Anda di halaman 1dari 3

FEMINISME DAN REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Oleh

Marissa Ika Puspitasari (1006705193)

Data Publikasi

Judul Buku : Buku Ajar I Logika, Filsafat Ilmu, dan Pancasila

Nama Pengarang : Dr. Irmayanti Meliono, M.Si, Y.P Hayon, M.Hum, Agnes Sri

Poerbasari,M.Si, Dr. Ita Syamtasiah, Dr. Suharo.

Kota/Penerbit : Jakarta/Badan Penerbit FKUI

Tebal Halaman : 148

Judul Buku : Jurnal Perempuan edisi 48

Nama Pengarang : Mariana Amruddin dan Elli Nur Hayati

Kota/Penerbit : Jakarta/Yayasan Jurnal Perempuan

Tebal Halaman : 30
Pendahuluan

Banyak yang mempertanyakan efektifitas birokrasi pemerintahan yang ada yang dinilai masih
sangat jauh dari kriteria bagus apalagi jika kemudian dibandingkan dengan negara-negara
tetangga. Masih sangat jauh. Kondisi ini tentu saja meprihatinkan banyak pihak, bukan hanya
saja pemerintah karena birokrasi merupakan cerminan dari kinerja pemerintahan tapi juga
masyarakat yang terlibat langsung didalamnya. Lalu bagaimana cara mengatasinya?. Sudah
banyak dilakukan pendekatan-pendekatan sosial untuk menanggulangi permasalahan utama
dalam birokrasi pemerintahan, yaitu birokrasi yang sangat berbelit belit dan memakan waktu
yang lama, yang kemudian dampaknya kearah efektifitas kerja. Tapi, sampai sekarang hasil
yang diharapkan belum juga didapatkan secara nyata. Perempuan sendiri sebagai salah satu
unsur dan anggota dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peran untuk melakukan
perubahan pada birokrasi pemerintahan karena perannya sebagai masyarakat dan kemudian
dalam skala kecil perannya dalam birokrasi dalam rumah tangga. Lalu mengapa kemudian
Perempuan sendiri kurang mendapat bagian dalam reformasi birokrasi pemerintahan yang
didalamnya terdapat perempuan sebagai anggota masyarakat dan pelaku reformasi? Dan apa
itu Feminisme? Didalam Jurnal bulanan yang kali itu membahas mengenai feminisme Mariana
Amiruddin menuliskan kenapa Perempuan dalam hal pandangan Feminisme sesungguhnya
berperan tapi kemudian dikesampingkan.

Isi

Feminisme sebagai suatu pemikiran dan gerakan lahir disekitar abad ke-18, tepatnya setelah
Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1792). Pemikiran ini lahir karena didorong oleh
realitas di masyarakat, dimana posisi perempuan dimasa itu kurang beruntung dibandingkan
laki-laki. Pada masa tersebut, perempuan dari segala kalangan social tidak memilik hak-hak
seperti 1) Hak untuk mendapatkan pendidikan, 2) Hak untuk memilih dan dipilih (hak politik), 3)
Hak untuk memasuki lapangan pekerjaan di masyarakat, khususnya perempuan dikelas
menengah-atas, 4) Hak atas harta milik, akibatnya perempuan yang menikah tidak memiliki
harta sendiri yang sah dan segala harta yang diperolehnya secara legal menjadi milik
suaminya. Sebagai akibat dari tiadanya hak-hak tersebut, maka perempuan tidak dapat masuk
ke perguruan tinggi, parlemen, kantor-kantor dan tidak memiliki kedudukan yang sama dengan
laki laki dimata hukum. Sehingga jumlah perempuan terdidik dan berpendidikan saat itu sangat
minim jumlahnya, Dan kemudian muncullah Gerakan Feminisme yang awalnya berlangsung di
Amerika Serikat yang kemudian menyebar ke Perancis dan Inggris. Gerakan ini dimotori oleh
perempuan kelas menengah-atas dengan tuntutannya yang terkenal dengan kesetaran gender
atau kesetaraan hak dengan laki-laki, di dunia kerja, lapangan pendidikan dan hak untuk
memilih dan dipilih.

Pada abad ke 21 ini keterbukaan terhadap hak perempuan sudah cukup bagus walau masih
belum cukup. Sekarang perempuan dapat menyatakan pikirannya dengan cara pandang dan
pola berpikirnya sendiri tanpa harus didikte dari kepentingan manapun. Di Indonesia sendiri
peluang perempuan untuk dipilih pun semakin besar, terbukti apada Pemilihan Umum kemarin
bahwa Jumlah Peluang Perempuan di Parlemen sebesar 30%.

Feminisme sendiri seperti yang ditulis Dorothy Smith di dalam tulisan Mariana Amiruddin
menuliskan bahwa feminisme adalah sebuah teori. epistemologi (teori atas ilmu pengetahuan-
red), metodologi (teori atau konsepsi-red) dan praktek yang sangat merindukan kebenaran.
Feminisme dikutip dari artikel Kum-Kum Bhavnani, “Women’s Studies and its interconnection
with ‘Race’, Ethnicity and Sexuality” adalah teori dan praktek politik yang membebaskan semua
perempuan: perempuan berwarna, perempuan pekerja, perempuan miskin, perempuan cacat,
lesbian, perempuan lanjut usia-sebagaimana barat memperlakukan perempuan heteroseksual
kulit putih dengan istimewa.

Penutup

Feminisme dikritisi sebagai ideologi atau paham yang lebih bersifat teoritis dan bahkan
dianggap bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat atau kasarnya disebut ‘tidak bermoral’.
Didalam Ilmu Pengetahuan, feminisme menawarkan metode yang lebih ramah atau soft dalam
pencarian fakta yang lebih memilih ke metode identifikasi masalah dan pendekatan yang
kualitatif (terutama wawancara yang mendalam yang tidak terstruktur) yang bisa lebih berguna
dalam menelaah apa sesungguhnya yang dibutuhkan untuk reformasi birokrasi yang cenderung
tidak menunjukkan perubahan yang berarti saat metode kuantitatif dijalankan yang berdasarkan
hasil survei. Karena tidak diperhitungkannya partisipasi perempuan didalamnya. Masalah
birokrasi pemerintahan juga dianggap netral gender, Pandangan bahwa perempuan tidak
mempunyai andil dalam reformasi birokrasi adalah penghalang utama dalam penyelesaiannya.
Karena sesungguhnya perempuan punya peran dalam reformasi tersebut. Sebagai
anggota,masyarakat, anggota pemerintahan dan masayarkat pemerintahan yang dapat
berkontribusi dalam adanya reformasi birokrasi pemerintahan. Dan ketika ada sebagian kecil
masyarakat yang tidak diikutsertakan dalam kegiatan mereformasi bentuk pemerintahan maka
kemudian hasil yang didapatkan tidak menyeluruh dan tidak mencapai target yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai