Anda di halaman 1dari 48

MASUKNYA ISLAM KE MESIR

Jihadis vs Koptik-Mesir 639-641M

http://www.historyofjihad.org/egypt.html

Mesir jaman pra Islam adalah


wilayah yang paling berharga dalam Kerajaan timur Romawi. Mesir adalah keranjang roti Roma
nomor dua setelah Konstantinopel. Tanahnya subur dan sumber ekspor gandum, jagung, anggur,
minyak, tekstil, gelas, kosmetik dan obat2an. Pada saat invasi Arab, jumlah penduduk Koptik
diperkirakan sekitar 9 juta.

Mesir sebelum invasi Islam bukan Negara Arab

Kebanyakan dari kita menyamakan orang Mesir dengan Arab. Mohammed Atta, pemimpin
serangan 9/11 adalah orang Mesir yang memimpin sekelompok teroris Arab. Demekian pula
dengan Yasser Arafat yang lahir di Kairo, yang membohongi dunia dengan pengakuannya
sebagai orang Palestinia. Bandit2 ini dan jutaan orang Mesir sekarang menganggap diri sebagai
orang Arab. Mereka tidak sadar bahwa mereka adalah hasil Arabisasi akibat invasi Arab pada
abad ke 7 yang menghancurkan Bizantin yang menguasai Mesir. Orang mesir adalah keturunan
Firaun yang mendirikan peradaban klasik Mesir disepanjang lembah Nil dan membangun kota2
cantik seperti Luxor, Memphis, Karnak dan Thebes. Firaum seperti Ramses, Nefertiti
mendirikan pyramid megah yang menyimpan misteri alam semesta yang dibangun sesuai dengan
konstelasi bintang.
Agama orang Mesir kuno didasarkan kepada animisme, sebagai mana juga orang Yunani-
Romawi, Hindus, Mesoamerican dsb. Mulai abad ke 6SM sampai abad 4M, Mesir dikuasai raja
Persia dari dinasti Achemenia, Hakkamanishiya. Orang Persia adalah Zoroastrian, tetapi mereka
tidak mencampuri urusan keagamaan orang Mesir.

Pada abad ke 4, Persia dijatuhkan oleh Panglima Yunani, Alexander, yang kemudian mendirikan
kota Alexandria di Delta Nil, sebagai pelabuhan masuk bagi orang Yunani yang berlayar lewat
Laut Mediteran.

Bahkan kekuasaan raja Yunani dibawah Ptolemys dalam 3 abad berikutnya tidak mengusik
agama orang Mesir. Rakyat Mesir tetap dibiarkan memuja dewa2 mereka, dewa matahari, Ra
atau Amon Ra, Horus, dewa langit yang memiliki kepala seperti burung gagak dan bertubuh
manusia, dsb. Pada tahun 1 Masehi, Mesir menjadi bagian dari kerajaan Romawi dibawah Julius
Caesar setelah bunuh dirinya ratu Cleopatra. Namun orang Romawipun tidak mempedulikan
kepercayaan penduduk asli. Jadi setelah berbagai invasi oleh Persia, Yunani, Romawi, agama
Mesir tetap bertahan sebagai agama unik dan orijinal. Hanya setelah kaisar Romawi, Konstantin
memeluk agama Kristen pada abad ke 4, rakyat Mesir mulai memeluk Kristen. Saat Muslim
Arab menginvasi Mesir, penduduk asli Mesir seluruhnya Kristen, walau bekas2 agama lama
masih sangat kuat dan mempengaruhi ritual Kristen.

Orang Mesir menganggap diri bangsa Hamitik (keturunan Ham), berbeda dengan orang Arab
yang termasuk bangsa Semitik (keturunan Sem). Bangsa Hamitik terdiri dari bangsa Mesir,
Nubia (Sudan), Abyssinia (Ethiopia), Somali dan Masai (Kenya dan Tanzania). Kebudayaan
kuno Mesir oleh karena itu juga TIDAK disebut sebagai peradaban Arab dan para firaun juga
tidak dianggap sebagai raja2 Arab.

Sifat Arab hanya nampak setelah invasi Arab tahun 639-641M. Arab-lah yang memberi nama
‘Koptik’ pada penduduk asli Mesir. Copt adalah kata Inggris yang berasal dari kata Arab ‘Gibt’
atau ‘Gypt’ dari kata Yunani ‘Egyptos’ atau Egypt. Kata Yunani ‘Egyptos’ berasal dari kata
Mesir kuno ‘Ha-Ka-Ptah’ atau kuil dewa Ptah, salah satu dewa utama Mesir. Kata Copt atau
Coptic berarti Egyptian/orang Mesir, namun sekarang, penduduk muslimn Mesir memanggil diri
Arab dan kata Copt atau Coptic merujuk pada penduduk Kristen Mesir.

Gangster Muslim yang menjarah lembah Nil ada dibawah perintah kalifah Umar berjihad dan
memaksa penggantian agama rakyat Mesir ke Islam. Pasukan Islam ini dipimpin oleh Amir bin
Al-Aas yang sebenarnya juga pemeluk Islam baru. Terdapat dongeng berkaitan dengan Amir
tersebut;

Clannya, Bani Sahm dari suku Quraish, terpaksa memeluk Islam setelah ‘nabi’ Muhammad-bin-
Abdullah menjarah Mekah th 630M. Seperti juga para pemimpin Quraish lainnya, pada mulanya
Amir menantang Islam dengan keras. Malah ia mengepalai kontingen Quraish di Pertempuran
Uhud. Tahun 630M, dengan Khalid-ibn-Walid ia mengalahkan pihak Muslim, tetapi setelah
jatuhnya Mekah ditangan Muslim, Amir bin Al-Aas dan Khalid-ibn-Walid masuk Islam. Ini
tidak mereka lakukan secara suka rela tetapi mereka melihat keuntungan untuk bergabung
dengan pihak yang menang. Dengan demikian, mereka tidak hanya berhasil menyelamatkan jiwa
mereka tetapi malah dengan senang hati menerapkan teknik2 Muslim seperti menjarah, menyiksa
bangsa lain dan memaksa mereka memeluk Islam. Setelah itu Amir menjadi bagian dari gangster
Muslim.

Menurut cerita, saat remaja, Amir melancong dengan karavan ke Palestina. Suatu hari ia bertugas
menjaga onta karavan diluar Yerusalem. Hari sangat terik dan saat ia duduk dibawah pohon,
datanglah seorang pelancong yang letih dan sangat kehausan. Amir dengan murah hati
memberikan minumannya. Sang pelancong meminumnya dan kemudian tertidur.

Beberapa saat kemudian, seekor ular nampak mendekati sang pelancong yang sedang tidur
nyenyak. Amir dengan sigap membunuh ular itu dengsn panahnya. Sang pelancong sangat
berterima kasih pada Amir karena telah menyelamatkan hidupnya untuk kedua kalinya. Sang
pelancong ingin memberikannya uang bagi dua nyawa. Ia mengatakan bahwa ia datang ke
Yerusalem dari Mesir. Dan ternyata sang pelancong ini ini bukan sembarang pelancong, ia
adalah seorang Maqauqas, pendeta tinggi kaum Kristen Mesir. Ia ingin agar Amir menemaninya
ke Mesir. Akhirnya mereka melancong ke Mesir.

Saat tiba di Alexandria, Amir tinggal di rumahnya yang megah dan diperlakukan bak tamu raja.
Maqauqas, sang tuan rumah membawanya ke festival di Hippodrome. Salah satu ritual festival
adalah ritual ‘Bola Emas‘. Pendeta memukul sebuah bola emas dan bola itu melayang ke atas.
Kepercayaannya adalah, ketangan siapa bola itu mendarat, ialah yg akan menjadi penghancur
Mesir.

Saat pendeta memukul bola iitu ke udara semua orang mengikuti lajunya arah bola itu dgn
tegang. Setelah bola membelok di udara, bola itu mendarat di lengan baju Amir. Penonton kaget.
Mereka tidak dapat percaya bahwa orang Arab terbelakang dan tidak berbudaya dari gurun pasir
itu dapat menghancurkan Mesir. Mereka merasa ini pasti salah. Pasti cara memukul bola itu
salah.

Maqauqas, tuan rumah Amir dengan bingung mengatakan kepadanya, "Saya tidak tahu tapi
tanda dari para dewa tidak pernah salah. Aneh memang nasib dan siapa tahu kau suatu hari akan
kembali ke sini."

Amir yang juga bingung itu kembali dari Mesir, sarat dengan hadiah dan uang. Peristiwa Bola
Emas itu terus menghantuinya. Ia sering menganggapnya sebagai mimpi tapi dalam hatinya ia
yakin bahwa suatu hari ia akan memasuki Mesir sebagai penakluknya dan menghancurkan segala
yang ada disana.

Nah, jadilah Amr seorang panglima besar pasukan Muslim di Syria, ia terus menerus ingat akan
mimpinya menaklukkan Mesir. Cita2nya akhirnya tercapai ketika Umar memberinya perintah
untuk menghancurkan tanah kafir itu. Amir bin al-Aas segera berangkat menuju Mesir dengan
40.000 tentara.

December 639, pasukan Muslim mencapai Farma, kota benteng yang dijaga garisun Bizantin.
Muslim menyerang kota itu sampai 2 bulan lamanya. Musim semi Februari 640, pasukan
penyerang yang dipimpin Useifa-ibn-Wala menyerang fort itu pada malam buta. Perlawanan
Bizantin runtuh dan kota ini akhirnya jatuh ke tangan Muslim.

Setelah jatuhnya Farma, Muslim maju ke Bilbeis, 40 mil dari kota Memphis. Bilbeis berada di
gurun Negev (di perbatasan dengan Israel sekarang). Kota itu juga kota benteng dan Muslim
menyerang dengan memutuskan suplai air. Setelah sebulan, pada akhir Maret 640 kota itupun
menemui akhir naasnya.

Dari Bilbeis, Muslim berbaris ke Babylon (sebuah kota di Mesir Bizantin, bukan yang di
Mesopotamia/Irak sekarang). Kota Babylon inilah, dinamakan Arab sebagai Al Fustat dan
kemudian sebagai Al Qahira atau seperti yang dikenal sekarang : Kairo. Karena taktik licik,
penaklukan Mesir tidak sulit bagi Muslim. Tetapi di Babylon mereka menemukan perlawanan
canggih. Perang ini sampai berlangsung selama 7 bulan. Babylon merupakan kota yang lebih
besar dan lebih penting dan perlawanan disana juga lebih sengit. Namun Amir tetap memaksakan
kehendaknya.
Babylon merupakan kota kunci Mesir. Kota terdekatnya adalah Memphis, ibukota kuno para
firaun. Muslim tiba didepan Babylon bulan May 640M. Babylon merupakan kota benteng dan
Bizaantin mempersiapkannya bagi setiap serangan. Disekililing tembok luar kota itu digali
lobang panjang dan pasukan dalam jumlah besar ditempatkan antara lobang dan tembok kota itu.
Fort Babylon itu adalah gedung besar dengan tembok setinggi 30 meter dengan tebal tembok 2
meter. Fort itu juga diperlengkapi menara2 dan ‘bastions’ (??).

Kekuatan pasukan Bizantin ini 6 kali lebih besar dari kekuatan Muslim, jadi Amir meminta
Umar meminta tambahan tentara. Bulan Agustus, datang tambahan tentara sebanyak 4,000 orang
dari Syria. Setelah ini juga tidak berhasil melemahkan Bizantin, Umar mengumpulkan tentara di
Medinah. Diantara mereka yang bersedia memerangi Mesir adalah Zubeir bin Al-Awwam,
saudara sepupu Muhammad. Pasukan tambahan 4000 tentara itu maju ke Mesir tapi Fort
Bizantin itu masih belum dapat dikalahkan juga.

10 mil dari Babylon terletak kota Heliopolis. Kota itu adalah kota Kuil Matahari para Firaun.
Muslim merasa bahwa pasukan Bizantin dari Heliopolis akan menyerang Muslim dari belakang
saat mereka bertempur melawan Babylon. Oleh karena itu Zubeir dan Amir berangkat ke
Heliopolis. Diluar kota itu terjadi bentrokan kavaleri, dan walaupun banyak orang Bizantin
tewas, hasil pertempuran tidak pasti. Amir dan Zubeir kemudian memerintahkan digalinya
sebuah terowongan yang berakhir kedalam benteng Bizantin itu. Dan dengan cara itu mereka
berhasil melemahkan para penjaga dan membuka gerbang kota itu bagi tentara Muslim. Seluruh
garisun Bizantin dibunuh secara masal.

Ini mengingatkan kita pada terowongan yang digunakan Hamas, teroris Palestina, Jihad
Islami dan Fatah kedalam Gaza untuk menyelundupkan senjata dari Mesir ke Gaza untuk
mengadakan serangan teroris melawan penduduk sipil Israel. Bentuk senjata berubah dari
pedang ke jaket berisi bom bunuh diri, tapi sikap Muslim yang haus darah tidak berubah
sedikitpun.

Upaya Muslim merebut Babylon dengan menjebak tentara Bizantin

Dari Heliopolis, Amir dan Zubeir kembali ke Babylon untuk meningkatkan serangan terhadap
Bizantin. Pihak Bizantin kini mulai keluar dari lobang perlindungan mereka dan menyerang
Muslim secara langsung. Muslim berpura2 mundur. Bizantin mengejar mereka dan Muslim
mundur terus sampai seluruh pasukan Bizantin meninggalkan posisi mereka di lobang
perlindungan. Atas tanda Amir, 500 pasukan Muslim berkuda yang dipimpin Kharija bin Huzafa
bergegas dan menyerang tentara Bizantin dari belakang. Singkat cerita, Bizantin masuk
perangkap Muslim.

Banyak yang tewas tetapi pasukan utama Bizantin berhasil kembali ke kota itu. Pihak Bizantin
menutup gerbang kota. Tapi sekarang kawasan antara lobang dan kota itu dikuasai Muslim.
Dengsn senjata katapul mereka menghantami tembok kota itu dengan batu2 besar.

Pengkhianatan dan tindakan mata2 terhadap Bizantin

Karena putus asa, Jendral Bizantin, Theodorus menunjuk


Maqauqas, yang sekarang pejabat Mesir dan Kepala Pendeta kaum Copt, yang dikenal Amir
pada masa2 pra-Islamnya di Palestina. Maqauqas mempercayai Amir karena dulu ia memang
dapat dipercaya, bahkan sampai menyelamatkan nyawa Maqauqas. Tetapi Islam mengubah
semua itu dan Amir memanfaatkan hubungannya dengan Maqauqas untuk merebut Babylon.
Maqauqas meminta agar Amir mengirimkan utusannya ke Babylon untuk negosiasi selama 2
hari. Tetapi waktu 2 hari itu digunakan utusan2 tersebut untuk mempelajari benteng itu dari
dalam. Mata2 berkedok utusan itu dikirim Amir. Utusan Muslim berkata pada Maqauqas dan
memberi 3 pilihan yang lazim ditawarkan Muslim kepada musuh2 mereka : Islam, Jizya (pajak
tinggi) atau mati.
Negosiasi terus berjalan dengan bolak baliknya utusan. Namun kali ini saat Muslim berada di
gerbang kota itu, mereka malah menyerang delegasi Bizantin yang menyangka Muslim ingin
bernegosiasi. Setelah membantai delegasi Bizantin, pihak Arab membakar gerbang kayu raksasa
Babylon. Dengan terbakarnya sebagian gerbang, tentara Muslim menembus gerbang api tersebut
dan dengan fanatisme menggebu-gebu mereka, mereka menyerbu kota dan membantai
penghuninya.

Pelajaran dari Pertempuran Babylon bagi AS dan Eropa

Selama negosiasi, Maqauqas menawarkan 100 keping dinar kepada setiap panglima dan 1000
dinar kepada sang Kalif. Tapi pihak Muslim mengatakan bahwa mereka tidak dapat dibeli
dengan keping emas yang nantinya toh akan menjadi milik mereka begitu kota itu direbut.
Katanya, pun kalau ia mati dalam pertempuran ia akan langsung ke surga.

Siapapun pemimpin Eropa yang merasa bahwa dengan tawaran bantuan dana, keanggotaan
WTO, kontrak dagang dsb dsb … bisa membujuk negara Muslim seperti Iran agar menghentikan
ambisi senjata nuklir mereka, maka mereka salah besar !

Muslin akan memanfaatkan perundingan utk mengulur waktu sampai senjata nuklir mereka siap
pakai dan siap serang, mulai dengan Israel.

Kita juga melihat bagamana Muslim siap sedia untuk melakukan cara curang apapun untuk
menghancurkan non-Muslim, sesuai dengan doktrin tipuan mereka, Taqiyya yang sangat
meresap kedalam budaya Muslim. Status kafir tercatat dengan jelas dalam Qur'an dan Hadith.
Menipu kafir agar mencapai kemenangan memang disahkan Qur'an dan didukung dalam Hadis.
Mempercayai Muslim tulen (muslim fundamentalis) sama saja dengan mempercayai Nazi dalam
PD II atau Komunis dalam revolusi Russia, bahkan lebih parah. Ini karena Muslim percaya
bahwa ini mandat dari Tuhan. Agama lebih kuat daripada filosofi politik sesaat. Fakta ini tidak
menyenangkan, tapi kalau anda mempercayai Muslim, mereka akan menang. Jadi, dalam perang
melawan terror ini, pilihan hanya : kematian kita atau kematian Muslim.

Pencaplokan Alexandria dengan cara tipuan


Ketika sang Khalif menerima laporan dari Amir bin Al-Aas tentang kemenangan Amir, ia
memerintahkan agar SETIAP dan SEMUA kafir diberanguskan dari Mesir. Ia memerintahkan
Amir untuk mencaplok kota pelabuhan Alexandria (yang kemudian dirubah namanya oleh
Muslim menjadi Iskandariya). Saat Muslim berada didepan Alexandria bulan Maret 641. kita itu
dijaga berat. Tembok demi tembok dan benteng demi benteng dibangun untuk melindungi kota
tersebut. Pasukan Bizantin didalam kota ity mencapai jumlah 50.000 sementara kekuatan
pasukan invasi Muslim adalah 100.000. Kota itu tidak memiliki persediaan pangan. Karena kota
itu memiliki akses langsung ke laut, mereka tergantung dari rute laut ini bagi bala bantuan dari
Konstantinopel berupa tenaga kerja dan bahan2 kebutuhan.

Saat Amir mensurvey situasi militer, ia merasa bahwa Alexandria sebuah tantangan besar. Pihak
Bizantin juga bermaksud mempertahankannya dgn segala kekuatan mereka. Untuk itu, Amir
kembali menggunakan akal bulusnya.

