Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak masih merupakan penyebab utama kebutaan di negara berkembang.


Prevalensi kebutaan di Indonesia tahun 1998 sebesar 1,62% dengan kebutaan
karena katarak sebesar 1,88%.1 Katarak terjadi karena lensa mata berubah
menjadi keruh dengan berbagai penyebab terutama proses ketuaan atau katarak
senilis. Dengan bertambahnya angka harapan hidup maka diperkirakan pada
tahun 2010 prevalensinya akan meningkat menjadi dua kali.1 Selain proses
penuaan katarak senilis juga dipengaruhi berbagai faktor antara lain: gangguan
metabolisme, penyakit sistemik, paparan sinar ultra violet-B, kurangnya intake
vitamin dan mineral, indeks masa badan, riwayat pemakaian obat jangka
panjang, dan asap rokok.4,5,7
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat
dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan
akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk
kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.2 Seorang penderita katarak
mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan
tidak terletak di bagian tengah lensa matanya. Namun, katarak terjadi secara
perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Katarak tidak disebabkan oleh pemakaian mata yang berlebihan dan tidak
mengakibatkan kebutaan permanen apabila diatasi dengan pengobatan atau
operasi. Gejala utama adalah penglihatan mata kabur, daya penglihatan
berkurang secara progressif, adanya selaput tipis yang menghalangi pandangan,
sangat silau jika berada di bawah sinar cahaya yang terang, mata tidak sakit dan
tidak bewarna merah. Pada pekembangan selanjutnya penglihatan semakin
memburuk, lensa akan tampak bewarna putih sehingga refleks cahaya masuk

1
pada mata menjadi negatif.3 Penderita juga merasa silau pada siang hari atau
jika terkena sinar lampu mobil.4 Penglihatan pada malam hari lebih baik. 4,5,8,10
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya
usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun
keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu
terinfeksi virus pada saat hamil muda.4,5,10 Penyebab katarak lainnya meliputi:
faktor keturunan, cacat bawaan sejak lahir, masalah kesehatan, misalnya
diabetes, penggunaan obat tertentu, khususnya steroid, mata tanpa pelindung
terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama, operasi mata sebelumnya,
trauma (kecelakaan) pada mata, faktor-faktor lainya yang belum diketahui.10
Melalui anamnesis dan pemeriksaan segmen anterior mata yang baik dan
benar, seorang dokter umum saja dapat mendeteksi katarak atau penyebab lain
kekeruhan pada lensa dan gangguan pada mata. Masalah lain pada mata,
misalnya kornea, retina dan saraf penglihatan, mungkin akan tetap mengganggu
penglihatan setelah operasi katarak. Apabila tidak memberikan hasil yang lebih
baik pada penglihatan, operasi katarak mungkin tidak direkomendasikan.
Dokter spesialis mata akan menjelaskan berapa banyak perbaikan penglihatan
akan dicapai setelah operasi katarak.
Kecepatan gangguan katarak pada seseorang tidak dapat diprediksi, karena
katarak pada setiap individu berbeda, bahkan perkembangannyapun berbeda
antara satu mata dengan mata sebelahnya. Gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh katarak akan lebih cepat dengan bertambahnya usia seseorang.
Akan tetapi pada penderita diabetes, walaupun masih berusia muda, katarak
akan mengganggu penglihatan lebih cepat.
Katarak dapat disembuhkan, terlebih dengan kemajuan teknologi kedokteran
saat ini. Upaya pengobatan katarak yang paling efektif adalah dengan
pembedahan.3 Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan
operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata.

2
Hingga saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang
dapat menghindari atau menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Akan
tetapi melindungi mata terhadap sinar matahari yang berlebihan dapat
memperlambat terjadinya gangguan katarak. Kacamata gelap atau kacamata
reguler yang dapat menghalangi sinar ultraviolet sebaiknya digunakan ketika
berada diruang terbuka pada siang hari. Radiasi Ultraviolet (UV B) dari
matahari berperan dalam mempengaruhi kimia lensa yang selanjutnya menjadi
katarak.6 Tindakan operasi perlu dilakukan apabila katarak telah menyebabkan
hilangnya penglihatan atau mengganggu kegiatan rutin sehari-hari. Pencegahan
utama adalah mengontrol penyakit yang berhubungan dengan katarak dan
menghindari faktor-faktor yang mempercepat terbentuknya katarak.
Menggunakan kaca mata hitam ketika berada di luar ruangan pada siang hari
bisa mengurangi jumlah sinar violet yang masuk ke dalam mata. Berhenti
merokok juga bisa mengurangi resiko terjadinya katarak.7

