Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi saat ini bisnis telah berkembang dengan sangat pesat dan banyak
menarik perhatian kalangan masyarakat dunia. Masing-masing negara di dunia telah
menerapkan berbagai macam prinsip dan metode dalam mengembangkan bisnisnya,
mulai dari prinsip konvensional sampai dengan memakai prinsip syariah. Namun pada
umumnya negara-negara Islam cenderung lebih banyak memakai prinsip syariah dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya dan mereka sangat mengutamakan nilai-nilai Islam
sebagaimana nabi Muhammad saw mengajarkan kepada mereka sejak perkembangan
Islam dimulai.

Tidak hanya sampai di situ, prinsip syariah pun kini telah mulai diperhatikan oleh
banyak negara-negara bukan Islam dan bahkan mulai dipelajari pula oleh para ahli
ekonomi dunia. Hal ini disebabkan oleh adanya bukti-bukti nyata yang menunjukkan
bahwa prinsip syariah telah mulai berkembang dengan pesat dan tidak terpengaruh oleh
adanya krisis global. Mereka mulai berpikir bahwa sistem ini lebih menguntungkan dan
aman dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional yang sangat terpengaruh oleh
adanya krisis global. Oleh karena itu, penulis mencoba mempelajari nilai-nilai Islam
dalam bisnis yang tercermin dalam sistem ekonomi syariah tersebut dalam makalah yang
berjudul “Nilai-Nilai Islam dalam Bisnis”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi hakikat kehidupan di dunia dan bagaimana hubungannya dengan
bisnis?

2. Bagaimana kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi dan apa peran khalifah
dalam bisnis?

3. Aktivitas ekonomi seperti apa yang dapat menjadikan ibadah?

1
4. Bagaimana etika Islam dalam kegiatan bisnis ?

5. Apa yang menjadi syariat Islam dalam aktivitas bisnis ?

C. Tujuan Makalah

Makalah ini disusun untuk mendeskripsikan dan menjelaskan:

1. Hakikat kehidupan manusia di bumi dan hubungannya dengan aktivitas bisnis.

2. Kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi dan perannya dalam bisnis.

3. Aktivitas ekonomi yang dapat menjadikan ibadah kepada Allah SWT.

4. Etika bisnis yang bersifat Islami.

5. Syariat Islam dalam aktivitas ekonomi.

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan bisa menjadi dasar pemikiran baik secara teoritis
dan praktis. Secara teoritis, diharapkan makalah ini mampu menjadi tambahan
pengetahuan dan pengembangan keilmuan yang sangat bermanfaat. Di pihak lain,
makalah ini diharapkan mampu menjadi dasar praktis dalam upaya pelaksanaan nilai
Islam dalam setiap aktivitas bisnis , baik itu bagi penulis maupun bagi para pembaca.

E. Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dan analisis terhadap sumber
bacaan di internet dengan menjelaskannya melalui metode kualitatif untuk mengambil
suatu kesimpulan.

BAB II
2
PEMBAHASAN

A. Hakikat Kehidupan

Semua umat manusia mengetahui akan hakikat keberadaannya di bumi ini, mereka
yakin bahwa segala makhluk hidup akan mati. Namun dalam pandangan umat Islam
hidup tidak hanya sebatas itu saja, hidup di bumi ini tiada lain hanyalah sebentar saja dan
semuanya akan kembali kehadapan penciptaNya untuk menjalani kehidupan akhirat yang
bersifat abadi. Seperti firman Allah SWT dalam surat Al-Mu’min ayat 39,

    


   

“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara)


dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.”(Q.S. Al-Mu’min: 39)

Keberadaan manusia di muka bumi ini adalah sebagai ladang amal dan kehidupan
akhirat merupakan kehidupan di mana kita menuai apa yang kita tanam selama kita
hidup di dunia, apabila caranya baik maka baik pula hasilnya dan sebaliknya apabila cara
yang dilakukan salah maka kita akan menanggung kerugian di kehidupan akhirat.
Seorang mukmin harus yakin bahwa kematian datang secara tiba-tiba, karena hanya
Allah SWT yang memutuskan akan kehidupan manusia, apabila kematian menjemput
maka tidak bisa di segerakan dan tidak bisa diakhirkan walaupun hanya sebentar saja.
Bahkan tidak sedikit manusia yang hanya baru bisa menghirup dunia ini kemudian Allah
SWT memanggilnya kembali.

Di alam dunia ini Allah SWT hanya meminta kita untuk menyatakan pengakuan
bahwa tiada tuhan kecuali Allah SWT dan bahwa nabi Muhammad SAW itu adalah
utusanNya. Sehingga segala langkah dan prilaku manusia harus didasarkan pada syariah
Islam yang telah ditetapkan Allah SWT yaitu Al Quran dan Al Hadits. Segala aspek
kehidupan telah diatur dengan sangat jelas di dalamnya, tidak ada suatu alasan lagi
bahwa manusia telah melakukan kesalahan karena belum mengetahui hakikat perbuatan
tersebut.

3
Dalam melakukan setiap aktivitasnya manusia harus yakin bahwa Allah SWT selalu
melihat apa yang diperbuat, karena Allah SWT bersifat Maha Melihat dan Maha
Mendengar. Segala tindakan pasti akan tercatat dalam buku amal yang ditulis oleh
malaikat Rokib dan Atid dan semuanya itu pasti akan dipertanggung jawabkan di akhirat
kelak.

Dalam ruang lingkup bisnis, dengan memahami hakikat kehidupan bahwa hidup di
dunia ini hanyalah sebentar saja akan membawa dampak yang positif bagi pihak yang
terlibat dalam kegiatan bisnis tersebut, bahkan secara tidak langsung dampak tersebut
juga bisa dirasakan oleh pihak yang tidak terlibat dalam bisnis tersebut. Bisnis bisa
dijadikan sebagai suatu jalan untuk menambah kebaikan kita di dunia untuk bekal di
kehidupan akhirat, karena bisnis itu sendiri bisa menjadi suatu ibadah kepada Allah dan
tentu saja bisnis yang dijalankan harus sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Mereka
yang yakin dengan hati mereka bahwa kematian bisa datang secara tiba-tiba tentu akan
membuat mereka bekerja dengan hati-hati dalam mengambil keputusan, namun mereka
juga tidak akan menunda keputusan terlalu lama, karena mungkin keputusan tersebut
bisa membawa dampak positif yang dapat membawa pada peningkatan kesejahteraan.
Pada dasarnya manusia yang beriman kepada hari akhir tentu ingin mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sehingga bisnis yang dijalankan pun akan
berlandaskan untuk pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan orang lain dengan tidak
mengabaikan kepentingan dirinya sendiri. Seorang pakar psikolog mengatakan bahwa
kebahagiaan itu adalah bagaimana memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Oleh
karena itu, manusia bisa bahagia apabila bisa menyeimbangkan antara kehidupan di
dunianya dengan di akhiratnya, di mana bisnis bisa dijadikan sebagai peningkatan
kesejahteraan di dunia dan ladang amal untuk bekal di akhirat. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya
dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok.”(H.R. Ibnu Asakir)

