BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Banyak macam ideologi di dunia ini. Hampir masing-masing negara mempunyai
ideologi tersendiri yang sesuai dengan negaranya, karena ideologi ini merupakan dasar
atau ide atau cita-cita negara tersebut untuk semakin berkembang dan maju. Namun,
dengan semakin berkembangnya zaman, ideologi negara tersebut tidak boleh hilang dan
tetap menjadi pedoman dan tetap tertanam pada setiap warganya. Begitu juga dengan
Negara Indonesia.
Ideologi negara Indonesia adalah Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila ini
dijadikan sebagai pandangan hidup bagi bangsa Indonesia dalam mengembangkan negara
Indonesia dalam berbagai aspek. Dengan ideologi inilah bangsa Indonesia bisa mencapai
kemerdekaan dan bertambah maju baik dari potensi sumber daya alam maupun sumber
daya manusianya. Namun dengan seiring barjalannya waktu, semakin maju zaman, dan
semakin maju teknologi seolah-olah ideologi Pancasila hanya sebagai pelengkap negara
agar tampak bahwa Indonesia sebuah negara yang merdeka dan mandiri. Banyak tingkah
laku baik kalangan penjabat maupun rakyatnya bertindak tidak sesuai dengan ideologi
Pancasila. Ada beberapa faktor mengapa bangsa kita sedikit melenceng dari ideologi
Pancasila. Selain semakin berkembangnya ideologi-ideologi luar atau selain Pancasila
tetapi juga bangsa Indonesia kurang mengerti ideologinya dan bahkan tidak tahu sama
sekali. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini dengan judul Pancasila sebagai
Ideologi nasional agar kita dapat mengenal ideologi kita dan bertindak sesuai dengan
ideologi kita.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut
Apa pengertian asal mula Pancasila?
Bagaimana kedudukan dan fungsi Pancasila?
Bagaimana perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di
dunia?
TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
Mengetahui pengertian asal mula Pancasila.
Mengetahui kedudukan dan fungsi Pancasila.
Mengetahui perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di
dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
Apabila ditelusuri secara historisistilah ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan
oleh seorang perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Seperti halnya Leibniz, de Tracy
mempunyai cita-cita untuk membangun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan
impiannya sebagai “one great system of truth”, dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala
kebenaran ilmiah, maka de Tracy menyebutkan “ideologie”, yaitu”science of ideas”, suatu
program yang diharapkandapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat perancis.
Namun Napoleon mencemoohkan-nya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai
artipraktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan menemukan kenyataan.
(Pranarka, 1987).
Maka ideologi Negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi
suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakikatnya merupakan asas kerohaniannyayang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup,
pedoman hidup,pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan,
dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan
kesediaan berkorban (Notonegoro, Pancasila Yuridis Kenegaraan, tanpa tahun, hal
2,3)
3.2 Ideologi terbuka dan ideologi tertutup
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi terbuka itu
merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup itu merupakan suatu
sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari berbagai ciri khas. Ideologi
itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-cita suatu
kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui
masyarakat. Dengan demikian adalah menjadi cita-cita ideologi tertutup, bahwa atas nama
ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
Ideologi partikular dan ideologi komprehensif
Dari segi sosiologis pengetahuan mengenai ideologi dikembangkan oleh Karl Mannhein
yang beraliran Marx. Mannhein membedakan dua macam kategori secara sosiologis, yaitu
ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat komprehensif. Kategori pertama
diartikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang tersusun secara sistematis yang terkait erat
dengan suatu kelas social tertentu dengan masyarakat (Mahendra, 1999). Kategori kedua
diartikan sebagai suatu system pemikiran menyeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial
ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita melakuakn transformasi sosial secara besar-
besaran.
Hubungan antara filsafat dan ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang secara
epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman hidup
manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara,
tentag makna hidup serta sebagai dasar pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan (Abdulgani, 1986).
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh
yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis dan bersumber kepada filsafat.
