Anda di halaman 1dari 3

www.pta-yogyakarta.go.

id

Teori Hazairin tentang Ahli Waris Pengganti Kembali Hangat Diperdebatkan


Kontribusi Dari M. Arief Jauhari
Selasa, 12 Oktober 2010

Teori Hazairin tentang Ahli Waris Pengganti


Kembali Hangat Diperdebatkan Balikpapan | badilag.net (13/10/10) - Masih dari rapat Komisi II (Uldilag) yang
berlangsung sampai Selasa sore (12/10), ada satu tema bahasan yang mendapatkan respon cukup hangat dari para
peserta rakernas. Kali ini tentang ketentuan ahli waris pengganti seperti yang telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.

Diskusi hangat itu diawali oleh gagasan Hakim Agung Habiburahman yang menggugat ketentuan ahli waris pengganti
yang nota bene selalu dilekatkan kepada Hazairin sebagai penggagas teori kewarisan bilateral yang kemudian diadopsi
dalam sistem hukum Islam Indonesia. Hakim Agung Habiburrahman (paling kiri) ketika memberikan presentasinya pada
rapat Komisi II Rakernas. Dari pantauan badilag.net, wacana menggugat ketentuan ahli waris pengganti tersebut
pernah digulirkan oleh Habiburrahman pada Rakernas 2009 di Palembang tahun lalu. “Saya melihat Hazairin
sebagai anak hukum adat yang menginduk kepada Van Vollenhoven dan Snouck Hourgronje. Di bukunya, Hazairin
mengaku sebagai mujtahid tetapi tulisan-tulisannya tidak mencerminkan layaknya mujtahid,” kata Habiburrahman
mengungkapkan latar belakang idenya.

Kontan saja gagasan tersebut menuai respon beragam. Mukhsin Asyrof, KPTA Palembang, menyebut ketentuan ahli
waris pengganti memang tidak diatur dalam fikih, sama halnya dengan beberapa ketentuan lainnya seperti wasiat
wajibah.

“Saya kira ketentuan ahli waris pengganti ini dimaksudkan untuk memberikan keadilan kepada para ahli waris.
Kenapa kita tidak mengkaji pemahaman Hazairin dan temukan kelemahan dan mungkin kesalahan dari teorinya
ketimbang mengkritisi kehidupan pribadinya,” tanya Mukhsin Asyrof.

Chatib Rasyid, KPTA Semarang berbeda lagi. “Di tingkat lapangan, masalah ahli waris pengganti ini memang
menjadi melebar kemana-mana. Di Makasar, ada isteri menjadi ahli waris pengganti. Saya mengusulkan Tuada Uldilag
untuk membuat surat edaran yang menentukan batasan siapa saja yang berhak/bisa menjadi ahli waris
pengganti,” katanya.

Ada juga yang mempertanyakan apakah ketentuan ahli waris pengganti ini merupakan penemuan hukum ataukah
penciptaan hukum. Dari hal inilah akar masalah bisa ditelusuri. Demikian kata Abd. Halim Syahran, Wakil KPTA
Pontianak.

Hj. Husnaini A., WKTPA Padang yang merupakan satu-satunya peserta wanita di komisi II sepakat dengan pendapat
Mukhsin Asraf. “Ketika mengkritisi pemikiran sesorang hendaknya kita melakukan ‘jarh wa ta’dil.
Pasal krusial di KHI tidak hanya pasal 185 itu tetapi juga pasal 177. Jika perdebatan KHI ini dijual kepada publik, hal ini
seperti pisau bermata dua,” katanya.

KPTA Makasar, Muh. Hasan H. Muhammad, mengajak kembali ke sejarah disahkannya pasal ahli waris pengganti
tersebut di Kompilasi Hukum Islam. “KH. Azhar Basyir yang memimpin rapat penyusunan KHI tersebut dan pasal
ahli waris pengganti ini disahkan melalui kesepakatan para ulama,” tuturnya.

Menjawab pertanyaan atas gagasannya, Habiburrahman kembali menekankan bahwa ketika kita menerima pemikiran
seseorang kita juga harus tahu kehidupan pribadinya, prinsip-prinsip yang dianutnya dan latar belakang pemikirannya.