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologis lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan
bayangan yang kabur pada retina. 2,8,10
Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi
protein lensa, proses penuaan (degenaratif). Katarak tidak jarang ditemui pada
orang muda, bayi baru lahir sebagai cacat bawaan, infeksi virus (rubella) di
masa pertumbuhan janin, genetik dengan pertumbuhan penyakit mata, cedera
pada lensa mata, peregangan pada retina mata dan pemaparan sinar ultra
violet berlebihan. Kerusakan oksidatif oleh radikal bebas, diabetes melitus,
rokok, alkohol dan obat–obatan steroid serta glaukoma (tekanan bola mata
yang tinggi), dapat menyebabkan resiko terjadinya katarak. 3

2.2. Klasifikasi katarak


Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut:8,9
a. katarak perkembangan (developmental)
b. katarak kongenital: katarak juvenil, katarak senil
c. katarak komplikata
d. katarak traumatika

4
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat:8,9
1. primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa.
2. sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
3. komplikasi penyakit lokal ataupun umum

Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam:8,9


1. Katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia dibawah setahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia diatas setahun dan di
bawah 40 tahun
3. Katarak pre senil, yaitu katarak sesudah usia 30 – 40 tahun
4. Katarak senil, yaitu katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

Dalam perkembangannya, katarak primer dibagi menjadi: 9


1. Stadium insipien
2. Stadium imatur
3. Stadium matur
4. Stadium hipermatur (katarak Morgagni)

1. Stadium insipien
Dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak
teratur. Pasien mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat
ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini proses degenerasi
belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat
bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi
biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam
penglihatan pasien belum terganggu.4
2. Stadium imatur

5
Dimana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap
cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung.
Pada stadium ini terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai
katarak intumesen. Pada stadium ini terdapat miopisasi akibat
lensa yang cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perluka
camata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris
terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan
sempit atau tertutup. Pada katarak imatur maka penglihatan mulai
berangsur-angsur menjadi kurang, hali ini diakibatkan media
penglihatan tertutup oleh kekeruhan lensa yang menebal. Pada
stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada pemeriksaan
uji bayangan iris atau Shadow test akan terlihat bayangan iris pada
lensa. Uji bayangan iris positif.4
3. Stadium matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini terjadi
kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah
keadaan seimbang dengan cairan mata sehingga ukuran lensa akan
menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam
posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan
terbuka normal,dan uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan
sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.4
4. Stadium hipermatur
Pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks
lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam
korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini juga terjadi
degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks
lensa yang mencair keluar dan masuk ke bilik mata depan. Pada
stadium hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada

6
normal, yang akan mengakibatkan iris trimulans, dan bilik mata
depan terbuka. Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun
seluruh lensa telah keruh sehingga pada stadium ini disebut uji
bayangan iris pseudopositif. Bayangan iris terbentuk pada kapsul
lensa anterior yang telah keruh dengan lensa yang telah mengecil.
Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi
jaringan uvea berupa uveitis.4,9

2.3 Katarak senil


Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun. Kedua mata dapat terlihat
dengan derajat kekeruhan yang sama atau berbeda. Patogenesis katarak senil
sangat multifaktorial dan belum sepenuhnya dipahami. Seketika lensa menua,
lensa akan bertambah berat dan ketebalannya dan menurun daya akomodasinya.
Seketika lapisan serabut kortikal terbentuk secara konsentris, nukleus lensa
mengalami kompresi dan pengerasan (sklerosis nuklear). Lensa protein diubah
oleh modifikasi dan agregasi protein menjadi protein dengan berat molekul
yang lebih tinggi. Akibat protein beragregasi menyebabkan fluktuasi tiba – tiba
pada indeks refraktif lensa, hamburan sinar, dan mengurangi transparansi.
Modifikasi kimia dari protein lensa nuklear menyebabkan pigmentasi
progressif. Lensa akan semakin menguning atau menjadi coklat seiring dengan
penuaan. Perubahan lainnya pada lensa adalah menurunnya konsentrasi
gluthation dan kalium, meningkatnya konsentrasi natrium dan kalsium dan
meningkatnya hidrasi. Ketiga jenis katarak senil ini terbagi menjadi katarak
nuklear, kortikal, subkapsuler. 4,10
 Katarak Nuklear
Sklerosis pada inti lensa yang menyebabkan kapasitas sentral pada
lensa. Berjalan lambat, bilateral/unilateral. Inti homogen tanpa lapisan

7
selular. Gejalanya penglihatan lebih terang bila melihat pagi
hari/malam hari.

