LANDASAN TEORI
A. Konsep diri
1. Definisi konsep diri
Konsep diri merupakan keseluruhan informasi dan pandangan yang dimiliki
individu terhadap dirinya sendiri, dimana terkadang informasi yang dimiliki tidak
realistik dan keliru (Calhoun dan Accocela, 1990). Hal senada diungkapkan oleh
Rakhmat (2007) yang menjelaskan istilah konsep diri sebagai persepsi individu terhadap
diri sendiri dari aspek fisik, sosial dan psikologis. Allport (dalam Schultz, D. 1991)
menyinggung juga mengenai konsep diri, namun istilah yang digunakan adalah proprium.
Beliau mendefinisikan proprium sebagai hal atau proses yang penting dan bersifat
pribadi, yang menentukan keunikan individu sebagaimana yang dirasakan dan
diketahuinya.
Konsep diri berisi mengenai perasaan dan pikiran individu terhadap kekuatan dan
kelemahan, kemampuan dan keterbatasan serta aspirasi nya sendiri, selain itu juga
memuat informasi mengenai pandangan dunia atau lingkungan sekitar terhadap diri
individu. (Black, dalam Devito, J. 2004).
Bisa disimpulkan berarti konsep diri adalah gambaran atau penilaian individu
terhadap diri sendiri yang meliputi hal fisik, kognitif dan afektif, yang dipengaruhi juga
oleh penilaian lingkungan sekitar terhadap diri individu.
b) Perbandingan sosial
Individu merupakan makhluk sosial. Artinya teman sebaya atau orang lain
di lingkungan nya memiliki pengaruh terhadap konsep diri individu. Saat di
sekolah, individu akan cenderung membandingkan kemampuannya dengan orang
lain misalnya melalui hasil ujian matematika. Dengan begitu individu mengetahui
apakah kemampuan dalam pelajaran matematika lebih baik atau lebih buruk
dibandingkan teman-teman sebayanya. Perbandingan ini pun terlihat juga dari
status sosial. Konsep diri individu dengan status sosial yang tinggi akan
cenderung lebih positif dibandingkan dengan individu yang berstatus sosial
rendah.
c) Nilai kebudayaan
B. Empati
1. Definisi empati
Sekitar tahun 1880, seorang psikolog kebangsaan jerman, Theodore Lipps
menyebutkan sebuah istilah “einfuhlung” untuk menjelaskan mengenai apresiasi
emosi terhadap perasaan orang lain (Olckers, C dan Grobler, S. 2010). Devito
(2004) menjelaskan empati sebagai suatu bentuk emosi dimana individu mampu
merasakan apa yang dirasakan orang lain dan melihat situasi dari sudut pandang
orang lain. Empati muncul saat individu mampu merasakan apa yang dirasakan
orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan
saling percaya serta mampu selaras dengan orang lain maupun lingkungan
sekitarnya (Goleman, 1999).
Sementara Rogers (dalam Lesmana, 2005) mendefinisikan empati sebagai
suatu proses bagaimana individu mampu ‘masuk’ dalam dunia orang lain dan
merasa nyaman tanpa larut sepenuhnya dalam perasaan maupun situasi orang lain.
Keen (2007) menjelaskan empati sebagai bentuk kesadaran terhadap perasaan
orang lain, penyebab munculnya perasaan tersebut dan merasakan hal yang sama
dengan tetap mempertahankan sisi obyektif.
Penggunaan istilah empati sering disamakan dengan simpati, namun kedua
istilah ini memiliki perbedaan yang mendasar. Seperti sudah dijelaskan diatas,
empati berarti menempatkan pikiran dan perasaan pada orang lain sesuai dengan
apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain, sementara simpati cenderung
muncul sebagai sebuah bentuk reaksi emosi yang kurang memiliki control karena
menempatkan diri individu dalam situasi orang lain, namun tidak memikirkan
pikiran dan perasaan orang lain sesunggunya.
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa empati merupakan suatu
kompetensi yang dimiliki individu di saat tertentu dimana individu berusaha
untuk merasakan hal yang sama dengan orang lain, serta menggunakan kognisi
nya secara tepat dalam mengartikan atau memaknai hal yang dirasakan orang lain
namun tetap memperhatikan obyektifitas berpikir dan merasa.
2. Aspek empati
Brownell mengungkapkan bahwa setidaknya ada 3 aspek yang mampu
menggambarkan empati secara menyeluruh, yaitu :
c) Aspek kognitif
Empati mengacu pada bagaimana individu mampu melihat situasi yang
dialami orang lain melalui sudut pandang atau segi kognitif orang tersebut.
Misalnya, seorang pria membawa pacarnya dalam acara keluarga. Si wanita
terkesan pendiam padahal dalam kesehariannya dia seorang yang mudah
bergaul. Sepulang dari acara, si pria dengan nada yang agak keras bertanya
apakah pacarnya tidak suka dengan keluarganya. Pertanyaan ini malah
mengakibatkan pertengkaran mulut diantara mereka. Jika si pria memiliki
empati terhadap pacarnya, maka dia harusnya cukup peka bahwa pacarnya
malu dan pastinya bingung bagaimana harus menempatkan diri di tengah-
tengah keluarga si pria, sehingga dia lebih banyak berdiam diri dan jarang
terlibat dalam percakapan terutama dengan orangtuanya.
d) Aspek afeksi
Selain mampu melihat dari sudut pandang orang lain, empati juga muncul
dalam bentuk perasaan. Empati mampu membuat individu mengerti apa yang
dirasakan orang lain. Gejolak emosi yang sedang dialami oleh orang lain
mampu dipahami oleh individu, walaupun tidak ditunjukkan secara verbal.
e) Aspek tingkah laku
Empati juga mengacu pada kemampuan individu untuk menunjukkan
perilaku verbal dan nonverbal yang mengindikasikan perilaku mendengarkan
dan peduli terhadap orang lain. Tatapan mata yang hangat, bahasa tubuh
yang menarik dan mampu merangkum secara tepat sesuatu yang dibagikan
orang lain merupakan bagian dari aspek tingkah laku.
Sementara, Feshbach (dalam Lamb & Keller, 1991) mengemukakan
bahwa 2 aspek yang mampu menggambarkan empati, yaitu :
a) Kognitif
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam aspek kognitif ini ada 2 hal yang bisa
dijadikan sebagai tolak ukur empati seseorang, yaitu :
g. Ability to discriminate and label emotions
Empati merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam
memahami emosi orang lain. Pemahaman individu terhadap emosi ini
diketahui dengan melihat perbedaan emosi yang muncul dan dengan
cepat mengetahui emosi atau perasaan yang sedang dialami orang lain.
h. Role or perspective taking
Dengan empati individu berusaha untuk melihat situasi atau
permasalahan yang sedang dialami orang lain, berdasarkan sudut
pandang orang tersebut. Individu yang berempati pada orang lain, akan
menempatkan pikiran mereka sama dengan orang lain, dan melihat
masalah atau situasi sama dengan apa yang sedang dialami orang lain.
b) Afektif
Selain dari segi kognitif, empati juga melibatkan perasaan individu.
Individu yang berempati mencoba merasakan hal yang dirasakan orang lain
pada situasi atau permasalahan yang sedang terjadi. Berempati disini berarti
individu melepaskan semua bentuk penilaian atau justifikasi mengenai benar
salah nya perasaan tersebut. Individu sekedar merasakan emosi sesuai dengan
yang sedang dialami orang lain tersebut.
3. Perkembangan empati
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas
maka dirumuskan hipotesis bahwa ada hubungan antara konsep diri dan empati pada
mahasiswa psikologi