“Gagasan saya itu salah satunya dilatar belakangi disertasi mantan Waka MA, Dr. Syamsu Hadi Irsyad, yang
banyak membahas pejalanan Snouck Hourgronje yang pergi ke Mekkah, pura-pura masuk Islam, berganti nama dengan
nama Islam dan mempelajari hukum Islam. Dia kembali ke Indonesia, memperkenalkan hukum adat dan menciptakan
teori-teori yang menjauhkan pemeluk Islam dari agamanya,” ungkap Habiburrahman.

“Akan tetapi saya menerima semua kritikan dari para peserta. Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam
gagasan saya ini,” tutur Habiburrahman merendah setelah menjawab semua pertanyaan peserta.

Ketua Pokja Perdata Agama, Prof. Abdul Manan, tetap menyetujui ketentuan pasal 185 KHI, namun memang perlu
diberikan pembatasan agar dalam prakteknya tidak melebar terlalu jauh.

Hakim Agung lainnya, Prof. Rifyal Ka’bah, tidak terlalu jauh mempertanyakan ide perubahan ketentuan ahli waris
pengganti. Beliau lebih menekankan bahwa pintu tajdid (pembaruan) harus selalu dibuka. (choliluna)Sumber:
www.badilag.net
» Beberapa Komentar (urut tanggal mundur) : 28 "pa.Blambangan Umpu"
at Tuesday, 19 October 2010 19:57by bakhtiar.SHI Walau ahli waris pengganti tidak pernah ditemukan dalam literatur
fiqih klasik, tetapi menurut saya ahli waris pengganti adalah ijtihad hukum dari "fiqih Indonesia. Kalau kita kembali ke
konsep Hazairin tentang ahli waris pengganti, maka akan jelas tampak batasan dan maqashid syari'ah dari konsep
http://pta-yogyakarta.go.id Menggunakan Joomla! Generated: 12 April, 2011, 19:30
www.pta-yogyakarta.go.id