 Katarak Kortikal
Perubahan komposisi ionik pada korteks lensa yang
menyebabkan opasitas korteks. Biasanya asimetris. Gejalanya
penglihatan berasap dan diplopia monoculer.
 Katarak Subkapsular Posterior
Opasitas granular seperti plak pada korteks. Etiologi: Trauma,
kortikosteroid sistemik dan topikal, inflamasi, radiasi. Gejala:
Pandangan silau, visus menurun ditempat terang, diplopia monokuler.

2.4. Gambaran Klinis


Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah:
1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan pada
ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan ditemui penurunan
tajam penglihatan dekat signifikan dibanding penglihatan jauh, mungkin
disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam
penglihatan yang berbeda pula. Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat
mengurangi ketajaman penglihatan dekat menurun daripada penglihatan jauh.
Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan dekat yang tetap
baik dan tajam penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal
cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.4,10
2. Silau

8
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan sinar
langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak subkapsuler posterior
dan juga katarak kortikal. Jarang pada katarak nuklearis.4,10
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan
signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan
pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit membedakan ketajaman
gambar, kecerahan, dan jarak ruang sehingga menunjukkan adanya gangguan
penglihatan. 4,10
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat akan
mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi lagi dan tidak
membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien yang tidak menggunakan
kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia
akan meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia
atau penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait
dengan stadium katarak yang sedang dialaminya.4,10
5. Diplopia monokuler.
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia lihat,
ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki indeks refraksi
berbeda akibat perubahan pada stadium katarak. Selain itu, dengan
menggunakan retinoskopi atau oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan
area refleks merah yang jelas terlihat dan tidak terlalu jelas.10

2.5. Penatalaksanaan10
- Medikasi (temporer)
a. Penggunaan kacamata bantu dengan koreksi akurat
b. Meningkatkan cahaya pada saat membaca
c. Dilatasi pupil dengan pengobatan midriasis

9
d. Pengobatan katarak dengan penyebab DM dengan aldolase reduktase
inhibitor

- Alat Bantu Lihat Kekuatan Rendah


a. Alat bantu lihat monokuler genggam dengan kekuatan 2,5x, 2,8x, dan 4x
dapat memperjelas objek jarak jauh. Sedangkan untuk objek jarak dekat
seperti membaca menggunakan kaca pembesar dan lup teleskop. Katarak
mengurangi ketajaman cahaya dan menyebabkan silau, oleh karena itu
dianjurkan juga menggunakan kacamata yang berwarna dengan harapan
menyerap sinar dengan spektrum warna tertentu yang menyebabkan silau
tersebut.10

- Operasi
Indikasi operasi katarak :
2. Mengganggu pekerjaan
3. Rehabilitasi visus (terapetik)
4. Diagnostik segmen posterior
5. Mencegah komputasi (glaucoma ambiliopia)
6. Kosmetik
a. Operasi dilakukan apabila pasien meminta agar diperbaiki ketajaman
penglihatannya, terapi bedah untuk penyakit mata (glaukoma karena lensa,
dislokasi lensa ke bilik mata depan, atau uveitis), membantu untuk
mengobati penyakit mata segmen posterior (diabetes retinopati).10
b. Pasien dengan katarak stadium lebih lanjut lebih diutamakan untuk
dioperasi bila ia memiliki katarak monookuler atau binokuler. Waktu jeda
untuk operasi katarak mata sebelahnya harus berbeda dan tidak boleh
bersamaan untuk menjamin keamanan dan keberhasilan operasi pertama
sebelum operasi kedua direncanakan. Pada pasien dengan katarak
monokuler, keputusan untuk dilakukan bedah lebih kompleks. Apabila

10
ditemui mata yang sehat tidak menunjukkan gangguan penglihatan yang
berat, maka operasi dapat ditangguhkan. 10

Sebelum operasi harus dilakukan beberapa pemeriksaan:


1. Fungsi retina harus baik, yang diperiksa dengan tes proyeksi sinar, dimana
retina disinari dari semua arah, dan arahnya itu harus dapat ditentukan
oleh penderita dengan baik.
2. Tidak boleh ada infeksi pada mata dan jaringan sekitarnya. Jangan lupa
melakukan tes Anel. Bila tes Anel (-) tidak boleh dilakukan operasi karena
kuman dapat masuk kedalam mata.
3. Tidak boleh ada glaukoma. Pada keadaaan glaukoma, pembuluh darah
retina telah menyesuaikan dengan tekanan intraokuler yang tinggi. bila
dilakukan operasi, saat kornea dipotong, sekonyong-konyong tekanan
intraokuler turun, pembuluh darah pecah dan timbul perdarahan hebat,
dapat juga terjadi prolaps isi bulbus okuli.
4. Visus, setelah dikoreksi batasnya pada orang buta huruf 5/50 dan pada
orang terpelajar 5/20.
5. Keadaan umum harus baik. tidak boleh ada hipertensi, diabetes melitus,
batuk menahun dan sakit jantung.

