Anda di halaman 1dari 5

Penyakit Kawasaki Sering Diduga Campak

Mother: Friday, 4 Jun 2004 9:26:12 WIB

Penyakit yang masih 'asing' ini sering menyerang anak usia balita. Jika
dibiarkan lewat dari 10 hari, pasien bisa mengalami komplikasi jantung.

Sudah tiga hari ini Tommy (2 tahun) menderita demam. Suhu badannya
bahkan sempat mencapai 40 oC. Meski Tommy sudah dibawa ke dokter umum
dan diberi antibiotik, kondisinya tak mengalami perubahan berarti.
Malah, ketika memasuki hari keempat, mata dan mulut Tommy terlihat
memerah, bibir pecah-pecah, diikuti ruam di derah pantat dan kelamin.
Keadaan itu berlangsung hingga tiga hari berikutnya, sementara demamnya
tak juga turun. Begitu telapak kaki Tommy mulai bengkak dan kulitnya
mengelupas, Icha, sang ibu, segera membawanya ke dokter spesialis anak.
Setelah diperiksa, Tommy dinyatakan menderita campak. Dokter pun memberi
obatan-obatan untuk mengatasi campak.

Tapi, setelah enam hari minum obat, kondisi Tommy masih sama saja.
Melihat kondisi anaknya yang tak kunjung membaik selama 13 hari itu,
Icha kembali membawa buah hatinya ke dokter spesialis anak yang lain.
Ternyata, kata dokter itu, Tommy bukannya menderita campak, melainkan
penyakit Kawasaki, dan perlu segera dites darah maupun diperiksa
jantungnya dengan echocardiogram. "Penyakit Kawasaki? Apa itu, Dok?"
Icha hanya bisa terkesima dengan air muka penuh tanya.

Belum Diketahui Penyebabnya


Apa yang dialami Tommy merupakan gambaran kondisi anak yang menderita
penyakit Kawasaki. Bagi sebagian besar orang, penyakit ini memang masih
terdengar asing di telinga. Bahkan, Dr. Najib Advani, Sp.A(k), M.Med,
Paed. dari Bagian Kardiologi Anak FKUI RSCM mengungkapkan, "Di kalangan
dokter Indonesia pun, penyakit Kawasaki ini masih belum familiar.
Padahal penyakit ini sudah ditemukan tahun 1967 oleh Dr. Tomisaku
Kawasaki, seorang dokter umum dari Jepang."

Kebanyakan penyakit Kawasaki menyerang anak berusia 18-24 bulan, dan


anak laki-laki peluangnya 1,5 kali lebih tinggi dibanding anak
perempuan. Sekitar 80% kasus penyakit ini menyerang anak di bawah usia 4
tahun, dan jarang terjadi pada anak di atas 8 tahun. Namun tidak seperti
penyakit lain yang umumnya dapat diketahui faktor penyebabnya, apakah
virus atau bakteri tertentu, sejak ditemukan 37 tahun yang silam, belum
ada satu hasil penelitian pun yang bisa menemukan apa penyebab penyakit
Kawasaki. Akibatnya, upaya pencegahan terhadap penyakit ini pun hingga
sekarang belum bisa dilakukan.

Awalnya, penyakit Kawasaki ini diduga lebih banyak diderita oleh ras
Mongoloid, karena angka kejadian Penyakit Kawasaki di negara Jepang,
Korea, dan Cina cukup banyak. Tetapi, penelitan belakangan ini
menunjukkan, penyakit ini tak memandang ras atau etnis tertentu. Bahkan
diungkapkan Najib, ada beberapa pasien Penyakit Kawasaki di RSCM yang ia
tangani beberapa waktu belakangan ini. Tidak sedikit penderitanya
berasal etnis seperti Betawi dan Tapanuli. Ia sendiri sudah menangani
pasien penyakit Kawasaki sejak sembilan tahun silam. "Berarti di
Indonesia pun, penyakit ini sebenarnya bukan hal yang baru," tambahnya.

