Anda di halaman 1dari 3

Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.

Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan
konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang
ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan
diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke
UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para
jendral militer ke posisi-posisi yang penting.

PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa
PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama
(Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.

Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam
bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara
Pemuda Indonesia": Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43
batalyon angkatan bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap
kanan. Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah
dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan
untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan
AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah
besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk
kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah "negara bebas".

Di tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan
penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan
penduduk adat.

Era "Demokrasi Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1959-1968)
Sistem Politik Demokrasi Terpimpin dan Dominasi PKI

Sebagai tindak lanjut dari Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 dilakukan penataan
kehidupan politik sesuai dengan ketentuan-ketentuan Demokrasi Terpimpin. Di samping
itu, dibentuk pula lembaga-lembaga negara seperti MPRS, DPR-GR dan Front Nasional.
TNI dan Polisi dipersatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Berdasarkan Penpres No.7 Th.1959 tgl 31 Desember 1959, kehidupan partai politik ditata
dengan dilakukannya penyederhanaan partai.
Partai yang lolos persyaratan adalah : PNI, Partai Masyumi, Partai NU, PKI, Partai
Katolik, Parkindo, PSI, Partai Murba, Partai IPKI, PSII, dan Partai Perti. Namun,
sejumlah tokoh Partai Masyumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI – Permesta,
sehingga partai dibubarkan. Pada saat itu, kekuatan politik yang ada adalah Presiden dan
ABRI serta partai-partai, terutama PKI. Dalam mendukung Presiden, PKI mengutamakan
kepentingan sendiri sehingga dalam bidang politik partai ini dapat memainkan peranan
yang dominan. Tuduhan terhadap PKI yang bersifat kurang Nasionalis dan anti-agama
dijawab bahwa PKI menerima Manipol yang di dalamnya sudah mencakup Pancasila.
Juga anjuran Presiden Soekarno supaya jangan antikomunis sangat menguntungkan PKI
dan menjadikannya aman dari serangan lawan politik. Dalam mewujudkan sosialisme
dan kelak komunisme di Indonesia, PKI menempuh tindakan-tindakan sbb :
1) Dalam negeri : berusaha menyusup ke partai atau ormas yang menjadi lawannya,
kemudian memecah-belah. Di bidang pendidikan mengusahakan agar marxisme-
leninisme menjadi salah satu mata pelajaran wajib. Di bidan militer mencoba mendoktrin
para perwira dengan ajaran komunis.
2) Luar negeri : berusaha mengubah politik luar negeri bebas aktif menjadi politik yang
menjurus ke negara-negara komunis.

Penyelewengan dari Cita-Cita 1945


I. Sistem Ekonomi Terpimpin
Sampai saat ditetapkannya Dekrit Presiden, keadaan ekonomi negara sangat suram,
hal itu disebabkan oleh :
1) Kekacauan Politik pada masa demokrasi liberal sehingga masalah ekonomi tidak
ditangani secara serius
2) Salah urus terhadap perusahaan-perusahaan asing, sehingga menambah beban di
bidang ekonomi; dan
3) Pemberontakan PRRI-Permesta juga menghambat pendapatan negara

Sebagai langkah memperbaiki kondisi ekonomi negara, pada 24 Agustus 1959,


pemerintah melakukan :
1) Pendevaluasian mata uang Rp 1.000,00 dan Rp 500,00 menjadi Rp 100,00 dan Rp
50,00. Mata uang pecahan Rp 100,00 ke bawah tidak didevaluasi. Tujuan devaluasi
itu untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan

2) Pembekuan terhadap semua simpanan di bank yang melebihi jumlah Rp 25.000,00


Namun, tindakan itu tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi, sehingga pada
tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno menyampaikan “Deklarasi Ekonomi” yang
tidak berhasil juga.
Usaha penanggulangan masalah kemerosotan ekonomi mengalami kegagalan karena :
1) Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi melainkan
secara politis.
2) Peraturan yang dikeluarkan Pemerintah sering bertentangan satu sama lain
3) Tidak ada ukuran yang obyektif dalam menilai suatu usaha atau hasil; dan
4) Penyelewengan dan salah urus.
II. Politik Luar Negeri Selama Demokrasi Terpimpin
Pada awalnya, politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif yang mengabdi
pada kepentingan nasional. Bebas berarti tidak memihak salah satu blok (barat/timur),
sedangkan aktif berarti ikut memelihara perdamaian dunia.
Pada masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan politik luar negeri condong mendekati
negara-negara blok timur dan konfrontasi terhadap negara-negara blok barat.
Perubahan arah ini disebabkan oleh :
1) Faktor dalam negeri : dominasi PKI dalam kehidupan politik
2) Faktor luar negeri : sikap negara-negara Barat yang kurang simpati dan tidak
mendukung terhadap perjuangan bangsa Indonesia Dalam rangka politik konfrontasi
ini, diciptakan dua kubu yakni kubu New Emerging Forces (Nefo) yang umumnya
terdiri dari negara-negara nonblok atau komunis atau negara “progresif”. Kubu lain
adalah Old Estabilished Forces (Oldefo) yang umumnya terdiri dari negara-negara
barat.
Indonesia pada masa demokrasi terpimpin menjalankan politik luar negeri tidak lagi
dengan bebas aktif melainkan bersifat konfrontatif terhadap negara-negara barat. Hal
itu dapat dilihat dari :
1) Hubungan yang makin renggang dengan negara-negara Barat, sebaliknya makin
dekat dengan negara-negara Komunis, terutama RRC.
2) Menyelenggarakan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) di Jakarta pada
tanggal 10-22 November 1963.
3) Dalam rangka konfrontasi terhadap Malaysia, pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta,
Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) :
a. Perhebat ketahanan Revolusi Indonesia
b. Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah, Serawak, dan
Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia
Untuk melaksanakan Dwikora, dibentuk Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang
pada bulan Agustus 1964 dijadikan Kabinet Dwikora. Kabinet itu membentuk
Komando Operasi GANYANG MALAYSIA (KOGAM) dengan Presiden sebagai
Panglimanya.
4) Pada tanggal 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan keluar dari PBB sebagai reaksi
langsung diterimanya Malaysia menjadi anggota tidak tetap DK-PBB.
Pada masa demokrasi terpimpin, kemerosotan bidang ekonomi tidak dapat
ditanggulangi sehingga makin jauh dari cita-cita 1945 yang ingin mewujudkan
kemajuan kesejahteraan umum. Politik konfrontasi juga bertentangan dengan cita-cita
ikut serta memelihata ketertiban dunia.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1865277-masa-demokrasi-
terpimpin-bagian-ii/

Anda mungkin juga menyukai