2.6. Jenis-jenis bedah katarak


1. Insisi Linier
 dilakukan pada katarak cair
 insisis pada limbus 2 – 6 mm

11
 kapsul anterior di insisi, masa lensa di
aspirasi
 penyulit: uveitis fakoanafilaktik, glaukoma
sekunder, katarak sekunder.
2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler
 dilakukan pada katarak lunak
 insisi pada limbus 10 – 12 mm
 kapsulotomi anterior
 ekspresi nukleus dan sisa masa lensa diaspirasi
 keuntungan: dapat dilakukan insersi lensa tanam, mencegah prolaps
badan kaca, ablasi retina, distropi kornea dan mengurangi infeksi ke
intraokular.
3. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler
 biasanya dilakukan pada katarak yang keras
 insisi pada limbus 14 – 15 mm
 lensa dijepit dengan cryoprobe atau cryopencil pada kapsul lensa
kemudian diluksasi kekanan kekiri sehingga zonulla Zinii terlepas dan
lensa dapat ditarik keluar
 resiko terjadi prolaps badan kaca dan infeksi intraokular
4. Fakoemulsifikasi
 merupakan cara pembedahan paling mutakhir yang dilakukan dengan
menggunakan getaran ultrasonik
 insisi limbus 3–5 mm
 fakofragmentasi dengan vibrasi ultrasonik
 irigasi dan aspirasi kepingan-kepingan lensa

12
2.7. Ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK)
Operasi katarak jenis ekstraksi katarak intrakapsuler (EKIK) merupakan
teknik yang dahulu sering digunakan sebelum diperkenalkannya ekstraksi
katarak ekstrakapsuler (EKEK). Sejak diperkenalkannya mikroskop, sistem
aspirasi bedah yang terbaru, dan lensa intraokuler maka operasi EKEK menjadi
terpopuler digunakan hampir di seluruh dunia.10

Keuntungan EKIK:
1. Tidak membutuhkan bedah tambahan karena hanya mencabut lensa
2. Lebih sedikit dibutuhkan instrumen yang lebih canggih
3. Perbaikan visus dapat segera dicapai setelah operasi dengan
penggunaan lensa ekstraokuler sebesar 10 Dioptri

Kerugian EKIK berkaitan dengan insisi 160-180˚ pada limbus:


1. Luka yang lama sembuh
2. Perbaikan visus yang lebih lama
3. Astigmatisme dapat terjadi
4. Inkarserasi iris
5. Inkarserasi vitreous
6. Luka kurang sempurna tertutup
7. Edema kornea, terjadi karena endotel kornea yang terlipat selama
pengangkatan lensa
8. Edema makuler kistoid
9. Terlepasnya retina (retinal detachment)
10. Glaukoma sudut terbuka

Indikasi:
Apabila ditemui kondisi seperti:

13
1. Kamar operasi dengan fasilitas bedah menggunakan mikroskop sangat
minimal
2. Katarak dengan stadium intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi
3. Apabila pada operasi EKEK ditemukan zonula Zini tidak utuh

Kontraindikasi:
Operasi katarak intra kapsuler merupakan kontraindikasi absolut apabila
ditemukan keadaan berikut:
1. Anak-anak dan remaja
2. Ruptur kapsul traumatik

Sedangkan kontraindikasi relatif, seperti:


1. Miopia tinggi
2. Sindrom Marfan
3. Katarak Morgagni
4. Vitreous berada pada ruang anterior

2.8 Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (EKEK)


Indikasi
Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsuler dilakukan dengan pengeluaran
nukleus lensa merupakan langkah besara kemajuan dalam bedah katarak
modern. Pemilihan teknik ini tergantung dari ketersediaan alat, keterampilan
yang dimiliki ahli bedah mata tersebut, dan ketebalan nukleus lensa tersebut.10
Operasi EKEK melibatkan pengangkatan nukleus lensa dan korteks melalui
pembukaan kapsul anterior, meninggalkan kapsul posterior di tempatnya.
Teknik ini memiliki beberapa keuntungan yang lebih banyak daripada operasi
EKIK karena dilakukan melalui insisi yang kecil. Oleh karena itu,
keuntungannya berupa:

