Anda di halaman 1dari 5

Ragam Potensi

Wisata
Merauke


 1
 2
 3
 4
 5

(11 votes)
Dari Sabang sampai Merauke
Berjajar pulau-pulau
Sambung-menyambung menjadi satu Itulah Indonesia....

Masih ingat lagu yang membanggakan itu? Lagu ciptaan R.


Surarjo tersebut sering dinyanyikan tatkala kita duduk di bangku
sekolah dulu. Sabang adalah kota di bagian paling Barat wilayah Indonesia, terletak di Pulau We,
Nanggroe Aceh Darussalam. Sedangkan Merauke merupakan kota/kabupaten di wilayah paling
Timur Indonesia, Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini (PNG).
Beberapa tahun lalu, lagu di atas, khususnya larik pertama, sempat "dikomplain" oleh Bupati
Merauke Drs Johanes Gluba Gebze. Menurutnya, waktu terbit matahari di Merauke dua jam lebih
awal dibandingkan dengan munculnya sang surya di bagian Barat wilayah Indonesia. Tetapi
banyak orang menyebut bentang wilayah RI dari Sabang hingga Merauke, bukan sebaliknya.

Terlepas dari ungkapan tersebut, tentu lebih menyenangkan bila Anda melihat dari dekat
kekayaan alam dan pesona Merauke. Mengunjungi Merauke, apalagi dari Jakarta, Anda harus
siap menempuh perjalanan panjang dan transit di beberapa bandar udara.
Namun kepenatan itu berakhir ketika pesawat mendarat di Bandar Udara Mopah, Merauke. Lelah
dan rasa kantuk akibat kurang tidur langsung lenyap ketika mendapati kamar hotel memiliki
penyejuk ruangan. Sesuatu yang tak diduga dan terbayangkan dari awal.

Pikiran bakal tak bisa tidur nyenyak karena khawatir terkena malaria, mulai sirna. Mengingat
tingkat kelembaban di Merauke cukup tinggi, berkisar 78-81 persen berdasarkan data di Kantor
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) setempat. Apalagi sekitar 75 persen kawasan Merauke
masih diselimuti hutan yang cukup lebat.

Potensi Wisata

Kabupaten Merauke merupakan salah satu dari 29 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua,
belum termasuk 6 kabupaten baru hasil pemekaran wilayah yang disetujui Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) awal Desember lalu.

Bila di sebelah Timur Merauke berbatasan dengan PNG, maka di Utara berhadapan dengan
Kabupaten Boven Digul dan Kabupaten Mappi. Sedangkan di bagian Barat dengan Kabupaten
Asmat dan di Selatan terbentang Laut Arafura.

Dengan luas wilayah 45.071 kilometer persegi, Kabupaten Merauke memiliki potensi sumber
daya alam yang besar. Sementara pariwisata dan budaya merupakan salah satu potensi yang turut
mendukung. Sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan merupakan sektor-sektor
unggulan dan prospektif.

Secara umum potensi wisata di Merauke dapat dipilah-pilah berdasarkan wisata alam, sejarah,
dan budaya. Wisata alam meliputi pantai-pantai di bagian selatan, taman nasional, suaka
margasatwa atau cagar alam, dan penangkaran buaya.

Wisata sejarah antara lain melihat Tugu Pepera yang menceritakan kembalinya Irian Barat ke
pangkuan RI. Ada juga tugu peringatan masuknya agama Katolik di Merauke. Obyek wisata
lainnya Tugu Kembar yang hanya terdapat di Sabang dan Merauke.

Untuk wisata budaya dapat Anda saksikan pada waktu-waktu tertentu atau khusus saat upacara
adat atau menyambut tamu negara dan tamu penting yang datang ke Merauke. Di Distrik Kimaam
setiap bulan Agustus kabarnya juga diadakan Festival Dambu yang menampilkan tari dan gulat
tradisional.

Distrik Kimaam merupakan lokasi terjauh yang dapat dicapai dari Kota Merauke. Setidaknya
dibutuhkan waktu 45 menit dengan pesawat perintis atau 12 jam dengan kapal motor. Belum ada
rute melalui jalan darat.

Rumah Semut

Topografi Merauke umumnya datar dan berawa di sepanjang pantai.


Pantai selatannya dibentuk oleh hutan sedimen, tergolong endapan
aluvium. Di beberapa tempat tanahnya mirip tanah rawa seperti
lumpur yang berwarna abu-abu. Karena berdataran rendah, jangan
berharap Anda melihat gunung di sana.

Pantai yang cukup dikenal Pantai Lampu Satu di Kampung Imbuti,


sekitar 4 kilometer dari pusat Kota Merauke. Diberi nama Lampu
lantaran di sana ada mercusuar yang tegak berdiri menghadap ke laut.
Di pantai dengan hamparan pasir sangat panjang ini, Anda bisa
menyaksikan matahari tenggelam (sunset).

