang tersebut bukan pemilik
yang sesungguhnya. Berdasarkan hal tersebut pihak ketiga (yang beritikad baik) yang
bertindak atas dasar bukti tersebut mendapatkan jaminan walaupun kemudian ternyata
bahwa keterangan yang tercantum dalam surat tersebut adalah tidak benar.
Keuntungan dari penggunaan sistem publikasi positif adalah sertifikat merupakan alat
pembuktian yang mutlak. Disamping itu adanya jaminan orang yang namanya
terdaftar dalam buku tanah tidak dapat dibantah lagi Sedangkan kelemahan sistem
pendaftaran tanah dalam publikasi positif adalah :

1. Memakan waktu yang lama karena adanya peran aktif dari pejabat balik nama
tanah;
2. Pemilik sesungguhnya yang berhak atas tanah dapat kehilangan haknya oleh
karena kepastian dari buku tanah itu sendiri;

4
Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto. Eksistensi Prona Sebagai Pelaksanaan Mekanisme Fungsi
Agraria. (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985). hal. 24.
3. Wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang administratif5.

√Sistem Publikasi Negatif

Dalam sistem publikasi negatif surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat, berarti bahwa keterangan-keterangan yang tercantum di
dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh hakim sebagai
keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian sebaliknya.
Jika keterangan dari pendaftaran tanahnya benar, diadakan perubahan dan pembetulan
yang sepenuhnya. Ciri pokok sistem ini adalah bahwa pendaftaran tidak menjamin
sebagai pemilik hak atas tanah dan oleh karenanya nama yang terdaftar dalam buku
tanah dapat dibantah sekalipun ia beritikad baik. Menurut Boedi Harsono “seseorang
yang merasa lebih berhak atas tanah dapat membantah kebenaran surat tanda bukti
hak dengan perantara pengadilan, mana yang dianggap benar”6. Apa yang
diungkapkan Boedi Harsono tersebut menurut pendapat penulis sekaligus merupakan
keuntungan penggunaan sistem publikasi negatif, yaitu masih terbukanya kesempatan
bagi pemilik sesungguhnya melakukan sanggahan. Sedangkan yang menjadi
kelemahan penggunaan sistem pendaftaran tanah negatif ini adalah :
1. Terjadinya tumpang tindih sertifikat hak atas tanah karena adanya peran pasif
pejabat balik nama tanah;
2. Mekanisme kerja dalam proses penerbitan sertifikat hak tanah menjadi sedemikian
rupa sehingga kurang dimengerti oleh orang awam7.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, yang telah diubah


dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, cara
pendaftaran hak yang digunakan adalah pendaftaran negatif, yaitu pembukuan sesuatu
hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan orang yang
sebenarnya berhak atas tanah itu kehilangan haknya, melainkan yang bersangkutan
masih dapat menggugat haknya kepada orang yang terdaftar dalam buku tanah.
Mengenai sistem publikasi pendaftaran tanah yang dipakai, Boedi Harsono,
mengatakan bahwa sistem pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia mengandung

5
Bachtiar Efendi. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaanny. (Bandung : Alumni, 1983).
hal. 33.
6
K. Wantjik Saleh. Hak Anda Atas Tanah. (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990). hal. 25.
7
Bachtiar Efendi. Op. Cit. hal. 33.
unsur positif. Sistem negatif yang mengandung unsur positif terlihat karena akan
dihasilkannya surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat. Hal ini seperti dinyatakan dalam Pasal 19 bukan system negatif murni, tetapi
sistem negatif yang Ayat (2) huruf c, Pasal 23 Ayat (2), Pasal 32 Ayat (2) serta Pasal
38 Ayat (2) UUPA8. Unsur positifnya karena di sini Kantor Pertanahan bersikap aktif,
sebelum menerbitkan sertifikat Hak Atas Tanah dengan melakukan :
a. Pengumuman;
b. Dalam penetapan batas tanah memakai asas contradictoir delimitatie;
c. Sistem pendaftaran yang dipakai adalah pendaftaran hak.

Mariam Darus Badrulzaman melihatnya sebagai stelsel campuran, yaitu stelsel


negatif yang tampak dari pemberian perlindungan kepada pemilik yang sebenarnya
yang kemudian disempurnakan dengan stelsel positif berupa campur tangan
pemerintah untuk meneliti kebenaran riwayat peralihan hak9. Sedangkan A.P.
Parlindungan menyatakan bahwa PP 24 Tahun 1997 menganut stelsel negatif yang
terbatas (5 tahun). Hal demikian tampak dari adanya kemungkinan hakim
membatalkan mengajukan perkara hak atas sesuatu tanah tersebut diyakini lebih
berhak. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sistem negatif yang dianut mempunyai
aspek positif, karena bergerak dari adanya suatu publikasi yang memancing orang
yang lebih berhak untuk menyanggahnya sehingga objektivitas dari hak ini akan
mengarah kepada kesempurnaan10.

8
Boedi Harsono. Op. Cit. hal. 430-431.
9
Bachtiar Efendi. Op. Cit. hal. 53.
10
A.P perlindungan. Konversi Hak-Hak Atas Tanah. (Bandung : Mandar Maju, 1990). hal. 66.

Anda mungkin juga menyukai