14
1. Kurang traumatik pada endotel kornea
2. Lebih sedikit kejadian astigmatisme
3. Luka yang lebih stabil dan aman
4. Berkurangnya resiko kehilangan vitreous dari tempatnya intraoperatif
5. Mengizinkan fikasi lensa intra okuler lebih baik secara anatomis
6. Mengurangi insidensi edema makuler kistoid, terlepasnya retina, dan edema
korna
7. Mengurangi mobilitas iris dan vitreous yang terjadi pada gerakan sakadik
8. Menyediakan penghalang yang mencegah terjadinya pertukaran cairan pada
vitreous dengan cairan akuos
9. Mengurangi jalur bakteri melalui rongga vitreous
10. Mengurangi komplikasi jangka pendek dan jangka panjang akibat perlekatan
vitreous kepada iris, kornea, dan insisi

Akhirnya, akan lebih mudah dan aman dilakukannya operasi mata di


kemudian hari untuk pemasangan lensa intraokuler sekunder, transplantasi
kornea, perbaikan luka pada mata karena kapsul posterior yang masih
dipertahankan.

Kontraindikasi
Operasi ekstraksi katarak ekstrakapsuler membutuhkan keutuhan zonula
untuk pengangkatan nukleus dan materi korteks. Oleh karena itu, bila zonula
tidak utuh maka perlu direncanakan operasi ekstraksi katarak intrakapsuler atau
lensektomi pars plana.

2.9. Prosedur Preoperasi


Dilatasi pupil merupakan penentu kesuksesan operasi EKEK. Obat-obatan
sikloplegik atau midriasis, harus diberikan preoperasi sehingga memberikan

15
dilatasi pupil yang efektif, sedangkan obat antiinflamasi nonsteroid dapat
membantu mempertahankan dilatasi pupil selama pembedahan

2.10. Prosedur Paska Operasi


Pengawasan paska operasi EKIK, afakia pada lensa dapat dikoreksi potensi
visusnya dengan lensa +10D hingga +12D.
Sama seperti pada operasi EKIK, perlu diawasi paska operasi EKEK untuk
mengevaluasi keadaan mata pasien apakah terjadi komplikasi atau mata pasien
dalam keadaan tenang sesuai yang diharapkan. Hal-hal yang perlu diawasi
berupa:
1. Ketajaman visus pada hari pertama harus konsisten dengan keadaan
refraksi awal mata pasien
2. Kejernihan kornea dan media refraksi mata lainnya
3. Potensi visus retina dan saraf optik

Selain pengaruh visus, setelah operasi akan ditemui tanda-tanda peradangan


yang merupakan keadaan yang pasti ditemui tapi dalam derajat yang minimal
dan perubahan fisiologis mata. Pada hari pertama, hal-hal tersebut harus
diperhatikan secara menyeluruh seperti:
1. Adanya edema dan eritema pada kelopak mata
2. Flap pada konjungtiva akan mengalami injeksi dan sedikit bengkak
3. Kornea jernih dan bebas dari striae dan edema
4. Bilik mata depan tidak dangkal dan dalam, tidak masalah ditemui
reaksi seluler ringan
5. Kapsul posterior harus jernih dan utuh, selain itu lensa tanam harus
terposisi baik dan tidak berubah posisinya
6. Refleks merah harus kuat dan jernih

16
7. Peningkatan tekanan intraokuler bisa disebabkan vitreoelastisitas yang
tertahan
8. Antibiotik topikal dan kortikosteroid dianjurkan diresepkan paska
operasi

Dalam 2 minggu, kenyamanan, perbaikan visus dan kenyamanan dari hari


pertama seperti reaksi radang yang menurun. Pada paska operasi 6-8 minggu,
refraksi menjadi stabil, selain itu kacamata dapat diresepkan bila ada perubahan.
Apabila ditemukan astigmatisme sepanjang sumbu insisi, maka jahitan dapat
diangkat secara selektif setelah minggu keenam dengan dibantu melalui
keratometri atau topografi kornea.

2.11 Anestesi untuk operasi katarak


1. Sejarah
Pada awal dilakukannya bedah katarak, tidak dilakukan anestesi sama
sekali. Karl Koller kemudian mempelopori anestesi kokain topikal yang
diberikan pada daerah limbus di akhir tahun 1800. Anestesi retrobulber pertama
kali diperkenalkan oleh Herman Knapp pada 1884 dengan cara
menginjenksikan kokain 4% untuk anestesi okuler sebelum dilakukan bedah
enukleasi. Teknik modern dari anestesi retrobulber diperkenalkan oleh Walter
Atkinson pada 1945, yang sekarang digunakan untuk bedah intraokuler dengan
anestesi lokal.10

2. Anestesi umum
Anestesi umum dilakukan apabila ditemui:
a. Pasien anak-anak atau remaja
b. Pasien dengan demensia
c. Retardasi mental

17
d. Batuk yang tidak bisa dikontrol
e. Tremor kepala
Oleh karena itu, sebelum teknik anestesi dipilih maka ahli bedah mata
tersebut harus menilai intelektualitas dan status psikologis.

3. Anestesi lokal
Anestesi retrobulber digunakan bersama atau tanpa dilakukan anestesi
regional pada saraf kranial VII (nervus fasialis). Anestesi ini akan memberikan
akinesia okuler dan anestesi daerah tersebut.
Anestesi retrobulber memberikan komplikasi walaupun jarang ditemukan
seperti:
a. Perdarahan retrobulber
b. Penetrasi bola mata
c. Trauma saraf optik
d. Injeksi intravena sehingga menyebabkan aritmia jantung
e. Injeksi intravena sehingga menyebabkan kejang
f. Henti nafas
g. Anestesi batang otak

Selain anestesi retrobulber, juga dikenal anestesi peribulber. Anestesi ini


dilakukan melalui injeksi multipel atau tunggal. Teknik ini diketahui secara
teoritis mengurangi angka kejadian cedera saraf optik dan efek samping pada
SSP dari injeksi tidak sengaja pada intradural. Meskipun begitu, teknik ini tidak
mengurangi kemungkinan terjadinya penetrasi bola mata dan teknik ini juga
kurang efektif dibanding retrobulber untuk memberikan efek anestesi dan
akinesia. Selain itu, mula kerja teknik anestesi ini juga lebih lambat.

3. Anestesi Topikal

18
Anestesi topikal berkembang bersamaan dengan teknik insisi kornea dan
implantasi lensa intraokuler untuk bedah katarak. Anestesi topikal diberikan
bersamaan dengan atau tanpa sedasi intravena. Anestesi topikal juga sering
dilakukan dengan lidokain bebas pengawet intrakamera. Beberapa jenis teknik
termasuk penggunaan infiltrasi minimal dengan anestesi lokal. Keuntungan
teknik anestesi ini adalah berkurangnya resiko perforasi okuler dan sedikitnya
penggunaan sedasi intravena pada beberapa pasien. Diplopia dapat tidak
ditemui karena tidak ada akinesia otot okuler. Pasien dapat meninggalkan
ruangan operasi tanpa harus dipandu karena tidak ada blokade kelopak mata.
Karena anestesi topikal menyediakan anestesi tanpa akinesia, kerjasama
pasien untuk tidak banyak bergerak sangat diperlukan. Kemudian, anestesi
topikal tidak tepat digunakan pada pasien dengan situasi:
a. Gangguan pendengaran
b. Kesulitan menerjemahkan bahasa
c. Penderita sulit mengontrol emosi selama operasi
d. Blefarospasme
e. Tremor kepala
f. Nistagmus
g. Apabila ditemui operasi akan lebih lama dari jadwal
Secara umum, hanya sedasi minimal dibutukan untuk penggunaan anestesi
topikal. Ahli anestesi juga harus mengenal derajat sedasi yang dibutuhkan untuk
bedah katarak dan menghindari terjadinya overdosis sedasi.

19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTIFIKASI
Nama : Nn. Aisyah Fitria
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Jl. Karya I no. 260 rt 25 rw 07, Lebong Gajah , Kecamatan Sako
Palembang
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Med. Rec :105113

3.2. ANAMNESIS (autoanamnesis pada tanggal 27 desember 2007)


Keluhan Utama:
Kedua mata kabur sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sejak kurang lebih dua tahun yang lalu, penderita mengeluh mata
kirinya semakin kabur. Penderita merasa pandangannya seperti melihat asap dan
berkabut, penglihatan terasa silau pada siang hari (+), penglihatan lebih terang
pada malam hari daripada siang hari, penglihatan kembar (-), mata merah tidak
ada, kotoran mata tidak ada, mata berair-air tidak ada, nyeri kepala hebat
disertai mual dan muntah tidak ada, dan nyeri pada mata kiri tidak ada.
Sejak kurang lebih sepuluh bulan yang lalu, penderita masih mengalami
keluhan yang sama pada mata kirinya. Mata kanan penderita juga mulai kabur,
semakin lama semakin kabur, penderita merasa pandangannya seperti melihat
asap dan berkabut, penglihatan terasa silau pada siang hari (+), penglihatan
lebih terang pada pagi hari daripada siang hari, penglihatan kembar (-), mata