Mirip Campak
Penyakit Kawasaki dikenal juga sebagai mucocutaneous lymph node
syndrome, karena penyakit ini menyerang membran mukosa (dinding mulut
dan saluran nafas), kulit, dan kelenjar limfa.

Pada fase awal penyakit, gejala umum penyakit Kawasaki ini tak jauh
berbeda dengan campak. Misalnya demam selama 5 hari dengan suhu badan
bisa mencapai 40 oC. Lalu timbulnya bintik-bintik merah di daerah pantat
dan kelamin, tapi tidak disertai gatal-gatal dan lepuhan. Ukuran
bintik-bintik merah ini bervariasi, ada yang besar dan kecil. Gejala
batuk pilek yang kuat seperti dalam penyakit campak, tidak ditemui pada
penyakit Kawasaki.

Gejala lain yang khas yaitu memerahnya mata, bibir, dan lidah, serta
rongga mulut. Pada lidah timbul benjolan-benjolan kecil merah seperti
stroberi, yang diselimuti lapisan putih. "Mata merah pada penyakit
Kawasaki tidak disertai keluarnya belek. Ini beda dengan campak, dimana
mata merah selalu diikuti keluarnya belek." Warna merah pada rongga
mulut pun tidak menimbulkan rasa sakit saat makan. Warna merah juga
terjadi pada punggung tangan dan kaki, disertai pembengkakan dan
pengelupasan kulit, dimulai dari daerah kuku. Selanjutnya, terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening pada leher kiri atau kanan.

Menurut Najib, selain gejala yang mirip penyakit campak, ada gejala lain
yang sifatnya lebih khusus, yakni nyeri persendian, sakit perut,
disertai diare. "Karena penyakit ini juga mempengaruhi sistem saraf,
akibatnya anak selalu gelisah, rewel, dan sering menangis. Untuk
menghentikan tangis dan rewelnya pun sukar sekali."

Pada penyakit Kawasaski, demam, merah pada mata dan mulut sebenarnya
bukan kondisi yang mengkhwatirkan. Pasalnya, gejala itu bisa hilang
dengan sendirinya jika diberi obat-obatan. Yang mengkhawatirkan jika
terjadi komplikasi. "Yakni, jika dilakukan pemeriksaan darah serta
pengamatan lebih mendalam dengan Elektro Kardiogram (EKG), ada yang lain
pada jantung anak."

Penyakit Kawasaki ini bisa mengarah ke vaskulitis, yakni pembengkakan


pembuluh-pembuluh darah, yang bisa terjadi pada semua pembuluh darah
arteri utama dalam tubuh, khususnya arteri koroner yang menyuplai darah
ke jantung. Ketika arteri koroner membengkak, anak bisa mengalami
anurisma, yakni pelemahan dan timbul benjolan-benjolan pada dinding
pembuluh arteri, yang meningkatkan risiko terbentuknya gumpalan darah.
Gumpalan darah ini bisa menyumbat pembuluh arteri dan mengarah pada
serangan jantung. "Jika dibiarkan, jantung menjadi tidak berfungsi atau
mati akibat kekurangan pasokan makanan dan oksigen. Nyawa pasien pun tak
bisa diselamatkan," terang dokter yang pernah mendalami penyakit jantung
anak di Rotterdam, Belanda ini.

Di samping problem arteri jantung, otot jantung, dinding, katup, atau


membran luar yang mengelilingi jantung juga bisa membengkak
(miokarditis) dan menyebabkan arithmia, yakni perubahan pola degup
jantung akibat ketidaknormalan fungsi katup-katup jantung. Kedua
komplikasi inilah yang dialami sekitar 25% anak yang kena penyakit
Kawasaki.