Pasukan biadab Muslim ini kemudian memulai dengan serangan mereka. Bizantin menggunakan
katapul yang ditempatkan diatap tembok2 kota mereka yang menembakkan batu2 raksasa ke
posisi Muslim. Ini mengakibatkan kerusakan besar di pihak Amir dan memerintahkan
pasukannya untuk mundur dan mengambil posisi diluar jangkauan katapul. Mulailah perang
maju mundur. Muslim maju dan dihantami misil2 batu. Saat Muslim mundur dari tembok kota,
Bizantin keluar dari benteng2 mereka tapi langsung dihantam balik oleh para pengikut agama
damai.

Sementara itu, kaisar Bizantin, Heraclius mengumpulkan pasukan besar di Konstantinopel yang
dimaksudkan utk membantu Alexandria. Tetapi sebelum ia sempat merealisasikan rencananya
ini, ia wafat. Pasukan tambahan bagi Alexandria ini ditunda keberangkatannya.

Taktik licik Muslim untuk memenangkan duel yang mempertaruhkan kebebasan mereka saat
mereka terjebak Bizantin

Ketika Muslim tahu akan wafatnya kaisar Bizantin yang menunda pengiriman pasukan
tambahan, mereka memanfaatkan kesempatan ini dan meningkatkan serangan mereka. Tapi
serangan Bizantin bertubi2 dan berhasil memerangkap muslim. 4 Muslim memasuki kamar
bawah tanah, tetapi karena sempitnya terowongan masuk yang hanya bisa dimasuki satu orang,
terowongan ini mudah dipertahankan oleh keempat Muslim ini. Pihak Bizantin tidak mungkin
menangkap ke 4 Muslim ini dari terowongan itu. Kalau mereka dibiarkan disana, mereka akan
mati kelaparan. Salah satunya adalah Amir, hal yang tidak diketahui pihak Bizantin.
Bizantin meminta para Muslim yang terjebak agar menyerah sehingga mereka tidak akan mati
kelaparan ataupun menukar mereka dengan tawanan Bizantin ditangan Muslim. Muslim
menolak. Lalu pihak Bizantin yang tidak sudi membiarkan musuh mereka mati kelaparan malah
mengajak mereka berduel. Katanya jika salah satu dari mereka yang menang dalam duel, mereka
bisa bebas. Pihaik Muslim setuju.

Amir sendiri menawarkan diri bagi duel itu, tetapi Masalma (Pembunuh bayarannya
Muhammad) menghalanginya dan menawarkan dirinya sendiri.

Kalau pihak Bizantin yang terjebak Muslim, maka Bizantin tidak mungkin diberi tawaran
gentleman ala Bizantin ini. Mereka akan ditebas pedang Islam, dibantai secara masal saat itu
juga. Namun pihak Bizantin adalah orang2 terhormat dan berbudaya dan bukan dibutakan oleh
fanatisme seperti Muslim, jadi mereka taat pada janji mereka.

Mulailah duel pedang itu yang berlangsung dengan sengit. Kemenangan bagi pendekar Bizantin
nampak dekat tapi Masalma berbuat curang dengan menarik bulu ketiak pihak Bizantin. Ketika
ia mundur karena kesakitan, Masalma, sang algojo Allah itu membunuhnya dengan menusuk
pedangnya begitu kuat kedalam hati sang pendekar Bizantin sampai menebus ke punggungnya.
Terlepas dari tindak curang ini, pihak Bizantin mematuhi janji mereka.

Perang masih juga berlangsung selama 6 bulan, dan Umar di Medinah menjadi semakin tidak
sabar. Ia menulis surat kepada Amir :

"Saat kau menerima surat ini, doronglah tentara agar berperang. Mulailah serangan pada hari
Jumat siang, saat turunnya rahmat Allah.”

Amir bin Al-Aas mengumpulkan orang2nya dan membacakan surat Umar. Kotbah2 penuh
semangat jihad mendorong Muslim agar melakukan kekerasan. Dan diputuskan agar setelah solat
Jumat mereka akan melangsungkan serangan besar2an. Ubada dipilih untuk membawa bendera
untuk dan memimpin serangan.
Hari Jumat kemudian, setelah bersolat, tentara Muslim berbaris ke medan perang dengan
membawa peti2 mata diatas kepala mereka. Mereka maju dengan semangat fanatisme meluap,
tapi pihak Bizantin mempersiapkan diri dan melancarkan serangan balasan. Hari Jumat itu, pihak
Muslim mengalami kekalahan besar dan serangan Jumat itu gagal total. Saat itu Allah rupanya
tidak mendengar doa para Jihadis muslim, walau perang dilakukan pada hari suci Muslim.

Malam itu di kamp Muslim, putus asa meliputi seluruh kamp muslim. Malah ada yang
mengusulkan untuk membatalkan upaya mencaplok Alexandria dan kembali Al Fustat (nama
lain bagi Babylon). Kegigihan Bizantin mematahkan semangat mereka. Tapi datanglah seorang
penangkap ikan, mantan Koptik yang sekarang memeluk islam bernama Abu. Ia mengusukan
agar Amir dan teman2nya yang dapat berbicara bahasa Yunani berangkat pagi2 ke pelabuhan
dan memarkir perahu nelayan mereka di pelabuhan.

Ini memang praktek para penangkap ikan yang membawa hasil panen dipagi hari ke Alexandria.
Setelah mendarat disana, Abu dan rekan2 barunya itu menuju ke salah satu gerbang dan
membunuh tentara penjaga dan saat subuh mereka berhasil membuka gerbang kota itu.

Akibat serangan fajar ini, 20.000 tentara Bizantin tewas atau ditangkap dan penduduk tidak
berdaya dibunuhi secara masal oleh para pengikut agama damai Allah. Selama 3 hari penuh, kota
itu menjadi lautan darah. Istana2 dirongsoki sampai habis, para wanita dijadikan budak seks dan
yang paling cantik dijadikan penghuni haremnya Amir dan panglima2nya. Amir dengan bangga
melaporkan kepada bossnya, Umar: "Kami menaklukkan Alexandria. Di kota itu ada 4.000
istana, 400 tempat hiburan dan jumlah kekayaan yang tidak terhitung."

Tentara Muslim dengan giat mengumpulkan jarahan perang mereka. Umar memutuskan bahwa
Muslim berhak memiliki setiap harta benda yang mereka temukan karena kekuatan mereka (‘by
the right of might’). Ini memang cocok dengan filsafah Muslim bahwa ‘Kekuatan adalah Baik’
(‘Might is Right’) yang dilanjutkannya kemudian dlm 14 abad eksistensinya di Afrika, Asia dan
Eropa.

PENGHANCURAN PERPUSATAAN ALEXANDRIA


Penyidikan terakhir oleh Luciano Canfora
menyimpulkan bahwa Amir, atas instruksi kalif Arab, Umar, MENGHANCURKAN
PERPUSTAKAAN KOTA ITU. Diperlukan waktu ENAM BULAN untuk menghancurkan
buku2 perpustakaan dalam 1000 kolam renang Alexandria. Ini merupakan tindakan memalukan
oleh para Arab buta huruf yang mentalitas Islamnya mengatakan bahwa tidak diperlukan satu
bukupun, karena Quran berisi apa yang perlu diketahui ! Inilah alasan Arab2 beringas haus darah
yang tidak berbudaya dan pemakan kadal itu untuk membakar semua perpustaan, tidak hanya di
Mesir, tapi juga di Syria, Persia, Spanyol dan India (dimana mereka membakar universitas
Buddhis; Nalanda). Pembakaran terhadap buku2 peninggalan jaman itu adalah kekejaman
Muslim yang paling besar terhadap sejarah umat manusia yang tidak dapat dimaafkan.

Sejarah Masuknya Islam


ke Mesir
Written by Administrator   
Thursday, 03 February 2011 12:28
Jihad vs Koptik-Mesir 639-641M**

Mesir jaman pra Islam adalah wilayah yg paling berharga dlm Kerajaan
timur Romawi. Mesir adalah keranjang roti Roma nomor dua setelah
Konstantinopel. Tanahnya subur dan sumber ekspor gandum, jagung,
anggur, minyak, tekstil, gelas, kosmetik dan obat2an. Pada saat invasi
Arab, jumlah penduduk Koptik diperkirakan sekitar 9 juta.

Mesir sebelum invasi Islam bukan Negara Arab

Kebanyakan dari kita menyamakan orang Mesir dgn Arab. Mohammed Atta, pemimpin
serangan 9/11 adalah orang Mesir yg memimpin sekelompok teroris Arab. Dmeikian pula dgn
Yasser Arafat yg lahir di Kairo, yg membohongi dunia dgn pengakuannya sbg orang Palestinia.
Bandit2 ini dan jutaan orang Mesir sekarang menganggap diri sbg orang Arab. Mereka tidak
sadar bahwa mereka adalah hasil Arabisasi akibat invasi Arab pada abad ke 7 yg menghancurkan
Bizantin yg menguasai Mesir. Orang mesir adalah keturunan Firaun yg mendirikan peradaban
klasik Mesir disepabjang lembah Nil dan membangun kota2 cantik spt Luxor, Memphis, Karnak
dan Thebes. Firaum spt Ramses, Nefertiti mendirikan pyramid megah yg menyimpan misteri
alam semesta yg dibangun sesuai dgn konstelasi bintang.

Agama orang Mesir kuno didasarkan kpd animisme, sbg mana juga orang Yunani-Romawi,
Hindus, Mesoamerican dsb. Mulai abad ke 6SM sampai abad 4M, Mesir dikuasai raja Persia
dari dinasti Achemenia, Hakkamanishiya. Orang Persia adalah Zoroastrian, tetapi mereka tidak
mencampuri urusan keagamaan orang Mesir.

Pada abad ke 4, Persia dijatuhkan oleh Panglima Yunani, Alexander, yg kemudian mendirikan
kota Alexandria di Delta Nil, sbg pelabuhan masuk bagi orang Yunani yg berlayar lewat Laut
Mediteran.

Bahkan kekuasaan raja Yunani dibawah Ptolemys dlm 3 abad berikutnya tidak mengusik agama
orang Mesir. Rakyat Mesir tetap dibiarkan memuja dewa2 mereka, dewa matahari, Ra atau
Amon Ra, Horus, dewa langit yg memiliki kepala spt burung gagak dan bertubuh manusia, dsb.
Pada thn 1 Masehi, Mesir menjadi bagian dari kerajaan Romawi dibawah Julius Caesar setelah
bunuh dirinya ratu Cleopatra. Namun orang Romawipun tidak mempedulikan kepercayaan
penduduk asli. Jadi setelah berbagai invasi oleh Persia, Yunani, Romawi, agama Mesir tetap
bertahan sbg agama unik dan orijinal. Hanya setelah kaisar Romawi, Konstantin memeluk
agama Kristen pada abad ke 4, rakyat Mesir mulai memeluk Kristen. Saat Muslim Arab
menginvasi Mesirf, penduduk asli Mesir seluruhnya Kristen, walau bekas2 agama lama masih
sangat kuat dan mempengaruhi ritual Kristen.

Orang Mesir menganggap diri bangsa Hamitik, berbeda dgn orang Arab yg termasuk bangsa
Semitik. Bangsa Hamitik terdiri dari bangsa Mesir, Nubia (Sudan), Abyssinia (Ethiopia), Somali
dan Masai (Kenya dan Tanzania). Kebudayaan kuno Mesir oleh karena itu juga TIDAK disebut
sbg peradaban Arab dan para firaun juga tidak dianggap sbg raja2 Arab.

Sifat Arab hanya nampak setelah invasi Arab th 639-641M. Arab-lah yg memberi nama
‘Koptik’ pada penduduk asli Mesir. Copt adalah kata Inggris yg berasal dari kata Arab ‘Gibt’
atau ‘Gypt’ dari kata Yunani ‘Egyptos’ atau Egypt. Kata Yunani ‘Egyptos’ berasal dari kata
Mesir kuno ‘Ha-Ka-Ptah’ atau kuil dewa Ptah, salah satu dewa utama Mesir. Kata Copt atau
Coptic berarti Egyptian/orang Mesir, namun sekarang, penduduk muslimn Mesir memanggil diri
Arab dan kata Copt atau Coptic merujuk pada penduduk Kristen Mesir.

Gangster Muslim yg menjarah lembah Nil dibawah perintah kalifah Umar berjihad melawan
Mesir dan memaksa penggantian agama rakyat Mesir ke Islam adalah Amir bin Al-Aas yg
sebenarnya juga pemeluk Islam baru. Clannya, Bani Sahm dari suku Quraish, terpaksa memeluk
Islam setelah ‘nabi’ Muhamad-bin-Abdullah menjarah Mekah th 630M. Spt juga para pemimpin
Quraish lainnya, pada mulanya Amir menantang Islam dgn keras. Malah ia mengepalai
kontingen Quraish di Pertempuran Uhud. Thn 630M, dgn Khalid-ibn-Walid ia mengalahkan
pihak Muslim, tetapi setelah jatuhnya Mekah ditangan Muslim, Amir bin Al-Aas dan Khalid-
ibn-Walid
masuk Islam. Ini tidak mereka lakukan secara suka rela tetapi mereka melihat keuntungan utk
bergabung dgn pihak yg menang. Dgn demikian, mereka tidak hanya berhasil menyelamatkan
jiwa mereka tetapi malah dgn senang hati menerapkan teknik2 Muslim spt menjarah, menyiksa
bangsa lain dan memaksa mereka memeluk Islam. Setelah itu Amir menjadi bagian dr gangster
Muslim.

Menurut cerita, saat remaja, Amir melancong dgn karavan ke Palestina. Suatu hari ia bertugas
menjaga onta karavan diluar Yerusalem. Hari sangat terik dan saat ia duduk dibawah pohon,
datanglah seorang pelancong yg letih dan sangat kehausan. Amir dgn murah hati memberikan
minumannya. Sang pelancong meminumnya dan kemudian tertidur.

Beberapa saat kemudian, seekor ular nampak mendekati sang pelancong yg sedang tidur
nyenyak. Amir dgn sigap membunuh ular itu dgn panahnya. Sang pelancong sangat berterima
kasih pada Amir karena telah menyelamatkan hidupnya utk kedua kalinya. Sang pelancong ingin
memberikannya uang bagi dua nyawa. Ia mengatakan bahwa ia datang ke Yerusalem dari Mesir.
Dan ternyata sang pelancong ini ini bukan sembarang pelancong, ia adalah seorang Maqauqas,
pendeta tinggi kaum Kristen Mesir. Ia ingin agar Amir menemaninya ke Mesir. Akhirnya
mereka melancong ke Mesir.

Saat tiba di Alexandria, Amir tinggal di rumahnya yang megah dan diperlakukan bak tamu raja.
Maqauqas, sang tuan rumah membawanya ke festival di Hippodrome. Salah satu ritual festival
adalah ritual ‘Bola Emas‘. Pendeta memukul sebuah bola emas dan bola itu melayang ke atas.
Kepercayaannya adalah, ketangan siapa bola itu mendarat, ialah yg akan menjadi penghancur
Mesir.

Saat pendeta memukul bola iitu ke udara semua orang mengikuti lajunya arah bola itu dgn
tegang. Setelah bola membelok di udara, bola itu mendarat di lengan baju Amir. Penonton kaget.
Mereka tidak dapat percaya bahwa orang Arab terbelakang dan tidak berbudaya dari gurun pasir
itu dapat menghancurkan Mesir. Mereka merasa ini pasti salah. Pasti cara memukul bola itu
salah.

Maqauqas, tuan rumah Amir dgn bingung mengatakan kepadanya, "Saya tidak tahu tapii tanda
dari para dewa tidak pernah salah. Aneh memang nasib dan siapa tahu kau suatu hari akan
kembali ke sini."

Amir yang juga bingung itu kembali dari Mesir, sarat dng hadiah dan uang. Peristiwa Bola Emas
itu terus menghantuinya. Ia sering menganggapnya sbg mimpi tapi dalam hatinya ia yakin
bahwa suatu hari ia akan memasuki Mesir sbg penakluknya dan menghancurkan segala yg ada
disana.

Nah, jadilah Amr seorang panglima besar pasukan Muslim di Syria, ia terus menerus ingat akan
mimpinya menaklukkan Mesir. Cita2nya akhirnya tercapai ketika Umar memberinya perintah
utk menghancurkan tanah kafir itu. Amir bin al-Aas segera berangkat menuju Mesir dgn 40.000
tentara.

December 639, pasukan Muslim mencapai Farma, kota benteng yg dijaga garisun Bizantin.
Muslim menyerang kota itu sampai 2 bulan lamanya. Musim semi Februari 640, pasukan
penyerang yg dipimpin Useifa-ibn-Wala menyerang fort itu pada malam buta. Perlawanan
Bizantin runtuh dan kota ini akhirnya jatuh ke tangan Muslim.

Setelah jatuhnya Farma, Muslim maju ke Bilbeis, 40 mil dari kota Memphis. Bilbeis berada di
gurun Negev (di perbatasan dgn Israel sekarang). Kota itu juga kota benteng dan Muslim
menyerang dgn memutuskan suplai air. Setelah sebulan, pada akhir Maret 640 kota itupun
menemui akhir naasnya.

Dari Bilbeis, Muslim berbaris ke Babylon (sebuah kota di Mesir Bizantin, bukan yang di
Mesopotamia/Irak sekarang). Kota Babylon inilah, dinamakan Arab sbg Al Fustat dan kemudian
sbg Al Qahira atau spt yg dikenal sekarang : Cairo). Karena taktik licik, penaklukan Mesir tidak
sulit bagi Muslim. Tetapi di Babylon mereka menemukan perlawanan canggih. Perang ini
sampai berlangsung selama 7 bulan. Babylon merupakan kota yang lebih besar dan lebih penting
dan perlawanan disana juga lebih sengit. Namun Amir tetap memaksakan kehendaknya.

Babylon merupakan kota kunci Mesir. Kota terdekatnya adalah Memphis, ibukota kuno para
firaun. Muslim tiba didepan Babylon bulan May 640M. Babylon merupakan kota benteng dan
Bizaantin mempersiapkannya bagi setiap serangan. Disekililing tembok luar kota itu digali
lobang panjang dan pasukan dalam jumlah besar ditempatkan antara lobang dan tembok kota itu.
Fort Babylon itu adalah gedung besar dgn tembok setinggi 30 meter dgn tebal tembok 2 meter.
Fort itu juga diperlengkapi menara2 dan ‘bastions’ (??).

Kekuatan pasukan Bizantin ini 6 kali lebih besar dari kekuatan Muslim, jadi Amir meminta
Umar meminta tambahan tentara. Bln Agustus, datang tambahan tentara sebanyak 4,000 orang
dari Syria. Setelah ini juga tidak berhasil melemahkan Bizantin, Umar mengumpulkan tetnara di
Medinah. Diantara mereka yg bersedia memerangi Mesir adalah Zubeir bin Al-Awwam, saudara
sepupu ‘nabi’ Muhamad. Pasukan tambahan 4000 tentara itu maju ke Mesir tapi Fort Bizantin
itu masih belum dapat dikalahkan juga.