B. Hakikat Manusia Sebagai Khalifah

   


 
4
  
  
   
    

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat zalim dan amat bodoh.”(Q.S. Al-Ahzab : 32).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika suatu amanat Allah tanggungkan kepada
langit maka langit menolaknya dengan alasan takut akan berkhianat atas amanat tersebut,
kemudian Allah tanggungkan kepada bumi namun dengan alasan yang sama bumi
menolaknya, begitu juga dengan gunung-gunung yang menolak amanat tersebut hingga
amanat tersebut Allah tanggungkan kepada manusia. Allah SWT telah mengangkat
derajat manusia ke derajat yang lebih tinggi walaupun manusia hanya diciptakan dari
tanah bukan dari cahaya ataupun dari api. Manusia telah diberikan akal untuk mampu
berpikir sekehendak apa yang dapat mereka perbuat, bagi mereka yang mampu
menghasilkan kebaikan maka kebaikan itu untuk mereka sendiri begitu juga keburukan
yang dilakukan akan diterima kembali keburukan bagi mereka. Oleh karena itu, Allah
telah menjadikan manusia sebagai khalifahNya di bumi, Allah SWT berfirman,

   


      
    
  
     
     
    

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau

5
dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui."( Q.S. Al-Baqarah: 30)

Kata khalifah berasal dari kata khalafa yang artinya menggantikan atau wakil yang
menggantikan orang yang diwakilinya. Khalifah adalah pengganti yang memegang
kekuasaan dan kepemimpinan dari yang digantikan, ia menjadi pemimpin dari kekuasaan
yang ada (Wundin, 1996: 267). Dalam cakupan kata kepemimpinan dan kekuasaan
tersebut ada hak bagi yang berkuasa untuk menggunakan akal sehatnya dalam
melaksanakan wewenangnya tersebut. Akal yang diberikan oleh Allah SWT kepada
manusia difungsikan dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam di bumi,
oleh karena itu manusia harus mampu menggunakan akalnya tersebut dalam
menciptakan suatu kreativitas. Namun, esensi kata khalifah itu sendiri tidak bisa
dilepaskan dari makna kebebasan sebagai penguasa. Dalam pandangan Islam, kebebasan
dan kreativitas seorang penguasa harus mampu memberikan kebaikan bagi pihak lain
yang didasari ketentuan Allah SWT yaitu Al-Quran dan Al Hadits. Akan tetapi yang
harus digaris bawahi adalah makna khalifah tidak bisa diartikan sebagai wakil atau
pengganti Allah dalam mengurus, karena sebenarnya makna khalifah ini adalah kaum
yang menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, generasi demi generasi. Seperti
yang dijelaskan dalam tafsir Ibnu Katsier, Allah SWT berfirman kepada malaikat
memberitahukan hal ihwal pemberian karunia kepada bani Adam dan memberikan
penghormatan kepada mereka di Al Malaul Ala sebelum mereka diadakan. Maka Allah
SWT berfirman, “ Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat”,
maksudnya, “Hai Muhammad ceritakanlah hal itu kepada kaummu”, “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”, Yakni suatu kaum yang akan
menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun, dan generasi demi generasi,
sebagaimana firman Allah SWT,

    


    
   
   
      
  

6
“ Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barang siapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya
sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah
akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-
orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.”( Q.S. Faathir: 39).

Manusia ditunjuk sebagai khalifah di muka bumi ini adalah menjadi


wakil Allah yang memegang perintahNya untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi dengan kekuasaannya bersifat kreatif
yang memungkinkan manusia mengolah dan mendayagunakan alam
untuk kepentingan hidupnya. Manusia akan semakin terhormat
apabila memperhatikan kerendahan hati kepada sesamanya dan
kerendahan kepada sang PenciptaNya, namun manusia juga bisa
terjerumus ke dalam kerugian dan kesesatan jika hanya memuaskan
nafsunya sendiri.

Alam semesta, termasuk manusia, adalah milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan
(kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas makhluk-makhlukNya. Manusia, tanpa
diragukan, merupakan tatanan makhluk tertinggi di antara makhluk-makhluk yang telah
dicipta-Nya, dan segala sesuatu yang ada di muka bumi dan di langit ditempatkan di
bawah perintah manusia. Dia diberi hak untuk memanfaatkan semuanya ini sebagai
khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan
tugas kekhalifahan (khilafah) ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat
sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah ini.

Status khalifah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia
tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas
kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki
hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki
kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan
keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu dicipta (oleh Allah)
dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintah
untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memanfaatkan keterampilan mereka
masing-masing. Namun demikian ini tidak berarti (bahwa Islam) memberikan
7
superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjanya dalam kaitannya dengan
harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya dalam hukum. Hanya kadang-
kadang saja bahwa pada saat tertentu seseorang menjadi majikan dan (pada saat lain)
menjadi pekerja. Pada saat lain situasinya bisa berbalik dan mantan majikan bisa menjadi
majikan, dan sebagainya, dan hal serupa juga bisa diterapkan terhadap budak dan
majikan.

Manusia sebagai khalifah yang telah diciptakan oleh Allah dengan bekal dan fasilitas
yang lengkap ditugaskan secara kreatif dan dinamis mengerahkan kemampuannya untuk
memahami realitas alam untuk dimanfaatkan dan didayagunakan demi kesejahteraan
manusia. Kreativitas khalifah tidaklah mutlak, ia dibatasi oleh aturan-aturan yang
diajarkan oleh Allah melalui RasulNya. Karena bagaimana pun seorang wakil dibatasi
oleh aturan-aturan yang diwakilinya. Jadi kepemimpinan di muka bumi merupakan
sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan kepada yang memberinya.

C. Aktivitas Ekonomi sebagai Ibadah

Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai
kejahatan. Islam mewajibkan seorang muslim untuk selalu bekerja keras, untuk dapat
mencapai apa yang ia inginkan, karena dengan bekerja seseorang bisa mendapatkan
kekayaan, dengan bekerja keraslah manusia bisa mendapatkan nafkah, oleh karena itu
Allah melapangkan bumi ini serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan nafkahnya. Allah menyediakan apa saja yang ada di
bumi ini untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Di mana saja dan kapan saja kita
dapat mencari nafkah yang telah diberikan Allah kepada kita Allah telah memberikan
penghidupan bagi manusia dihamparkan bumi ini. Oleh karena itu, manusia diciptakan di
muka bumi ini sebagai pemakmur bukan sebagai perusak yang harus tetap
memanfaatkannya dan melestarikannya.