Di pantai ini Anda dapat menyaksikan kapal-kapal kayu pencari ikan berlabuh. Lautnya menjadi
tempat para nelayan mencari ikan. Beberapa anak kecil asyik bermain pasir dan sebagian bermain
sepak bola.

Kondisi serupa juga tampak di Pantai Natsai atau kadang disebut Pantai Wendu karena terletak di
Kelurahan Wendu. Berjarak kurang lebih 25 kilometer dari pusat kota, pantai ini bisa dibilang
pantai mati. Nyaris tak ada orang dan kegiatan apapun di lokasi ini. Beberapa pondok seadanya
yang masih berdiri tampaknya telah lama ditinggal pemiliknya. Di pantai ini ada jajaran pohon
nyiur yang melambai-lambai tertiup angin.

Selain pantai, obyek wisata alam yang cukup terkenal dan diminati adalah Taman Nasional (TN)
Wasur dan sebagian kecil ke Cagar Alam Kumbe. Para pengunjung biasanya turis dan peneliti
yang berasal dari luar Merauke. Jaraknya cukup jauh dari Kota Merauke dan belum ada angkutan
umum yang melintas. Kendati dari Kota Merauke jaraknya cuma 15 kilometer, dibutuhkan waktu
kira-kira 1 jam untuk mencapai TN Wasur.

Luas TN Wasur 413.810 hektar. Penetapan Wasur sebagai Taman Nasional dikukuhkan lewat
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 448/Menhut-VI/90 tertanggal 6 Maret 1990. Di
dalam kawasan TN ini terdapat berbagai jenis fauna dan flora yang termasuk langka dan hanya
terdapat di Papua. Beberapa satwa di antaranya adalah Burung Kasuari (Casuarius galeatus),
Cenderawasih (Paradisidae), dan Kanguru yang berukuran lebih kecil dibanding kangguru
Australia (Marcropus). Dari beberapa jenis kanguru, yang sering ditemui adalah kanguru tanah
(Thyloyale brunii).

Sepanjang perjalanan melalui TN Wasur, Anda dapat melihat gundukan-gundukan tanah setinggi
3-5 meter di tepi jalan. Itu adalah rumah-rumah semut yang dibangun selama bertahun-tahun.
Penduduk di sana menyebutnya Musamus. Rumah semut ini menjadi simbol semangat bagi
masyarakat Merauke.

Tugu Kembar

Obyek wisata sejarah Merauke umumnya berupa monumen atau


tugu yang berkaitan dengan peristiwa tertentu, seperti Tugu
Pepera yang dibangun pada 17 September 1969 untuk
memperingati bersatunya wilayah Irian Barat (sekarang Papua)
ke negara Indonesia.
Ada juga tugu peringatan yang berhubungan dengan agama, yaitu 100 tahun masuknya agama
Katolik di Merauke (pada 14 Agustus 1905 misionaris Katolik masuk ke Merauke). Sebagian
besar warga Merauke beragama Katolik dan Kristen Protestan. Jumlah penduduk diperkirakan
mencapai 180.000 jiwa (hasil sensus pada tahun 2005 berjumlah hampir 174.000 orang).

Sewaktu Irian Barat masih dibawah kendali Pemerintah Hindia Belanda, Indonesia menerjunkan
sejumlah pasukan untuk merebutnya, termasuk di Merauke yang dipimpin oleh (saat itu) Mayor
LB Moerdani (belakangan antara lain menjadi Panglima ABRI). Tepatnya pada 4 Juni 1962.
Untuk mengenang peristiwa pendaratan itu dibuatlah Tugu LB Moerdani oleh Pemerintah Daerah
Merauke. Obyek wisata ini terletak di Distrik Tanah Miring, kurang lebih 25 kilometer dari Kota
Merauke.

Selain itu ada Tugu Sabang-Merauke, tugu kembaran yang hanya terdapat di Sabang dan
Merauke. Bentuknya yang sama menggambarkan luas wilayah Indonesia dari Sabang hingga
Merauke. Tugu yang masuk ke dalam Distrik Sota ini berjarak sekitar 80 kilometer dari Kota
Merauke. Di dekat tugu berdiri pos yang dijaga oleh personil TNI. Tempat yang dulu sepi kini
berubah menjadi ramai karena di sekitarnya berjejer warung-warung makanan yang dikelola oleh
para pendatang, umumnya berasal dari Pulau Jawa.
Tak jauh dari Tugu Sabang-Merauke, kurang lebih 500 meter, berdiri sebuah tugu yang
merupakan garis batas Indonesia dan PNG. Tugu setinggi kira-kira 1,6 meter ini diresmikan pada
November 1983. Batas tanda ditetapkan dengan koordinat posisi lintang selatan 8 derajat 25' 45"
dan bujur timur 141 derajat 01' 10". Kawasan setelah tugu sebenarnya merupakan daerah tak
bertuan (no-man's land) namun sering digunakan pelintas batas sebagai jalan setapak untuk
kegiatan ekonomi.