The taking of Heliopolis by subterfuge

10 mil dari Babylon terletak kota Heliopolis. Kota itu adalah kota Kuil Matahari para Firaun.
Muslim merasa bahwa pasukan Bizantin dari Heliopolis akan menyerang Muslim dari belakang
saat mereka bertempur melawan Babylon. Oleh karena itu Zubeir dan Amir berangkat ke
Heliopolis. Diluar kota itu terjadi bentrokan kavaleri, dan walaupun banyak orang Bizantin
tewas, hasil pertempuran tidak pasti. Amir dan Zubeir kemudian memerintahkan digalinya
sebuah terowongan yang berakhir kedalam benteng Bizantin itu. Dan dgn cara itu mereka
berhasil melemahkan para penjaga dan membuka gerbang kota itu bagi tentara Muslim. Seluruh
garisun Bizantin dibunuh secara masal. Ini mengingatkan kita pada terowongan yg digunakan
Hamas, teroris Palestina, Jihad Islami dan Fatah kedalam Gaza utk menyelundupkan senjata dari
Mesir ke Gaza utk mengadakan serangan teroris melawan penduduk sipil Israel. Bentuk senjata
berubah dari pedang ke jaket berisi bom bunuh diri, tapi sikap Muslim yg haus darah tidak
berubah sedikitpun.

Upaya Muslim merebut Babylon dgn menjebak tentara Bizantin

Dari Heliopolis, Amir dan Zubeir kembali ke Babylon utk meningkatkan serangan terhdp
Bizantin. Pihak Bizantin kini mulai keluar dari lobang perlindungan mereka dan menyerang
Muslim secara langsung. Muslim berpura2 mundur. Bizantin mengejar mereka dan Muslim
mundur terus sampai seluruh pasukan Bizantin meninggalkan posisi mereka di lobang
perlindungan. Atas tanda Amir, 500 pasukan Muslim berkuda yg dipimpin Kharija bin Huzafa
bergegas dan menyerang tentara Bizantin dari belakang. Singkat cerita, Bizantin masuk
perangkap Muslim.

Banyak yg tewas tetapi pasukan utama Bizantin berhasil kembali ke kota itu. Pihak
Bizantin menutup gerbang kota. Tapi sekarang kawasan antara lobang dan kota itu dikuasai
Muslim. Dgn senjata katapul mereka menghantami tembok kota itu
dgn batu2 besar.

Pengkhianatan dan tindakan mata2 terhdp Bizantin

Karena putus asa, Jendral Bizantin, Theodorus menunjuk Maqauqas, yg sekarang pejabat Mesir
dan Kepala Pendeta kaum Copt, yg dikenal Amir pada masa2 pra-Islamnya di Palestina.
Maqauqas mempercayai Amir karena dulu ia memang dapat dipercaya, bahkan sampai
menyelamatkan nyawa Maqauqas. Tetapi Islam mengubah semua itu dan Amir memanfaatkan
hubungannya dgn Maqauqas utk merebut Babylon. Maqauqas meminta agar Amir mengirimkan
utusannya ke Babylon utk negosiasi selama 2 hari. Tetapi waktu 2 hari itu digunakan utusan2 tsb
utk mempelajari benteng itu dari dalam. Mata2 berkedok utusan itu dikirim Amir. Utusan
Muslim berkata pada Maqauqas dan memberi 3 pilihan yg lazim ditawarkan Muslim kpd
musuh2 mereka : Islam, Jizya (pajak tinggi) atau perang.

Negosiasi terus berjalan dgn bolak baliknya utusan. Namun kali ini saat Muslim berada di
gerbang kota itu, mereka malah menyerang delegasi Bizantin yg menyangka Muslim ingin
bernegosiasi. Setelah membantai delegasi Bizantin, pihak Arab membakar gerbang kayu raksasa
Babylon. Dgn terbakarnya sebagian gerbang, tentara Muslim menembus gerbang api tsb dan dgn
fanatisme menggebu-gebu mereka, mereka menyerbu kota dan membantai penghuninya.

Pelajaran dari Pertempuran Babylon bagi AS dan Eropa

Selama negosiasi, Maqauqas menawarkan 100 keping dinar kpd setiap panglima dan 1000 dinar
kpd sang Kalif. Tapi pihak Muslim mengatakan bahwa mereka tidak dapat dibeli dgn
keping emas yg nantinya toh akan menjadi milik mereka begitu kota itu direbut. Katanya,
pun kalau ia mati dalam pertempuran ia akan langsung ke surga.
Siapapun pemimpin Eropa yg merasa bahwa dng tawaran bantuan dana, keanggotaan WTO,
kontrak dagang dsb dsb … bisa membujuk negara Muslim spt Iran agar menghentikan ambisi
senjata nuklir mereka, maka mereka salah besar !

Muslin akan memanfaatkan perundingan utk mengulur waktu sampai senjata nuklir mereka siap
pakai dan siap serang, mulai dgn Israel.

Kita juga melihat bgm Muslim siap sedia utk melakukan cara curang apapun utk menghancurkan
non-Muslim, sesuai dgn doktrin tipuan mereka, Taqiyya yang sangat meresap kedlm budaya
Muslim. Status kafir tercatat dgn jelas dlm Qur'an dan Hadith. Menipu kafir agar mencapai
kemenangan memang disahkan Qur'an dan didukung preseden dlm Hadis. Mempercayai Muslim
tulen (muslim fundamentalis) sama saja dgn mempercayai Nazi dlm PD II atau Komunis dlm
revolusi Russia, bahkan lebih parah. INi karena Muslim percaya bahwa ini mandate dari Tuhan.
Agama lebih kuat daripada filosofi politik sesaat. Fakta ini tidak menyenangkan, tapi kalau and
mempercayai Muslim, mereka akan menang. Jadi, dalam perang melawan terror ini, pilihan
hanya : kematian kita tau kematian Muslim. Pilihan jelas. Kita harus lebih pandai dari mereka
mengggunakan cara Taqiyya.

Pencaplokan Alexandria dgn cara tipuan

Ketika sang Khalif menerima laporan dari Amir bin Al-Aas ttg kalahnya Amir, ia
memerintahkan agar SETIAP dan SEMUA kafir diberanguskan dari Mesir. Ia memerintahkan
Amir utk mencaplok kota pelabuhan Alexandria (yg kemudian dirubah namanya oleh Muslim
menjadi Iskandariya). Saat Muslim berada didepan Alexandria bln Maret 641. kita itu dijaga
berat. Tembok demi tembok dan benteng demi benteng dibangun utk melindungi kota tsb.
Pasukan Bizantin didlm kota ity mencapai jumlah
50.000 sementara kekuatan pasukan invasi Muslim adalah 100.000. Kota itu tidak memiliki
persediaan pangan. Karena kota itu memiliki akses langsung ke laut, mereka tergantung dari rute
laut ini bagi bala bantuan dari Konstantinopel berupa tenaga kerja dan bahan2 kebutuhan.

Saat Amir mensurvey situasi militer, ia merasa bahwa Alexandria sebuah tantangan besar. Pihak
Bizantin juga bermaksud mempertahankannya dgn segala kekuatan mereka. Untuk itu, Amir
kembali menggunakan akal bulusnya.

Pasukan biadab Muslim ini kemudian memulai dgn serangan mereka. Bizantin menggunakan
katapul yg ditempatkan diatap tembok2 kota mereka yg menembakkan batu2 raksasa ke posisi
Muslim. Ini mengakibatkan kerusakan besar di pihak Amir dan memerintahkan pasukannya utk
mundur dan mengambil posisi diluar jangkauan katapul.
Mulailah perang maju mundur. Muslim maju dan dihantami misil2 batu. Saat Muslim mundur
dari tembok kota, Bizantin kelaur dai benteng2 merkea tapi langsung dihantam balik oleh para
pengikut agama damai.

Sementara itu, kaisar Bizantin, Heraclius mengumpulkan pasukan besar di Konstantinopel yg


dimaksudkan utk membantu Alexandria. Tetapi sebelum ia sempat merealisasikan rencananya
ini, ia wafat. Pasukan tambahan bagi Alexandria ini ditunda keberangkatannya.
Taktik licik Muslim utk memenangkan duel yg mempertaruhkan kebebasan mereka saat
mereka terjebak Bizantin

Ketika Muslim tahu akan wafatnya kaisar Bizantin yg menunda pengiriman pasukan tambahan,
mereka memanfaatkan kesempatan ini dan meningkatkan serangan mereka.
Tapi serangan Bizantin bertubi2 dan berhasil memerangkap muslim. 4 Muslim memasuki kamar
bawah tanah, tetapi karena sempitnya terowongan masuk yg hanya bisa dimasuki satu orang,
terowongan ini mudah dipertahankan oleh keempat Muslim ini. Pihak Bizantin tidak mungkin
menangkap ke 4 Muslim ini dari terowongan itu. Kalau mereka dibiarkan disana, mereka akan
mati kelaparan. Salah satunya adalah Amir, hal yg tidak diketahui pihak Bizantin.

Bizantin meminta para Muslim yg terjebak agar menyerah shg mereka tidak akan mati kelaparan
ataupun menukar mereka dgn tawanan Bizantin ditangan Muslim. Muslim menolak. Lalu pihak
Bizantin yg tidak sudi membiarkan musuh mereka mati kelaparan malah mengajak mereka
berduel. Katanya jika salah satu dari mereka yg menang dlm duel, mereka bisa bebas. Pihaik
Muslim setuju.

Amir sendiri menawarkan diri bagi duel itu, tetapi Masalma menghalanginya dan menawarkan
dirinya sendiri.

Kalau pihak Bizantin yg terjebak Muslim, maka Bizantin tidak mungkin diberi tawaran
gentleman ala Bizantin ini. Mereka akan ditebas pedang Islam, dibantai secara masal saat itu
juga. Namun pihak Bizantin adalah orang2 terhormat dan berbudaya dan bukan dibutakan oleh
fanatisme spt Muslim, jadi mereka taat pada janji mereka.

Mulailah duel pedang itu yg berlangsung dgn sengit. Kemenangan bagi pendekar Bizantin
nampak dekat tapi Masalma berbuat curang dgn menarik bulu ketiak pihak Bizantin. Ketika ia
mundur karena kesakitan, Masalma, sang algojo Allah itu membunuhnya dgn menusuk
pedangnya begitu kuat kedalam hati sang pendekar Bizantin sampai menebus ke punggungnya.
Terlepas dari tindak curang ini, pihak Bizantin mematuhi janji mereka.

Perang masih juga berlangsung selama 6 bulan, dan Umar di Medinah menjadi semakin tidak
sabar. Ia menulis surat kepada Amir :

"Saat kau menerima surat ini, doronglah tentara agar berperang. Mulailah serangan pd hari
Jumat siang, saat turunnya rahmat Allah.”

Amir bin Al-Aas mengumpulkan orang2nya dan membacakan surat Umar. Kotbah2 penuh
semangat jihad mendorong Muslim agar melakukan kekerasan. Dan diputuskan agar setelah
solat Jumat mereka akan melangsungkan serangan besar2an. Ubada dipilih utk membawa
bendera utk dan memimpin serangan.

Hari Jumat kemudian, setelah bersolat, tetnara Muslim berbari ke medan perang dgn membawa
peti2 mata diatas kepala mereka. Mereka maju dgn semangat fanatisme meluap, tapi pihak
Bizantin mempersiapkan diri dan melancarkan serangan balasan. Hari Jumat itu, pihak Muslim
mengalami kekalahan besar dan serangan Jumat itu gagal total.
Saat itu Allah menolak utk memenuhi keinginan Muslim, walau dilakukan pada hari suci
Muslim.

Malam itu di kamp Muslim, putus asa meliputi seluruh kamp muslim. Malah ada yg
mengusulkan utk membatalkan upaya mencaplik Alexandria dan kembali Al Fustat (nama lain
bagi Babylon). Kegigihan Bizantin mematahkan semangat mereka. Tapi datanglah seorang
penangkap ikan, mantan Koptik yg sekarang memeluk islam bernama Abu. Ia mengusukan agar
Amir dan teman2nya yg dapat berbicara bahasa Yunani berangkat pagi2 ke pelabuhan dan
memarkir perahu nelayan mereka di pelabuhan.

Ini memang praktek para penangkap ikan yg membawa hasil panen dipagi hari ke Alexandria.
Setelah mendarat disana, Abu dan rekan2 barunya itu menuju ke salah satu gerbang dan
membunuh tentara penjaga dan saat subuh mereka berhasil membuka gerbang kota itu.

Akibat serangan fajar ini, 20.000 tentara Bizantin tewas atau ditangkap dan penduduk tidak
berdaya dibunuhi secara masal oleh para pengikut agama damai Allah. Selama 3 hari penuh,
kota itu menjadi lautan darah. Istana2 dirongsoki sampai habis, para wanita dijadikan budak sex
dan yg paling cantik dijadikan penghuni haremnya Amir dan panglima2nya. Amir dgn bangga
melaporkan kpd bossnya, Umar: "Kami menaklukkan Alexandria. Di kota itu ada 4.000 istana,
400 tempat hiburan dan jumlah kekayaan yang tidak terhitung."

Tentara Muslim dgn giat mengumpulkan jarahan perang mereka. Umar memutuskan bahwa
Muslim berhak memiliki setiap harta benda yg mereka temukan karena kekuatan mereka (‘by
the right of might’). Ini memang cocok dgn filsafah Muslim bahwa ‘Kekuatan adalah Baik’
(‘Might is Right’) yg dilanjutkannya kemudian dlm 14 abad eksistensinya di Afrika, Asia dan
Eropa.

PENGHANCURAN PERPUSATAAN ALEXANDRIA

Penyidikan terakhir oleh Luciano Canfora menyimpulkan bahwa Amir, atas instruksi kalif
Arab, Umar, MENGHANCURKAN PERPUSTAKAAN KOTA ITU. Diperlukan waktu ENAM
BULAN utk menghancurkan buku2 perpustakaan dlaam 1000 kolam renang Alexandria. Ini
merupakan tindakan memalukan oleh para Arab buta huruf yg mentalitas Islamnya mengatkaan
bahwa tidak diperlukan satu bukupun, karena
Quran berisi apa yg perlu diketahui ! Inilah alasan Arab2 beringas haus darah yg tidak
berbudaya dan pemakan kadal itu utk membakar semua perpustaan, tidak hanya di Mesir, tapi
juga di Syria, Persia, Spanyol dan India (dimana mereka membakar universitas Buddhis;
Nalanda). Pembakaran terhdp buku2 peninggalan jaman itu adalah kekejaman Muslim yg
paling besar terhdp sejarah umat manusia yg tidak dapat dimaafkan.

Catatan:
http://www.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=26181&postdays=0&pos
torder=asc&start=30
Nope. Rome did minimal damage to the library. It was (Amr Ibn el Ass) sent by the second
Caliph and the husband of Mohamad's daughter (Omar Ibn Il Khattab).

Amr sent to Umar a letter asking what to do with (700,000 scripts some over 1000yrs old), this
was Umar's famous reply. On the basis of this reply All muslims should leave Islam.

"As for the books you mentioned here is my reply. If their content is in accordance with
the book of Allah, we may do without them, for in that case the book of Allah more than
sufficies. If on the other hand, they contain matter not in accordance with the book of
Allah, there can be no need to preserve them. Proceed then and destroy them."

Jihad melawan LIBYA dan TUNISIA

Setelah pencaplokan Mesir, para Jihadis bergerak ke NUBIA. Tapi kaum Nubia menggunakan
taktik gerilya dan sangat meletihkan tentara Muslim dan memaksanya mundur dari Nubia. Inilah
yg menyebabkan Ethiopia tetap Kristen sampai sekarang. Setelah gagalnya kampanye
pencaplokan terhdp Nubia di bagian selatan, Amir memutuskan utk berangkat kebagian barat
Mesir, tempat terletaknya provinsi2 Bizantin, Libya dan Tunisia.

Bln September 642, Amir memimpin pasukannya menuju kawasan itu. Setelah sebulan, mereka
sampai di kota Pentapolis di Lybia. Kota ini milik Bizantin, tetapi mereka tidak mempersiapkan
sistim pembelaan terhdp kota itu. Dgn mudah Muslim merebutnya tanpa perlawanan. Para warga
menginginkan kedamaian dan Amir memnuhi keinginan mereka dgn syarat ala Islamnya itu:
peluk Islam atau bayar pajak (Jizyah) atau mati.

Praktek biadab pemaksaan anak2 Kristen kedalam tentara Muslim – Permulaan tradisi
Jannisari ‘Turki’

Setelah diadakannya perjanjian damai bagi rakyat, mereka yg tidak sanggup membayar pajak
Jizyah diberi kesempatan utk menjual anak2 mereka agar kpd tentara Muslim (selain juga
pemaksaan masuk Islam). Banyak penduduk Pentapolis tidak memiliki pilihan dan dgn berat hati
menyerahkan anak2 mereka. Ini merupakan tindakan sangat tercela, tetapi sama dgn kaum Arab,
Persia, Syria, Mesir dan Libya mereka tidak memiliki pilihan karena ini satu2nya cara utk
menghindari kematian masal dan perbudakan. Praktek penjualan anak2 Kristen menjadi tentara
Muslim ini kemudian diteruskan oleh kalifah Ottoman Turki terhdp kaum Kristen Serbia,
Kroasia dan Bosnia.

Pihak Muslim juga menamakan kembali kota Pentapolis sbg Al Burqa, Babilon dirubah menjadi
Al Fustat dan kemudian Al Qahira (Kairo)

Taktik tipuan dan ‘blackmail’ utk menangkap kota Libya, Tripolis (Tripoli sekarang)

Dari Al Burqa, Uqba bin Nafe dikirim sbg pemimpin serangan terhdp Tripoli. Merkea sampai di
Tripoli thn 643 AD. Garisun Bizantin disana menolak utk menyerah.

The Muslims accordingly laid siege to the city. Amr put his camp on a high ground and blocked
all land routes to the city. The city however had free access to the sea, and the passage to the sea
could not be blocked by the Muslims. The Muslim army did not have siege equipment with
them. The Byzantine garrison remained locked up within the fortifications and did not come out
into the open. The siege accordingly dragged on for two months. The Muslims decided to use
subterfuge. They opened negotiations with the Christians and offered to lift the siege during the
week of Good Friday and the feast of Easter. The Muslims allowed the Christian inhabitants to
visit the Cathedral of Mother Mary that was situated on a Hillock outside the walls of the city.
The Christian pilgrims were being escorted by a small contingent Byzantine troops as the
pilgrims were to be allowed to proceed unmolested to the Cathedral as per the terms of peace
offered to them by the Muslims.

