Anda di halaman 1dari 1

PEMBERIAN GELAR ADAT DALAM UPACARA PERKAWINAN

MASYARAKAT KOMERING
(Di Gumawang, Kec. Belitang, OKU Timur, Sumatera Selatan)

Simbol atau simbolisme memiliki hubungan yang erat dengan manusia dan
kebudayaannya. Hubungan ini menyebabkan manusia itu sendiri disebut sebagai
animal symbolicum. Bahwa manusia tidak pernah melihat, menemui, dan mengenali
dunia secara langsung, tetapi mengenalinya melalui simbol. Kenyataan ini memang
tidak dapat dinafikan, karena kebudayaan itu sendiri terdiri daripada gagasan, simbol,
dan nilai sebagai hasil karya dan perilaku manusia. Oleh karena itu, dunia kebudayaan
adalah sebuah dunia yang penuh dengan simbol. Manusia berfikir, berperasaan, dan
bersikap dengan ungkapan yang simbolis.
Salah satu bentuk simbolisme adalah acara pemberian gelar adat. Pemberian
gelar adat yang sifatnya terbatas sudah menjadi tradisi masyarakat adat di Sumatera
Selatan diluar insitusi budaya Kesultanan Palembang Darussalam. Pemberian gelar
adat kepada mempelai pengantin maupun kepada tokoh masyarakat yang dilakukan
oleh Pemangku Adat setempat. Seperti yang berlaku dalam masyarakat adat Ogan
Komering Ilir ( OKI ), pemberian gelar adat kepada kedua mempelai telah menjadi
adat sejak zaman kerihin oleh suku Kayu Agung yang berbahasa Kayu Agung ( bekas
Marga Kayu Agung, bekas Marga Mesuji), dan suku Komering (bekas Marga
Bengkulah). Begitu juga bagi masyarakat Ogan Komering Ulu ( OKU ), pemberian
gelar adat kepada kedua mempelai, telah menjadi adat suku Komering, Suku Daya
(Buay Rawan / Jalma Daya). Termasuk juga suku Lampung, suku Aji, suku Ranau
dan sebagian komunitas suku Jawa dalam masyarakat Belitang di OKU Timur.
Tradisi pemberian gelar adat menarik untuk diteliti karena beberapa masalah
yang ada di dalamnya. Di antaranya, mengapa pemberian gelar dalam upacara
perkawinan masyarakat Komering tidak diberikan kepada semua masyarakat?
Bagaimana kualifikasi orang yang bisa mendapatkan gelar adat? Bagaimana prosesi
perkawinan masyarakat komering? Serta bagaimana pengaruhnya dalam sistem dan
struktur sosial? Beberapa masalah di atas, merupakan sesuatu yang unik dan berbeda
dengan adat suku lain di Indonesia. Jelas, bahwa terdapat kesenjangan yang telah
mengakar dan terwariskan secara turun-temurun dalam tradisi ini. Artinya tradisi ini
bisa sebagai bentuk dominasi terhadap yang lain dengan modus pemberian gelar adat
dalam upacara perkawinan.
Penelitian ini mengambil lokasi di Belitang, OKU Timur, Sumatera Selatan.
Dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik dengan pendekatan sosiologi
dan antropologi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga tehnik
yaitu observasi, wawancara mendalam dan penelusuran data sekunder. Observasi
dilakukan secara non partisipan. Peneliti berperan sebagai pengamat fenomena yang
sedang diteliti. Tehnik ini dimaksudkan untuk menggali data tentang kondisi objektif
dari masyarakat yang diamati, lingkungan sosial, serta perilaku objek penelitian
berkaitan dengan interaksi sosial. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah indepth interview dengan pola semi structured interview. Wawancara
dilaksanakan terhadap informan, yang terdiri dari pemuka masyarakat, tokoh agama
serta adat, mempelai dan calon mempelai. Penelusuran data sekunder didapat dari
dokumentasi, artikel, laporan penelitian dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa kualitatif. Karena penelitian
ini termasuk dalam penelitian budaya. Analisa kualitatif pada penelitian ini
merupakan metode yang diawali dengan mendeskripsikan data yang ditemui di
lapangan dengan melihat sebab-akibatnya.

Anda mungkin juga menyukai