Dengan kata lain, ideologi sebagai system of trought mencari nilai, norma dan cita-cita yang
bersumber kepada filsafat.
Jadi filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang menyangkut
stategi dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa dan Negara, termasuk di dalamnya
menentukan sudut pandang atau filsafat hidup yang merupakan norma ideal yang melandasi
ideologi (Kaelan, 2004).
Manusia dalam mewujudkan tujuannya untuk meningkatkan harta dan martabatnya, dan
kenyataannya senantiasa membutuhkan orang lain. Oleh karena itu manusia membutuhkan suatu
lembaga bersama untuk melindungi haknya, dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu
negara. Negara sebagai lembaga kemasyarakatan, sebagai organisasi hidup manusia senantiasa
memiliki cita-cita dan harapan, ide-ide serta pemikiran-pemikiran yang secara bersama
merupakan suatu yang orientasi yang bersifat dasariah bagi semua tindakan dalam hidup
kenegaraan.
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat
aktual, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasila adalah bersifat
aktual, dinamis, aspiratif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan
ideologi pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasaryang terkandung di dalamnya, naun
mengeksplisitkan wawasannya secara lebih komplit, sehingga memiliki kemampuan reformatif
untuk memecahkan masalah-masalah actual yang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan
iptek serta zaman.
Menurut Kaelan berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka, nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut :
Nilai dasar yaitu : hakikat kelima sila pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kesatuan, kerakyatan dan keadilan.
Nilai instrumental yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaanya.
Nilai praksis yaitu merupakan realisassi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi
perkembangan yang bersifat nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (BP-7 Pusat, 1994).
Oleh karena itu pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi yaitu:
Dimensi idealis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasilayang bersifat
sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam
sila-sila pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Dimensi normatif yaitu nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam
suatu sistem norma, sebagaimna terkandung dalam norma-norma kenegaraan.
Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat.
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Paham Ideologi Besar Lainnya Di Dunia
Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berkembang melalui
proses yang cukup panjang. Pada awalnya bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia yaitu dalam adat istiadat, serta dalam agama-agama yang bangsa Indonesia sebagai
pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu ideologi Pancasila, ada pada kehidupan bangsa terlekat
pada kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Ideologi Pancasila mendasarkan sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial, yaitu dalam ideologi Pancasila mengakui kebebasan individu. Namun dalam hidup
bersama juga harus mengakui hak dan kebebasan orang lain. Selain itu bahwa manusia menurut
Pancasila berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa. Dalam
hal ini nilai-nilai ketuhanan senantisa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup bermasyarakat.
Hakikat serta pengertiannya sebagai berikut.
Paham Negara Persatuan
Hakikat negara kesatuan adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur
yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, golongan
kebudayaan, dan agama; wilayah yang terdiri beribu-ribu pulau. Pengertian Persatuan Indonesia
dalam Pembukaan UUD 1945 negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham
perseorangan. Jadi, negara persatuan bukanlah negara yang berdasarkan pada individualisme dan
golongan. Oleh karena itu, negara persatuan adalah negara yang memiliki sifat persatuan
bersama, bedasarkan kekeluargaan serta tolong menolong atas dasar keadilan sosial (Kaelan,
2004).
Paham Negara Kebangsaan
Bangsa merupakan suatu persekutuan hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki
tujuan tertentu (Kaelan, 2004). Sedangkan bangsa yang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu
serta memiliki tujuan tertentu maka disebut negara. Menurut M. Yamin, bangsa Indonesia dalam
merintis terbentuknya suatu negara dalam panggung politik internasional melalui tiga fase, yaitu
zaman Sriwijaya, zaman Majapahit, dan Nasionale Staat yaitu negara kebangsaan Indonesia
Modern menurut susunan kekeluargaan dan berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa serta
kemanusiaan.
Hakikat Bangsa
Pada hakikatnya bangsa merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia dalam
merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu deklarasi bangsa Indonesia
dalam pembuikaan UUD 1945 dinyatakan bahwa “... kemerdekaan adalah hak segala bangsa”.
Pernyataan tesebut merupakan suatu pernyataan universal hak kodrat manusia sebagai bangsa.
Teori Kebangsaan
Teori-teori kebangsaan tersebut adalah sebagai berikut.
Teori Hans Kohn
Yang dikatakan bangsa yaitu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
wilayah, negara, dan kewarganegaraan.
Teori Ernest Renan
Menurut Renan pokok-pokok pikiran tentang bangsa sebagai berikut:
Bangsa adalah satu jiwa, suatu asas kerohanian
Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
Bangsa adalah suatu hasil sejarah
Bangsa bukan suatu yang abadi
Wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa.
Faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa sebagai berikut:
Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau
Keinginan hidup yang lebih baik
Penderitaan bersama
Modal sosial.
Teori Gepolitik oleh Frederick Ratzel
Teori geopolitik merupakan teori yang mengungkapkan hubungan antara wilayah
geografi dengan bangsa. Teori tersebut menyatakan bahwa negara adalah merupakan
suatu organisme hidup.
Negara kebangsaan Pancasila
Sintesa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dituangkan dalam suatu asas kerohanian
yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Unsur-unsur
pembentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:
Kesatuan sejarah
Kesatuan nasib
Kesatuan kebudayaan
Kesatuan wilayah
Kesatuan asas kerohanian
Paham Negara Integralistik
Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan
keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia.
Paham integralistik pertama kali diusulkan oleh Soepomo pada sidang BPUPKI yang berakar
pada budaya bangsa.
Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga,
kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, kelompok-kelompok yang
hidup dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu pulau yang memiliki kekayaan budaya
yang beraneka ragam. Keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan integral baik lahir maupun
batin (Kaelan, 1996: 132).
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan
hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun masyarakat. Hal ini
menyatakan paham negara integralistik tidak memihak yang kuat, tidak mengenal dominasi
mayoritas dan tidak juga mengenal tirani minoritas (Aziz, 1997).
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah
kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara. Dalam pengertian ini negara Pancasila
pada hakikatnya adalah negara Kebangsaan yang Ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Landasan
pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah sebagai Sang Pencipta segala sesuatu.
Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah makhluk Tuhan maka bangsa dan
negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan, demikian pula warganya juga
Berketuhanan Yang Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 telah memberikan sifat khas kepada negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan
negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan
negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu. Negara kebangsaan Indonesia
adalah negara yang mengakui Tuhan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, yaitu negara Kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa.Negara tidak memaksakan
agama seseorang karena agama merupakan suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati
sanubari dan tidak dipaksakan. Dalam hal ini, negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk
untuk memeluk agama dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Setiap umat beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan
spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari
setiap warga Negara pada umumnya dan para penyelenggara negara khususnya, berdasarkan
nilai-nilai Pancasila.
Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Oleh karena sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber nilai, dan sumber
norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik yang bersifat material dan spiritual.
Masalah-masalah yang menyangkut penyelenggaraan negara dalam arti material antara lain,
bentuk negara tujuan negara, tertib hukum, dan sistem negara. Adapun yang bersifat spiritual
antara lain moral agama dan moral penyelenggaraan negara.
Sila “ Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita
kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara.
Dengan dasar sila ini, maka politik negara mendapat dasar moral yang kuat, menjadi dasar yang
memimpin kerohanian arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan
(Kaelan dalam Hatta, 2004: 134).
Hakikat “Ketuhana Yang Maha Esa” secara ilmiah filosofis mengandung makna
terdapat kesesuaian hubungan sebab akibat antara Tuhan, manusia dengan Negara. Kedudukan
kodrat manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu terdapat
hubungan sebab akibat yang langsung antara Tuhan dengan manusia karena manusia sebagai
makhluk Tuhan. Adapun hakikat Tuhan adalah “causa prima” (sebab pertama) (dalam
Notonagoro, 1975).