Taking advantage of this nominal and weak security arrangement and the presence of a large
number of civilians in the group of pilgrims, the Muslims broke their word as they had planned
to and seized a number of the Christian pilgrims as hostages. The Muslim captors question the
pilgrims as to who they were in the hierarchy of the Byzantine nobility. To their dismay, none of
the hostages were of high rank, they all came from humble families. The intention of the
Muslims was to take hostages from the pilgrims, whom they hoped would be from high ranking
families who paid homage a at he Cathedral every year. But they realized that among the
hostages were two daughters of a night watchman. The Muslims promised to give a thousand
dinars to each of them, if they could tell the Muslims an easy way into the city. The two patriotic
girls pleaded ignorance of any such path. On seeing their obstinacy, the Muslim threatened to
kill them along with the other hostages. The siege of the town was resumed once again.

During the daytime, the Muslims tied the two girls to poles outside their camp which was visible
from the ramparts of the Fort of Tripoli, taking them inside their camp for the night. This sight
was heart-wrenching and after a few days, the Muslims deliberately lowered their guard and let
the two girls sleep in a seemingly unguarded tent. After a few days the girls made a predictable
attempt to escape. The Muslims who had kept a small contingent hidden from the sight of the
girls followed them stealthily and realized that the girls were circumventing the city walls to go
across to the beach from where the Muslims saw that their must be some way to enter the city
from the seaward side, which was also fully fortified. They saw the girls slip into a channel
which went under ground and followed the girls. This channel was hidden from view by big
boulders and so was not visible to a casual visitor. Hence this way into the city had remained
unknown all through the two months of siege. Little did the two girls realize that they had
unknowingly revealed to the Muslims the secret path into the fortified city.

When the Muslim contingent discovered this passage that provided the city access to the sea
they sent for reinforcements and rushed into the city through this passage raising the shouts of
'Allah-o-Akbar.' In the commotion in the dead of the night, the Byzantine guards thought that the
entire Muslim army had entered the city. There was panic in the city and some of the Byzantines
sought refuge on board the ships that lay anchored in the harbor. The Muslim contingent seized
one of the Gates and open it for the main Muslim army waiting outside to rush in with shouts of
'Allah-o-Akbar'. The Muslims then pressed the attack from outside, after having got into the city.
There was wholesale slaughter and looting that went on for the entire next day, till Amr called
for it to stop, so that an orderly plunder could be organized. The surviving Byzantine garrison
fled to the ships and sailed away. The Muslims captured the city without much resistance. The
citizens surrendered and most of them accepted Islam and from then on Tripoli, the capital of
Libya, which had till then been a Christian City, established by Romans, became a Muslim city,
and remains so till this day.

From Tripoli, Amr sent a column to Sabrata a city forty miles from Tripoli. A feeble resistance
was put up and thereafter the city surrendered and agreed to pay Jizya.

Dinasti2 Arab dan Turki, 640-1798 A.D

Setelah pencaplokan Mesir, dinasti2 Muslim Arab dan Turki menguasai Mesir dari
640 A.D. - 1798 A.D. Perancis adalah bangsa non-Muslim pertama yg masuk Mesir.
Tetnara Perancis dipikpin Napoleon Bonaparte yg mengalahkan Ottoman dan penguasa dinasti
Mumeluk di Mesir th 1798 A.D. Namun selama periode tidak terputus selama
1150 tahun, Muslim mentiranisir Mesir. Dinasti2 Arab termasuk Umayyad (660-751 A.D.) dan
Abbasid ( 751-880 A.D.) Dinasti2 Turki termasuk Tolonid ( 880-904 A.D.) dan Akhsid ( 904-
913 A.D.). Mereka disusul Fatimit (913-1171 A.D.), dinasti Arab Shiah. Disusul kemudian dgn
Turki, Ayubid (1171-1250 A.D.), Mameluk (1250-1517 A.D.) dan Ottoman (1517-1798 A.D.).

Setelah pencaplokan Arab th 641 AD, mereka ingin menguras kekayaan Mesir.
Johannes dari Nikiu dlm kronikelnya menyebut bahwa Amir, panglima invasi Muslim pertama,
"meningkatkan pajak sampai 22 keping emas sampai rakyat menyembunyikan diri karena tidak
memiliki kemampuan membayar."

The Umayyads followed by the other dynasties instituted heavy taxes including poll tax or
Algyzya, tribute and different exactions. At times the Arab rulers found it convenient to throw
prominent Copts, e.g. a Bishop or Pope, in jail and request ransom to release them. The
Umayyad Caliph Suliman ibn abed Almalek reflected this policy, in writing his appointed ruler
of Egypt " to milk the camel until it gives no more milk, and until it milks blood". Though some
of the Arab rulers were prudent, most were oppressive, cruel and committed a lot of atrocities
against the Coptic population. The ultimate policy of the Muslim Arab rulers changed gradually
from maximum financial gain to Islamization either through incentives of reduced taxation, or
by outright violence and force. Arab and Turkic rulers from different dynasties continued to levy
heavy taxation to impoverish the Copts, instituted policies to eradicate the Coptic culture,
language, leadership, and initiated violence and pogroms against the Coptic population.

Penghancuran Bahasa, Budaya dan Monumen Koptik

The assault on culture that was initiated by the destruction of the library at Alexandria and
continued by the Umayyads who decreed the use the Arabic language instead of Coptic in the
governance of Egypt. It took centuries for Arabic to replace Coptic as the spoken language of the
land. The Coptic language continued in general use until the 13th century.
Unlike the Persian, Greek and Roman rulers who maintained and rebuilt some of the ancient
Egyptian temples, several Islamic rulers destroyed and pillaged the ancient Egyptian temples and
Churches. The marble and porphyry pillars obtained by the destruction of many ancient temples
and churches were used to build palaces, mosques, and at times just left a trail of destruction.
Sultan El Aziz attempted to destroy the great pyramids of Giza circa 1193 A.D. He gathered a
large labor force that attempted to destroy the pyramids for eight months. At the end of which,
they succeeded in only destroying a part of the casing of the pyramid and made a small breach in
one side. Fortunately the great effort needed convinced El Aziz to abandon the destruction of the
pyramids.

Perlawanan terhdp Penindasan Muslim

The Arab's oppression led the Copts to several rebellions, but these rebellions failed to break the
yoke of oppression or achieve independence. The Copts in the eastern Delta fought against the
Umayyad oppression in 725 A.D. A large-scale Coptic revolt against the Abbasids took place
circa 815 A.D. El Maamoun, the Abbasid Caliph, had to bring in a large army with elephants to
conquer the Coptic revolution of 815 A.D. Even as late as 1176 A.D. the Copts of the city of
Koptos revolted against the oppression of the Turkic rulers. The policy of heavy taxation,
pillage, and violence was also accompanied by forced migration of Copts to other parts of the
Islamic Empire, and settlement of Muslim Arabs into Egypt. As a result, many of the Copts were
forced into Islam to escape the continued oppression and heavy taxation. The forced Islamization
policy was followed by most of the Arab rulers, and later on also by most of the Mamluks and
Turkic rulers. Gradually, the population of Muslims increased and the Copts decreased. The
population of the Copts decreased from nine million at the time of the Arabs conquest 641 A. D.
approximately 700,000 at the early 1900's.

Trails and Tribulations of the Copts

Though persecution of the Copts by the Arabs, Mamluks and Turks was the norm rather than the
exception, most of these rulers needed the knowledge of the Copts to govern the country and
collect taxes. The history of the Islamic era shows a vicious cycle in which the Muslim rulers
hired Copts because of their knowledge, skill and honesty to administer the affairs of the
government of Egypt. Accordingly, some Copts did well and prospered, to ultimately attract the
envy of the Muslim rulers who occasionally changed their minds and expelled the Copts from
government jobs, confiscated their property, put them in jail, and a times put them to death. As
the affairs of the government became erratic without the knowledge which only the Copts had,
the rulers had to hire the Copts once again on many occasions. Under the rule of the Fatimite
dynasty, one of the rulers was in fact insane.

El Hakem hired several Copts in his employment. And later he suddenly decided to either to
force his Coptic employees into Islam or kill them. Two prominent Copts Fahed ibn Ibrahim,
and Yuhana ibn Nagah, were among El Hakem's employees, who accepted death rather than
converting to Islam 1004 A.D. But during exceptional and short reigns of moderate rulers, many
Copts managed to excel in literature and the arts. Among the famous writers during the Ayubide
dynasty, were the Iben Al Asaal brothers. Though the rule of the Mameluks produced many
beautiful monuments, they were bloodthirsty and extremely oppressive for the Egyptians Copts.
It is not unusual to read about pogroms launched against the Copts during the Mamluks time. A
supposedly devout unknown Fakir, who would instigate a Muslim mob after the Friday Muslim
prayers to attack the Copts, their homes and businesses/ Usually the pogroms started on Fridays.

However, the Mameluks also needed the services of the Copts to run the affairs of the
government. Ibrahim Algawhery, a Copt, was the Chief Clerk of the Mameluks Abuel dahab and
Ibrahim Bey in 1795 A.D. Effectively he was the prime minister of Egypt. Later on in the early
20th century another prominent Copt Botrous Ghalli became the prime Minister of Egypt under
the rule of the British rule. In the recent past the Secretary General of the United Nations (UN)
Butros, Butros Ghali was also a Copt. But the compulsions of the safety of his compatriots (held
hostage) in Muslim ruled Egypt, forced him to take a stand favorable to the Muslim in World
affairs.

Era Modern Era setelah Ottoman

After the French left Egypt, the country returned back under the rule of the Ottomans and
Mamlukes. An Albanian officer of the Ottoman army, Mohamed Ali, managed to become the
ruler of Egypt under the Ottoman Empire 1805 A.D. Mohamed Ali was a smart ruthless ruler.
He remembered his Christian roots as an Albanian convert to Islam (as did Mustapha Kemal
Pasha of Turkey later in the 20th century). Mohammed Ali managed to massacre the Mamlukes
and get rid of the Ottoman occupation army. He introduced western style education, industry,
and new crops. His rule did not care much about religion as much as about competence. He hired
a lot of Armenians and Copts to help his government. He challenged the rule of the Ottoman
Empire, but he lost as the European powers stupidly intervened on the behalf of the Ottomans
1845 A.D. Egypt became semi-independent under the Ottomans Empire, then under the British
Empire 1882 A.D. and was ruled by the family of Mohamed Ali through 1952.

A group of army officers led a coup d' etat that ended the rule of King Farouk, the last ruler of
the Mohamed Ali family. The coup brought Nasser and his fellow officers to power. He pursued
a socialist domestic policy, alliance with Soviet Union, and aggressive conflicts against the West
and Israel. Nasser's socialist policies and conflicts with the West resulted in severe economic
hardships for Egypt. After Nasser's death 1970, Sadat assumed the presidency of Egypt. Sadat
reversed his predecessor's policy, expelled the Soviet advisors, followed a more pro-western
approach, and pursued peace with Israel. After a militant Islamic group assassinated Sadat in
1981, Hosni Mubarak assumed the presidency in Egypt until the present time. President
Mubarak continues to follow a pro-western policy, and brokered several peace initiatives in
collaboration with the U.S. between the Israel and the Palestinians.

Kaum Koptik pd abad2 19 dan 20

The poll tax, Algyzia was finally abolished in 1815 A.D. This gave some relief to the Copts in
the 19th century-mid 20th century. This period saw a modest revival and renewal. A Coptic
leader, Pope Cyril 4th a reformist followed the ancient Egyptian or Coptic tradition of respect
for knowledge and learning in the 19th century. He looked to the western knowledge for
inspiration. He established two schools with a western schooling system, and imported a new
printing press to disseminate information. He started an effort o collect and catalog Coptic music
and hymns. The Coptic music has been handed down orally from the days of the ancient
Egyptian temples. It is believed that the Egyptian Government agents poisoned him and he died
in 1861 A.D., as they were concerned about his reformist movement. The Copts in the 19th and
early 20th century worked together with their Muslim compatriots to achieve independence and
democracy in Egypt. They participated in the revolt of 1919 against the British rule after WWI.
Several political Coptic leaders participated in the short-lived democratic parliaments in the
early to mid 20th century.

World War I resulted in the defeat of the last Islamic Empire, the Ottoman Empire. The last
Caliph of the Muslims; the Ottoman Sultan was replaced by a secular president in modern
Turkey. Though Turkey has and continues to progress as a secular nation, the impact of a
superior western culture and influence was felt in many Muslim countries. A militant
fundamentalist Islamic called the Muslim Brotherhood was initiated in 1920's (offshoots of
which are the Hamas and Al Qaeda). Other groups also followed, e.g. the society for Muslim
Youth. These movements aimed at resisting the influence of the superior western culture. These
movements espoused a more conservative interpretation of Islam, and many of them also
espoused violence against the Copts that raged on and off for years. Nasser became President of
Egypt shortly after an army coup in 1952. Though Nasser cared mostly about power more than
religion, many of his protégé's espoused the more fundamentalist Islamic teaching of the Muslim
Brotherhood.

The Nasser government followed a socialist regime and nationalized most of the private
enterprises, which hit the Copts a lot harder as they depended on private businesses for their
livelihood. The economic pressures and resurgent discrimination led many Copts to start
immigration to countries such as the U.S.A., Canada, and Australia in the 1960's. Active and
successful Coptic-Americans live at present at most of the large metropolitan areas of the U.S.A.
The same applies for many of the large metropolitan areas in many of the western countries.

President Sadat was successful in establishing a peace treaty with Israel. However, in his
struggle for power against the Nasserite factions, he encouraged the militant Islamic groups in
Egypt. In the 1980s, the militant fundamentalist Islamic movement resurgence was accompanied
by renewed and escalated assaults on the Copts in Egypt. The Militants instigated several violent
episodes against the Copts and western tourists, attacked, sacked and burned churches and
Coptic businesses. G. Kepel in his study of Muslim extremism in Egypt indicated that the
Militants financed the assassination of President Sadat using gold robbed from Coptic-owned
goldsmith stores. On the political side, the Islamic Militant groups called for changing the laws
from the civil laws to the Islamic code or Sharia. Their claim is that the return to Sharia provides
a solution instead of the western approach of democracy and free enterprise. It would return the
Islamic countries to the glory of the medieval age Islamic Empires. However, the return to the
Islamic code essentially deprives the non-Muslims including the Copts from equal rights as
compared with the Muslims and subjects them to formal discrimination. In the 1990's attacks on
Churches, property and businesses of the Copts have been on the increase.
Penculikan para wanita muda Koptik dan Islamisasi secara paksa terhdp mereka terus
meningkat. Pogrom2 (pengusiran orang dari tempat tinggalnya berdasarkan SARA) terus
berlangsung. Pada thn 2000, kelompok2 Islam militant melangsungkan pogrom yg
mengakibatkan tewasnya 21 orang Koptik dan penghancuran rumah2, bisnis dan gereja
Koptik di desa Al Kosheh di Mesir Selatan. Insiden2 dan penindasan serupa terus berlangsung.
Mendapatkan ijin utk mendirikan ataupun merenovasi gereja dipersulit oleh Undang2 dan
bahkan memerlukan persetujuan presiden. Jangan lupa bahwa undang2 ini tidak bertentangan
dgn Islam, malah MEMENUHI ajaran Islam.

----------------------------------------------------------------------
Sumber2 bacaan:

1- The Mummy, Funeral Rites & Customs in Ancient Egypt, by Ernest A. Wallis Budge, reprint
of 1893 edition by Senate Studio Editions 1995

2- The Twilight of Ancient Egypt, First Millennium B.C.E., by Karol Mysliwiec, translated by
David Lorton, Cornell University Press2000

3- Egypt in The Age of Cleopatra, by Michel Chauveau, translated by David Lorton, Cornell
University Press, 2000

4- Women in Ancient Egypt, by Gay Robins, Harvard University Press, 1996

5- Women and Society in Greek and Roman Egypt: A Source Book by Jane Rowlandson,
Cambridge University Press, 1998

6- The Chronicle of John Coptic Bishop of Nikiu (circa 690 A.D.), translated by Robert Henry
Charles, reprint from 1916 edition, APA-Philo Press Amsterdam, Holland

7- The Vanished Library, A Wonder of The Ancient World, by Luciano Canfora,


University of California Press

8- The Story of The Church of Egypt, Volumes I and II, by Edith L. Butcher, reprint of 1897
edition by AMS Press Inc, New York, N.Y 1975

9- Coptic Egypt, by Murad Kamil, Le Scribe Egyptien, 1968

10- Traditional Egyptian Christianity, A History of the Coptic Church, by Theodore. Hall
Patrick, Fisher Park Press, 1999

11- Muslim Extremism in Egypt, The Prophet and the Pharaoh, by Gilles Kepel, University of
California Press 1993

12- Ancient Egyptian Culture, published by Chartwell Books, Edison, N.J. 1998.
PENINDASAN MUSLIM atas PENDUDUK ASLI MESIR (kaum Koptik)
 

Orang Kristen Copt (Koptik) adalah penduduk asli Mesir yang beragama Kristen. Jumlahnya
kira-kira 18% (tapi menurut statistik resmi dibawah 10%) dari penduduk Mesir sekarang.
Orang-orang Copt masih menggunakan bahasa Copt (Mesir kuno) dan sama sekali tidak
tercampur etnis pendatang (Arab). Artikel ini membuktikan bahwa Islam berkembang kerena
melakukan pemaksaan dengan melakukan berbagai praktek dikriminasi sosial, yang dilegitimasi
oleh Quran dan Hadist. Apa yang digambarkan oleh orang-orang Muslim mengenai keindahan
Syariah hanya berlaku bagi Muslim, sebaliknya merupakan malapetaka bagi non Muslim.
Orang-orang Copt adalah salah satu contoh korban penjajahan Muslim, yang menerima
diskriminasi dan penindasan selama lebih dari 1300 tahun.

Artikel ini merupakan terjemahan dari buku “ A Christian Minority The Copts in Egypt yang
ditulis oleh Y. Masriya (file Pdf)yang dapat didownload di
http://www.dhimmitude.org/archive/by_copts_1976.pdf

Untuk menyingkat, beberapa bagian yang dianggap kurang perlu tidak diterjemahkan.
This article was originally published,the 19th January 1973, by the Centre d’Information et de Documentation sur le Moyen-Orient (Geneva, Switzerland).

II. PAKTA UMAR.

‘Pakta Umar’, umumnya dihubungkan dengan Umar II (717-740), untuk mengatur status
diskrimnatif yang dipaksakan pada para dhimmi, i.e. non Muslim penduduk asli yang tinggal di
bawah dominasi Islam. Mereka harus bayar Jizya yang menandakan ketundukan mereka pada
Islam dan juga pajak komersil yang lebih tinggi dari yang dibayar para Muslim. Kepemilikan
tanah mereka diberikan pada komunitas Muslim dan dalam rangka untuk mempunyai hak
menanami mereka harus bayar pajak special, atau kharaj. Sangat sering komunitas dibebani
pajak (pemerasan) dengan sewenang-wenang. Pada awal penyerangan pendatang-pendatang
Muslim tidak membayar pajak dan oleh kerena itu Negara Arab dan tentara disubsidi oleh petani
dan penduduk non-Muslim.

Pembangunan gereja-gereja baru maupun pemugaran gereja lama, seperti juga penggunaan
lonceng, spanduk, buku-buku suci, salib dalam gereja atau memikulnya dalam posesi, dan
beberapa obyek-obyek pemujaan dilarang. Maka supaya tidak mengganggu para Muslim,
dhimmi melakukan kegiatannya dalam sunyi dan abstain dari perkabungan pada acara-acara
penguburan. Diskriminasi social terhadap para dhimmi dan keperluan mendesak demi keamanan
memaksa mereka untuk hidup pada area-area yang terpisah. Pernikahan dan hubungan sexual
dengan wanita Muslim merupakan pencemaran terhadap Islam dapat dihukum mati. Hubungan
antara para dhimmi dan para Muslim dilarang, tetapi sebagaimana ini tidak dapat dilaksanakan,
hubungan ini mendapat ancaman yang sangat kuat.

Para dhimmi mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari Muslim, maka mereka pun berbeda
dalam penampilan luarnya. Mereka dilarang untuk menggunakan warna tertentu mislanya hijau,
yang merupakan warna dari nabi(Muhammad). Dan dilarang untuk memakai pakaian, ikat
pinggang, sepatu, sorban yang dikenakan oleh Muslim.
Beberapa tanda wajib dipakai supaya mudah dikenali yang berfungsi sebagai penghinaan di
jalan-jalan. Sebuah lonceng kecil yang dikalungkan dileher atau sejenisnya, membuat mereka
mudah dikenal di pemandian-pemandian umum.

Jizya dibayarkan melalui proses sebuah upacara yang mana dhimmi dihina didepan public
dengan menerima sebuah tamparan dimuka dan pukulan dibelakang leher. Si Dhimmi kemudian
dikeluarkan dengan tanda terima yang mengijinkannya untuk berpergian; bagaimanapun, dia
bisa kehilangan ini, dia akan dihukum mati. Ketika sebuah sensus para rahib di Mesir (715-717),
mereka diwajibkan memakai gelang dengan nama, tanggal dan nama dari biara mereka.
Beberapa rahib yang ditemukan tanpa gelang mungkin bisa dipotong tangannya dan dieksekusi.

Kharaj, pajak tanah bagi non Muslim, membawa orang-orang Copt pada kemiskinan; mereka
meninggalkan wilayahnya dan perpindahan masal terjadi, tetapi mereka secara paksa dibawa
kembali oleh tentara dan diwajibkan untuk membayar pajak (694-714). Untuk mecegah orang-
orang Copt meninggalkan daerahnya, tentara Arab menyelenggarakan sebuah sensus dan
menandai mereka ditangan dan dikeningnya(705-717) Tidak ada orang satu orang Kristenpun
dapat berpergian tanpa passport. Perahu-perahu di sungai Nil yang membawa orang Kristen
tanpa passport akan dibakar. Pada th 724, 24000 orang Copt masuk Islam untuk menghindari
pajak yang memberatkan. Konversi melemahkan Negara dan untuk menakuti mereka, Jizya juga
dikenakan pada yang baru masuk Islam. Lebih jauh lagi mereka dilarang untuk menjual tanah
mereka ke Muslim, yang akan membebaskannya dari pajak Kharaj. Belakangan sejumlah tetap
pajak dikumpulkan dari komuniti Copt untuk menutupi pendapatan yang hilang akibat dari
perpindaham ke Islam. Pada awal abad ke 8, Usame Ben Zaid, Gubernur Mesir, menulis ke
Kalifah Abdel Malik (715-717} : “Aku memeras susu; apabila terhenti ; aku memeras darah ;
bila membengkak, aku akan menekan kulit.”

Di Tinnis, pajak-pajak mengakibatkan orang-orang Copt sedemikian kekurangan, sehingga


mereka meninggalkan anak-anak mereka untuk diperbudak para Arab. Mereka yang tidak
membayar (pajak) dilemparkan ke penjara atau disiksa. Dibawah Abbasids para dhimmi yang
tidak bayar pajak akan dimasukkan ke dalam sangkar bersama binatang buas. Pemimpin Gereja
selalu memikul tanggung jawab untuk sejumlah pungutan dalam komunitas. Sekitar tahun 718,
Abdel Malik ben Rifa’a gubernur Mesir melemparkan Patriakh Michael ke suatu sel tanpa
jendela yang digali dari batu karang, sebuah blok kayu dipasang dikakinya dan sebuah pemberat
dikalungkan pada lehernya. Ribuan orang Copt terbunuh,wanita dan anak-anak diperbudak, hak
milik mereka diambil alih oleh Arab-Arab yang semakin bertambah banyak di kota-kota dan di
desa-desa.

Sebagaimana Pakta Umar melarang para dhimmi untuk menggunakan otoritas apapun atas
seorang muslim, mereka tidak dapat menjadi pegawai sipil maupun masuk tentara. Dalam setiap
periode, banyak putusan yang mengakibatkan pemecatan orang-orang Kristen dari pos mereka,
kecuali mereka pindah ke Islam. Bagaimanapun juga orang-orang Copt sangat dibutuhkan
kerena menguasai system birokrasi Mesir. Para muslim menuduh mereka dengan sengaja
mempersulit admisnistrasi dalam rangka mempertahankan pos mereka. Penyimpangan dari
dhimma mempropokasi kekacauan; masa kemudian membakar markas Kristen, membunuh para
Copt dan menghancurkan Gerejanya.

Dalam setiap periode, biara-biara dan gereja-gereja dirampas, dibakar dan dihancurkan. Kalifah
Al Hakim (996-1020) memperbaharui pasal-pasal Pakta Umar. Seluruh gereja dan synagogue
dalam kekaisarannya (Mesir, Syria, Palestina) dirampas dan dihancurkan – atau dijadikan
mesjid. Gerombolan merampas markas-markas Kristen dan Yahudi dan kalifah menekan para
dhimmi untuk memeluk Islam atau meninggalkan kedaulatannya. Pada akhir rejimnya, ia
mengijinkan mereka kembali ke agama mereka dan membangun kembali tempat-tempat
sembahyang. Pada tahun 1058, semua gereja ditutup, patriakh dan uskup-uskup di lempar ke
penjara dan orang-orang Copt menebusnya sebesar 70.000 dirham. Sedikit insiden dapat memicu
pembunuhan massal. Seorang Kristen berkuda dekat Mesjid Al Azhar, spur
dan pelananya yang menarik perhatian, membuat muslim marah dan mengejarnya dengan
maksud membunuhnya. Kerusuhanpun pecah, mendorong Sultan untuk memanggil
pemimpin komunitas Yahudi dan Kristen dan mengingatkan mereka bahwa mereka adalah
subyek aib dan kehinaan dari dhimma. Ketika mereka meninggalkan Sultan, mereka diserang
oleh gerombolan yang menyobek pakaian mereka dan memukul mereka sampai mereka setuju
untuk murtad. Rumah-rumah dan gereja para dhimmi yang lebih tinggi dari kepunyaan muslim
dihancurkan. Pada tahun 1343 orang-orang Kristen dituduh menyebabkan kebakaran di Cairo;
Sekalipun Sultan berusaha melindungi mereka, mereka ditangkap dijalanan, dibakar atau
dibantai oleh gerombolan yang keluar dari mesjid-mesjid.

Sejarah panjang orang-orang Copt, dipenuhi dengan cerita-cerita persekusi, pembunuhan


masal, konversi paksa, pembinasaan dan penghancuran gereja-gereja. Ribuan orang Copt
mengungsi ke Abyssinia, tetapi sebagian terbesar menyerah dan memeluk Islam.

III. MASA KINI.

Peletak dasar Mesir modern, Muhammad Ali (1801-1806), membuat revolusi budaya dan
industri negaranya dengan bantuan tim ilmuwan Perancis. Toleran dan berpikiran politis, ia
mencoba memperlunak diskriminasi agama dalam rangka menghadapi penolakan masyarakat
tradisinonalis. Orang-orang Copt memanfaatkan periode itu untuk membangun sekolah-sekolah
dan memperoleh kecakapan modern dan ketika pendudukan Inggris (1882), orang-orang Kristen
disiapkan untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil dengan administrasi modern. Pendudukan
Inggris membawa kestabilan dan pertumbuhan ekonomi pada Mesir. Sekolah-sekolah dibangun
dan peluang-peluang baru diciptakan dalam mengembangkan perdagangan, industri dan
pertanian.

Meskipun serba bebas, sekalipun terbatas, kecenderungan yang diwarnai sekularisasi negara dan
kesamaan hak seluruh warga negara, munculnya para mantan dhimi menimbulkan rasa shock
bahkan traumatis pada perasaan Muslim – kerena status hina para ex dhimmi dulu didasarkan
pada superioritas dan dominasi Islam.
Persoalan menjadi rumit kerena penghapusan diskrimnasi hukum pada non-Muslim pada tahun
1856 tidak muncul dari sebuah evolusi su genesis mentalitas Arab, tetapi dipaksakan oleh Barat.
Dalam pembalasan, ribuan orang Kristen dibantai di propinsi Syria pada tahun 1860.
pembunuhan massal ini mendorong Perancis melakukan intervensi singkat – dalam persetujuan
dengan kekuatan Eropah yang lain- dan pembentukan sebuah daerah otonomi Kristen di
Libanon, meskipun masih dalam kekuasaan mutlak Ottoman.

Sesudah diemansipasi oleh Eropa, orang-orang Kristen – yang merupakan sisa-sisa kebudayaan
pra Islam- dalam sebuah paradox sejarah yang sinis, secara otomatis diasosiasikan dengan
imperialisme. Kemenangan yang keras untuk persamaan, dipertimbangkan oleh orang-orang
Arab sebagai penghinaan tambahan yang dipaksakan pada mereka oleh kekuatan Barat. Ini
adalah penyebab, mengapa perjuangan kemerdekaan nasional, dengan penolakannya pada Barat
dan kembalinya ke Islam, juga memanisfestasikan diri dalam bentuk penindasan pada minoritas.
Faktanya , perjuangan anti pendudukan tidak pernah dimengerti sebagai perjuangan nasional
dalam pengertian Eropa. Ini adalah djihad, sebuah perang suci melawan kekristenan.
 

Lebih buruk : Situasi minoritas mejadi lebih dipersulit oleh fakta pada banyak perkara antara
muslim dan non muslim, hukum islam diterapkan, dan kemudian, oleh kerena tidak berlakunya
kesaksian maupun sumpah non muslim -berkenaan dengan keburukan yang melekat pada status
kafirnya, muslim secara otomatis dibebaskan. Dalam rangka melindungi hidup dan hak
miliknya, para minoritas mencoba untuk mendapatkan perlindungan konsul atau
kewarganegaraan asing, dengan begitu menguntungkan system Kapitulasi.

Di bawah proktetorat Inggris, faktanya beberapa orang Copt dan Yahudi, menjadi pejabat tinggi
pemerintahan menciptakan ilusi kebebasan, disamping gejala kebencian pada asing (xenophobia)
oleh keseluruhan Islam yang merupakan manisfestasi dari perlawanan Islam terhadap supremasi
politik dan budaya Barat. Kebencian yang sama, ditujukan pada apa yang mereka sebut kolusi
para minoritas dengan imperialisme Barat.

Setelah th 1927, asosiasi-asosiasi keagamaan dan politik muslim bermunculan, seperti Society of
Young Muslims, Society for the Benevolence of Islamic Morals, Salfiya Socieity, Persaudaraan
Muslim, dsb. Cairo menjadi pusat dari nasionalisme relijius, yang mana dari situ para juru
dakwah pergi ke Sudan, Jepang dan India. Kegiatan dakwah ini diberengi dengan kebencian
pada asing (xenophobia), yang juga memanisfestasikan diri dalam bentuk perlawanan terhadap
para orientalis Eropah, yang dituduh merusak iman Islam. Mereka menuduh aktivis Kristen
menggunakan obat-obatan berbahaya dan hipnotis untuk memurtadkan Muslim.

Pada tahun 1936, Makram Ebeid, Menteri Keuangan Mesir mengatakan :” Saya seorang Kristen,
itu betul menurut keyakinan, tetapi kerena negaraku, saya adalah seorang Muslim”. Maksudnya
untuk menjadi seorang Mesir, diharuskan berlaku seperti seorang Muslim.

Pada Bulan Agustus 1957, orang-orang Copt protes melawan penindasan yang muncul kembali
di era Mesir modern, sebuah tradisi yang dikenal pada abad ke 13 : pembatasan bangunan
Gereja, status hukum baru orang-orang Kristen,diskriminasi terhadap orang Kristen di kantor-
kantor pemerintah, distribusi tanah, dalam perumahan dan pos-pos di media masa. Kejadian-
kejadian belakangan ini harus dilihat dalam konteks dhimma – gereja-gereja dihancurkan oleh
penduduk desa, rumah dan took-toko dibakar, uskup dan jamaah Copt dilempari batu.

Saatnya untuk para intelektual Muslim mengakui, dengan berani, jika mereka bisa mengutuk
imperialisme Barat, maka komutitas-komunitas Kristen Timur menuntut kesamaan hak di tanah
yang secara sukses dikoloni oleh imperialis Arab.
Sejarah Masuknya Islam
ke Mesir
Written by Administrator   
Thursday, 03 February 2011 12:28
Jihad vs Koptik-Mesir 639-641M**

Mesir jaman pra Islam adalah wilayah yg paling berharga dlm Kerajaan
timur Romawi. Mesir adalah keranjang roti Roma nomor dua setelah
Konstantinopel. Tanahnya subur dan sumber ekspor gandum, jagung,
anggur, minyak, tekstil, gelas, kosmetik dan obat2an. Pada saat invasi
Arab, jumlah penduduk Koptik diperkirakan sekitar 9 juta.

Mesir sebelum invasi Islam bukan Negara Arab

Kebanyakan dari kita menyamakan orang Mesir dgn Arab. Mohammed Atta, pemimpin serangan
9/11 adalah orang Mesir yg memimpin sekelompok teroris Arab. Dmeikian pula dgn Yasser
Arafat yg lahir di Kairo, yg membohongi dunia dgn pengakuannya sbg orang Palestinia. Bandit2
ini dan jutaan orang Mesir sekarang menganggap diri sbg orang Arab. Mereka tidak sadar bahwa
mereka adalah hasil Arabisasi akibat invasi Arab pada abad ke 7 yg menghancurkan Bizantin yg
menguasai Mesir. Orang mesir adalah keturunan Firaun yg mendirikan peradaban klasik Mesir
disepabjang lembah Nil dan membangun kota2 cantik spt Luxor, Memphis, Karnak dan Thebes.
Firaum spt Ramses, Nefertiti mendirikan pyramid megah yg menyimpan misteri alam semesta yg
dibangun sesuai dgn konstelasi bintang.

Agama orang Mesir kuno didasarkan kpd animisme, sbg mana juga orang Yunani-Romawi,
Hindus, Mesoamerican dsb. Mulai abad ke 6SM sampai abad 4M, Mesir dikuasai raja Persia dari
dinasti Achemenia, Hakkamanishiya. Orang Persia adalah Zoroastrian, tetapi mereka tidak
mencampuri urusan keagamaan orang Mesir.

Pada abad ke 4, Persia dijatuhkan oleh Panglima Yunani, Alexander, yg kemudian mendirikan
kota Alexandria di Delta Nil, sbg pelabuhan masuk bagi orang Yunani yg berlayar lewat Laut
Mediteran.

Bahkan kekuasaan raja Yunani dibawah Ptolemys dlm 3 abad berikutnya tidak mengusik agama
orang Mesir. Rakyat Mesir tetap dibiarkan memuja dewa2 mereka, dewa matahari, Ra atau Amon
Ra, Horus, dewa langit yg memiliki kepala spt burung gagak dan bertubuh manusia, dsb. Pada thn
1 Masehi, Mesir menjadi bagian dari kerajaan Romawi dibawah Julius Caesar setelah bunuh
dirinya ratu Cleopatra. Namun orang Romawipun tidak mempedulikan kepercayaan penduduk
asli. Jadi setelah berbagai invasi oleh Persia, Yunani, Romawi, agama Mesir tetap bertahan sbg
agama unik dan orijinal. Hanya setelah kaisar Romawi, Konstantin memeluk agama Kristen pada
abad ke 4, rakyat Mesir mulai memeluk Kristen. Saat Muslim Arab menginvasi Mesirf, penduduk
asli Mesir seluruhnya Kristen, walau bekas2 agama lama masih sangat kuat dan mempengaruhi
ritual Kristen.

Orang Mesir menganggap diri bangsa Hamitik, berbeda dgn orang Arab yg termasuk bangsa
Semitik. Bangsa Hamitik terdiri dari bangsa Mesir, Nubia (Sudan), Abyssinia (Ethiopia), Somali
dan Masai (Kenya dan Tanzania). Kebudayaan kuno Mesir oleh karena itu juga TIDAK disebut
sbg peradaban Arab dan para firaun juga tidak dianggap sbg raja2 Arab.

Sifat Arab hanya nampak setelah invasi Arab th 639-641M. Arab-lah yg memberi nama ‘Koptik’
pada penduduk asli Mesir. Copt adalah kata Inggris yg berasal dari kata Arab ‘Gibt’ atau ‘Gypt’
dari kata Yunani ‘Egyptos’ atau Egypt. Kata Yunani ‘Egyptos’ berasal dari kata Mesir kuno ‘Ha-
Ka-Ptah’ atau kuil dewa Ptah, salah satu dewa utama Mesir. Kata Copt atau Coptic berarti
Egyptian/orang Mesir, namun sekarang, penduduk muslimn Mesir memanggil diri Arab dan kata
Copt atau Coptic merujuk pada penduduk Kristen Mesir.

Gangster Muslim yg menjarah lembah Nil dibawah perintah kalifah Umar berjihad melawan
Mesir dan memaksa penggantian agama rakyat Mesir ke Islam adalah Amir bin Al-Aas yg
sebenarnya juga pemeluk Islam baru. Clannya, Bani Sahm dari suku Quraish, terpaksa memeluk
Islam setelah ‘nabi’ Muhamad-bin-Abdullah menjarah Mekah th 630M. Spt juga para pemimpin
Quraish lainnya, pada mulanya Amir menantang Islam dgn keras. Malah ia mengepalai kontingen
Quraish di Pertempuran Uhud. Thn 630M, dgn Khalid-ibn-Walid ia mengalahkan pihak Muslim,
tetapi setelah jatuhnya Mekah ditangan Muslim, Amir bin Al-Aas dan Khalid-ibn-Walid
masuk Islam. Ini tidak mereka lakukan secara suka rela tetapi mereka melihat keuntungan utk
bergabung dgn pihak yg menang. Dgn demikian, mereka tidak hanya berhasil menyelamatkan
jiwa mereka tetapi malah dgn senang hati menerapkan teknik2 Muslim spt menjarah, menyiksa
bangsa lain dan memaksa mereka memeluk Islam. Setelah itu Amir menjadi bagian dr gangster
Muslim.

