Anda di halaman 1dari 8

c   


 

Definisi
Congestif heart failure (CHF) adalah keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal[1].

Patofisiologi
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya
di atas dan puncaknya di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah kiri. Berat jantung
kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien, otot-otot jantung,
rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi secara bergantian. Laju denyut-denyut
jantung atau kerja pompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu "pengatur irama". Ini
terdiri dari sekelompok secara khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak didalam
dinding serambi kanan. Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke
kedua serambi membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di
teruskan ke dinding-dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi
secara serentak. Periode kontraksi ini disebut systole. Selanjutnya periode ini diikuti dengan
sebuah periode relaksasi pendek - kira-kira 0,4 detik - yang disebut diastole, sebelum impuls
berikutnya datang. Nodus sinotrialus menghasilkan antara 60 hingga 72 impuls seperti ini
setiap menit ketika jantung sedang santai. Produksi impuls-impuls ini juga dikendalikan oleh
suatu bagian sistem syaraf yang disebut sistem syaraf otonom, yang bekerja diluar keinginan
kita. Sistem listrik built-in inilah yang menghasilkan kontraksi-kontraksi otot jantung beirama
yang disebut denyut jantung[2]
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu[3] :
1) Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :. Beban tekanan , Beban volume,. Tamponade jantung atau konstriski
perikard, jantung tidak dapat diastole, . Obstruksi pengisian ventrikel, Aneurisma ventrikel,
Disinergi ventrikel, Restriksi endokardial atau miokardial

2) Abnormalitas otot jantung

a. Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin
atau sitostatika.
b. Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3) Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

Beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami
dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih
kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan
simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan t erjadi takikardi dengan
tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat
mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit
(Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk
memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan
tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung[2].
Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah
dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka
terjadilah keadaan gagal jantung[2].
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat
tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri
meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel
kiri pada waktu diastolik, dengan akib at terjadinya kenaikan tekanan rata ± rata dalam atrium
kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan
terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan
dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang
terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk
sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan
merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan
dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat
terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal
jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel
kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan
menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan
akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan
pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan.
Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan
kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena
jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang
meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan
sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan
asites[2].

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang terjadi pada gagal jantung kiri antara lain kongesti vaskuler
pulmonal, dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksisimal, batuk, edem pulmonal akut,
penurunan curah jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles paru, disritmia,
pulsus alternans, pernafasan cheyne Stokes, bukti radiologis tentang kongesti vaskuler
pulmonal. Sedangkan untuk gagal jantung kanan antara lain curah jantung rendah
peningkatan JVP, edem, disritmia, S3, S4, vebtrikel kanan, hiperosmolar pada perkusi[3].

Kriteria diagnostik
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Menurut
New York Heart Association (NYHA ) klasifikasi fungsional jantung ada 4 kelas, yaitu[2] :
Kelas I : para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta
tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
nafas atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa.

Kelas II : penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.

Kelas III : penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti yang tersebut di atas.

Kelas IV : penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan
keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun
sangat ringan.

Menurut Framingham kriteria gagal jantung kongestif ada 2 kriteria, yaitu kriteria
mayor, dan kriteria minor[4].
Kriteria mayor terdiri dari :
- Dispnea nokturnal paroksisimal, atau ortopnea

- Peningkatan vena jugularis

- Ronki basah tidak nyaring

- Kardiomegali

- Edem paru akut

- Irama derap S3

- Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2 O

- Refluks hepatojugular

Kriteria minor terdiri dari :


- Edem pergelangan kaki

- Batuk malam hari

- Dyspnea on effort

- Hepatomegali

- Efusi pleura

- Kapasitas vital maksimal berkurang

- Takikardi (>120 x/ menit)


Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor, atau satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor harus ada di saat bersamaan.

PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis CHF
adalah[3]:
- EKG

Hipertropi atrial atau ventrikel , penyimpangan aksis,iskemia, dan kerusakan mungkin


terlihat, disritmia (takikardi, fibrilasi atrial)
- Echocardiogram

Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi / struktur


katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler
- Scan jantung

Penyuntikan friksi dan perkiraan gerakan dinding


- Rontgen dada

menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertropi bilik.


Perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan pulmonal.
- Enzim hepar

Meningkat dalam gagal/ kongesti hepar


- Elektrolit

Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik
- Oksimetri nadi

Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi
kronis
- Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia
dengan peningkatan PCO2 (akhir)
- Blood ureum nitrogen (BUN ) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
- Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus


gagal jantung kongestif

Penatalaksanaan
Non farmakologis[1]
- Anjuran umum

m Edukasi : terangkan hubungan keluhan , gejala dengan pengobatan

m Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang ,asih dilakukan

m Vaksinasi terhadap infeksi influenza dan pnemokokus bila mampu

m Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung dan berat penggunaan hormon
dosis rendah masih dapat dianjurkan.

- Tindakan umum

m Diet : hindarkan obesitas, rendah garam, batasi asupan air berlebihan

m Hentikan merokok

m Hentikan alkohol pada kardiomiopati

m Aktifitas fisik : latihan jasmani jalan 3-5 kalil selama 20-30 menit sepeda statis
5 kali/ seminggu selama 20 menit dengan bebabn 70-80 % denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang.

m Istirahat berbaring pada gagal jantung akut, berat dan eksersebasi akut.

Farmakologis[4]
- Diuretik

Dosis obat dimulai 20-40 mg / IV atau oral dinaikkan sampai berat badan berkurang
0,5-1 kg / hari. Obat yang lazim diberikan adalh furosemid dan tiazid
- ACE inhibitor
Pemberian dengan dimulai dosis kecil : Captopril 2-3 x 6,25 mg / hari dan
ditingkatkan setelah 3-7 hari target pengobatan 3 x 50 -100 mg / hari , sementara
kadar kreatinin darah dikontrol setiap 2 minggu.
- Beta bloker

Pemberian beta bloker ini dilakukan pada gagal jantung kelas II-III . sebelum
diberikan maka penderita harus bebas dari retensi cairan. Dosis awal bisoprolol
dimulai dengan 1x 1,25 mg / hari. Lalu dinaikan setelah 1-2 minggu dan dosis terus
ditingkatkan dengan target 1 x 10 mg / hari.
- Digitalis

Biasanya digitalis diberikan pada pasien yang tidak menemukan perbaikan dengan
diuretik. ACE Inhibitor dan beta bloker. Pada penderita dengan atrial fibrilasi maka
digoxin merupakan obat pilihan untuk menekan respon ventrikel yang berlebihan.
Dosis pemberian dimulai dengan dosis awal 0,03 mg/ kg BB dengan oral mampu
dengan parenteral yang diberikan dalam beberapa tahap. Dosis pemeliharaan 0,25 mg/
hari , orang tua diatas 70 tahun dosis 0,125 mg/ hari sudah cukup.
- Angiotensin receptor bloker

Penghambat efek angiotensis dapat dilakukan dengan cara menghambat receptor


sehingga tidak dapat berefek pada target organ . diakui mempunyai efek positif
terhadap hipertensi ( valsartan , losartan )













     

1. Mansjoer A, Triyani K, Savitri R, et al.GagalJantung. Dalam: Mansjoer A, Triyani K,


Savitri R, eds. KapitaSelektaKedokteranEdisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI;
2001. pp. 434-37.
2. Ghanie A. GagalJantungKronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, eds.
BukuAjarIlmuPenyakitDalamJilid III Edisi IV. Jakarta:
PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalam FKUI; 2007. pp. 1511-14.
3. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Gagaljantungkronik. Dalam: Rani AA,
Soegondo S, Nasir AUZ, eds. PanduanPelayananMedik PAPDI. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. pp. 54-7.
4. Rudd J. Heart Failure. Dalam: Longmore M, Wilkinson IB, Davidson EH, eds.
Oxford Handbook of Clinical Medicine 8th ed. New York: Oxford University Press;
2010. pp. 128-31.

Anda mungkin juga menyukai