20
merah tidak ada, kotoran mata tidak ada, mata berair-air tidak ada, nyeri kepala
hebat disertai mual dan muntah tidak ada, dan nyeri pada mata kiri tidak ada.
Sejak kurang lebih tiga bulan yang lalu, penderita mengeluh mata
kirinya hanya bisa melihat sinar, sedang mata kanannya masih bisa melihat
bayangan pada jarak satu meter. Kemudian penderita berobat ke RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat memakai kacamata ada
Riwayat penyakit DM disangkal
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat trauma pada mata disangkal

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Temperatur : 36,40C

Status Oftalmologikus

OD OS

21
Visus 1/300 1/∞ PSB
TIO 15,6 mm Hg 18,5 mm Hg
KBM Ortoforia

GBM

Segmen Anterior
- Alis mata Tenang Tenang
- Kelopak atas Tenang Tenang
- Kelopak bawah Tenang Tenang
- Bulu mata Tenang Tenang
- Konjungtiva tarsal Tenang Tenang
atas
- Konjungtiva tarsal Tenang Tenang
bawah
- Konjungtiva bulbi Tenang Tenang
- Kornea Jernih Jernih
- BMD Sedang, jernih Sedang, jernih
- Iris Gambaran baik Gambaran baik
- Pupil Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral, refleks
cahaya (+), Ø 3 mm cahaya (+), Ø 3 mm
- Lensa Keruh, ST (-) Keruh, ST (+)
Segmen Posterior
- Refleks fundus (-) (-)
- Papil Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
- Makula Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
- Retina Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

3.4. DIAGNOSIS KERJA


Katarak Senilis matur OD + katarak senilis hipermatur OS

22
3.5. PENATALAKSANAAN
Pro EKEK + pemasangan LIO (lensa intra okuler) OS dengan anestesi topikal

3.6. RENCANA PEMERIKSAAN


- Keratometri
- Biometri
- Periksa Lab: Darah rutin (hemoglobin, trombosit, leukosit, waktu
bekuan, waktu perdarahan), kimia klinik (gula darah sewaktu/BSS).
- Konsul PDL

3.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam

BAB IV

23
ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berusia 54 tahun datang dengan keluhan kedua mata


kabur sejak 2 tahun yang lalu. Penderita katarak biasanya akan didapatkan gejala
klinis yaitu pandangan seperti berasap/berkabut, penurunan visus makin lama
makin berat, peka terhadap sinar atau cahaya, dapat melihat dobel pada satu mata,
memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca, tampak kekeruhan
lensa dalam bermacam-macam bentuk, tingkat dan lokasi. Dari anamnesis
didapatkan keluhan mata kirinya mulai kabur, penderita merasa pandangannya
seperti melihat asap berkabut dan silau pada penglihatan di siang hari. Hal ini
sesuai dengan teori bahwa pada pemeriksaan subjektif katarak, seperti: pe
nurunan visus, silau, sensitivitas kontras, pergeseran miopia, sedangkan
penglihatan ganda atau diplopia monokuler tidak didapatkan yang berarti keluhan
ini tidak semua orang memiliki persepsi sama dan pasien ini sudah tidak
menangkap objek secara detail.10
Dari pemeriksaan objektif diperoleh visus mata kanan 1/300 sedangkan visus
mata kirinya 1/∞ PSB. RAPD pada kedua mata negatif. Secara teori, penderita
katarak akan mengeluh pandangan kabur untuk melihat jauh atau dekat dan uji
pinhole akan positif, sementara pada pasien ini untuk melihat jauh dan dekat
mengalami kesulitan yang berarti kekeruhan pada lensa yang sulit untuk
membedakan jarak dekat dan jauh dan sulit untuk dilakukan uji pinhole. Pada
pasien ini ditemui Relative Afferent Pupil Defect (RAPD) negatif pada kedua
pupil mata sehingga dikatakan bahwa tidak ditemukan kelainan pada jalur saraf
afferen penglihatan.11
Pada pemeriksaan segmen anterior mata pada lensa ditemukan kekeruhan
dengan shadow test yang negatif pada mata kanan dan shadow test positif pada
mata kiri. Ini menunjukkan tanda katarak matur pada mata kanan dan hipermatur
pada mata kiri. Secara teori, katarak matur ditemukan shadow test yang negatif,