tersebut. Tetapi walau demikian saya berpendapat bahwa tetap terbuka ruang diskusi untuk konsep ahli waris pengganti
ini. 27 "fikih siyasah"
at Tuesday, 19 October 2010 09:13by abdul malik yogyar sebenarnya mengenai lembaga ahli waris pengganti anak
perempuan bs menghijab dsb hanyalah karena fikih siyasah aja yang dalam fikih disebut saddudzariah istihsan atau
maslahah mursalah yang tujuannya adalah daraipa perkara waris masuk ke pn mendingan masuk ke pa yang notabene
untuk berjihad sebuah trik agar orang mau berperkara di pa bagaikan memancing dengan cacing yang menjijikkan akan
tetapi bisa mendapatkan ikan yang besar, masyarakat indonesia pada umumnya adalah muslim yang naqis 26 "MANA
SEMANGAT JUANG"
at Monday, 18 October 2010 12:48by Suhadak Mataram Ketidak sempurnaan KHI tentang Ahli Waris Pengganti dan
juga Wasiat Wajibah untuk anak angkat bahkan untuk salah satu ahli waris non Muslim, lebih bijaksana jika cukup
dituangkan dalam Buku II Tehnis Peradilan. Sebab semangat untuk menjadikan KHI menjadi Hukum Terapan PA dalam
bentuk UU, telah terpatahkan dg gagasan lebih baik kembali ke kitab fiqih. Menurut saya prospek PA untuk diminati
pencari keadilan lebih penting. 25 "PIKIR PROSPEK PA"
at Monday, 18 October 2010 07:51by Suhadak Mataram Ada Politik Hukum yg lebih penting untuk difahami
dimasukkannya pasal 185 KHI dan wasiat wajibah anak angkat dan ahli waris non Muslim, yaitu prospek minat pencari
keadilan untuk menjadikan PA sebagai pilihan menyelesaikan perkara waris. Ide Pembaruan dg berpatokan Hukum dan
keadilan menjadi tujuan utama, mengapa justru meragukan eksistensi KHI ? Bila belum jelas baca Petunjuk Buku II ttg
Siapa Ahli waris Pengganti. 24 "Pelangi Hidup"
at Saturday, 16 October 2010 01:46by Arief Jauhari, PTA Yk Di negara2 yg menerapkan wasiat wajibah pun berbeda2
dlm pelaksanaannya. Qonun al-Wasiat Mesir memberlakukan hak utk cucu – kebawah, dr anak laki2 maupun
anak perempuan. Tunisia jg, namun hanya utk cucu tingkat pertama. Code of Personal Status Maroko hanya cucu dr
anak laki2, dll… Pakistan jg menerapkan ahli waris pengganti (tentu bkn krn teori Hazairin). Disinilah kita diuji
bahwa perbedaan adalah rahmat. 23 Comment
at Friday, 15 October 2010 08:23by fakhrurazi (masya-sigli) sebuah gagasan yg tentunya perlu pembahasan panjang krn
lahirnya konsep ahli waris Pengganti ini jg setelah melalui pembahasan yg tentunya melalui perdebatan dan argumentasi
yg alot di kalangan ulama2 di Indonesia yg diamanahi membahas persoalan ini sampai lahirnya KHI. al-ijtihad la
yunqadhu bil ijtihad, bagaimanapun ini bagian dr persoalan2 ijtihadiyah .. shg dpt dimaklumi adanya perbedaan
pemahaman dlm memahaminya ... 22 "" Estapet Bardebat ""
at Thursday, 14 October 2010 09:02by Dalih Effendy PA Karawang Persoalan ahli waris pengganti memang menarik
diperdebatkan, membaca berita ini kami di daerah juga siap untuk mengaktualkan kembali dengan menghidupkan forum
diskusi di PPHIMM maupun IKAHI atau forum pembinaan di PA-PA. Mari kita estapet mendiskusikannya di daerah
dengan membandingkan hasil diskusi di arena rakernas ini. Kita para hakim adalah para Mujtahid yang selalu mau
berdiskusi untuk berpendapat. 21 Comment
at Thursday, 14 October 2010 08:51by Arwin Indra Kusuma Permasalahan waris pengganti memang bukan satu-