4.2 Hubungan Negara dengan Agama
Menurut Pancasila, negara berdasar atas Tuhan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Rumusan yang demikian ini, menunjukkan pada kita bahwa Negara
Indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bukan Negara sekuer yang memisahkan Negara
dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa Negara sebagai persekutuan hidup adalah
berketuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus
sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Nilai-nilai yang berasal dari Tuhan
yang pada hakekatnya adalah Hukum Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala
norma, terutama bagi hukum positif di Indonesia.
Negara pancasila pada hakikatnya mengatasi segala agama dan menjamin kehidupan
agama dan umat beragama, karena beragama merupakan hak asasi yang bersifat mutlak.
Pada pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga Negara untuk
memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-
masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah Negara yang merupakan
pemjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah
sebagai pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Hubungan Negara dengan Tuhan menurut agaman pancasila adalah sebagai berikut:
Ideologi liberal
Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme, materialisme, dan
empirisme. Rasionalisme adalah paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran
tertinggi. Materialisme adalah paham yang meletakkan materi sebgai nilai tertinggi. Sedangkan
empirisme mendasarkan atas kebenaran fakta empiris yang meletakkan kebebasan individu
sebagai nilai teringgi dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Liberalisme memiliki prinsip bahwa rakyat adalah ikatan individu-individu yang bebas
dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara. Kebebasan manusia
dalam realisasi demokrasi senanstiasa berdasarkan atas kebebasan individu di atas segala-
galanya. Rasio merupakan hakikat tingkatan tertinggi dalam negara sehingga dimungkinkan
kedudukannya masih lebih tinggi dari nilai religius. Hal ini harus dipahami karena demokrasi
mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar inilah perbedaan
sifat serta karakter bangsa yang sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi yang
hanya berdasarkan liberalisme. Indonesia sendiri pada era reformasi ini yang tidak semua orang
memahami makna demokrasi sehingga penerapannya tidak sesuai dengan kondisi bangsa
sehingga menimbulkan berbagai konflik (Kaelan, 2004).
Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan,
dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan walaupun ketentuan tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU Aborsi di Irlandia tetap diberlakukan
walaupun ditentang oleh Gereja dan agama lain (Kaelan, 2004).
Berdasarkan pandangan filosofis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa dalam sistem
negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan agama atau yang bersifat
sekuler.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ditinjau dari kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam
yaitu: asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Asal mula yang
langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi
kemerdekaan, sedangkan asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula
sebelum proklamasi kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam
pandangan hidup sehari-hari bangsa Indonesia.
Kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, serta sebagai ideology bangsa dan
negara Indonesia.
Perbandingan ideologi Pancasila dengan paham ideologi besar lainnya di dunia
adalah ideologi Pancasila berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil
dan beradab, menjunjung persatuan dan kesatuan serta berkebangsaan yang
kerakyatan dan berkeadilan sosial.
SARAN
Sebaiknya warga Indonesia memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Menerapkan atau bertindak sesuai dengan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari.
DAFTAR RUJUKAN
Abdulgani, Ruslan. 1998. Pancasila dan Reformasi. Yogyakarta.
Aziz, M. Tobiyin. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Rineka Cipta.
BP-7 pusat.1994. BAhan Penataran P-4, UUD 1945. Jakarta.
Darmodihardjo, Darji. dkk.1996. Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem Hukum
Indonesia. Jakarta: Rajawali.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kusnadi. 1995. Ilmu Negara. Jakarta: Gya Media Pratama.
Mahendra, Y.I. 1999. Ideologi dan Negara. Jakarta: Rajawali.
Notonagoro. 1975. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tujuh.
Notonagoro. ----. Pancasila Yuridis Kenegaraan. ------
Pranarka, A.W.N. 1985. Sejarah tentang Pemikiran Pancasila. Jakarta: CSIS