Manusia harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rizki yang diperoleh
oleh seseorang hampir semuanya melalui bisnis atau jual beli sembilan persepuluh dari
rizki yang didapatkan oleh seseorang melalui bisnis atau jual beli. Begitu banyak contoh
bertebaran di sekitar lingkungan kita yang memberikan contoh usaha berdasarkan minat
yang dilakukan penuh ketekunan, pengabdian dan rasa cinta. Tampaknya memang tak

8
ada jalan lain, sukses hanya dapat di raih dengan kerja keras, bukan kerja semalam,
bukan sukses semu yang dibangun dari fasilitas.

Manusia dalam aktivitasnya sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari proses
perdagangan jual beli. Untuk mempertahankan hidup, manusia perlu makan minum serta
mencukupi kebutuhan sehingga untuk memperolehnya dengan melalui perdagangan,
bahwa Allah SWT membolehkan adanya perdagangan jual beli atau berbisnis sistem
ekonomi Islam menjadi pilihan, sebagai sistem pertengahan yang menjadikan moralitas
dan akhlak sebagai landasannya. Ekonomi Islam berada di atas Kapitalisme dan
Komunisme, mempergunakan moral dan hukum Islam untuk menegakkan bangunan
suatu sistem yang praktis di dunia.

Bisnis selalu memainkan peranan penting dalam kehidupan semua orang di sepanjang
masa. Hal ini berlaku pada kaum muslimin saat ini. Karena pentingnya bisnis maka
agama mendorong mereka untuk berbisnis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang
pengusaha tulen untuk jangka yang lama. Namun kaum muslimin kontemporer
mendapati dirinya berhadapan dengan dilema berat walau mereka terlibat aktif, mereka
tidak yakin apakah yang mereka jalankan benar atau salah. Bukan hanya bisnis itu yang
membingungkan mereka, tetapi lebih pula bentuk-bentuk baru, kelembagaan, metode-
metode, dan teknik bisnis modern.

Salah satu cara terbaik untuk meraih sukses adalah mengamati tindakan-tindakan
orang yang telah sukses tetapi tidak lupa pula kita harus memperhatikan bagaimana
usaha-usaha tersebut apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak. Caranya
dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang selalu mereka terapkan, lalu mencoba untuk
menerapkan pada diri kita. Prinsip-prinsip bisnis Rasulullah adalah nyata, dapat
dipelajari oleh siapa saja yang mau meluangkan waktu untuk mempelajari dan
menerapkannya. (Jackie Ambadar, Miranty Abidin, Yanty Isa, 2004:13).

Dalam kepustakaan Islam modern orang bisa menemukan banyak uraian rinci
mengenai hal ini. Al-Quran mengemukakan kepada Nabi dengan mengatakan: "... dan
katakanlah (Muhammad kepada umat Muslim): Bekerjalah." Nabi juga diriwayatkan
telah melarang pengemisan kecuali dalam keadaan kelaparan. Ibadah yang paling baik
adalah bekerja, dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus
kewajiban. Kewajiban masyarakat dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan
kesempatan-kesempatan kerja kepada para individu. Buruh yang bekerja secara manual
9
dipuji dan Nabi SAW diriwayatkan pernah mencium tangan orang yang bekerja itu.
Monastisisme dan Asketisisme dilarang, Nabi SAW diriwayatkan pernah bersabda
bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan keperluan-keperluan lain untuk
dirinya (dan keluarganya) lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk
beribadah tanpa mencoba berusaha mendapatkan penghasilan untuk menghidupinya
sendiri.

Allah SWT telah menyuruh kita untuk berbuat baik kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia (Hablum minallah wa hablum minannas). Bisnis bisa dijadikan
sebagai sarana untuk mencapai kebaikan tersebut, di mana bisnis bisa menjadikan amal
ibadah yang dilakukan sesuai dengan tuntunan syariah, di sisi lain bisnis bisa dijadikan
sebagai sarana dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Dengan aktivitas bisnis
berarti telah membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain, dengan
demikian kita bisa membantu orang lain untuk memenuhi kebutuhan yang mereka
perlukan, sementara itu kita pun bisa mendapatkan kebutuhan yang kita perlukan. Selain
itu, bisnis pun mampu mengalirkan harta dari orang mempunyai kelebihan harta kepada
mereka yang membutuhkannya, dengan begitu bisnis bisa meningkatkan kehidupan
golongan ekonomi lemah. Oleh karena itu, bisnis bisa dijadikan sebagai sarana tolong
menolong dalam kebaikan bukan dalam keburukan. Sebagaimana firma Allaha SWT,

...    


    
    
       

“ ...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maaidah: 2)

D. Etika Islam dalam Bisnis

Seorang muslim tunduk kepada aturan Allah, tidak akan berusaha dengan sesuatu
yang haram, tidak akan melakukan yang riba, tidak melakukan penimbunan, tidak akan
berlaku zalim, tidak akan menipu, tidak akan berjudi, tidak akan mencuri, tidak akan
10
menyuap dan tidak akan menerima suap. Seorang muslim tidak akan melakukan
pemborosan, dan tidak kikir. Dalam melaksanakan setiap aktivitas bisnisnya manusia
harus menerapkan kaidah-kaidah ekonomi Islam seperti kaidah ekonomi akhlak,
kemanusiaan dan pertengahan.

Ekonomi akhlak, dalam hal ini tidak adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi
dengan akhlak. Islam tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan
ekonomi di atas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama. Kegiatan yang
berkaitan dengan akhlak terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan
dengan produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang muslim terikat oleh iman
dan akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang dilakukannya, baik dalam melakukan
usaha, mengembangkan maupun menginfakkan hartanya.

Ekonomi kemanusiaan, merupakan kegiatan ekonomi yang tujuan utamanya adalah


merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan segala unsur dan
pilarnya. Selain itu bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan
hidupnya yang disyariatkan. Manusia adalah tujuan kegiatan ekonomi dalam pandangan
Islam, sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah
diajarkan Allah kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikan-Nya. Nilai
kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam seperti nilai kemerdekaan dan kemuliaan
kemanusiaan, keadilan, dan menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan
tersebut, persaudaraan, dan saling mencintai dan saling tolong menolong di antara
sesama manusia. Nilai lain, menyayangi seluruh umat manusia terutama kaum yang
lemah. Di antara buah dari nilai tersebut adalah pengakuan islam atas kepemilikan
pribadi jika diperoleh dari cara-cara yang dibenarkan syariah serta menjalankan hak-hak
harta.

Ekonomi pertengahan, yaitu nilai pertengahan atau nilai keseimbangan. Pertengahan


yang adil merupakan ruh dari ekonomi Islam. Dan ruh ini merupakan perbedaan yang
sangat jelas dengan sistem ekonomi lainnya. Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan
nampak pada pengultusan individu, kepentingan pribadi, dan kebebasannya hampir-
hampir bersifat mutlak dalam pemilikan, pengembangan, dan pembelanjaan harta. Ruh
sistem ekonomi komunis tercermin pada prasangka buruk terhadap individu dan
pemasungan naluri untuk memiliki dan menjadi kaya. Komunis memandang
kemaslahatan masyarakat, yang diwakili oleh Negara, adalah di atas setiap individu dan

11
segala sesuatu. Ciri khas pertengahan ini tercermin dalam keseimbangan yang adil yang
ditegakkan oleh Islam di antara individu dan masyarakat, sebagai mana ditegakkannya
dalam berbagai pasangan lainnya, seperti dunia akhirat, jasmani rohani, akal rohani,
idealisme fakta dan lainnya.

Karakteristik ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas
pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu
asas akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah). Ada beberapa Karakteristik ekonomi
Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu'ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-
islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:

1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta

Karakteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu pertama, semua harta baik
benda maupun alat produksi adalah milik Allah SWT, sebagaimana firman-Nya
dalam Q.S. Al- Baqarah, ayat 284 dan Q.S. Al-Maai'dah ayat 17. Kedua, manusia
adalah khalifah atas harta miliknya. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadiid
ayat 7. Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran
manusia sebagai khalifah, di antara sabdanya "Dunia ini hijau dan manis".Allah telah
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di dunia. Karena itu hendaklah kamu
membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini. Dapat disimpulkan bahwa semua
harta yang ada di tangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah
memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.

Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang-


barang konsumsi ataupun barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak
mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT. Pada Q.S. An-Najm ayat
31 dan Firman Allah SWT. dalam Q.S. An-Nisaa ayat 32 dan Q.S. Al-Maa'idah ayat
38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati
walau hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam.

12
2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral

Di antara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (Yafie, 2003: 41-
42) adalah: larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan
melakukan penipuan dalam transaksi, larangan menimbun emas dan perak atau
sarana- sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, larangan
melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.

3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka


menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka
diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki
unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.

4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan


Kepentingan umum

Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui
hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu,
termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi
keseimbangan antara batasan- batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk
kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang
untuk menyejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan
mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.

5. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam

Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk


beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun
kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah
SWT. Dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Dengan demikian kebebasan tersebut
sifatnya tidak mutlak.

13
6. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian

Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar


kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara
proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat
dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun
dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh
masyarakat dapat hidup secara layak.

7. Bimbingan Konsumsi

Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap
hukum karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa’ ayat 16 :

   


  
   
  

“ Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi
mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku
terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.” ( Q.S. Al-Israa’: 16)

8. Petunjuk Investasi

Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, ada lima kriteria
yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi,
yaitu:

a) Proyek yang baik menurut Islam.

b) Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.

c) Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.

d) Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.

14
Dengan mengkaji sumber-sumber hukum Islam maka kita akan mengetahui bahwa
etika Islam akan mengatur kegiatan bisnis dan prilaku bisnis. Ia akan mempengaruhi dalam
berbagai cara, di antaranya:

1. Akan mengatur standar etika dari konsep bisnis yang penting


2. Menyatakan praktek yang etis dan tidak etis dalam praktek bisnis.
3. Menyatakan bentuk lembaga bisnis yang sah.
4. Menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat, individu, dan negara.
Kegiatan Bisnis Konsep Penting termasuk

1. Pemilikan

2. Persaingan

1. Konsep dasar etika bisnis 3. Keadilan

4. Harga

5. Hubungan majikan dan pegawai

2. Praktek yang etis dan yang 1. Etika perilaku individu


tidak etis secara umum
2. Kegiatan yang tidak etis (riba judi, lotere,
(kode etik)
pembelian, dagang barang, curian, dll )

3. Bentuk bisnis yang sah 1. Partership (join Ventura), mudharoba,


musyarakah)

2. Persero (PT) diterima menurut aturan-aturan


tertentu

1. Dana zakat

4. Tanggung jawab sosial 2. Pinjaman tanpa bunga

3. Sedekah/infak untuk tujuan sosial

1. Laporan keuangan

5. Standar etika yang 2. Prinsip dan transaksi

15
menyangkut akuntansi 3. Penilaian aset

4. Persyaratan akuntan

Hukum Islam memberikan aturan umum dan standar etika yang berkaitan dengan
konsep bisnis seperti kepemilikan, keadilan, harga, persaingan dan hubungan majikan
dengan buruh.

1. Pemilikan

Islam mengatur etika kepemilikan pribadi secara khusus :

a) Pemilik harus memperhatikan fungsi sosial dari kekayaan dan pengaruhnya terhadap
pengembangan masyarakat.
b) Pemilik harus memperhatikan fungsi ekonomi dari kekayaannya.
c) Pemilik harus memperhatikan fungsi utama dari kekayaannya dengan menghindari
penggunaan kekuatan keuangannya untuk mendapatkan kekuasaan politik.
Pemilik individu disebutkan tidak mutlak, karena kekayaan itu milik Tuhan. Islam
memperbolehkan pemilik Publik di samping pemilikan individu, tetapi saling
mengganti. Sesuai dengan hukum islam, pemilikan publik terdiri dari 3 jenis :

a. Sumber air dan fasilitas sosial yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat.

b. Benda-benda yang karena sifatnya tidak diizinkan dimiliki oleh individu.

c. Barang tambang, seperti besi, emas, perak dapat dimiliki individu.

2. Keadilan
Islam menjamin keadilan dalam seluruh aspek. kewajiban masing-masing
individu untuk berlaku adil dan bekerja dan berusaha untuk menegakkan keadilan
dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam kegiatan politik dan ekonomi.

3. Harga
Dijelaskan dalam 4 peraturan :
a) Pemerintahan Islam tidak dibenarkan mencampuri penentuan harga. Pasar harus
mengatur harga barang.
b) Penetapan harga dibenarkan dalam keadaan tertentu.

16
c) Pasar dapat diawasi dan diperiksa untuk mencegah orang dari tindakan monopoli
dan menipu.
d) Harga harus dicantumkan di masing-masing barang supaya diketahui masyarakat.
4. Persaingan
Persaingan dibenarkan dan harus dianjurkan dengan syarat bahwa tidak sampai
pada monopoli dan harga menggambarkan pertemuan antara supply (penawaran) dan
demand (permintaan) barang. Pergerakan barang harus bebas, termasuk arus faktor
produksi di antara industri dari satu tempat ke tempat lain, harus terjamin.

5. Hubungan Majikan dan Karyawan


a. Setiap individu adalah pemimpinan bertanggung jawab terhadap
kepemimpinannya, setiap orang memiliki wewenang dalam pekerjaannya atau di
rumahnya, dan dia bertanggung jawab terhadap wewenang itu di hadapan
pemimpin dan tuhan sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad saw.
b. Tunjangan keluarga dan tunjangan lainnya seperti pensiun, liburan, kesehatan
diberikan oleh majikan kepada karyawan.
c. Majikan berhak untuk menindak karyawan jika ditemukan bersalah karena tidak
percaya dan menyalahgunakan wewenang. Metode yang dipakai bisa peringatan,
pemberhentian, atau hukuman.
d. Tindakan disiplin harus dilakukan antara majikan dan karyawan tidak boleh
dilakukan di depan orang lain.
e. Karyawan tidak dibenarkan bekerja di dua posisi pada saat yang sama.

Berikut ini konsep yang diambil dari Standar Etika Islam

Konsep Standar Bisnis


Bisnis

17
1 Pemilikan 1. Pemilikan individu harus didorong dan dilindungi

2. kekayaan adalah milik tuhan. Individu bertindak sebagai agen dalam


memiliki kekayaan.

3. Pemilikan publik termasuk kekayaan mineral air, dan sumber energi

4. Pemilik individu harus memperhatikan masyarakat dan fungsi ekonomis dari


kekayaan itu.

2. Keadilan 1. Setiap orang berhak atas keadilan

2. Kesempatan yang sama merupakan dasar keadilan.

3. Kecukupan merupakan dasar keadilan

4. Adalah kewajiban semua orang untuk berlaku adil.

3. Harga 1. Harga diatur oleh pasar.

2. Pemerintah tidak dibenarkan mempengaruhi harga

3. Pengecualian campur tangan hanya boleh untuk kepentingan keadilan dan


distribusi barang harus adil dan lancar.

4. Setiap harga barang yang dijual dicantumkan agar diketahui publik

4 Persaingan 1. Persaingan diizinkan dan dianjurkan

2. Perpindahan barang tak boleh dihalangi, harus dijamin bebas.

3. Persaingan tidak boleh menimbulkan monopoli.

4. Tidak dibenarkan campur tangan terhadap fungsi pasar

18
5 Hubungan 1. Majikan berhak atas kejujuran dan kemampuan karyawan
Majikan dan
2. Kepemimpinan membutuhkan beban tanggung jawab.
Karyawan
3. Tiap orang adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas bawahan yang
dipimpinnya.

4. Mendisiplinkan Pegawai harus secara pribadi tidak boleh di depan orang

Berikut ini adalah data praktek-praktek yang etis yang terdapat dalam hukum Islam
dan dalam literatur Islam.
1. Menghindari tirani, setan, sombong, dan hal lain yang jelek.
2. Menjamin “self dependence” dan “self worth”
3. Kerja sama dengan yang lain baik waktu susah maupun waktu gembira.
4. Mematuhi peraturan dari tiap perjanjian
5. Membeli dan menjual dengan cara sopan dan sederhana.
6. Jangan menipu, berbohong, sewaktu membeli dan menjual.
7. Pelajari transaksi.
8. Menghindari transaksi jika ada keraguan tentang kesesuaiannya dengan prinsip islam.
9. Berikan toleransi dalam transaksi peminjaman, yaitu memperpanjang jatuh tempo
peminjaman jika ia tidak mampu membayar pada tanggal jatuh tempo.
10. Jangan menjual barang yang dilarang dalam islam
11. Jangan melakukan pembelian di depan yang dinilai tidak etis sebab rincian komoditi
yang dibeli bisa berubah pada saat pengirimannya.
12. Pakai timbangan yang adil, ukuran yang benar, sehingga tidak ada yang dirugikan
dengan cara curang.
13. Bayar utang pada tanggal jatuh tempo.
14. Jangan membeli dan menjual produksi yang dicuri jangan berjudi untuk tujuan apa
pun termasuk lotere.
15. Jangan memakan riba (bunga) islam membenarkan menginvestasi uang, tetapi
investasi yang membebani bunga yang akan dibayar dilarang dan dianggap tidak etis.

E. Syariah Islam dalam Bisnis


19
Kata syariah yang sering kita dengar adalah pengindonesiaan dari kata Arab, yakni
as-Syariah al-Islamiyyah. Menurut Ibn al-Manzhur yang telah mengumpulkan
pengertian dari ungkapan dalam bahasa Arab asli dalam bukunya Lisan al’Arab . Secara
bahasa syariah itu punya beberapa arti. Di antara artinya adalah masyra’ah al-mâ’
(sumber air). Hanya saja sumber air tidak mereka sebut syariah kecuali sumber itu airnya
sangat berlimpah dan tidak habis-habis (kering). Kata syariah itu asalnya dari kata kerja
syara’a. kata ini menurut ar-Razi dalam bukunya Mukhtar-us Shihah, bisa berarti nahaja
(menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-al masâlik (menunjukkan jalan).
Sedangkan ungkapan syara’a lahum – yasyra’u – syar’an artinya adalah sanna
(menetapkan). Sedang menurut Al-Jurjani, syariat bisa juga artinya mazhab dan thariqah
mustaqimah atau jalan yang lurus. Jadi arti kata syariah secara bahasa banyak artinya.
Ungkapan syariah Islamiyyah yang kita bicarakan maksudnya bukanlah semua arti
secara bahasa itu. Imam al-Qurthubi menyebut bahwa syariah artinya adalah agama yang
ditetapkan oleh Allah SWT untuk hamba-hambaNya yang terdiri dari berbagai hukum
dan ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu disebut syariah karena memiliki
kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk
hidup. Maknanya menurut Ibnu Al Manzhur syariah itu artinya sama dengan agama.

Pengertian syariat Islam bisa kita peroleh dengan menggabungkan pengertian syariat
dan Islam. Untuk kata Islam, secara bahasa artinya inqiyâd (tunduk) dan istislam li Allah
(berserah diri kepada Alah). Hanya saja Al-Quran menggunakan kata Islam untuk
menyebut agama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad saw. Firman Allah
menyatakan :

...     


  
     
    
      

“.... pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al-Maidah: 3).

20
Adapun dalam rangka meningkatkan fungsi bisnis sebagai alat untuk menyejahterakan
manusia dan sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT maka perlu adanya
penjabaran syariah Islam dalam bisnis tersebut. Adapun pembahasannya hanya sebatas
bisnis yang halal dan baik, riba dan zakat.

1. Halal dan Baik

Dalam melakukan kegiatan bisnis sering kali kegiatan yang dilakukan hanya
menerapkan konsep penjualan, di mana produsen atau penjual hanya menguntungkan
dirinya sendiri yaitu meraup keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
kesejahteraan konsumen atas pemakaian produk tersebut. Agar bisa menguntungkan
kedua belah pihak maka perlu diatur dasar-dasar kegiatan bisnis yang halal dan baik.
Hadirnya syariah Islam dalam kegiatan bisnis maka akan diperolehnya pemenuhan
kebutuhan kedua belah pihak dengan tidak saling membohongi dan saling merugikan.
Dengan konsep halal dan baik dalam setiap aktivitas bisnis akan membawa dampak
positif baik bagi produsen dalam hal penjualan produk yang dapat memberikan
kesejahteraan bagi konsumen yang akan berimbas pada peningkatan kepercayaan dari
konsumen atas produk yang dibuat sehingga bisa meningkatkan volume penjualan di
periode berikutnya. Di sisi lain, bagi konsumen sendiri akan mendapatkan manfaat
atas barang tersebut dengan tidak membahayakan hidupnya. Oleh karena itu, kegiatan
bisnis harus dilakukan secara benar atau baik dan juga dilingkupi prinsip halal.

Kata halal berasal dalam bahasa Arab berasal dari kata halla yang berarti lepas
atau tidak terikat. Secara etimologi kata halal berarti hal-hal yang boleh dan dapat
dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang
melarangnya, atau bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya
duniawi dan ukhrawi. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa halal mampu menjauhkan
dari hal-hal yang merugikan baik itu di dunia maupun yang akan berakibat buruk bagi
kehidupan di akhirat kelak. Halal lebih mengedepankan kebaikan bagi semua pihak
karena pada dasarnya aturan halal itu sendiri berasal dari Al-Quran yang merupakan
pedoman hidup manusia yang berasal dari Allah SWT. Dalam kaitannya dengan
kegiatan bisnis halal harus mencakup semua aspek kegiatan bisnis tersebut di mana
bisnis yang dilakukan harus berpedoman pada Al-Quran dan Hadits. Apabila dilihat
dalam suatu proses penjualan suatu produk maka untuk bisa menghasilkan suatu
produk yang halal harus diperhatikan dalam proses barang tersebut. Di mana halal

21
harus ada dalam proses produksi yang mencakup bahan-bahan pembuat produk
tersebut berasal dari yang halal (tidak haram) dan diperoleh dengan cara yang halal
pula. Begitu juga dengan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses produksi
harus dilakukan dengan cara yang halal, hingga proses pemasarannya pun harus tetap
dalam prinsip halal hingga sampai ke tangan konsumen.

Dalam bisnis prinsip halal pada dasarnya jangan dipisahkan dari prinsip bisnis
yang baik, karena pada dasarnya halal itu bisa disempurnakan apabila hal tersebut
baik. Sebagaimana firman Allah SWT,

     


      
   

“ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepada-Nya.”(Q.S. Al-Maaidah: 88).

Allah telah menghamparkan bumi ini sebagai rezeki bagi umat


manusia, manusia mempunyai kemampuan untuk mengelolanya
sebagai ladang usaha. Namun Allah memerintahkan kita untuk
mempergunakannya dalam usaha yang halal dan baik. Dari
penjelasan sebelumnya kita tahu bahwa bisnis yang halal itu
didasarkan pada Syariat Islam dan bisnis yang baik itu lebih
ditekankan pada etika dan moral dalam bisnis yang diakui oleh
masyarakat. Dengan memperhatikan kedua prinsip tersebut
diharapkan bisnis yang dijalankan akan mengantarkan kita pada
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

2. Riba

22
   
     
  
    
   
   
   
    
    
    
   
     


“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.”(Q.S. Al-Baqarah: 275).

Dari ayat di atas jelas bahwa Islam telah mengharamkan riba dalam segala
bentuk baik itu sedikit maupun dalam jumlah yang banyak. Riba sudah jelas akan
sangat menyengsarakan satu pihak di mana pihak lain mengambil hak-hak orang lain.
Oleh karena itu, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, karena
dengan jual beli akan saling menguntungkan satu sama lain.

Asal kata riba berasal dari bahasa Arab yang artinya lebih atau tambahan.
Sedangkan menurut istilah riba adalah kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa
ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah seorang yang melakukan akad atau
transaksi.(Haludhi, 2004:34). Tidak berbeda dengan penjelasan sebelumnya Rasjid

23
(2005:290) menjelaskan bahwa riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran
tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat
menerimanya. Dari kedua definisi tersebut jelas bahwa riba itu merupakan kelebihan
dari pokok yang ditukarkan dengan adanya suatu ketidakjelasan akan ukuran yang
terjadi atas suatu transaksi tersebut. Menurut sebagian besar ulama fikih bahwa riba
dibagi ke dalam 4 macam, yaitu:

a) Riba fuduli (lebih) adalah riba yang disebabkan penukaran barang yang sejenis
yang tidak sama ukuran dan jumlahnya. Misalnya satu ekor sapi ditukar dengan
satu ekor sapi yang tidak sama ukurannya.

b) Riba Qardhi (hutang) adalah riba dengan sebab hutang dengan syarat menarik
keuntungan (bunga) dari orang yang berutang. Misalnya, si A pinjam uang kepada
si B sebesar Rp 1.000.000,- si B mengharuskan kepada si A agar ketika
mengembalikan utangnya diberi tambahan sebesar Rp 100.000,- sehingga menjadi
Rp 1.100.000,-.

c) Riba Nasiah adalah tambahan yang disyaratkan sebagai kompensasi atas


penundaan atau penangguhan utang. Misalnya, pada contoh poin b di atas, si A
tidak bisa mengembalikan utang pada waktu yang telah ditentukan, kemudian ia
menyanggupi akan memberi tambahan pembayaran sebagai imbalan penundaan
pelunasan utangnya kepada si B.

d) Riba yad (tangan) adalah riba dengan sebab berpisah dari tempat akad atau
transaksi jual beli sebelum timbang terima antara penjual dengan pembeli.
Misalnya, seorang membeli satu kuintal gula. Setelah dibayar si penjual langsung
pergi, sedangkan gula itu masih dalam karung dan belum ditimbang apakah cukup
atau tidak.

Riba dilarang juga karena termasuk ke dalam kategori mengambil atau


memperoleh harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Karena kebanyakan riba yang
terjadi adalah adanya suatu tambahan atas suatu pokok dalam suatu transaksi, di mana
transaksi itu lebih mengedepankan keuntungan atas suatu pihak dan menindas pihak
lain. Apabila dilihat dari sudut perkembangan ekonomi suatu negara riba mampu
menjadikan tingkat ekonomi lebih buruk. Riba dapat menghentikan investasi bagi
golongan ekonomi menengah ke bawah, di mana golongan tersebut tidak mampu

24
untuk meningkatkan taraf hidup ekonomi sementara mereka sendiri terlibat dalam
masalah riba.

Dalam pandangan manusia zaman sekarang mereka lebih berpandangan bahwa


kebanyakan kegiatan riba lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan umat,
sementara itu Islam melarang riba. Hukum Islam yang tercantum dalam Al-Quran
sudah jelas tidak bertentangan dengan susunan ekonomi modern dan tidak
menimbulkan malapetaka. Dengan perkembangan ilmu ekonomi, kekayaan bukanlah
pengertian yang materil belaka, melainkan daya dan upaya untuk mencapai suatu
maksud. Berhubung dengan adanya pertentangan terus menerus antara para ahli dan
aliran-aliran ekonomi, maka bagi umat yang percaya pada Al-Quran dianjurkan untuk
mengadakan penyelidikan secara terus menerus, supaya mencapai kebenaran, yaitu
hukum-hukum Islam adalah hukum yang dapat membawa umat manusia kepada
kesejahteraan dalam kehidupannya. Oleh karena itu , dilaranglah riba baik yang terang
maupun yang samar. Persoalan riba merupakan masalah yang pokok, masalah yang
pokoknya adalah harga yang adil. Riba adalah kelebihan harga yaitu keuntungan yang
diperoleh dari orang lain yang dimakan oleh orang yang mampu, karena orang yang
mampu mempunyai kedudukan yang lebih kuat seperti kreditur dalam pelayanannya
kepada debitur, atau seorang majikan yang mengurangi upah buruhnya. Juga
keuntungan yang diperoleh oleh kaum monopoli ketika menentukan harga barang
paling tinggi tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat ini tiada lain adalah
pemerasan. Sifat terpenting dalam riba adalah tidak melihat prestasi seseorang dan
hanya harus tunduk pada keadaan. Dalam masyarakat materialistis di mana riba selalu
ada, maka akan selalu timbul kekacauan.

Memang dalam penyesuaian dengan keadaan ekonomi sekarang seseorang banyak


berbeda pendapat mengenai masalah riba ini. Menurut para ahli terdahulu, katakanlah
Muhamad Abduh, ia menjelaskan bahwa tidak semua tambahan di atas modal pokok
diharamkan. Menurut beliau pinjaman yang memakai bunga diperbolehkan, bila
masyarakat menghendaki, asal tidak mengabaikan rasa keadilan, rasa persaudaraan,
bersifat menolong , dan tidak memberatkan yang berutang. Berbeda dengan pendapat
sebelumnya, H.M. Boestami dari Surabaya berpendapat bahwa bank itu haram
hukumnya. Tidak perlu kita berhela ke sana kemari, Allah SWT Maha Mengetahui
apa yang terang dan apa yang tersembunyi. Bunga itu haram dari segala seginya.
Dengan keadaan yang terpaksa itu yang haram akan tetap haram, sedikitnya haram,
25
banyaknya haram, baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perantara).
Dengan memandang hikmah larangan syariat serta memperhatikan Qaidah Ushul soal
bank tersebut adalah haram. Sedangkan menurut Buya Hamka, yang sudah jelas
dalam riba adalah suatu bunga yang bersifat pemerasan yang hebat dari orang yang
punya kepada orang berutang yaitu yang disebut Ad’afan Mudha’afah yang artinya
berlipat-lipat dan berlipat lagi, seperti halnya pinjaman lintah darat.

Dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui beberapa bahaya yang dapat
ditimbulkan dari praktek riba di antarnya,

 Menghalangi manusia dari kesibukan bekerja karena orang yang melakukan riba
yakin bahwa dengan riba ia akan menjadi kaya raya dan setiap hari akan
menghitung-hitung bunga.

 Menimbulkan kerawanan sosial karena kesenjangan yang melebar antara kaya


(pemberi riba) dengan miskin (pemakan riba).

 Menyebabkan terputusnya sikap yang baik antara sesama manusia dalam bidang
pinjam meminjam.

 Bisa menimbulkan permusuhan antar pribadi.

Kita harus mengetahui dalam Khotbah Rasulullah saw di Mina sebagai Khotbah
Wada’, beliau bersabda” Ketahuilah bahwa saat ini segala macam riba jahiliah tidak
berlaku lagi, modal asalmu boleh kamu ambil, kamu tidak dianiaya dan tidak
menganiaya. Dan riba mula-mula sekali ditinggalkan ialah riba Abbas. Abbas Abdul
Muthalib adalah paman beliau sendiri, menerima peraturan Rasulullah saw.

3. Zakat

Zakat pada dasarnya merupakan tatanan sosial yang dimiliki Islam, yang
memiliki dampak yang besar dalam memperkecil kesenjangan antara si kaya dengan
si miskin, karena dalam konsep Islam harta adalah milik Allah, orang yang memiliki
harta tidak sepenuhnya ia memilikinya ada hak-hak orang lain yang harus
dipenuhinya dari harta tersebut. Oleh karena itu, hak-hak tersebut harus diberikan
setiap waktu sesuai dengan ketentuan syariat.

26
Zakat menurut bahasa berarti suci, sedangkan menurut syariah berarti
memberikan sebagian harta yang telah nishab kepada orang-orang yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan syariah. Firman Allah SWT,

    


     
     
      


“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu


kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.” (Q.S. At-Taubah:103)

Zakat merupakan salah satu rukun islam, oleh sebab itu hukum zakat wajib
(fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah Ternak, Mas/Perak (dengan nishab 96 gram
dan zakatnya 2,5 %), Hasil pertanian, Perdagangan (nisabnya senilai 96 gram mas dan
zakatnya 2,5 %), dan Harta karun.

Zakat terbagi atas dua tipe yakni :

a) Zakat Fitrah : Zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada
bulan Ramadhan. Besar zakat ini setara dengan 2.5 kilogram makanan pokok yang
ada di daerah bersangkutan.
b) Zakat Maal : Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut,
hasil ternak, harta temuan, emas, dan perak.
Sedangkan orang-orang yang berhak mendapatkan zakat sudah tercantum
dalam firman Allah SWT, pada surat At-Taubah ayat 60.
  
   
 
    
    
27
     
      
“ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para Muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah :60)
Adapun penjelasan ashnaf atau mustahik zakat dilihat dari mazhab Hanafi
diantarnya:
a) Fakir, yaitu orang yang mempunyai harta kurang dari satu nisab, atau
mempunyai satu nisab atau lebih tetapi habis untuk keperluannya.

b) Miskin, yaitu orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.

c) Amil, yaitu orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.

d) Muallaf, yaitu mereka tidak diberi zakat lagi sejak masa khalifah pertama.

e) Hamba, yaitu hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh
menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lain.

f) Berutang, yaitu orang yang terlilit utang, sedangkan jumlah hartanya di luar
utang tidak cukup satu nisab, dan dia diberi zakat untuk membayar utangnya.

g) Sabilillah, yaitu balatentara yang berperang pada jalan Allah.

h) Musafir, yaitu orang yang dalam perjalanan dan kehabisan bekal, dan orang
ini diberi bekal sesuai dengan keperluannya.

Zakat tidak hanya berfungsi sebagai salah satu ibadah seorang hamba kepada
Allah namun juga mempunyai beberapa manfaat lainnya. Apabila dilihat dari segi
manfaatnya maka zakat mempunyai makna yang dilihat dari segi agama, akhlak, dan
sosial kemasyarakatan.

Faedah Diniyah (segi agama)

a) Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari Rukun Islam yang
menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.

28
b) Merupakan sarana bagi hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabb-Nya, akan
menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam
ketaatan.
c) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, sebagaimana
firman Allah : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” ( Q.S. Al-
Baqarah : 276 )
d) Zakat merupakan sarana penghapus dosa.

Faedah Khuluqiyah (segi akhlak)

a) Menambahkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi
pembayar zakat.
b) Pembayaran zakat biasanya identik dengan sifat rahanah (belas kasih) dan lembut
kepada saudaranya yang tidak punya.
c) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.

Faedah Ijtimaiyyah (Segi Sosial Kemasyarakatan )

a) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup pada fakir
miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
b) Memberikan dukungan kekuatan dari kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi
mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adakah
mujagidin fi sabillilah.
c) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa jengkel yang ada
dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bahwa biasanya jika melihat mereka
yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang
tidak bermanfaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta
yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu
akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
d) Zakat memau pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan
melimpah.
e) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena
ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak
pihak yang mengambil manfaat.

Hikmah zakat
29
a) Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang
miskin
b) Pilar amal jama’i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da’i yang
berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT
c) Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
d) Alat membersihkan harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat
e) Ungkapan rasa syukur aras nikmat yang Allah SWT berikan
f) Untuk pengembangan potensi umat
g) Dukungan moral kepada orang yang baru masuk islam
h) Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan dalam makalah ini maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
nilai-nilai Islam itu penting keberadaannya dalam suatu aktivitas bisnis, di mana nilai-
nilai tersebut akan membawa manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Dengan mengetahui hakikat kehidupannya manusia akan semakin berhati-hati dalam

30
berbisnis, mereka akan senantiasa melakukan yang terbaik di setiap waktu yang mereka
miliki. Semuanya dipersiapkan untuk bekal kehidupan di akhirat kelak.
Sementara itu manusia juga harus mengetahui akan hakikatnya sebagai khalifah Allah
atau sebagai wakil Allah yang mengurus bumi. Segala alam beserta isinya telah Allah
jadikan rezeki bagi manusia untuk diolah dan didayagunakan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia. Dengan hakikat khalifah di muka bumi bukan berarti manusia dapat
berbuat sekehendak hati mereka walaupun pada dasarnya khalifah itu sendiri
mengandung unsur kebebasan. Manusia secara bebas harus mampu mengolah sumber
daya alam ini secara kreatif dan dengan tetap memperhatikan aturan syariah Islam. Alam
ini bisa dijadikan sebagai sumber untuk berbisnis, di mana pada dasarnya bisnis itu
sendiri adalah pemenuhan kebutuhan orang lain dan pemenuhan kebutuhan diri kita
sendiri. Bisnis bisa dijadikan sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan juga
sebagai upaya dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Allah SWT telah
memerintahkan manusia untuk bekerja dan mencari nafkah untuk pemenuhan kebutuhan
kita agar tetap bisa beribadah kepada Allah, sehingga bekerja adalah kewajiban.
Sementara itu, aktivitas bisnis merupakan sarana untuk saling tolong-menolong di mana
orang yang mempunyai kelebihan harta bisa menolong orang-orang yang lemah dan
kekurangan harta. Oleh karena itu, bisnis dalam pandangan Islam harus mempunyai
tujuan dalam peningkatan kesejahteraan umat manusia bukan hanya kepentingan diri
sendiri.
Untuk menjaga kebaikan-kebaikan dalam bisnis maka harus diperhatikan pula etika
atau prilaku dalam berbisnis. Secara jelas Islam mampu mengatur etika berbisnis yang
didasarkan pada Al-Quran dan Al Hadits. Dengan didasarkan pada etika-etika Islam
dalam berbisnis maka tidak akan ada penindasan terhadap orang lain, karena etika Islam
adalah pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, individu dan negara.
Selain daripada itu, ada beberapa syariah yang penting yang harus ada dalam nilai-
nilai bisnis seperti bisnis yang halal dan baik, terhindar dari riba, dan mampu menjadikan
zakat sebagai dasar dalam peningkatan kesejahteraan umat manusia.
B. Saran
Dengan melihat fakta yang terjadi saat ini banyak sekali para pengusaha yang hanya
mementingkan dirinya sendiri dengan tidak memperhatikan kaidah-kaidah Islam. Mereka
percaya bahwa kebahagiaan di dunia ini hanya bisa diperoleh dengan tangan mereka
sendiri dengan menghalalkan segala cara, namun pada akhirnya tidak sedikit dari mereka
yang mengalami kerugian atas apa yang mereka lakukan. Islam adalah agama yang
31
sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan hingga hal-hal yang terkecil pun diatur
untuk kebaikan manusia. Oleh karena itu, bisnis akan sangat dirasakan manfaatnya
apabila bisnis yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan Syariah Islam. Bisnis harus bisa
dijadikan salah satu bentuk ibadah untuk kehidupan akhirat dan juga mampu membantu
dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Kita harus melakukan bisnis yang terhindar
dari riba, karena riba merupakan alat untuk melakukan penindasan terhadap kaum lemah.
Bisnis yang dilakukan haruslah sesuai dengan etika dan moral Islam sehingga diridai oleh
Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I dan Nurdin, M.(2001). Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta

An-Nabhani, T.(2002). Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam. Surabaya:


Risalah Gusti.

Departemen Agama.(2005).Al-Quran dan Terjemahnya:Al-Jumaanatul ‘Alii. Bandung:


J-ART

32
Harahap, Sofyan S.(2001). Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

NN.(2009). Unit Pembangunan Halal. [Online]. Tersedia: http://www.google.com/gwt/n?


u=http%3A%2F%2F74.125.77.132%2Fsearch%3Fq%3Dcache%3AzSt1kjXZvzMJ
%3Awww.jais.sarawak.gov.my%2FHalal%2FAmPengenalanHalal.htm%2Bpengertian
%2Bhalal%2Bdalam%2Bislam%26hl%3Den%26ct%3Dclnk%26cd
%3D2&_gwt_noimg=1

Qadhrawi, Y.(2004). Peranan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Robani
Press.
Rasjid, S.(2005). Fiqh Islam. Bandung: Sinar baru Algensindo.

Said, A dan Haludhi, K.(2004). Integritas dan Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam.
Solo: Tiga Serangkai.

Sarwat, A.(2009). Hakikat Hidup di Dunia. [Online]. Tersedia: http://www.


kebunhikmah.com/articledetail.php%3Fartid
%3D54+hakikat+hidup+islam&hl=id&ct=clnk&cd=4&gl=id&client=firefox-a.[03 Maret
2009].

Syamsulfalah.(2008). Etika Bisnis dalam Islam. [Online]. Tersedia: http://www.


wordpress.com%2F2008%2F03%2F16%2Fetika-bisnis-dalamislam
%2F&_gwt_noimg=1.[03 Maret 2009].

33

Anda mungkin juga menyukai