Anda di halaman 1dari 3

DIANGKAT KEMBALI JADI RAJA

Seorang raja kalah perang dan melarikan dirinya


dengan permaisuri.

Alkissah, maka tersebutlah perkataan baginda tatkala ia membuangkan


dirinya itu. Berapa lamanya ia berjalan itu, maka baginda pun sampailah
kepada sebuah negeri yang amat besar kerajaannya. Maka baginda pun
duduklah di luar kota negeri itu. Syahdan, maka adalah raja di dalam negeri
itu telah kembalilah ke rahmatullah. Maka ia pun tiada beranak, seorang jua
pun tiada. Maka segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan
orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya berhimpunlah dengan musyawarat
mupakat sekaliannya akan membicarakan, siapa juga yang patut dijadikan
raja, menggantikan raja yang telah kembali ke rahmatullah itu. Maka di dalam
antara menteri yang banyak itu ada seorang menteri yang tua daripada
menteri yang banyak itu. Maka ia pun berkata, katanya. "Adapun hamba ini
tua daripada tuan hamba sekalian. Jikalau ada gerangan bicara, mengapa
segala saudaraku ini tiada hendak berkata?" Maka segala menteri dan
hulubalang itu pun tersenyum seraya katanya, "Jika sungguh tuan hamba
bersaudarakan hamba sekalian ini, dengan tulus dan ikhlas, hendaklah tuan
hamba katakan, jika apa sekalipun." Setelah itu maka menteri tua itu pun
berkatalah, katanya, "Bahwasanya hamba ini ada mendengar, tatkala hamba
lagi kecil dahulu, perkataan marhum yang tua itu; maka sabdanya, marhum
itu, "Adapun akan negeriku ini, jikalau tiada lagi rajanya, maka hendaklah
dilepaskan gajah kesaktian itu, barang siapa yang berkenan kepadanya, ia
itulah rajakan olehmu, supaya sentosa di dalam negeri ini." Setelah didengar
oleh sekalian menteri dan hulubalang itu akan kata menteri itu, maka
sekaliannya pun berkenanlah di dalam hatinya kata itu.

Hatta, maka pada ketika yang baik, maka gajah kesaktian itu pun dikeluarkan
oranglah dengan alatnya. Setelah sudah, maka segala menteri dan hulubalang
dan rakyat sekalian pun segeralah mengiringkan gajah itu dengan alat
kerajaan, daripada payung ubur-ubur 1) dan hamparan 2)daripada suf sakalat
ainalbanat 3) di atas gajah itu. Setelah itu maka seketika itu juga sampailah ia
kepada tempat baginda dua suami istri itu.

Kalakian 4), maka baginda pun terkejut seraya menetapkan dirinya. Maka
gajah itu pun segeralah datang, menundukkan kepalanya, seolah-olah orang
sujud rupanya kepada baginda itu. Maka segala menteri dan hulubalang dan
rakyat itu pun bertelut menjunjung duli seraya berdatang sembah, "Ya tuanku
syah alam, patik sekalian memohonkan ampun beribu-ribu ampun ke bawah
duli syah alam yang mahamulia. Adapun patik sekalian ini telah menyerahkan
diri patik, dan negeri ini pun patik serahkan ke bawah syah alam."

Setelah baginda mendengar demikian sembah sekalian mereka itu, maka


baginda pun terlalulah sukacitanya seraya titahnya, "Hai sekalian tuan-tuan,
apa mulanya maka demikian halnya, tuan-tuan ini?"

Maka sembah segala menteri dan hulubalang itu, "Ya tuanku syah alam,
adapun negeri patik ini telah tiadalah rajanya, telah sudah kembali ke
rahmatullah taala." Maka dipersembahkannyalah daripada permulaannya
datang kepada kesudahannya itu.

Syahdan, maka baginda pun terlalulah sukacita hatinya mendengar sembah


sekalian menteri dan hulubalang itu. Maka seketika lagi baginda pun
menceritakan hal-ihwalnya pergi membuangkan dirinya itu. Setelah segala
menteri dan hulubalang dan rakyat sekaliannya mendengar cerita baginda itu,
maka mereka itu pun terlalulah sukacita hatinya, maka katanya, "Raja besar
juga rupanya duli baginda ini." Setelah sudah maka sembah segala menteri
dan hulubalang dan rakyat sekalian itu, "Baiklah segera tuanku naik ke atas
gajah ini, supaya patik sekalian mengiringkan tuanku ke dalam negeri."

Arkian, maka baginda dua suami istri itu pun naiklah ke atas gajah itu, maka
perdana menteri pun mengembangkan payung kerajaan. Setelah sudah maka
segala hulubalang pun mengerahkan segala rakyat memalu segala bunyi-
bunyian, gegap gempita bunyinya terlalu ramainya. Maka baginda dua suami
istri itu pun diarak oranglah lalu masuk ke dalam negeri, diiringkan oleh
segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dena, kecil dan besar, tua dan
muda sekaliannya.

Apabila sampailah ke istana, maka sekaliannya itu pun habislah menjunjung


duli baginda. Arkian, maka baginda pun terlalu adilnya dan murahnya serta
dengan tegur sapanya akan segala rakyat, jikalau miskin kaya sekalipun, sama
juga kepadanya. Maka negeri itu pun sentosalah. Demikianlah adanya.***

Cited from Bunga Rampai dari Hikayat Lama, Sanusi Pane, hal. 16-18

Catatan:
Hikayat Bachtiar berasal dari bahasa Persia dan berisi cerita-cerita yang diceritakan oleh seorang orang
setelah hal-ihwal orang yang bercerita itu diceritakan, sedang pada akhirnya diceritakan pula pengaruh
hikayat-hikayatnya itu atas orang yang mendengar. Jadi seperti Hikayat Seribu Semalam, Hikayat Bayan
Budiman dan Hikayat Kalflah dan Daminah (Lihat lebih lanjut keterangan tentang Hikayat Kalilah dan
Daminah).
Cerita-cerita yang termuat dalam naskah-naskah Hikayat Bakhtiar tidak sama. Salah satu naskah itu
diikhtisarkan dan diterbitkan olehA. F. von Dewall. Bahagian yang dipetik menceritakan ayahanda dan
bunda Bakhtiar melarikan diri. Bakhtiar yang waktu itu baru lahir ditinggalkan mereka itu dalam hutan.
Ayahanda Bakhtiar diangkat jadi raja di negeri lain.
Bakhtiar jadi anak angkat saudagar Idris. Kemudian ia dihukum mati dan supaya hukuman itu jangan
jadi dilangsungkan, diceritakannya cerita-cerita yang bagus kepada raja. Akhirnya kenyataan, bahwa
Bakhtiar putra raja itu sendiri.

1. Ubur-ubur = sebangsa binatang di laut; payung ubur-ubur = payung yang berupa ubur-ubur
2. Permadani.
3. Suf = sebangsa kain dari bulu domba, wol; sekalat, dari bahasa Persia, artinya berwarna coklat;
kain yang begitu warnanya, 'ain-albanat artinya sebenarnya; mata gadir; sebangsa kain yang
bagus.
4. Kala dan kain pada ketika itu.

Anda mungkin juga menyukai