Daging Rusa

Keramaian di Kota Merauke mungkin baru bisa disejajarkan


dengan kondisi kota kecamatan di Pulau Jawa. Hampir seluruh
kegiatan usaha masyarakat dipusatkan atau berada di sepanjang
Jalan Raya Mandala yang panjang, selain di pasar tradisional.
Bank, pasar swalayan, toko elektronik, hotel, rumah atau tempat
jajanan dapat ditemui di sini. Bahkan gerai-gerai penjual telepon
selular dan pulsa mudah dijumpai.

Khusus untuk rumah makan Anda akan sedikit kesulitan menikmati daging sapi atau kerbau.
Masakan atau makanan yang menggunakan daging sebagai bahan utamanya sering dihidangkan
berupa daging rusa. Harga daging sapi atau kerbau yang lebih tinggi merupakan salah satu
penyebab. Namun demikian, bukankah ini menambah pengalaman wisata kuliner Anda?

Beberapa rumah di jalan kecil (sekitarnya) juga dimanfaatkan sebagai sentra kerajinan tangan dan
oleh-oleh. Tas, sepatu, ikat pinggang, dan dompet yang dibuat dari kulit satwa, atau dendeng
rusa, misalnya. Karena keaslian bahan dan kualitas pembuatan yang baik, seorang teman berniat
akan memborong dalam jumlah banyak dan menjualnya kembali di Jakarta dengan harga lebih
tinggi.

Ada yang tidak lazim dalam berusaha di sini, sesuatu yang sulit terjadi di daerah lain. Toko dan
tempat-tempat usaha nyaris seluruhnya ditutup pada pukul 12-13 dan dibuka kembali pada pukul
17-18 WIT. Dan ini berlaku tiap hari. Tak diketahui dengan pasti sejak kapan dan kenapa ini
dilakukan. Begitu juga dengan angkutan umum dalam kota. Tarifnya Rp 2.500 per orang. Tetapi
trayeknya bisa berubah mengikuti keinginan sejumlah penumpang ke suatu lokasi di luar jalur
utama. Bayangkan kalau ada 1-2 orang lain di dalamnya yang tergesa-gesa namun mesti ikut
mengantar.

Jalan di ibu kota kabupaten dan sekitarnya layak dinikmati dan mulus. Barangkali yang patut
dibanggakan adalah dipasangnya sebuah jembatan rangka baja sepanjang 565 meter di atas
Sungai Maro. Kira-kira 7 kilometer dari pusat kota. Dari atas jembatan ini kita dapat
menyaksikan matahari terbit (sunrise) dan terbenam (sunset).

Jembatan ini berperan sangat penting bagi mobilisasi warga, karena menghubungkan beberapa
distrik sekaligus seperti Kumbe, Semangga, Jagebob, dan Tanah Miring. Sekadar mengingatkan,
di distrik terakhir ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan sempat
melakukan panen raya padi musim tanam 2005/2006 di lahan seluas 4.700 hektar.
Tips Perjalanan

Nama Merauke berasal dari ungkapan "Maro ka ehe liki" yang


berarti sungai ini bernama Maro. Kebetulan Kota Merauke
sendiri terletak di tepi Sungai Maro. Melalui perjalanan waktu
sebutan Maroke atau Meroke akhirnya berubah menjadi
Merauke.

Hingga kini baru satu maskapai penerbangan nasional yaitu


Merpati yang melakukan penerbangan menuju ke Merauke dari Jakarta dan kota-kota tempat
transit. Lainnya hanya sampai di Jayapura atau Mimika (Kabupaten Timika). Namun demikian,
dari kedua kota itu ada juga penerbangan ke Merauke.

Di luar waktu transit yang berbeda-beda, lama penerbangan dari Jakarta- Merauke kira-kira 7-8
jam. Sebaliknya, dari Merauke-Jakarta bisa lebih cepat sampai karena tidak transit di Biak. Selain
dengan pesawat udara, Anda juga dapat menggunakan angkutan kapal laut. Kabarnya, hanya ada
satu kali dalam sebulan, itu pun berangkat dari Surabaya. Sedikitnya diperlukan waktu 9 hari tiba
di Merauke bila cuaca bersahabat.

Untuk penginapan banyak pilihan hotel yang memadai dengan harga bervariasi. Setidaknya ada 9
hotel yang sebagian besar terletak di Jalan Raya Mandala. Satu hotel milik pemerintah daerah
yang terletak di Jalan Trikora sering menjadi pilihan.

Begitu juga untuk urusan perut. Tak sulit mencari tempat makan yang menunya beragam baik
masakan Jawa, Cina, Padang atau makanan Indonesia lainnya. Anda juga dapat menyicipi
makanan khas Papua seperti sagu sep dan papeda di restoran tertentu.

Anda bisa menyewa kendaraan roda dua atau empat untuk keliling kota Merauke. Angkutan
umum biasanya hanya beroperasi di dalam Kota Merauke. Alternatif lain, mengontak agen dan
biro perjalanan setempat.

Anda mungkin juga menyukai