3, Januari 2008
Oleh
Mariskasukma Hendrarto1, Roni Kastaman2 dan Totok Pujianto2
ABSTRAK
Produksi jamur tiram di tingkat petani khususnya pada petani jamur Cita Lestari Cisarua
Kabupaten Bandung hingga saat ini masih sedikit. Hal ini salah satunya disebabkan
oleh tata letak produksi yang tidak teratur. Tata letak yang tidak diatur dengan baik
akan menyebabkan produksi tidak efektif dan efisien. Tata letak yang tidak efektif dan
efisien dapat diperbaiki dengan cara mengatur tata letak secara teratur. Untuk
memecahkan persoalan tersebut telah dilakukan penelitian modifikasi tata letak fasilitas
produksi pada petani jamur Cita Lestari dari bulan Maret hingga Juni 2004 di desa
Cisarua Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Modifikasi tata letak fasilitas
produksi jamur ini bertujuan untuk mendapatkan tata letak alternatif fasilitas produksi
jamur tiram yang baik dari segi teknis dan ekonomis dalam skala kecil. Hasil dari
penelitian modifikasi tata letak fasilitas produksi jamur ini adalah sebuah bentuk usulan
alternatif tata letak terbaik untuk petani jamur Cita Lestari. Rancangan yang
terbentuk berdasarkan dari pertukaran – pertukaran antara dua departemen atau lebih.
Selain itu didapatkan juga bentuk rancangan tata letak ideal yang dapat digunakan
sebagai referensi untuk para petani jamur yang lain.
Kata Kunci : Tata letak fasilitas, produksi jamur tiram efektif dan efisien
ABSTRACT
1
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
I. PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai kekayaan alam yang subur terutama dari berbagai macam
jenis jamur. Sejak dahulu kala jamur sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang untuk
obat - obatan, tetapi pembudidayaannya masih sedikit dari jenis maupun jumlahnya.
Varietas yang ada di alam ini sangat banyak dan masing – masing memiliki ciri yang
berbeda. Berdasarkan sifat hidupnya dapat dibagi menjadi jamur beracun dan jamur
yang enak dimakan. Jamur yang enak dimakan biasanya mudah untuk dibudidayakan
serta mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, salah satunya adalah jenis jamur tiram
(Cahyana, 1998).
Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 hingga sekarang banyak
berbagai usaha yang mengalami kegagalan atau kandas di tengah jalan. Salah satu
alternatif dari banyak solusi yang ditawarkan adalah usaha budidaya jamur tiram karena
permintaan pasar sangat luas sekali dan masih belum dapat dipenuhi. Besarnya
kebutuhan jamur tiram segar dari berbagai kota di Jawa Barat dapat dilihat pada
Tabel 1.
No Kota kg/hari
1 Bandung 3000
2 Bekasi 500
3 Bogor 2000
4 Cianjur 200
5 Cirebon 300
6 Jakarta 3000
7 Karawang 200
8 Kuningan 300
9 Subang 200
10 Sukabumi 500
11 Tangerang 500
12 Tasikmalaya 600
Sumber : Wawancara dengan anggota Kelompok Tani Jamur
di Cisarua, Maret 2004
Akibatnya agribisnis jamur tiram tumbuh sebagai wujud mencari lapangan usaha
baru yang menjanjikan tetapi, menurut salah seorang anggota dari kelompok tani jamur
tiram di Cisarua, petani yang tertarik dalam usaha budidaya jamur tiram masih sedikit
padahal harga jual produk jamur ini sangat menguntungkan, ini dapat dilihat pada
Tabel 2.
2
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
Melihat peluang usaha yang begitu besar tetapi mengapa kebutuhan jamur tiram
ini masih belum terpenuhi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan
produksi tidak efektif dan efisien. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang sudah
dilakukan oleh penulis, tata letak produksi di salah satu petani jamur yaitu Cita Lestari
masih belum efektif dan efisien, karena masih banyak proses bolak – balik melewati
jalur yang sama, dimana seharusnya tidak terjadi jalur bolak – balik (back tracking).
Jarak antara proses yang satu dengan proses yang lain cukup jauh contohnya
jarak tempat persiapan dengan tempat pengukusan, seharusnya tempat pengukusan
dapat dipindahkan tata letaknya lebih dekat dengan tempat pesiapan maka jumlah
pekerja pun dapat dikurangi yang tadinya dikerjakan oleh 3 – 4 orang dapat dikerjakan
dengan hanya 2 orang. Adanya jarak yang harus ditempuh oleh pekerja maka waktu
produksi akan menjadi lebih lama, dengan tata letak yang teratur seharusnya dapat
dikerjakan sekitar 1 hari, tetapi yang sekarang waktu produksi yang diperlukan dapat
mencapai 2 – 3 hari, hal ini akan mempengaruhi biaya operasional produksinya.
Menurut Tomkins (1996), diperkirakan 20% sampai 50% dari biaya operasi
merupakan biaya pemindahan material (material handling) maka tata letak yang efektif
dapat mengurangi biaya tersebut sekitar 10% sampai 30%. Pentingnya rancangan
fasilitas seperti aliran bahan merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan harus
dirancang dengan cermat serta tidak dibiarkan tumbuh atau berkembang menjadi satu
pola lalulintas yang membingungkan seperti benang kusut menurut Apple (1990). Tata
letak fasilitas produksi yang buruk akan menimbulkan masalah yang besar dan
cenderung sulit diatasi karena sifatnya permanen. Jika sebuah usaha agribisnis budidaya
jamur tiram ingin memperbaiki tata letak fasilitas produksinya (selanjutnya disebut
dengan tata letak pabrik) yang sudah terlanjur tidak efektif dan efisien maka selain
investasi yang harus dikeluarkan sangat besar, dapat diperkirakan pula berapa banyak
waktu yang terbuang untuk perbaikan tersebut. Di samping itu juga besar kemungkinan
usaha tersebut akan kehilangan konsumen selama renovasi pabrik akibat tidak ada
produk yang dihasilkan (Wignjosoebroto, 1996).
Tata letak fasilitas produksi usaha jamur tiram yang diatur baik akan
mengurangi biaya produksi secara total tidak hanya pada salah satu proses tetapi pada
tiap proses produksi. Pengurangan ini dapat dilakukan dengan mengurangi pergerakan
pemindahan bahan yang tidak efisien dan merencanakan rute perencanaan yang lebih
teliti sesuai dengan aliran proses produksi yang nantinya diharapkan akan menghasilkan
hasil produksi yang optimal maka dengan adanya penelitian evaluasi dan modifikasi tata
letak fasilitas produksi jamur tiram ini, diharapkan dapat membantu sebagai referensi
3
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
dalam membangun tata letak fasilitas produksi yang baik untuk para petani yang ingin
terjun secara serius dalam bidang usaha budi daya jamur tiram.
Pembatasan masalah dari evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi
jamur tiram di daerah Cisarua, adalah :
1. Evaluasi pendahuluan dilakukan pada tata letak yang sudah ada (existing layout).
Evaluasi dilakukan pada analisis aliran bahan, jarak pemindahan bahan antar
departemen, kebutuhan luasan pengolahan dan biaya pemindahan bahan.
2. Kapasitas produksi setiap hari tidak berubah
3. Evaluasi aliran produksi hanya dilakukan sampai pada pembuatan media tanam,
evaluasi pada saat panen dan pasca panen tidak dilakukan penelitian.
4. Pengukuran jarak dan evaluasi jarak dalam komputer menggunakan pengukuran
jarak secara rectilinier
5. Penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi hanya dilakukan pada
usaha budi daya jamur tiram Cita Lestari di Cisarua.
6. Tata letak pada petani jamur Cita Lestari dijadikan sebagai dasar pembuatan tata
letak yang ideal tanpa memperhitungkan faktor bentuk dan luas lahan.
4
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data masukan yaitu
yang terdiri dari tata letak awal, data urutan produksi jamur tiram, data departemen yang
ada, data jumlah aliran bahan, data jarak perpindahan bahan, waktu pengolahan per
departemen, data luas area departemen yang tersedia, dan data kedekatan hubungan
aktivitas antar departemen.
1. Meteran pita 12 m dan 5 meter digunakan untuk mengukur jarak, luas area kerja dan
dimensi bangunan
2. Timbangan dengan Digunakan untuk menimbang kapasitas 50 kg berat untuk setiap
bahan yang dipindahkan
3. Stopwatch Digunakan untuk menghitung waktu kerja efektif untuk tiap proses kerja
4. Kalkulator Digunakan untuk menghitung data yang sudah didapat
5. Kamera Digunakan untuk dokumentasi gambaran tata letak yang sudah ada.
6. Komputer Cell 433 192 MB, VGA 16 MB digunakan untuk menganalisis data hasil
penelitian
7. Software tata letak yang sudah ada seperti CRAFT, COREL UP, QSB Digunakan
untuk menganalisis kemungkinan alternatif tata letak terbaik
2.3.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak
fasilitas produksi jamur tiram ini adalah metode deskriptif yang analisisnya dilakukan
dengan teknik rekayasa. Metode penelitian ini digunakan untuk memberikan gambaran
baik dari segi sosial ataupun
ekonomi mengenai situasi dan kejadian dari tata letak fasilitas produksi jamur tiram
yang sudah ada.
Pemahaman terhadap sistem tata letak dilakukan untuk mendapatkan data awal
yang nantinya digunakan dalam mendapatkan evaluasi tata letak fasilitas produksi
jamur tiram yang lebih baik. Prosedur penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
1. Mengidentifikasi tujuan, ruang lingkup dan sasaran yang akan dicapai dari
penelitian pendahuluan.
2. Pencarian data dengan cara studi literatur tentang budidaya jamur tiram putih.
5
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
3. Pencarian data dengan cara survei ke lapangan di salah satu pemilik usaha budidaya
jamur tiram di daerah Cisarua, Lembang. Survei dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
a. Melakukan pengamatan secara keseluruhan dari bentuk bangunan, tata letak
bangunan, proses produksi dan tenaga kerja produksi.
b. Melakukan wawancara (interview) dengan pemilik usaha jamur tiram tersebut.
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab mengenai produksi jamur tiram,
luas bangunan dan tenaga kerja.
c. Melakukan pengukuran luas tiap bangunan, luas area kerja, dan jarak yang
ditempuh pada tiap proses produksi dilapangan dengan menggunakan meteran.
d. Menghitung waktu yang diperlukan pada tiap proses produksi
e. Membuat peta proses produksi jamur tiram putih berdasarkan aliran proses
produksi yang telah ada.
f. Menghitung pemindahan bahan (kg) mulai dari gudang bahan baku hingga
penyimpanan hasil produksi dibangunan penanaman.
g. Menghitung biaya pemindahan bahan (Rupiah / kg).
Sistem tata letak yang sudah ada akan diamati dengan tiga kriteria pengamatan
yaitu :
a. Jarak antar bangunan
b. Biaya pemindahan bahan
c. Waktu proses produksi.
Modifikasi tata letak dilakukan untuk mendapatkan hasil tata letak yang terbaik
dan layak secara teknis maupun ekonomi. Untuk mendapatkan modifikasi tata letak
yang terbaik maka dilakukan dengan cara membangkitkan alterntatif – alternatif tata
letak yang mungkin terjadi.
6
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
Analisis tata letak pabrik dimulai pada tata letak yang sudah ada. Proses analisis
dilakukan pada petani jamur tiram Cita Lestari. Kapasitas produksi yang telah dicapai
oleh petani jamur Cita Lestari sampai saat ini adalah 1200 media tanam (log) per hari.
Untuk menghasilkan produk berupa jamur harus melewati proses produksi yang dibagi
dalam beberapa tahap.
7
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
Tahapan proses produksi jamur tiram di Cita Lestari Cisarua dengan melihat
sketsa tata letak awal dapat dilihat pada Gambar 1, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penerimaan Bahan Baku
2. Pencampuran bahan baku
3. Pengukusan (sterillisasi)
4. Pengantongan
5. Pemadatan
6. Pembibitan
7. Penyimpanan (inkubasi)
8
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
Tata letak suatu pabrik yang terencana dengan baik akan menentukan efisiensi
dan menjaga kelangsungan hidup ataupun kesuksesan dalam kerja. Tata letak pada
usaha budi daya jamur di daerah Cisarua belum terencana dengan baik sehingga akan
menimbulkan permasalahan. Jika dilihat dari sketsa tata letak tersebut banyak aktivitas
– aktivitas yang jaraknya cukup jauh dari aktivitas sebelumnya sehingga membutuhkan
waktu yang cukup lama. Selain itu terdapat juga aktivitas yang tempat kerjanya tidak
searah atau banyak jalur yang bolak balik.