satunya masalah yang ada. Sebelum dikeluarkan surat edaran mengenai waris pengganti, alangkah baiknya kalau
permasalahan ini dikaji bersama-sama bukanya hanya dirakernas saja dan tentunya dengan melihat dari segala sisi (dari
sisi sosiologi, filosofis, dan hukum). 20 Comment
at Thursday, 14 October 2010 08:21by Pelmizar PTA Pekanbaru Ketentuan Pasal 15 KHI sebagai terobosan hukum
perlu dipertahankan, namun pasal tersebut memang terlalu umum sehingga dalam penerapannya dilapangan sudah
melebar sampai kecucu dari anak perempuan bahkan ada yang berpendapat dapat diterapkan untuk seluruh ahli waris.
untuk kepastian hukum menurut saya memang diperlukan adanya pembatasan dengan Surat Edaran Ketua MARI 19 """
at Thursday, 14 October 2010 08:05by Annas-PA Palangkaraya KHI dibentuk untuk membuat keseragaman hukum di
Peradilan Agama, tentu prosesnya melalui diskusi dan ijtihady, hukum di buat untuk menciptakan kemaslahatan ummat,
terkait AW Pengganti, Ps. 185 hanya diperuntukkan buat anak saja, jika ada perluasan dlm penafsiran, maka perlu
adanya kesepakatan untuk membatasi penafsiran AW Pengganti tersebut, dan sekiranya perlu ditetapkan melalui SE
Tuada Uldilag, dengan adanya keseragaman & kesatuan hukum maka tercipta kepastian hukum.. 18 "Setuju Ahli Waris
Penggan"
at Thursday, 14 October 2010 07:50by Hikmat M - PA.Karawang Pada dasarnya adanya ahli waris pengganti itu adalah
untuk memberikan rasa keadilan kepada ahli waris yang orang tuanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, namun
agar dalam penerapannya tidak melebar kemana-mana perlu pembatasan dan penegasan yg jelas sampai sejauh mana
derajat ahli waris yang berhak mendapatkan kedudukan sebagai ahli waris pengganti tersebut. 17 "solusinya di tunggu"
at Thursday, 14 October 2010 07:44by taufiq_PA Lahat kebiasaan orang Indonesia, kalo diskusi hangat dan suka
berdebat tapi hasilnya nihil buat direalisasikan, semoga wacana ahli waris pengganti yang didiskusikan di pertemuan ini
tidak demikian.. 16 Comment
at Thursday, 14 October 2010 07:32by husna-tarakan Pemikiran Hazairin selayaknya kita apresiasi dan tetap kita
pegang teguh, bukankah kesepakatan menerima pemikiran hazairin tersebut dan diadopsi dlm KHI psti telah
dipertimbangkan dari semua aspek dan kita jgn lupa bahwa tujuan hukum itu dsamping mengandung asas keadilan jg
mengandung asas manfa'at? disinilah tantangan bagi hakim agar tidak skedar menjadi terompet undang-undang tetapi
jg menjadi hukum yg berbicara (the law speaking). 15 "PA Sentani"
at Thursday, 14 October 2010 07:18by Agus Salim Hukum itu, kan Fleksibel. Kalo kita sudah berijtihad untuk
memberikan rasa keadilan, sekalipun tidak ada aturannya tetap akan diridhai oleh Yang Maha Kuasa. 14 Comment
at Wednesday, 13 October 2010 20:31by Moch Tadjuddin selain masalah keadilan karena ahli waris pengganti adalah
masalah hukum, juga masalah kesejahteraan ekonomi (finansial), sehingga sangat relevan dan sangat sesuai dengan
rasa keadilan jika diformulasikan adanya ahli waris pengganti, bahkan saya berpendapat ketentuan ahli waris pebggabti
tidak hanya jatuh pada cucu dr anak laki-laki, tetapi juga cucu dari anak perempuan bahkan dari pihak ahli waris kerabat
http://pta-yogyakarta.go.id Menggunakan Joomla! Generated: 12 April, 2011, 19:30
www.pta-yogyakarta.go.id