Menurut cerita, saat remaja, Amir melancong dgn karavan ke Palestina. Suatu hari ia bertugas
menjaga onta karavan diluar Yerusalem. Hari sangat terik dan saat ia duduk dibawah pohon,
datanglah seorang pelancong yg letih dan sangat kehausan. Amir dgn murah hati memberikan
minumannya. Sang pelancong meminumnya dan kemudian tertidur.

Beberapa saat kemudian, seekor ular nampak mendekati sang pelancong yg sedang tidur
nyenyak. Amir dgn sigap membunuh ular itu dgn panahnya. Sang pelancong sangat berterima
kasih pada Amir karena telah menyelamatkan hidupnya utk kedua kalinya. Sang pelancong ingin
memberikannya uang bagi dua nyawa. Ia mengatakan bahwa ia datang ke Yerusalem dari Mesir.
Dan ternyata sang pelancong ini ini bukan sembarang pelancong, ia adalah seorang Maqauqas,
pendeta tinggi kaum Kristen Mesir. Ia ingin agar Amir menemaninya ke Mesir. Akhirnya mereka
melancong ke Mesir.

Saat tiba di Alexandria, Amir tinggal di rumahnya yang megah dan diperlakukan bak tamu raja.
Maqauqas, sang tuan rumah membawanya ke festival di Hippodrome. Salah satu ritual festival
adalah ritual ‘Bola Emas‘. Pendeta memukul sebuah bola emas dan bola itu melayang ke atas.
Kepercayaannya adalah, ketangan siapa bola itu mendarat, ialah yg akan menjadi penghancur
Mesir.

Saat pendeta memukul bola iitu ke udara semua orang mengikuti lajunya arah bola itu dgn
tegang. Setelah bola membelok di udara, bola itu mendarat di lengan baju Amir. Penonton kaget.
Mereka tidak dapat percaya bahwa orang Arab terbelakang dan tidak berbudaya dari gurun pasir
itu dapat menghancurkan Mesir. Mereka merasa ini pasti salah. Pasti cara memukul bola itu
salah.

Maqauqas, tuan rumah Amir dgn bingung mengatakan kepadanya, "Saya tidak tahu tapii tanda
dari para dewa tidak pernah salah. Aneh memang nasib dan siapa tahu kau suatu hari akan
kembali ke sini."

Amir yang juga bingung itu kembali dari Mesir, sarat dng hadiah dan uang. Peristiwa Bola Emas
itu terus menghantuinya. Ia sering menganggapnya sbg mimpi tapi dalam hatinya ia yakin bahwa
suatu hari ia akan memasuki Mesir sbg penakluknya dan menghancurkan segala yg ada disana.

Nah, jadilah Amr seorang panglima besar pasukan Muslim di Syria, ia terus menerus ingat akan
mimpinya menaklukkan Mesir. Cita2nya akhirnya tercapai ketika Umar memberinya perintah utk
menghancurkan tanah kafir itu. Amir bin al-Aas segera berangkat menuju Mesir dgn 40.000
tentara.

December 639, pasukan Muslim mencapai Farma, kota benteng yg dijaga garisun Bizantin.
Muslim menyerang kota itu sampai 2 bulan lamanya. Musim semi Februari 640, pasukan
penyerang yg dipimpin Useifa-ibn-Wala menyerang fort itu pada malam buta. Perlawanan
Bizantin runtuh dan kota ini akhirnya jatuh ke tangan Muslim.

Setelah jatuhnya Farma, Muslim maju ke Bilbeis, 40 mil dari kota Memphis. Bilbeis berada di
gurun Negev (di perbatasan dgn Israel sekarang). Kota itu juga kota benteng dan Muslim
menyerang dgn memutuskan suplai air. Setelah sebulan, pada akhir Maret 640 kota itupun
menemui akhir naasnya.

Dari Bilbeis, Muslim berbaris ke Babylon (sebuah kota di Mesir Bizantin, bukan yang di
Mesopotamia/Irak sekarang). Kota Babylon inilah, dinamakan Arab sbg Al Fustat dan kemudian
sbg Al Qahira atau spt yg dikenal sekarang : Cairo). Karena taktik licik, penaklukan Mesir tidak
sulit bagi Muslim. Tetapi di Babylon mereka menemukan perlawanan canggih. Perang ini sampai
berlangsung selama 7 bulan. Babylon merupakan kota yang lebih besar dan lebih penting dan
perlawanan disana juga lebih sengit. Namun Amir tetap memaksakan kehendaknya.

Babylon merupakan kota kunci Mesir. Kota terdekatnya adalah Memphis, ibukota kuno para
firaun. Muslim tiba didepan Babylon bulan May 640M. Babylon merupakan kota benteng dan
Bizaantin mempersiapkannya bagi setiap serangan. Disekililing tembok luar kota itu digali
lobang panjang dan pasukan dalam jumlah besar ditempatkan antara lobang dan tembok kota itu.
Fort Babylon itu adalah gedung besar dgn tembok setinggi 30 meter dgn tebal tembok 2 meter.
Fort itu juga diperlengkapi menara2 dan ‘bastions’ (??).

Kekuatan pasukan Bizantin ini 6 kali lebih besar dari kekuatan Muslim, jadi Amir meminta Umar
meminta tambahan tentara. Bln Agustus, datang tambahan tentara sebanyak 4,000 orang dari
Syria. Setelah ini juga tidak berhasil melemahkan Bizantin, Umar mengumpulkan tetnara di
Medinah. Diantara mereka yg bersedia memerangi Mesir adalah Zubeir bin Al-Awwam, saudara
sepupu ‘nabi’ Muhamad. Pasukan tambahan 4000 tentara itu maju ke Mesir tapi Fort Bizantin itu
masih belum dapat dikalahkan juga.

The taking of Heliopolis by subterfuge

10 mil dari Babylon terletak kota Heliopolis. Kota itu adalah kota Kuil Matahari para Firaun.
Muslim merasa bahwa pasukan Bizantin dari Heliopolis akan menyerang Muslim dari belakang
saat mereka bertempur melawan Babylon. Oleh karena itu Zubeir dan Amir berangkat ke
Heliopolis. Diluar kota itu terjadi bentrokan kavaleri, dan walaupun banyak orang Bizantin tewas,
hasil pertempuran tidak pasti. Amir dan Zubeir kemudian memerintahkan digalinya sebuah
terowongan yang berakhir kedalam benteng Bizantin itu. Dan dgn cara itu mereka berhasil
melemahkan para penjaga dan membuka gerbang kota itu bagi tentara Muslim. Seluruh garisun
Bizantin dibunuh secara masal. Ini mengingatkan kita pada terowongan yg digunakan Hamas,
teroris Palestina, Jihad Islami dan Fatah kedalam Gaza utk menyelundupkan senjata dari Mesir ke
Gaza utk mengadakan serangan teroris melawan penduduk sipil Israel. Bentuk senjata berubah
dari pedang ke jaket berisi bom bunuh diri, tapi sikap Muslim yg haus darah tidak berubah
sedikitpun.

Upaya Muslim merebut Babylon dgn menjebak tentara Bizantin

Dari Heliopolis, Amir dan Zubeir kembali ke Babylon utk meningkatkan serangan terhdp
Bizantin. Pihak Bizantin kini mulai keluar dari lobang perlindungan mereka dan menyerang
Muslim secara langsung. Muslim berpura2 mundur. Bizantin mengejar mereka dan Muslim
mundur terus sampai seluruh pasukan Bizantin meninggalkan posisi mereka di lobang
perlindungan. Atas tanda Amir, 500 pasukan Muslim berkuda yg dipimpin Kharija bin Huzafa
bergegas dan menyerang tentara Bizantin dari belakang. Singkat cerita, Bizantin masuk
perangkap Muslim.

Banyak yg tewas tetapi pasukan utama Bizantin berhasil kembali ke kota itu. Pihak
Bizantin menutup gerbang kota. Tapi sekarang kawasan antara lobang dan kota itu dikuasai
Muslim. Dgn senjata katapul mereka menghantami tembok kota itu
dgn batu2 besar.

Pengkhianatan dan tindakan mata2 terhdp Bizantin

Karena putus asa, Jendral Bizantin, Theodorus menunjuk Maqauqas, yg sekarang pejabat Mesir
dan Kepala Pendeta kaum Copt, yg dikenal Amir pada masa2 pra-Islamnya di Palestina.
Maqauqas mempercayai Amir karena dulu ia memang dapat dipercaya, bahkan sampai
menyelamatkan nyawa Maqauqas. Tetapi Islam mengubah semua itu dan Amir memanfaatkan
hubungannya dgn Maqauqas utk merebut Babylon. Maqauqas meminta agar Amir mengirimkan
utusannya ke Babylon utk negosiasi selama 2 hari. Tetapi waktu 2 hari itu digunakan utusan2 tsb
utk mempelajari benteng itu dari dalam. Mata2 berkedok utusan itu dikirim Amir. Utusan Muslim
berkata pada Maqauqas dan memberi 3 pilihan yg lazim ditawarkan Muslim kpd musuh2
mereka : Islam, Jizya (pajak tinggi) atau perang.

Negosiasi terus berjalan dgn bolak baliknya utusan. Namun kali ini saat Muslim berada di
gerbang kota itu, mereka malah menyerang delegasi Bizantin yg menyangka Muslim ingin
bernegosiasi. Setelah membantai delegasi Bizantin, pihak Arab membakar gerbang kayu raksasa
Babylon. Dgn terbakarnya sebagian gerbang, tentara Muslim menembus gerbang api tsb dan dgn
fanatisme menggebu-gebu mereka, mereka menyerbu kota dan membantai penghuninya.

Pelajaran dari Pertempuran Babylon bagi AS dan Eropa

Selama negosiasi, Maqauqas menawarkan 100 keping dinar kpd setiap panglima dan 1000 dinar
kpd sang Kalif. Tapi pihak Muslim mengatakan bahwa mereka tidak dapat dibeli dgn
keping emas yg nantinya toh akan menjadi milik mereka begitu kota itu direbut. Katanya,
pun kalau ia mati dalam pertempuran ia akan langsung ke surga.

Siapapun pemimpin Eropa yg merasa bahwa dng tawaran bantuan dana, keanggotaan WTO,
kontrak dagang dsb dsb … bisa membujuk negara Muslim spt Iran agar menghentikan ambisi
senjata nuklir mereka, maka mereka salah besar !

Muslin akan memanfaatkan perundingan utk mengulur waktu sampai senjata nuklir mereka siap
pakai dan siap serang, mulai dgn Israel.

Kita juga melihat bgm Muslim siap sedia utk melakukan cara curang apapun utk menghancurkan
non-Muslim, sesuai dgn doktrin tipuan mereka, Taqiyya yang sangat meresap kedlm budaya
Muslim. Status kafir tercatat dgn jelas dlm Qur'an dan Hadith. Menipu kafir agar mencapai
kemenangan memang disahkan Qur'an dan didukung preseden dlm Hadis. Mempercayai Muslim
tulen (muslim fundamentalis) sama saja dgn mempercayai Nazi dlm PD II atau Komunis dlm
revolusi Russia, bahkan lebih parah. INi karena Muslim percaya bahwa ini mandate dari Tuhan.
Agama lebih kuat daripada filosofi politik sesaat. Fakta ini tidak menyenangkan, tapi kalau and
mempercayai Muslim, mereka akan menang. Jadi, dalam perang melawan terror ini, pilihan
hanya : kematian kita tau kematian Muslim. Pilihan jelas. Kita harus lebih pandai dari mereka
mengggunakan cara Taqiyya.

Pencaplokan Alexandria dgn cara tipuan

Ketika sang Khalif menerima laporan dari Amir bin Al-Aas ttg kalahnya Amir, ia memerintahkan
agar SETIAP dan SEMUA kafir diberanguskan dari Mesir. Ia memerintahkan Amir utk
mencaplok kota pelabuhan Alexandria (yg kemudian dirubah namanya oleh Muslim menjadi
Iskandariya). Saat Muslim berada didepan Alexandria bln Maret 641. kita itu dijaga berat.
Tembok demi tembok dan benteng demi benteng dibangun utk melindungi kota tsb. Pasukan
Bizantin didlm kota ity mencapai jumlah
50.000 sementara kekuatan pasukan invasi Muslim adalah 100.000. Kota itu tidak memiliki
persediaan pangan. Karena kota itu memiliki akses langsung ke laut, mereka tergantung dari rute
laut ini bagi bala bantuan dari Konstantinopel berupa tenaga kerja dan bahan2 kebutuhan.

Saat Amir mensurvey situasi militer, ia merasa bahwa Alexandria sebuah tantangan besar. Pihak
Bizantin juga bermaksud mempertahankannya dgn segala kekuatan mereka. Untuk itu, Amir
kembali menggunakan akal bulusnya.

Pasukan biadab Muslim ini kemudian memulai dgn serangan mereka. Bizantin menggunakan
katapul yg ditempatkan diatap tembok2 kota mereka yg menembakkan batu2 raksasa ke posisi
Muslim. Ini mengakibatkan kerusakan besar di pihak Amir dan memerintahkan pasukannya utk
mundur dan mengambil posisi diluar jangkauan katapul.
Mulailah perang maju mundur. Muslim maju dan dihantami misil2 batu. Saat Muslim mundur
dari tembok kota, Bizantin kelaur dai benteng2 merkea tapi langsung dihantam balik oleh para
pengikut agama damai.

Sementara itu, kaisar Bizantin, Heraclius mengumpulkan pasukan besar di Konstantinopel yg


dimaksudkan utk membantu Alexandria. Tetapi sebelum ia sempat merealisasikan rencananya
ini, ia wafat. Pasukan tambahan bagi Alexandria ini ditunda keberangkatannya.

Taktik licik Muslim utk memenangkan duel yg mempertaruhkan kebebasan mereka saat
mereka terjebak Bizantin

Ketika Muslim tahu akan wafatnya kaisar Bizantin yg menunda pengiriman pasukan tambahan,
mereka memanfaatkan kesempatan ini dan meningkatkan serangan mereka.
Tapi serangan Bizantin bertubi2 dan berhasil memerangkap muslim. 4 Muslim memasuki kamar
bawah tanah, tetapi karena sempitnya terowongan masuk yg hanya bisa dimasuki satu orang,
terowongan ini mudah dipertahankan oleh keempat Muslim ini. Pihak Bizantin tidak mungkin
menangkap ke 4 Muslim ini dari terowongan itu. Kalau mereka dibiarkan disana, mereka akan
mati kelaparan. Salah satunya adalah Amir, hal yg tidak diketahui pihak Bizantin.

Bizantin meminta para Muslim yg terjebak agar menyerah shg mereka tidak akan mati kelaparan
ataupun menukar mereka dgn tawanan Bizantin ditangan Muslim. Muslim menolak. Lalu pihak
Bizantin yg tidak sudi membiarkan musuh mereka mati kelaparan malah mengajak mereka
berduel. Katanya jika salah satu dari mereka yg menang dlm duel, mereka bisa bebas. Pihaik
Muslim setuju.

Amir sendiri menawarkan diri bagi duel itu, tetapi Masalma menghalanginya dan menawarkan
dirinya sendiri.

Kalau pihak Bizantin yg terjebak Muslim, maka Bizantin tidak mungkin diberi tawaran
gentleman ala Bizantin ini. Mereka akan ditebas pedang Islam, dibantai secara masal saat itu
juga. Namun pihak Bizantin adalah orang2 terhormat dan berbudaya dan bukan dibutakan oleh
fanatisme spt Muslim, jadi mereka taat pada janji mereka.
Mulailah duel pedang itu yg berlangsung dgn sengit. Kemenangan bagi pendekar Bizantin
nampak dekat tapi Masalma berbuat curang dgn menarik bulu ketiak pihak Bizantin. Ketika ia
mundur karena kesakitan, Masalma, sang algojo Allah itu membunuhnya dgn menusuk
pedangnya begitu kuat kedalam hati sang pendekar Bizantin sampai menebus ke punggungnya.
Terlepas dari tindak curang ini, pihak Bizantin mematuhi janji mereka.

Perang masih juga berlangsung selama 6 bulan, dan Umar di Medinah menjadi semakin tidak
sabar. Ia menulis surat kepada Amir :

"Saat kau menerima surat ini, doronglah tentara agar berperang. Mulailah serangan pd hari Jumat
siang, saat turunnya rahmat Allah.”

Amir bin Al-Aas mengumpulkan orang2nya dan membacakan surat Umar. Kotbah2 penuh
semangat jihad mendorong Muslim agar melakukan kekerasan. Dan diputuskan agar setelah solat
Jumat mereka akan melangsungkan serangan besar2an. Ubada dipilih utk membawa bendera utk
dan memimpin serangan.

Hari Jumat kemudian, setelah bersolat, tetnara Muslim berbari ke medan perang dgn membawa
peti2 mata diatas kepala mereka. Mereka maju dgn semangat fanatisme meluap, tapi pihak
Bizantin mempersiapkan diri dan melancarkan serangan balasan. Hari Jumat itu, pihak Muslim
mengalami kekalahan besar dan serangan Jumat itu gagal total.
Saat itu Allah menolak utk memenuhi keinginan Muslim, walau dilakukan pada hari suci Muslim.

Malam itu di kamp Muslim, putus asa meliputi seluruh kamp muslim. Malah ada yg mengusulkan
utk membatalkan upaya mencaplik Alexandria dan kembali Al Fustat (nama lain bagi Babylon).
Kegigihan Bizantin mematahkan semangat mereka. Tapi datanglah seorang penangkap ikan,
mantan Koptik yg sekarang memeluk islam bernama Abu. Ia mengusukan agar Amir dan
teman2nya yg dapat berbicara bahasa Yunani berangkat pagi2 ke pelabuhan dan memarkir perahu
nelayan mereka di pelabuhan.

Ini memang praktek para penangkap ikan yg membawa hasil panen dipagi hari ke Alexandria.
Setelah mendarat disana, Abu dan rekan2 barunya itu menuju ke salah satu gerbang dan
membunuh tentara penjaga dan saat subuh mereka berhasil membuka gerbang kota itu.

Akibat serangan fajar ini, 20.000 tentara Bizantin tewas atau ditangkap dan penduduk tidak
berdaya dibunuhi secara masal oleh para pengikut agama damai Allah. Selama 3 hari penuh, kota
itu menjadi lautan darah. Istana2 dirongsoki sampai habis, para wanita dijadikan budak sex dan
yg paling cantik dijadikan penghuni haremnya Amir dan panglima2nya. Amir dgn bangga
melaporkan kpd bossnya, Umar: "Kami menaklukkan Alexandria. Di kota itu ada 4.000 istana,
400 tempat hiburan dan jumlah kekayaan yang tidak terhitung."