Untuk memperbaiki tata letak fasilitas produksi jamur tiram pada petani Jamur
Cita Lestari dilakukan analisis tata letak yang dimulai dengan analisis jumlah aliran
bahan, hubungan aktivitas antar departemen, jarak pemindahan bahan, waktu produksi,
biaya pemindahan bahan dan kebutuhan luasan. Berdasarkan analisis tersebut kemudian
dilakukan evaluasi untuk memperbaiki tata letak
fasilitas pabrik pengolahan yang sudah ada (existing layout).
Menurut Apple (1990) secara teoritis tata letak usaha jamur tiram ini dapat
disusun sesuai dengan urutan proses produksi yaitu dapat berbentuk pola aliran bentuk –
S (S- Shape) karena aliran proses ini sangat baik diterapkan bila aliran proses produksi
lebih panjang dibandingkan dengan luas area yang tersedia dan dapat mengatasi segala
keterbatasan area kerja dan ukuran bangunan yang sudah ada. Jumlah aliran bahan yang
terjadi selama proses produksi terdapat 3 buah yaitu dari gudang bahan baku ke tempat
persiapan, dari tempat persiapan ke tempat pengukusan dan dari tempat pengukusan Ke
tempat pengantongan.
Berdasarkan hasil analisis jarak dan pemindahan bahan dapat diketahui bahwa
pemindahan bahan yang paling banyak adalah pada saat pemindahan bahan baku ke
tempat pencampuran misalnya untuk pemindahan serbuk gergaji dari gudang bahan
baku diangkut dengan gerobak yang kapasitasnya 400 kg yang dikerjakan oleh 1 orang
pekerja dengan kemampuan angkut gerobak 150 kg, maka untuk mencapai 1200 kg
serbuk gergaji pekerja tersebut harus melakukan pemindahan bahan sebanyak 8 kali
dengan jarak 35 meter antara gudang bahan baku ke tempat pencampuran dan memakan
waktu selama 23,46 menit untuk menyelesaikan. Sedangkan untuk pemindahan bahan
yang paling lama adalah pemindahan bahan dari tempat pengukusan ke tempat
pengantongan karena selain beban yang berat jarak yang ditempuh cukup jauh yaitu
91,25 meter dan membutuhkan waktu 70,83 menit.
Biaya pemindahan yang terjadi pada tata letak awal (intial layout) dapat dihitung
dengan cara mengalikan jumlah beban yang dipindahkan dan biaya pemindahan per
beban dimana biaya pemindahan per beban didapat dari lama pemindahan bahan
dikalikan dengan biaya kerja per jam kemudian total nilai tersebut dibagi dengan jumlah
beban yang dipindahkan. Tenaga kerja yang ada pada saat ini dan bekerja aktif di Jamur
Cita Lestari yaitu sebanyak 19 orang dengan jumlah laki – laki 7 orang dan wanita 12
9
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
orang. Tenaga kerja laki- laki hanya mengerjakan pekerjaan yang berat mulai dari
pengangkutan bahan baku sampai dengan sterilisasi dan pekerjaan pemeliharaan serta
panen, sisanya mulai dari pengantongan sampai dengan pembibitan dilakukan oleh
tenaga kerja wanita.
Biaya pemindahan bahan pada tiap proses didapat dari total biaya tenaga kerja
per jam yaitu sebesar Rp. 28.125 dengan perhitungan waktu kerja 8 jam dikalikan
dengan waktu pada tiap proses tersebut. Biaya pemindahan bahan yang besar terdapat
pada proses pemindahan bahan dari tempat pengukusan ke tempat pengantongan karena
jarak yang ditempuhnya sangat jauh dibandingkan dengan jarak dengan tempat proses
yang lain. Total biaya pemindahan bahan yang terjadi sebesar Rp. 232.594 dengan berat
total bahan yang dipindahkan sebesar 14.970 kg. pemindahan bahan yang dihitung
hanya pada saat bahan dipindahkan ke proses yang selanjutnya tetapi jika proses
selanjutnya berada pada area kerja yang sama besarnya pemindahan tidak dihitung
karena terlalu kecil pengaruhnya.
Peta aktivitas proses aliran bahan dari tata letak awal dan hasil modifikasi
digambarkan dalam sebuah peta aliran. Pada peta aliran ini dapat dilihat perbedaan
antara peta aktivitas aliran bahan tata letak awal dengan tata letak hasil modifikasi.