seperti paman/bibi dan atau anak paman atau anak bibi selama tidak ada terhalang. 13 "komentar"
at Wednesday, 13 October 2010 20:11by Rahman konsep ahli waris pengganti bisa memunculkan bagian cucu
perempuan (ahli waris pengganti) dua kali bagian anak perempuan. aneh kan! 12 "Tinjau Ulang KHI"
at Wednesday, 13 October 2010 19:46by Rusliansyah - PA Tarakan Memang benar jika dalam KHI banyak pasal2
krusial yang menimbulkan multi-tafsir krn dasarnya adalah fiqh yg tersebar dalam berbagai kitab & (hukum) adat shg tdk
heran kalau banyak ulama (kyai) yang belum bisa menerima KHI spt halnya sebagian dari kita. Kalau Psl 177 KHI adalah
-maaf- psl 'salah cetak' shg tlh dikoreksi oleh SE Tuada Uldilag waktu itu, bgmana dengan Pasal 185, apakah mau
dikoreksi atau diperjelas jg, sklpun sdh jelas. Bgmana ceritanya di Makassar istri bisa jadi AW penggant 11 "pa
indramayu"
at Wednesday, 13 October 2010 16:01by was\'adin As.ww. Persolanan fiqh memang sllu hangat dibicarakan dan sdh
seharusnya sllu dibicarakan sehingga kita dapat kemantapan dan keykinan. Saya tdk bermaksud dan mengulas teori
hazairin. Namun yang ingin saya sampaikan adalah soal wasiat wajibah. Wasiat ini, sebagai wacana fiqh, telah
dibicarakan oleh ibn hazm, ulama dhahiriyah, dalam kitabnya al-muhalla. Dan Abu Zahrah pun tlh menulis biografi Ibn
Hazm, dan beliau juga mengulas soal wasiat wajibah. wassalam. 10 "Comment A.W. Penggnati"
at Wednesday, 13 October 2010 15:19by Syafli Usman Sesuai dengan pasal 185 KHI saya kira tidak perlu lagi Surat
Edaran MARI tentang ahli waris pengganti, karena dalam pasal tersebut sudah jelas " kedudukan ayah dapat digantikan
oleh anak dst...... tidak ada yang namanya isteri........... 9 ""Harapan Kita""
at Wednesday, 13 October 2010 15:18by Masrinedi - PA. Painan Terima kasih kepada bapak/ibu peserta rapat Komisi II
(Uldilag) yang begitu bersemangat kembali mendiskusikan Teori Hazairin tentang Ahli Waris Pengganti. Semoga segala
perbincangan dari diskusi ini dapat pula kami miliki sebagai pencerahan bagi kami. Semoga terwujud Amin ! 8
"FAHKUM BIMA ANZALALLAH"
at Wednesday, 13 October 2010 15:06by RUSLIANSYAH, PA Tarakan KHI adalah buku rujukan bagi hakim PA agar
ada keseragaman, tapi tidak seperti Kitab Fiqh, Al-Hadits, apalagi Al-Qur'an. Karena itu pemikiran dan gagasan Hazairin
perlu kita kritisi, apakah sejalan dan sejiwa dengan hukum Islam. Apakah beliau sdh memenuhi syarat utk berijtihad spt
pengakuan beliau? Apa yg digagas oleh Bpk.Habiburrahman ini sunggih membuka cakrawala pemikiran kita, apakah kita
selama ini sudah berhukum dengan hukum Allah, ataukah kita hanya berhukum kepada akal dan nafsu kita 7 "Make a
straight rule"
at Wednesday, 13 October 2010 14:27by Diah PTA Sby Jika menilik aturan yang ada, telah jelas dipasal tersebut bahwa
mereka yang berhak menjadi ahli waris pengganti adalah anak dari ahli waris ybs. Kalau pada prakteknya menjadi
melebar seperti istri bisa menjadi ahli waris pengganti, tentunya harus dilihat dulu apa yang melatarbelakanginya dan
harus hati-hati betul dalam menetapkan suatu hukum karena bisa mjd preseden bagi yang lain. yang terpenting memang
harus diperjelas lagi aturannya secara tegas shg tdk menimbulkan celah hukum dikemudian hr 6 Comment
at Wednesday, 13 October 2010 14:26by andi Limboto Mudah-mudahan rakernas ini bisa menghasilkan kata sepakat
mengenai ahli waris pengganti. Kami juga berharap agar kedudukan dzawil arham bisa ikut dibahas tuntas dalam
rakernas. Sedikit demi sedikit ide-ide baru (atau ide lama yang diaktualkan kembali) perihal ahli waris pengganti dan
dzawil arham memang terasa mulai mengusutkan pemahaman tentang hukum kewarisan Islam. 5 "Miki"
at Wednesday, 13 October 2010 14:25by Faj Amiky, SH. Menurut saya, sebelum ide pemikiran, konsep/gagasan dapat
disahkan menjadi sebuah peraturan, ketetapan atau hasil pemikiran, wajib diadakan payung hukum yang jelas yang
dapat memberi batasan tentang yang berhak, bisa dan mampu untuk menjadi ahli waris pengganti.
Dan menurut saya, sangat setuju sekali, jika dalam mengkritisi hasil karya pemikiran mujtahid, kita perlu melihat dan
menilai kehidupan pribadinya, prinsip-prinsip yang dianutnya, latar belakang pemikirannya, dan kelayakan hasil ijtihad 4
"Perlu pembatasan"
at Wednesday, 13 October 2010 14:14by Haris Luthfi-PA Jambi Persoalan ahli waris pengganti merupakan persoalan yg
hangat untuk diperdebatkan. sebab persoalannya kalau di perluas, bisa mencakup kemana-mana (sampai pada
keturunan derajat ke-4) . makanya diperlukan pembatasan sampai derajat berapa seseorang dapat menggantikan ahli
waris yang telah meninggal dunia.
tak mungkin seorang cucu yg berada pada derajat ke-3 disamakan pembagiannya dg ahli waris yg berada pada derajat
pertama. 3 "ketua pa patii"
at Wednesday, 13 October 2010 13:42by masduqi tentang ahli waris pengganti, saya setuju sebagaimana usulan dari
KPTA Semarang Bpk. Ds. H. Chastib Rasjid, SH.MH., agar TUADA ULDILAG membuat surat edara tetang batasan para
ahli waris pengganti tersebut, sehingga ada pedoman bagi hakim untuk mengambil suatu putusan. 2 "BUKAN
ORIENTALIS"
at Wednesday, 13 October 2010 13:35by Muntasir-PA.Klungkung Saya sepakat bahwa konsep ahli waris pengganti itui
dimaksudkan untuk memberikan keadilan kepada para ahli waris, oleh karena sehingga para Ulama penyusun KHI
sepakat memasukkan ahli waris pengganti dalam KHI sebagaimana pemikiran/ijtihad Hazairin. Dan saya yakin Hazairin
bukan seorang orientalis sebagaimana Snouck Hourgronje yang mempelajari islam dan hukum islam untuk menjatuhkan
Islam itu sendiri yang memang jela-jelas seorang orientalis tulen. 1 Comment
at Wednesday, 13 October 2010 13:29by Muhamad Isna Wahyudi Ahli waris pengganti merupakan cara untuk
mewujudkan keadilan bagi para cucu karena dalam realitas saat ini paman-paman tidak lagi memiliki keinginan yang
kuat untuk memperhatikan keponakan-keponakannya seiring dengan pergeseran bentuk keluarga dari keluarga besar
yang terdiri dari tiga generasi sekaligus atau lebih menjadi keluarga kecil yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-
anak.

http://pta-yogyakarta.go.id Menggunakan Joomla! Generated: 12 April, 2011, 19:30

Anda mungkin juga menyukai