Tentara Muslim dgn giat mengumpulkan jarahan perang mereka. Umar memutuskan bahwa
Muslim berhak memiliki setiap harta benda yg mereka temukan karena kekuatan mereka (‘by the
right of might’). Ini memang cocok dgn filsafah Muslim bahwa ‘Kekuatan adalah Baik’ (‘Might
is Right’) yg dilanjutkannya kemudian dlm 14 abad eksistensinya di Afrika, Asia dan Eropa.

PENGHANCURAN PERPUSATAAN ALEXANDRIA

Penyidikan terakhir oleh Luciano Canfora menyimpulkan bahwa Amir, atas instruksi kalif Arab,
Umar, MENGHANCURKAN PERPUSTAKAAN KOTA ITU. Diperlukan waktu ENAM
BULAN utk menghancurkan buku2 perpustakaan dlaam 1000 kolam renang Alexandria. Ini
merupakan tindakan memalukan oleh para Arab buta huruf yg mentalitas Islamnya mengatkaan
bahwa tidak diperlukan satu bukupun, karena
Quran berisi apa yg perlu diketahui ! Inilah alasan Arab2 beringas haus darah yg tidak berbudaya
dan pemakan kadal itu utk membakar semua perpustaan, tidak hanya di Mesir, tapi juga di Syria,
Persia, Spanyol dan India (dimana mereka membakar universitas Buddhis; Nalanda).
Pembakaran terhdp buku2 peninggalan jaman itu adalah kekejaman Muslim yg paling besar
terhdp sejarah umat manusia yg tidak dapat dimaafkan.

Catatan:
http://www.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=26181&postdays=0&pos
torder=asc&start=30
Nope. Rome did minimal damage to the library. It was (Amr Ibn el Ass) sent by the second
Caliph and the husband of Mohamad's daughter (Omar Ibn Il Khattab).

Amr sent to Umar a letter asking what to do with (700,000 scripts some over 1000yrs old), this
was Umar's famous reply. On the basis of this reply All muslims should leave Islam.

"As for the books you mentioned here is my reply. If their content is in accordance with the
book of Allah, we may do without them, for in that case the book of Allah more than
sufficies. If on the other hand, they contain matter not in accordance with the book of Allah,
there can be no need to preserve them. Proceed then and destroy them."

Jihad melawan LIBYA dan TUNISIA

Setelah pencaplokan Mesir, para Jihadis bergerak ke NUBIA. Tapi kaum Nubia menggunakan
taktik gerilya dan sangat meletihkan tentara Muslim dan memaksanya mundur dari Nubia. Inilah
yg menyebabkan Ethiopia tetap Kristen sampai sekarang. Setelah gagalnya kampanye
pencaplokan terhdp Nubia di bagian selatan, Amir memutuskan utk berangkat kebagian barat
Mesir, tempat terletaknya provinsi2 Bizantin, Libya dan Tunisia.

Bln September 642, Amir memimpin pasukannya menuju kawasan itu. Setelah sebulan, mereka
sampai di kota Pentapolis di Lybia. Kota ini milik Bizantin, tetapi mereka tidak mempersiapkan
sistim pembelaan terhdp kota itu. Dgn mudah Muslim merebutnya tanpa perlawanan. Para warga
menginginkan kedamaian dan Amir memnuhi keinginan mereka dgn syarat ala Islamnya itu:
peluk Islam atau bayar pajak (Jizyah) atau mati.
Praktek biadab pemaksaan anak2 Kristen kedalam tentara Muslim – Permulaan tradisi
Jannisari ‘Turki’

Setelah diadakannya perjanjian damai bagi rakyat, mereka yg tidak sanggup membayar pajak
Jizyah diberi kesempatan utk menjual anak2 mereka agar kpd tentara Muslim (selain juga
pemaksaan masuk Islam). Banyak penduduk Pentapolis tidak memiliki pilihan dan dgn berat hati
menyerahkan anak2 mereka. Ini merupakan tindakan sangat tercela, tetapi sama dgn kaum Arab,
Persia, Syria, Mesir dan Libya mereka tidak memiliki pilihan karena ini satu2nya cara utk
menghindari kematian masal dan perbudakan. Praktek penjualan anak2 Kristen menjadi tentara
Muslim ini kemudian diteruskan oleh kalifah Ottoman Turki terhdp kaum Kristen Serbia, Kroasia
dan Bosnia.

Pihak Muslim juga menamakan kembali kota Pentapolis sbg Al Burqa, Babilon dirubah menjadi
Al Fustat dan kemudian Al Qahira (Kairo)

Taktik tipuan dan ‘blackmail’ utk menangkap kota Libya, Tripolis (Tripoli sekarang)

Dari Al Burqa, Uqba bin Nafe dikirim sbg pemimpin serangan terhdp Tripoli. Merkea sampai di
Tripoli thn 643 AD. Garisun Bizantin disana menolak utk menyerah.

The Muslims accordingly laid siege to the city. Amr put his camp on a high ground and blocked
all land routes to the city. The city however had free access to the sea, and the passage to the sea
could not be blocked by the Muslims. The Muslim army did not have siege equipment with them.
The Byzantine garrison remained locked up within the fortifications and did not come out into the
open. The siege accordingly dragged on for two months. The Muslims decided to use subterfuge.
They opened negotiations with the Christians and offered to lift the siege during the week of
Good Friday and the feast of Easter. The Muslims allowed the Christian inhabitants to visit the
Cathedral of Mother Mary that was situated on a Hillock outside the walls of the city. The
Christian pilgrims were being escorted by a small contingent Byzantine troops as the pilgrims
were to be allowed to proceed unmolested to the Cathedral as per the terms of peace offered to
them by the Muslims.

Taking advantage of this nominal and weak security arrangement and the presence of a large
number of civilians in the group of pilgrims, the Muslims broke their word as they had planned to
and seized a number of the Christian pilgrims as hostages. The Muslim captors question the
pilgrims as to who they were in the hierarchy of the Byzantine nobility. To their dismay, none of
the hostages were of high rank, they all came from humble families. The intention of the Muslims
was to take hostages from the pilgrims, whom they hoped would be from high ranking families
who paid homage a at he Cathedral every year. But they realized that among the hostages were
two daughters of a night watchman. The Muslims promised to give a thousand dinars to each of
them, if they could tell the Muslims an easy way into the city. The two patriotic girls pleaded
ignorance of any such path. On seeing their obstinacy, the Muslim threatened to kill them along
with the other hostages. The siege of the town was resumed once again.

During the daytime, the Muslims tied the two girls to poles outside their camp which was visible
from the ramparts of the Fort of Tripoli, taking them inside their camp for the night. This sight
was heart-wrenching and after a few days, the Muslims deliberately lowered their guard and let
the two girls sleep in a seemingly unguarded tent. After a few days the girls made a predictable
attempt to escape. The Muslims who had kept a small contingent hidden from the sight of the
girls followed them stealthily and realized that the girls were circumventing the city walls to go
across to the beach from where the Muslims saw that their must be some way to enter the city
from the seaward side, which was also fully fortified. They saw the girls slip into a channel which
went under ground and followed the girls. This channel was hidden from view by big boulders
and so was not visible to a casual visitor. Hence this way into the city had remained unknown all
through the two months of siege. Little did the two girls realize that they had unknowingly
revealed to the Muslims the secret path into the fortified city.

When the Muslim contingent discovered this passage that provided the city access to the sea they
sent for reinforcements and rushed into the city through this passage raising the shouts of 'Allah-
o-Akbar.' In the commotion in the dead of the night, the Byzantine guards thought that the entire
Muslim army had entered the city. There was panic in the city and some of the Byzantines sought
refuge on board the ships that lay anchored in the harbor. The Muslim contingent seized one of
the Gates and open it for the main Muslim army waiting outside to rush in with shouts of 'Allah-
o-Akbar'. The Muslims then pressed the attack from outside, after having got into the city. There
was wholesale slaughter and looting that went on for the entire next day, till Amr called for it to
stop, so that an orderly plunder could be organized. The surviving Byzantine garrison fled to the
ships and sailed away. The Muslims captured the city without much resistance. The citizens
surrendered and most of them accepted Islam and from then on Tripoli, the capital of Libya,
which had till then been a Christian City, established by Romans, became a Muslim city, and
remains so till this day.

From Tripoli, Amr sent a column to Sabrata a city forty miles from Tripoli. A feeble resistance
was put up and thereafter the city surrendered and agreed to pay Jizya.

Dinasti2 Arab dan Turki, 640-1798 A.D

Setelah pencaplokan Mesir, dinasti2 Muslim Arab dan Turki menguasai Mesir dari
640 A.D. - 1798 A.D. Perancis adalah bangsa non-Muslim pertama yg masuk Mesir.
Tetnara Perancis dipikpin Napoleon Bonaparte yg mengalahkan Ottoman dan penguasa dinasti
Mumeluk di Mesir th 1798 A.D. Namun selama periode tidak terputus selama
1150 tahun, Muslim mentiranisir Mesir. Dinasti2 Arab termasuk Umayyad (660-751 A.D.) dan
Abbasid ( 751-880 A.D.) Dinasti2 Turki termasuk Tolonid ( 880-904 A.D.) dan Akhsid ( 904-913
A.D.). Mereka disusul Fatimit (913-1171 A.D.), dinasti Arab Shiah. Disusul kemudian dgn Turki,
Ayubid (1171-1250 A.D.), Mameluk (1250-1517 A.D.) dan Ottoman (1517-1798 A.D.).

Setelah pencaplokan Arab th 641 AD, mereka ingin menguras kekayaan Mesir.
Johannes dari Nikiu dlm kronikelnya menyebut bahwa Amir, panglima invasi Muslim pertama,
"meningkatkan pajak sampai 22 keping emas sampai rakyat menyembunyikan diri karena tidak
memiliki kemampuan membayar."
The Umayyads followed by the other dynasties instituted heavy taxes including poll tax or
Algyzya, tribute and different exactions. At times the Arab rulers found it convenient to throw
prominent Copts, e.g. a Bishop or Pope, in jail and request ransom to release them. The Umayyad
Caliph Suliman ibn abed Almalek reflected this policy, in writing his appointed ruler of Egypt "
to milk the camel until it gives no more milk, and until it milks blood". Though some of the Arab
rulers were prudent, most were oppressive, cruel and committed a lot of atrocities against the
Coptic population. The ultimate policy of the Muslim Arab rulers changed gradually from
maximum financial gain to Islamization either through incentives of reduced taxation, or by
outright violence and force. Arab and Turkic rulers from different dynasties continued to levy
heavy taxation to impoverish the Copts, instituted policies to eradicate the Coptic culture,
language, leadership, and initiated violence and pogroms against the Coptic population.

Penghancuran Bahasa, Budaya dan Monumen Koptik

The assault on culture that was initiated by the destruction of the library at Alexandria and
continued by the Umayyads who decreed the use the Arabic language instead of Coptic in the
governance of Egypt. It took centuries for Arabic to replace Coptic as the spoken language of the
land. The Coptic language continued in general use until the 13th century.

Unlike the Persian, Greek and Roman rulers who maintained and rebuilt some of the ancient
Egyptian temples, several Islamic rulers destroyed and pillaged the ancient Egyptian temples and
Churches. The marble and porphyry pillars obtained by the destruction of many ancient temples
and churches were used to build palaces, mosques, and at times just left a trail of destruction.
Sultan El Aziz attempted to destroy the great pyramids of Giza circa 1193 A.D. He gathered a
large labor force that attempted to destroy the pyramids for eight months. At the end of which,
they succeeded in only destroying a part of the casing of the pyramid and made a small breach in
one side. Fortunately the great effort needed convinced El Aziz to abandon the destruction of the
pyramids.

Perlawanan terhdp Penindasan Muslim

The Arab's oppression led the Copts to several rebellions, but these rebellions failed to break the
yoke of oppression or achieve independence. The Copts in the eastern Delta fought against the
Umayyad oppression in 725 A.D. A large-scale Coptic revolt against the Abbasids took place
circa 815 A.D. El Maamoun, the Abbasid Caliph, had to bring in a large army with elephants to
conquer the Coptic revolution of 815 A.D. Even as late as 1176 A.D. the Copts of the city of
Koptos revolted against the oppression of the Turkic rulers. The policy of heavy taxation, pillage,
and violence was also accompanied by forced migration of Copts to other parts of the Islamic
Empire, and settlement of Muslim Arabs into Egypt. As a result, many of the Copts were forced
into Islam to escape the continued oppression and heavy taxation. The forced Islamization policy
was followed by most of the Arab rulers, and later on also by most of the Mamluks and Turkic
rulers. Gradually, the population of Muslims increased and the Copts decreased. The population
of the Copts decreased from nine million at the time of the Arabs conquest 641 A. D.
approximately 700,000 at the early 1900's.
Trails and Tribulations of the Copts

Though persecution of the Copts by the Arabs, Mamluks and Turks was the norm rather than the
exception, most of these rulers needed the knowledge of the Copts to govern the country and
collect taxes. The history of the Islamic era shows a vicious cycle in which the Muslim rulers
hired Copts because of their knowledge, skill and honesty to administer the affairs of the
government of Egypt. Accordingly, some Copts did well and prospered, to ultimately attract the
envy of the Muslim rulers who occasionally changed their minds and expelled the Copts from
government jobs, confiscated their property, put them in jail, and a times put them to death. As
the affairs of the government became erratic without the knowledge which only the Copts had,
the rulers had to hire the Copts once again on many occasions. Under the rule of the Fatimite
dynasty, one of the rulers was in fact insane.

El Hakem hired several Copts in his employment. And later he suddenly decided to either to force
his Coptic employees into Islam or kill them. Two prominent Copts Fahed ibn Ibrahim, and
Yuhana ibn Nagah, were among El Hakem's employees, who accepted death rather than
converting to Islam 1004 A.D. But during exceptional and short reigns of moderate rulers, many
Copts managed to excel in literature and the arts. Among the famous writers during the Ayubide
dynasty, were the Iben Al Asaal brothers. Though the rule of the Mameluks produced many
beautiful monuments, they were bloodthirsty and extremely oppressive for the Egyptians Copts.
It is not unusual to read about pogroms launched against the Copts during the Mamluks time. A
supposedly devout unknown Fakir, who would instigate a Muslim mob after the Friday Muslim
prayers to attack the Copts, their homes and businesses/ Usually the pogroms started on Fridays.

However, the Mameluks also needed the services of the Copts to run the affairs of the
government. Ibrahim Algawhery, a Copt, was the Chief Clerk of the Mameluks Abuel dahab and
Ibrahim Bey in 1795 A.D. Effectively he was the prime minister of Egypt. Later on in the early
20th century another prominent Copt Botrous Ghalli became the prime Minister of Egypt under
the rule of the British rule. In the recent past the Secretary General of the United Nations (UN)
Butros, Butros Ghali was also a Copt. But the compulsions of the safety of his compatriots (held
hostage) in Muslim ruled Egypt, forced him to take a stand favorable to the Muslim in World
affairs.

Era Modern Era setelah Ottoman

After the French left Egypt, the country returned back under the rule of the Ottomans and
Mamlukes. An Albanian officer of the Ottoman army, Mohamed Ali, managed to become the
ruler of Egypt under the Ottoman Empire 1805 A.D. Mohamed Ali was a smart ruthless ruler. He
remembered his Christian roots as an Albanian convert to Islam (as did Mustapha Kemal Pasha of
Turkey later in the 20th century). Mohammed Ali managed to massacre the Mamlukes and get rid
of the Ottoman occupation army. He introduced western style education, industry, and new crops.
His rule did not care much about religion as much as about competence. He hired a lot of
Armenians and Copts to help his government. He challenged the rule of the Ottoman Empire, but
he lost as the European powers stupidly intervened on the behalf of the Ottomans 1845 A.D.
Egypt became semi-independent under the Ottomans Empire, then under the British Empire 1882
A.D. and was ruled by the family of Mohamed Ali through 1952.

A group of army officers led a coup d' etat that ended the rule of King Farouk, the last ruler of the
Mohamed Ali family. The coup brought Nasser and his fellow officers to power. He pursued a
socialist domestic policy, alliance with Soviet Union, and aggressive conflicts against the West
and Israel. Nasser's socialist policies and conflicts with the West resulted in severe economic
hardships for Egypt. After Nasser's death 1970, Sadat assumed the presidency of Egypt. Sadat
reversed his predecessor's policy, expelled the Soviet advisors, followed a more pro-western
approach, and pursued peace with Israel. After a militant Islamic group assassinated Sadat in
1981, Hosni Mubarak assumed the presidency in Egypt until the present time. President Mubarak
continues to follow a pro-western policy, and brokered several peace initiatives in collaboration
with the U.S. between the Israel and the Palestinians.

Kaum Koptik pd abad2 19 dan 20

The poll tax, Algyzia was finally abolished in 1815 A.D. This gave some relief to the Copts in the
19th century-mid 20th century. This period saw a modest revival and renewal. A Coptic leader,
Pope Cyril 4th a reformist followed the ancient Egyptian or Coptic tradition of respect for
knowledge and learning in the 19th century. He looked to the western knowledge for inspiration.
He established two schools with a western schooling system, and imported a new printing press
to disseminate information. He started an effort o collect and catalog Coptic music and hymns.
The Coptic music has been handed down orally from the days of the ancient Egyptian temples. It
is believed that the Egyptian Government agents poisoned him and he died in 1861 A.D., as they
were concerned about his reformist movement. The Copts in the 19th and early 20th century
worked together with their Muslim compatriots to achieve independence and democracy in
Egypt. They participated in the revolt of 1919 against the British rule after WWI. Several political
Coptic leaders participated in the short-lived democratic parliaments in the early to mid 20th
century.

World War I resulted in the defeat of the last Islamic Empire, the Ottoman Empire. The last
Caliph of the Muslims; the Ottoman Sultan was replaced by a secular president in modern
Turkey. Though Turkey has and continues to progress as a secular nation, the impact of a
superior western culture and influence was felt in many Muslim countries. A militant
fundamentalist Islamic called the Muslim Brotherhood was initiated in 1920's (offshoots of which
are the Hamas and Al Qaeda). Other groups also followed, e.g. the society for Muslim Youth.
These movements aimed at resisting the influence of the superior western culture. These
movements espoused a more conservative interpretation of Islam, and many of them also
espoused violence against the Copts that raged on and off for years. Nasser became President of
Egypt shortly after an army coup in 1952. Though Nasser cared mostly about power more than
religion, many of his protégé's espoused the more fundamentalist Islamic teaching of the Muslim
Brotherhood.

The Nasser government followed a socialist regime and nationalized most of the private
enterprises, which hit the Copts a lot harder as they depended on private businesses for their
livelihood. The economic pressures and resurgent discrimination led many Copts to start
immigration to countries such as the U.S.A., Canada, and Australia in the 1960's. Active and
successful Coptic-Americans live at present at most of the large metropolitan areas of the U.S.A.
The same applies for many of the large metropolitan areas in many of the western countries.