Modifikasi tata letak pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer.
Program yang digunakan untuk membuat modifikasi tata letak adalah sebuah program
FLL (Facility Location andLayout) program ini membutuhkan tata letak awal (initial
layout). Data hasil evaluasi dari tata letak awal tersebut dimasukan ke dalam program
FLL untuk menghasilkan alternatif – alternatif tata letak yang terbaik.Evaluasi tata letak
awal (initial layout) langsung terbentuk setelah data dimasukan ke dalam program FLL
dengan ongkos yang terjadi dari tata letak awal adalah sebesar Rp. 126.550 nilai ongkos
tata letak awal dihitung dengan mengalikan matriks ongkos pemindahan bahan per
satuan jarak persatuan berat dengan matriks aliran (flow) antar departemen dan jarak
antar departemen.
10
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
4.1. Perbandingan Tata Letak Awal Dengan Hasil Modifikasi Tata Letak
Produksi.
Pada akhir penelitian ini maka dihasilkan modifikasi tata letak yang lebih baik
dari tata letak awal yang sudah ada, walaupun tata leta hasil modifikasi ini belum
diaplikasikan tetapi sebagian besar sudah dapat kita prediksikan pada simulasi
modifikasi tata letak pada penelitian ini kelebihan dan kekurangannya. Efektif dan
efisiennya hasil modifikasi tata letak ini dapat terlihat jika kita bandingkan antara tata
letak awal dengan tata letak hasil modifikasi dengan harapan tata letak modifikasi ini
lebih baik dari tata letak awal yang sudah ada dan nantinya akan menjadi referensi
khususnya pada petani jamur di Cita Lestari dan petani jamur di Cisarua pada
umumnya. Perbandingan tata letak akan dilihat pada variabel jarak dan waktu
Untuk mendapatkan tata letak ideal tanpa melihat faktor bentuk lahan dan luas
lahan yang ada pada tempat penelitian maka perlu dibuat diagram keterkaitan kegiatan
yang ditunjukkan pada gambar berikut :
11
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
Untuk membuat rancangan tata letak ideal untuk para petani jamur perlu
dilakukan analisis antar kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan setelah
dilakukan analisis maka diagram tersebut di susun dengan membuat tabel lembar kerja
keterkaitan kegiatan selanjutnya plotkan pada blok keterkaitan agar lebih mudah
menentukan tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa
menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses – proses
yang multak diperlukan.
Setelah selesai gunakan anak panah untuk menunjukan aliran prosesnya. Hasil
dari blok keterkaitan tersebut diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan
menyusun bentuk area kerjanya yang dilakukan secara manual.
Tata letak ideal yang diusulkan untuk diaplikasikan kepada para petani dapat dilihat
pada Gambar diatas liran yang digunakan adalah pola aliran bentuk S karena dengan
pola ini akan memperkecil luas yang dipakai dan proses pemindahan lebih efektif.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian evaluasi dan modifikasi tata letak fasilitas produksi
jamur tiram studi kasus petani jamur di daerah Cisarua adalah bahwa tata letak fasilitas
produksi jamur tiram pada Cita Lestari masih dapat dimodifikasi menjadi tata letak yang
lebih baik dari segi teknis maupun ekonomis. Hasil modifikasi tersebut menghasilkan
perbedaan – perbedaan selisih yang signifikan antara tata letak awal dengan tata letak
baru pada :
1. Selisih ongkos hasil evaluasi antara kedua tata letak adalah Rp.58.640
2. Selisih total jarak yang ditempuh untuk pemindahan bahan antara kedua tata letak
adalah 121,53 meter.
3. Selisih lama waktu proses produksi antara kedua tata letak adalah 4,35 jam. Hasil
dari evaluasi – evaluasi diatas maka dapat disimpulkan tata letak hasil modifikasi
yang baru lebih baik dari tata letak sebelumnya.
Saran
12
Jurnal Teknotan, ISSN 1978-1067 Vol. 1 No. 3, Januari 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Apple, James A. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Penerbit ITB
Press
3. Tomkins, James A., White John A. 1996. Facility Planning. John Wiley & Sons.
USA
4. Tomkins, James A., Ruddel Ree Jr. 1973. Computerized Facility Design. Technical
Paper. AIIE. Norcross, GA.
13