Anda di halaman 1dari 1

Executive Summary

Kluster Humaniora
Tema: Memetakan humaniora dalam konteks Indonesia
Tim Perumus: Etin Anwar, Fadlolan Musyafa, Merlyna Lim, dan Muhammad Ali

Kluster humaniora mengekplorasi problema, redefinisi, tujuan, dan strategi sosialisasi program
yang berkenaan dengan kajian humaniora. Problema yang menonjol yang mendapat perhatian dari
peserta yang terdiri dan memiliki latar belakang hukum, sastra, filsafat, kebudayaan, pendidikan, ahli
agama, pimpinan organisasi masyarakat, antroplogi, dan teknologi meliputi beberapa hal. Humaniora
dalam kerangka pendidikan nasional menjadi kelas dua karena pemerintah mengutamakan
pembangunan ilmu dan teknologi untuk akselerisasi kemajuan bangsa (nation’s progress). Akibatnya,
terjadi budaya pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak mengindahkan nilai-nilai agama, budaya,
dan kemanusiaan. Teknologi dipelajari bukan dalam rangka menciptakan kesejahteraan bangsa tetapi
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Konsekuensinya, terjadi pemisahan antara ilmu pengetahuan
dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Erosi nilai pun dialami dalam kajian humaniora dimana
kajian-kajian humaniora tidak mengindahkan nilai-nilai agama, budaya, dan kemanusiaan yang bersifat
afektif. Kajian humaniora bukan malah meningkatkan karakter tetapi lebih bersifat informasional dan
deskriptif. Rentetan akibat pendidikan yang tidak mengindahkan karakter dan politik pembangunan
serta menitikberatkan teknologi dan ekonomi melahirkan budaya kekerasan, konflik sosial, korupsi,
tidak berkepribadian, gampang terpengaruh budaya asing, toleransi yang rendah, dan pelecehan
kemanusiaan.

Menyikapi permalahan pendidikan, masyarakat, dan politik yang dihadapi, kluster humaniora
memandang perlunya mendefinisikan kembali istilah humaniora. Humaniora dalam kontek Indonesia
merupakan “cara pandang yang menempatkan paradigma nilai-nilai keindonesiaan, kebudayaan,
kemanusiaan, dan ke-kini-an sebagai elemen yang membentuk karakter bangsa.” Nilai-nilai
keindonesiaan bermuara pada nilai-nilai yang mendasar (fundamental values) dan merupakan landasan
berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai dasar tersebut termasuk Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sumpah pemuda, dan Bhineka Tunggal Ika. Nilai-nilai kebudayaan
merupakan kearifan lokal yang berperan positif dalam membangun karakter individu dan masyarakat.
Nilai-nilai kemanusiaan bermuara pada nilai-nilai yang intrinsik pada manusia terutama menyangkut
nilai kesetaraan (equality) dan penghargaan (respect) pada diri dan sesama manusia terlepas dari
kesukuan, agama, status sosial, dan jenis kelamin.

Integrasi paradigma (cara pandang) humaniora diturunkan dalam nilai-nilai instrumental


(instrumental values) seperti gotong royong, interkoneksi, pluralism, multikulturalisme, tanggungjawab,
peduli, musyawarah dan mufakat. Penjabaran ini dijelmakan melalui tujuan humaniora sebagai berikut.
Secara epistemologi, kajian humaniora ingin memadukan humaniora dengan non-humaniora. Integrasi
ini akan dilakukan melalui revisi kurikulum dan juga pemberian nilai-nilai kemanusiaan, kebudayaan, dan
keindonesiaan pada bidang non-humaniora. Secara ontologis, kajian humaniora merumuskan karakter
bangsa Indonesia. Sementara itu secara aksiologis, nilai-nilai humaniora akan berperan dalam
menciptakan bangsa yang berorientasi pada kehidupan yang lebih baik, memiliki semangat juang dan
kompetisi, mewujudkan keadilan, dan meciptakan peradan Indonesia yang maju. Sosialisasi paradigma
(cara pandang) humaniora ini diharapkan akan membangun bangsa memiliki karakter yang beradab and
citra yang baik di dunia internasional.

Anda mungkin juga menyukai