President Sadat was successful in establishing a peace treaty with Israel. However, in his struggle
for power against the Nasserite factions, he encouraged the militant Islamic groups in Egypt. In
the 1980s, the militant fundamentalist Islamic movement resurgence was accompanied by
renewed and escalated assaults on the Copts in Egypt. The Militants instigated several violent
episodes against the Copts and western tourists, attacked, sacked and burned churches and Coptic
businesses. G. Kepel in his study of Muslim extremism in Egypt indicated that the Militants
financed the assassination of President Sadat using gold robbed from Coptic-owned goldsmith
stores. On the political side, the Islamic Militant groups called for changing the laws from the
civil laws to the Islamic code or Sharia. Their claim is that the return to Sharia provides a solution
instead of the western approach of democracy and free enterprise. It would return the Islamic
countries to the glory of the medieval age Islamic Empires. However, the return to the Islamic
code essentially deprives the non-Muslims including the Copts from equal rights as compared
with the Muslims and subjects them to formal discrimination. In the 1990's attacks on Churches,
property and businesses of the Copts have been on the increase.

Penculikan para wanita muda Koptik dan Islamisasi secara paksa terhdp mereka terus
meningkat. Pogrom2 (pengusiran orang dari tempat tinggalnya berdasarkan SARA) terus
berlangsung. Pada thn 2000, kelompok2 Islam militant melangsungkan pogrom yg
mengakibatkan tewasnya 21 orang Koptik dan penghancuran rumah2, bisnis dan gereja
Koptik di desa Al Kosheh di Mesir Selatan. Insiden2 dan penindasan serupa terus berlangsung.
Mendapatkan ijin utk mendirikan ataupun merenovasi gereja dipersulit oleh Undang2 dan bahkan
memerlukan persetujuan presiden. Jangan lupa bahwa undang2 ini tidak bertentangan dgn Islam,
malah MEMENUHI ajaran Islam.

----------------------------------------------------------------------
Sumber2 bacaan:

1- The Mummy, Funeral Rites & Customs in Ancient Egypt, by Ernest A. Wallis Budge, reprint
of 1893 edition by Senate Studio Editions 1995

2- The Twilight of Ancient Egypt, First Millennium B.C.E., by Karol Mysliwiec, translated by
David Lorton, Cornell University Press2000

3- Egypt in The Age of Cleopatra, by Michel Chauveau, translated by David Lorton, Cornell
University Press, 2000

4- Women in Ancient Egypt, by Gay Robins, Harvard University Press, 1996

5- Women and Society in Greek and Roman Egypt: A Source Book by Jane Rowlandson,
Cambridge University Press, 1998
6- The Chronicle of John Coptic Bishop of Nikiu (circa 690 A.D.), translated by Robert Henry
Charles, reprint from 1916 edition, APA-Philo Press Amsterdam, Holland

7- The Vanished Library, A Wonder of The Ancient World, by Luciano Canfora,


University of California Press

8- The Story of The Church of Egypt, Volumes I and II, by Edith L. Butcher, reprint of 1897
edition by AMS Press Inc, New York, N.Y 1975

9- Coptic Egypt, by Murad Kamil, Le Scribe Egyptien, 1968

10- Traditional Egyptian Christianity, A History of the Coptic Church, by Theodore. Hall Patrick,
Fisher Park Press, 1999

11- Muslim Extremism in Egypt, The Prophet and the Pharaoh, by Gilles Kepel, University of
California Press 1993

12- Ancient Egyptian Culture, published by Chartwell Books, Edison, N.J. 1998.

PENINDASAN MUSLIM atas PENDUDUK ASLI MESIR (kaum Koptik)


 

Orang Kristen Copt (Koptik) adalah penduduk asli Mesir yang beragama Kristen. Jumlahnya
kira-kira 18% (tapi menurut statistik resmi dibawah 10%) dari penduduk Mesir sekarang.
Orang-orang Copt masih menggunakan bahasa Copt (Mesir kuno) dan sama sekali tidak
tercampur etnis pendatang (Arab). Artikel ini membuktikan bahwa Islam berkembang kerena
melakukan pemaksaan dengan melakukan berbagai praktek dikriminasi sosial, yang dilegitimasi
oleh Quran dan Hadist. Apa yang digambarkan oleh orang-orang Muslim mengenai keindahan
Syariah hanya berlaku bagi Muslim, sebaliknya merupakan malapetaka bagi non Muslim.
Orang-orang Copt adalah salah satu contoh korban penjajahan Muslim, yang menerima
diskriminasi dan penindasan selama lebih dari 1300 tahun.

Artikel ini merupakan terjemahan dari buku “ A Christian Minority The Copts in Egypt yang
ditulis oleh Y. Masriya (file Pdf)yang dapat didownload di
http://www.dhimmitude.org/archive/by_copts_1976.pdf

Untuk menyingkat, beberapa bagian yang dianggap kurang perlu tidak diterjemahkan.
This article was originally published,the 19th January 1973, by the Centre d’Information et de Documentation sur le Moyen-Orient (Geneva, Switzerland).

II. PAKTA UMAR.

‘Pakta Umar’, umumnya dihubungkan dengan Umar II (717-740), untuk mengatur status
diskrimnatif yang dipaksakan pada para dhimmi, i.e. non Muslim penduduk asli yang tinggal di
bawah dominasi Islam. Mereka harus bayar Jizya yang menandakan ketundukan mereka pada
Islam dan juga pajak komersil yang lebih tinggi dari yang dibayar para Muslim. Kepemilikan
tanah mereka diberikan pada komunitas Muslim dan dalam rangka untuk mempunyai hak
menanami mereka harus bayar pajak special, atau kharaj. Sangat sering komunitas dibebani pajak
(pemerasan) dengan sewenang-wenang. Pada awal penyerangan pendatang-pendatang Muslim
tidak membayar pajak dan oleh kerena itu Negara Arab dan tentara disubsidi oleh petani dan
penduduk non-Muslim.

Pembangunan gereja-gereja baru maupun pemugaran gereja lama, seperti juga penggunaan
lonceng, spanduk, buku-buku suci, salib dalam gereja atau memikulnya dalam posesi, dan
beberapa obyek-obyek pemujaan dilarang. Maka supaya tidak mengganggu para Muslim, dhimmi
melakukan kegiatannya dalam sunyi dan abstain dari perkabungan pada acara-acara penguburan.
Diskriminasi social terhadap para dhimmi dan keperluan mendesak demi keamanan memaksa
mereka untuk hidup pada area-area yang terpisah. Pernikahan dan hubungan sexual dengan
wanita Muslim merupakan pencemaran terhadap Islam dapat dihukum mati. Hubungan antara
para dhimmi dan para Muslim dilarang, tetapi sebagaimana ini tidak dapat dilaksanakan,
hubungan ini mendapat ancaman yang sangat kuat.

Para dhimmi mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari Muslim, maka mereka pun berbeda
dalam penampilan luarnya. Mereka dilarang untuk menggunakan warna tertentu mislanya hijau,
yang merupakan warna dari nabi(Muhammad). Dan dilarang untuk memakai pakaian, ikat
pinggang, sepatu, sorban yang dikenakan oleh Muslim.
Beberapa tanda wajib dipakai supaya mudah dikenali yang berfungsi sebagai penghinaan di jalan-
jalan. Sebuah lonceng kecil yang dikalungkan dileher atau sejenisnya, membuat mereka mudah
dikenal di pemandian-pemandian umum.

Jizya dibayarkan melalui proses sebuah upacara yang mana dhimmi dihina didepan public dengan
menerima sebuah tamparan dimuka dan pukulan dibelakang leher. Si Dhimmi kemudian
dikeluarkan dengan tanda terima yang mengijinkannya untuk berpergian; bagaimanapun, dia bisa
kehilangan ini, dia akan dihukum mati. Ketika sebuah sensus para rahib di Mesir (715-717),
mereka diwajibkan memakai gelang dengan nama, tanggal dan nama dari biara mereka. Beberapa
rahib yang ditemukan tanpa gelang mungkin bisa dipotong tangannya dan dieksekusi.

Kharaj, pajak tanah bagi non Muslim, membawa orang-orang Copt pada kemiskinan; mereka
meninggalkan wilayahnya dan perpindahan masal terjadi, tetapi mereka secara paksa dibawa
kembali oleh tentara dan diwajibkan untuk membayar pajak (694-714). Untuk mecegah orang-
orang Copt meninggalkan daerahnya, tentara Arab menyelenggarakan sebuah sensus dan
menandai mereka ditangan dan dikeningnya(705-717) Tidak ada orang satu orang Kristenpun
dapat berpergian tanpa passport. Perahu-perahu di sungai Nil yang membawa orang Kristen tanpa
passport akan dibakar. Pada th 724, 24000 orang Copt masuk Islam untuk menghindari pajak
yang memberatkan. Konversi melemahkan Negara dan untuk menakuti mereka, Jizya juga
dikenakan pada yang baru masuk Islam. Lebih jauh lagi mereka dilarang untuk menjual tanah
mereka ke Muslim, yang akan membebaskannya dari pajak Kharaj. Belakangan sejumlah tetap
pajak dikumpulkan dari komuniti Copt untuk menutupi pendapatan yang hilang akibat dari
perpindaham ke Islam. Pada awal abad ke 8, Usame Ben Zaid, Gubernur Mesir, menulis ke
Kalifah Abdel Malik (715-717} : “Aku memeras susu; apabila terhenti ; aku memeras darah ; bila
membengkak, aku akan menekan kulit.”
Di Tinnis, pajak-pajak mengakibatkan orang-orang Copt sedemikian kekurangan, sehingga
mereka meninggalkan anak-anak mereka untuk diperbudak para Arab. Mereka yang tidak
membayar (pajak) dilemparkan ke penjara atau disiksa. Dibawah Abbasids para dhimmi yang
tidak bayar pajak akan dimasukkan ke dalam sangkar bersama binatang buas. Pemimpin Gereja
selalu memikul tanggung jawab untuk sejumlah pungutan dalam komunitas. Sekitar tahun 718,
Abdel Malik ben Rifa’a gubernur Mesir melemparkan Patriakh Michael ke suatu sel tanpa jendela
yang digali dari batu karang, sebuah blok kayu dipasang dikakinya dan sebuah pemberat
dikalungkan pada lehernya. Ribuan orang Copt terbunuh,wanita dan anak-anak diperbudak, hak
milik mereka diambil alih oleh Arab-Arab yang semakin bertambah banyak di kota-kota dan di
desa-desa.

Sebagaimana Pakta Umar melarang para dhimmi untuk menggunakan otoritas apapun atas
seorang muslim, mereka tidak dapat menjadi pegawai sipil maupun masuk tentara. Dalam setiap
periode, banyak putusan yang mengakibatkan pemecatan orang-orang Kristen dari pos mereka,
kecuali mereka pindah ke Islam. Bagaimanapun juga orang-orang Copt sangat dibutuhkan kerena
menguasai system birokrasi Mesir. Para muslim menuduh mereka dengan sengaja mempersulit
admisnistrasi dalam rangka mempertahankan pos mereka. Penyimpangan dari dhimma
mempropokasi kekacauan; masa kemudian membakar markas Kristen, membunuh para Copt dan
menghancurkan Gerejanya.

Dalam setiap periode, biara-biara dan gereja-gereja dirampas, dibakar dan dihancurkan. Kalifah
Al Hakim (996-1020) memperbaharui pasal-pasal Pakta Umar. Seluruh gereja dan synagogue
dalam kekaisarannya (Mesir, Syria, Palestina) dirampas dan dihancurkan – atau dijadikan mesjid.
Gerombolan merampas markas-markas Kristen dan Yahudi dan kalifah menekan para dhimmi
untuk memeluk Islam atau meninggalkan kedaulatannya. Pada akhir rejimnya, ia mengijinkan
mereka kembali ke agama mereka dan membangun kembali tempat-tempat sembahyang. Pada
tahun 1058, semua gereja ditutup, patriakh dan uskup-uskup di lempar ke penjara dan orang-
orang Copt menebusnya sebesar 70.000 dirham. Sedikit insiden dapat memicu pembunuhan
massal. Seorang Kristen berkuda dekat Mesjid Al Azhar, spur
dan pelananya yang menarik perhatian, membuat muslim marah dan mengejarnya dengan
maksud membunuhnya. Kerusuhanpun pecah, mendorong Sultan untuk memanggil
pemimpin komunitas Yahudi dan Kristen dan mengingatkan mereka bahwa mereka adalah
subyek aib dan kehinaan dari dhimma. Ketika mereka meninggalkan Sultan, mereka diserang
oleh gerombolan yang menyobek pakaian mereka dan memukul mereka sampai mereka setuju
untuk murtad. Rumah-rumah dan gereja para dhimmi yang lebih tinggi dari kepunyaan muslim
dihancurkan. Pada tahun 1343 orang-orang Kristen dituduh menyebabkan kebakaran di Cairo;
Sekalipun Sultan berusaha melindungi mereka, mereka ditangkap dijalanan, dibakar atau dibantai
oleh gerombolan yang keluar dari mesjid-mesjid.

Sejarah panjang orang-orang Copt, dipenuhi dengan cerita-cerita persekusi, pembunuhan


masal, konversi paksa, pembinasaan dan penghancuran gereja-gereja. Ribuan orang Copt
mengungsi ke Abyssinia, tetapi sebagian terbesar menyerah dan memeluk Islam.
III. MASA KINI.

Peletak dasar Mesir modern, Muhammad Ali (1801-1806), membuat revolusi budaya dan industri
negaranya dengan bantuan tim ilmuwan Perancis. Toleran dan berpikiran politis, ia mencoba
memperlunak diskriminasi agama dalam rangka menghadapi penolakan masyarakat
tradisinonalis. Orang-orang Copt memanfaatkan periode itu untuk membangun sekolah-sekolah
dan memperoleh kecakapan modern dan ketika pendudukan Inggris (1882), orang-orang Kristen
disiapkan untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil dengan administrasi modern. Pendudukan
Inggris membawa kestabilan dan pertumbuhan ekonomi pada Mesir. Sekolah-sekolah dibangun
dan peluang-peluang baru diciptakan dalam mengembangkan perdagangan, industri dan
pertanian.

Meskipun serba bebas, sekalipun terbatas, kecenderungan yang diwarnai sekularisasi negara dan
kesamaan hak seluruh warga negara, munculnya para mantan dhimi menimbulkan rasa shock
bahkan traumatis pada perasaan Muslim – kerena status hina para ex dhimmi dulu didasarkan
pada superioritas dan dominasi Islam.
Persoalan menjadi rumit kerena penghapusan diskrimnasi hukum pada non-Muslim pada tahun
1856 tidak muncul dari sebuah evolusi su genesis mentalitas Arab, tetapi dipaksakan oleh Barat.
Dalam pembalasan, ribuan orang Kristen dibantai di propinsi Syria pada tahun 1860.
pembunuhan massal ini mendorong Perancis melakukan intervensi singkat – dalam persetujuan
dengan kekuatan Eropah yang lain- dan pembentukan sebuah daerah otonomi Kristen di Libanon,
meskipun masih dalam kekuasaan mutlak Ottoman.

Sesudah diemansipasi oleh Eropa, orang-orang Kristen – yang merupakan sisa-sisa kebudayaan
pra Islam- dalam sebuah paradox sejarah yang sinis, secara otomatis diasosiasikan dengan
imperialisme. Kemenangan yang keras untuk persamaan, dipertimbangkan oleh orang-orang Arab
sebagai penghinaan tambahan yang dipaksakan pada mereka oleh kekuatan Barat. Ini adalah
penyebab, mengapa perjuangan kemerdekaan nasional, dengan penolakannya pada Barat dan
kembalinya ke Islam, juga memanisfestasikan diri dalam bentuk penindasan pada minoritas.
Faktanya , perjuangan anti pendudukan tidak pernah dimengerti sebagai perjuangan nasional
dalam pengertian Eropa. Ini adalah djihad, sebuah perang suci melawan kekristenan.
 

Lebih buruk : Situasi minoritas mejadi lebih dipersulit oleh fakta pada banyak perkara antara
muslim dan non muslim, hukum islam diterapkan, dan kemudian, oleh kerena tidak berlakunya
kesaksian maupun sumpah non muslim -berkenaan dengan keburukan yang melekat pada status
kafirnya, muslim secara otomatis dibebaskan. Dalam rangka melindungi hidup dan hak miliknya,
para minoritas mencoba untuk mendapatkan perlindungan konsul atau kewarganegaraan asing,
dengan begitu menguntungkan system Kapitulasi.

Di bawah proktetorat Inggris, faktanya beberapa orang Copt dan Yahudi, menjadi pejabat tinggi
pemerintahan menciptakan ilusi kebebasan, disamping gejala kebencian pada asing (xenophobia)
oleh keseluruhan Islam yang merupakan manisfestasi dari perlawanan Islam terhadap supremasi
politik dan budaya Barat. Kebencian yang sama, ditujukan pada apa yang mereka sebut kolusi
para minoritas dengan imperialisme Barat.

Setelah th 1927, asosiasi-asosiasi keagamaan dan politik muslim bermunculan, seperti Society of
Young Muslims, Society for the Benevolence of Islamic Morals, Salfiya Socieity, Persaudaraan
Muslim, dsb. Cairo menjadi pusat dari nasionalisme relijius, yang mana dari situ para juru
dakwah pergi ke Sudan, Jepang dan India. Kegiatan dakwah ini diberengi dengan kebencian pada
asing (xenophobia), yang juga memanisfestasikan diri dalam bentuk perlawanan terhadap para
orientalis Eropah, yang dituduh merusak iman Islam. Mereka menuduh aktivis Kristen
menggunakan obat-obatan berbahaya dan hipnotis untuk memurtadkan Muslim.

Pada tahun 1936, Makram Ebeid, Menteri Keuangan Mesir mengatakan :” Saya seorang Kristen,
itu betul menurut keyakinan, tetapi kerena negaraku, saya adalah seorang Muslim”. Maksudnya
untuk menjadi seorang Mesir, diharuskan berlaku seperti seorang Muslim.

Pada Bulan Agustus 1957, orang-orang Copt protes melawan penindasan yang muncul kembali di
era Mesir modern, sebuah tradisi yang dikenal pada abad ke 13 : pembatasan bangunan Gereja,
status hukum baru orang-orang Kristen,diskriminasi terhadap orang Kristen di kantor-kantor
pemerintah, distribusi tanah, dalam perumahan dan pos-pos di media masa. Kejadian-kejadian
belakangan ini harus dilihat dalam konteks dhimma – gereja-gereja dihancurkan oleh penduduk
desa, rumah dan took-toko dibakar, uskup dan jamaah Copt dilempari batu.

Saatnya untuk para intelektual Muslim mengakui, dengan berani, jika mereka bisa mengutuk
imperialisme Barat, maka komutitas-komunitas Kristen Timur menuntut kesamaan hak di tanah
yang secara sukses dikoloni oleh imperialis Arab.

Anda mungkin juga menyukai