Jadi, untuk mengetahui apakah anak menderita penyakit Kawasaki,


diperlukan pemeriksaan darah. Sebab bisa saja gejala-gejala yang timbul
merupakan gekala penyakit lain yang mirip penyakit Kawasaki. Misalnya
demam scarlet, campak, Rocky Mountain Spotted Fever, Sindrom
Stevens-Johnson, juvenile rheumatoid arthritis, alergi terhadap obat,
atau jenis infeksi lain.

Pemeriksaan darah ini bertujuan mengetahui laju endap gumpalan darah


dalam tubuh pasien. Biasanya, laju endap darah dan trombosit penderita
penyakit Kawasaki meningkat, ketika penyakit memasuki minggu kedua.
"Karena gumpalan darah ini bisa menyerang jantung anak, pemeriksaan
jantung dengan EKG sangat menentukan untuk penanganan selanjutnya.
Melalui pemeriksaan ini, ukuran dan pelebaran arteri koroner pada
jantung pasien bisa diketahui." Pelebaran arteri koroner pada penderita
tak hanya terjadi karena gumpalan darah yang berlebihan. Pelebaran juga
bisa terjadi karena penimbunan cairan dalam rongga jantung, meski ini
jarang terjadi.

Infus Gamaglobulin
Karena gejala umum penyakit Kawasaki mirip dengan campak, dokter
seringkali menyimpulkan penyakit yang diderita anak adalah campak biasa.
Padahal, jika penyakit ini tidak terdiagnosa dengan tepat dan tidak
ditangani sebagaimana mestinya, saat anak berusia belasan atau dua
puluhan tahun, penyakit ini kemungkinan bisa timbul kembali dalam bentuk
serangan jantung mendadak. Karena di kalangan dokter Indonesia penyakit
Kawasaki juga masih tergolong baru, diagnosa penyakit ini seringkali
belum terlaksana dengan benar. "Akibatnya, terjadi fenomea gunung es
pada penyakit ini. Jumlah penderita penyakit Kawasaki yang bisa
diketahui jauh lebih kecil dibanding yang tidak diketahui," tambah
Najib.

Selain belum familiarnya masyarakat terhadap penyakit Kawasaki, biaya


pengobatan juga menjadi kendala penyembuhan. Pasalnya, pasien penyakit
Kawasaki harus dirawat di rumah sakit secara intensif, melibatkan dokter
anak dan dokter jantung anak. Obat-obatan untuk penderita pun harganya
lumayan tinggi. Salah satu obat utama adalah gamaglobulin. Obat ini
dimasukkan ke dalam tubuh pasien dengan cara infus. Dosis gamaglobulin
yang harus diberikan yaitu 2 gram untuk setiap kilogram berat badan.
Infus gamaglobulin ke dalam tubuh pasien harus dilakukan selama 10-12
jam tanpa henti.

Efek yang ditimbulkan gamaglobulin pada pasien sangat dramatis. Setelah


diberi gamaglobulin, demam pasien mereda secara drastis. Pasien pun
tidak rewel lagi. Bintik-bintik merah di sejukur tubuh dalam 24 jam
sirna. Merah pada mulut hilang, merah pada tangan pasien juga mengelupas
dibarengi dengan mengempisnya pembengkakan pada bagian tersebut.

Najib menjelaskan, pemberian infus gamaglobulin ini hanya dilakukan


sekali selama pasien dirawat. Namun harga gamaglobulin ini kerap jadi
persoalan karena cukup mahal. "Untuk setiap 1 gram gamaglobulin harganya
bisa mencapai Rp 1 juta. Sementara, pasien harus mendapatkan obat ini
dengan dosis 2 gram untuk setiap kilogram berat badannya. Jika berat
badan pasien 10 kg saja, berarti pasien harus mengeluarkan biaya sebesar
20 juta. Bahkan kalau dianggap perlu, dilakukan kateterisasi jantung
yang biayanya 6-7 juta. Biaya ini di luar biaya rumah sakit lain seperti
pemeriksaan darah, EKG, biaya kamar, dan lain-lain," terang dokter yang
sedang mempersiapkan sosialisasi penyakit Kawasaki ini.