24
sedangkan pada katarak hipermatur ditemukan shadow test yang positif. Pada
mata kiri pasien ini dikatakan hipermatur karena didapatkan pula gambaran
kerutan pada lensa selain kekeruhan dan bayangan iris yang utuh sehingga
membedakannya dengan katarak imatur.4,9
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksan fisik diatas, penderita ini didiagnosis
dengan katarak senilis matur OD dan katarak senilis hipermatur OS. Untuk terapi
katarak tidak ada pilihan lain selain dengan pembedahan. Pertimbangan pemilihan
EKEK adalah karena ukuran insisi yang diperlukan lebih kecil sehingga
timbulnya trauma pada pada endotel kornea lebih sedikit; kapsul posterior yang
intak dapat menempatkan pemasangan LIO pada posisi anatomis yang lebih baik,
mengurangi mobilitas iris dan vitreus, serta mengurangi insiden edema makular
kistoid, ablasi retina, dan edema kornea. Kapsul posterior yang utuh juga
mencegah masuknya bakteri dan mikroorganisme, yang mungkin terdapat pada
bilik mata depan saat operasi, ke dalam badan vitreus dan menyebabkan
endoftalmitis. Pemasangan LIO dilakukan karena dianggap lebih praktis jika
dibandingkan dengan lensa kontak atau kacamata afakia yang suatu saat harus
diangkat, dibersihkan atau dipasang kembali oleh pasien dan berhubungan dengan
pekerjaan pasien. Selain itu, pemasangan LIO tidak ada kontraindikasi kecuali orang

yang menderita uveitis. Pada penderita dengan uveitis, akan terjadi reaksi
proliferatif atau adhesi pada lensa tanam yang akan membentuk lapisan pupiler
atau siklitik bahkan glaukoma.10
Keratometri dan biometri dilakukan persiapannya sebelum operasi untuk
mengukur kekuatan kornea dan kekuatan lensa introkuler. Keduanya dilakukan
agar refraksi paska operasi diharapkan mendekati atau sama dengan refraksi
penglihatan orang normal.10
Prognosis pasien katarak umumnya baik karena katarak tidak mengancam struktur
anatomis mata, sehingga quo ad vitam bonam.
Fungsi mata penderita dapat kembali normal tergantung pembedahan dan
penatalaksanaan yang tepat, sehingga pada penderita ini prognosis quo ad

25
functionam bonam. Secara teori, apabila tidak ditemui penyulit lain seperti
kontraindikasi relatif, maka fungsi penglihatan dapat dikembalikan ke penglihatan
normal.10
Direncanakan EKEK + pemasangan LIO mata kiri bertujuan agar katarak
dalam stadium yang lebih lanjut untuk didahulukan terlebih dahulu dengan
harapan perbaikan fungsi tajam penglihatan yang sudah banyak berkurang pada
mata kiri dibanding mata kanan dan pencegahan komplikasi katarak pada mata
kiri berupa glaukoma fakolitik.9,10

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, W.S. Kadar Asam Urat Serum pada Penderita Katarak penelitian
kasus-kontrol. Cermin Dunia Kedokteran No. 132, 2001.
2. Anonym. http://www.erfilts.multiply.com.journalitem43-19k. American
Academy of opthamology.
3. Ana Indrayati. Mata Sehat, Bebas Katarak. http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/09042/cakrawala/utama/01.htm. diakses tanggal 3 januari
2008
4. Langston, Pavan D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 5th edition
(July 2002). USA.Lippincott, Williams & Wilkins
5. Yong, M.H.M. Masalah Katarak.
http://www.infosihat.gov.my/Risalah/Penyakit
%20Mata/Ris_Mata_Katarak_BM/katarak_BM.pdf. Diakses pada : 3 Januari
2008
6. Anonymous. Katarak.
http://www.medika.blockspot.com/2007/04/katarak.html. diakses tanggal 3
januari 2008
7. Anonymous. Katarak.
http://www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk.php?iddtl=65&idktg=16.
Diakses pada : 3 Januari 2008
8. James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes Ophtalmology, 9th eds. Jakarta:
Erlangga.
9. Ilyas SD. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
10. Daniel J, Garrett M, Straus H, et al. Lens and Cataract: Section 11. Basic and
Clinical Science Course: American Academy of Ophtalmology. USA. 2001-
2002
11. Daniel J, Garrett M, Straus H, et al. Neuroophtalmology. Basic and Clinical
Science Course: American Academy of Ophtalmology. USA. 2001-2002

27
Presentasi Kasus

KATARAK SENILIS

Oleh:
Ary Rachmanto, S.Ked
Ermalinda, S.Ked
Julius Parlin, S.Ked

Pembimbing:
dr. Alie Solahudin, Sp.M

DEPARTEMEN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2007

28

Anda mungkin juga menyukai