Karena untuk biaya obatnya saja sudah tinggi, banyak pasien yang tidak
melanjutkan pengobatan. Padahal, jika dalam sepuluh hari pertama pasien
penyakit Kawasaki tak segera diobati, pasien akan mengalami serangan
jantung mendadak, yang berujung pada hilangnya nyawa atau mengalami
cacat jantung. Serangan jantung mendadak ini terjadi pada 25% pasien.
Kalau keadaan jantungnya sudah parah karena telat ditangani dan tidak
bisa diobati, dengan terpaksa harus dilakukan operasi jantung koroner
yang biaya sekitar Rp 60 juta.

Dokter juga yang pernah mendalami penyakit jantung di University of


Melbourne Australia ini mengatakan, pemulihan dari penyakit Kawasaki
hingga normal kembali juga butuh waktu yang lama. "Umumnya, setelah
seminggu keluar dari rumah sakit, pasien memang terlihat normal. Tapi,
jantung dan arteri koronernya belum pulih benar. Untuk itu, pasien harus
melakukan kontrol secara rutin. Bahkan jika terjadi kelainan jantung,
kontrol bisa dilakukan setiap bulan sekali, dan itu bisa dilakukan
seumur hidup pasien. Namun jika selama enam bulan kontrol tidak terdapat
kelainan dan kondisi jantung serta kesehatan pasien dinilai bagus,
kontrol bisa dihentikan."

Masih Misterius
Sampai sekarang, para dokter belum dapat mengetahui berapa lama masa
inkubasi penyakit Kawasaki. Yakni, periode ketika anak terkena penyebab
penyakit sampai timbulnya gejala. Karena penyebabnya juga masih belum
diketahui, belum ada cara yang jelas bagaimana mencegah penyakit ini.
Sebagian peneliti percaya, penyakit ini disebabkan oleh agen
penginfeksi, misalnya virus. Namun belum pernah ditemukan kasus penyakit
Kawasaki yang menular dari orang ke orang. Karena penyakit ini juga
jarang menyerang lebih dari 1 anak dalam keluarga, diduga penyakit ini
tidak berkaitan dengan keturunan.

Jangan Lewat 10 Hari


Fase pertama penyakit Kawasaki, yang disebut fase akut, berlangsung
sekitar 7-14 hari, dan urutan gejala yang timbul bisa bervariasi. Fase
kedua, yang disebut subakut, berlangsung dari 14-25 hari, yakni mulai
dari hilangnya demam. Pasien mulai mengalami pembengkakan jari kaki dan
tangan, artritis, dan penggumpalan darah. Tanpa penanganan, kondisi ini
dapat berlangsung dari 2 sampai 12 minggu. Namun dengan penanganan,
penderita bisa menjadi lebih baik dalam 24 jam.
Fase ketiga disebut convalescent, dimulai ketika tanda-tanda penyakit
hilang dan laju pengendapan darah kembali normal. Biasanya, 6-8 minggu
setelah penyaki Kawasaki timbul.

Berbagai penelitian menunjukkan, jika penyakit Kawasaki bisa ditangani


dalam 10 hari dari sejak mulai timbul, peluang mengalami komplikasi
penyakit jantung akan kecil. Kalaupun ada komplikasi jantung, ini akan
hilang dalam 5-6 minggu, dan tidak ada kerusakan jangka panjang. Namun
dalam sebagian kecil kasus, kerusakan ini menetap.

Untuk menghindari komplikasi, sangat penting mendiagnosa penyakit


Kawasaki secepat mungkin. Jika anak mengalami demam selama beberapa hari
diikuti mata kemerahan, perubahan di sekitar bibir dan lidah atau mulut,
ruam di daerah pantat dan kelamin, membengkaknya kelenjar limfa leher,
atau bengkak dan menelupasnya jari tangan atau kaki, segera bawa ke
dokter. (Ivan/TG)

Anda mungkin juga menyukai