Anda di halaman 1dari 6

Puasa

Religiositas Intrinsik & Karakter Positif


Health News Wed, 17 Sep 2008 11:31:00 WIB

Bulan puasa kembali tiba, umat menyambut antusias, dimulai


dengan ziarah ke makam leluhur. Menjelang hari H, tempat
perbelanjaan dipadati pengunjung yang menyiapkan keperluan
sahur dan berbuka. Mungkinkah religiositas masyarakat
semakin kuat? Jenis religiositas apa yang baik buat kesehatan
mental?

Religiositas secara umum dijelaskan dengan menunjuk pada


aspek-aspek: aktivitas religius, dedikasi, dan keyakinan
terhadap doktrin religius. Ada juga penulis yang merinci aspek-
aspek religius berdasarkan tiga komponen: pikiran (kognitif),
perasaan (afektif), dan perilaku (behavioral) yang berkaitan
dengan kehidupan beragama.

Gejala perilaku masyarakat menjelang bulan puasa ini hanya mencerminkan sebagian
kecil dari partisipasi atau perilaku beragama. Namun, dalam hal berbelanja, mungkin
banyak di antara kita yang menyerbu pusat perbelanjaan karena khawatir tidak bertemu
tukang sayur pada hari pertama puasa?

Memang tidak mudah menilai religiositas, kecuali bila kita berkesempatan melakukan
pengukuran dengan menggunakan angket yang objektif. Apalagi, berdasarkan literatur-
literatur psikologi, telah diidentifikasi adanya beberapa jenis orientasi religius.

Dari beberapa jenis orientasi religius yang akan dijelaskan di bawah ini, orientasi intrinsik
(merupakan jenis religiositas yang, berdasarkan berbagai penelitian, diketahui berkaitan
dengan kesehatan mental dan karakteristik-karakteristik positif lainnya berkebalikan
dengan religiositas ekstrinsik.

Religiositas intrinsik dan ekstrinsik

Seperti dijelaskan William C. Compton (2005) dalam bukunya, Positive Psychology


tokoh psikologi yang pertama kali melahirkan konsep mengenai perbedaan orientasi
religius adalah Allport & Ross (para pelopor psikologi sosial).

Pada awalnya mereka membedakan orientasi religius menjadi dua jenis yang saling
berseberangan: intrinsik dan ekstrinsik. Mereka juga mengembangkan kuesioner untuk
mengukur keduanya.

Menurut Allport, orang yang praktik religiusnya ekstrinsik, menggunakan agama sebagai
suatu alat untuk mencapai tujuan pribadi dan sosial.

Mengutip Donahue, Compton menjelaskan lebih lanjut bahwa religiositas ekstrinsik


merupakan keberagamaan untuk kenyamanan pribadi dan kesepakatan sosial; untuk
melayani diri sendiri; merupakan pendekatan instrumental untuk membentuk kesesuaian
pribadi.

Contohnya, seseorang beribadah di tempat ibadah dengan maksud agar dilihat oleh orang
lain, untuk meningkatkan statusnya dalam komunitas, atau untuk menyesuaikan dengan
harapan orang lain dalam lingkungan sosialnya.

Sementara religiositas intrinsik merupakan jenis religiositas yang menggunakan agama


untuk menemukan rasa akan makna dan tujuan hidup yang memperkuat dirinya, tanpa
menghiraukan manfaat sosial yang mungkin bertambah.

Menurut Allport, hanya religiositas intrinsik yang berhubungan erat secara positif dengan
kesehatan mental.

Dalam perkembangan pemahaman mengenai orientasi religius ini, akhirnya tahun 1967
Allport & Ross memperluas tipologi orientasi religius ini menjadi empat jenis. Ia
menemukan bahwa ada kemungkinan seseorang memiliki orientasi religius intrinsik dan
ekstrinsik sekaligus, atau sebaliknya tidak memiliki dua-duanya.

Dengan demikian, selain intrinsik dan ekstrinsik, ia menambahkan kategori religiositas:


proreligius yang tak terbedakan (skor intrinsik maupun ekstrinsik sama-sama tinggi) dan
antireligius tak terbedakan (skor intrinsik maupun ekstrinsik sama-sama rendah).

Religiositas intrinsik dan karakteristik positif

Seorang penulis yang mencoba menganalisis hasil-hasil penelitian yang mengukur


religiositas intrinsik dan ekstrinsik, Donahue (1985), menemukan bahwa penelitian
tentang religiositas intrinsik tanpa merinci adanya subjek penelitian yang skornya sama-
tinggi dalam religiositas intrinsik maupun ekstrinsik (proreligius tak terbedakan),
menemukan korelasi yang tidak terlalu kuat antara religiositas intrinsik dengan
kesejahteraan psikologis (kesehatan mental).

Namun, bila penelitian membedakan antara yang benar-benar intrinsik dengan proreligius
tak terbedakan, diperoleh hasil bahwa orientasi religius intrinsik berkorelasi secara kuat
dengan kesehatan mental. Di sisi lain, orientasi proreligius tak terbedakan tidak
berkorelasi dengan intrinsik yang kesehatan mental.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hanya religiositas yang benar-benar intrinsik
yang berkaitan erat dengan kesehatan mental. Sementara campuran religiositas intrinsik
dan ekstrinsik pada seseorang tidak menunjukkan kaitan dengan kesehatan mental.
Dari berbagai penelitian tampak bahwa religiositas intrinsik memiliki berbagai
karakteristik yang positif: kesehatan mental, compassionate love, altruisme (suka
menolong secara suka rela), tidak rasis, tidak berprasangka, tidak membenarkan perilaku
agresif, konsep diri positif, dan kecemasan yang rendah.

Religiositas ekstrinsik tampak cenderung kurang berbelas kasih dan kurang peduli
terhadap orang lain (berkorelasi negatif dengan compassionate love), kecenderungan
berprasangka dan rasis, cenderungan depresi atau cemas, dan kurangnya rasa berharga.

Semoga gambaran mengenai religiositas intrinsik dan ekstrinsik ini mendorong kita untuk
semakin mengembangkan religiositas yang intrinsik. Ibadah puasa bukan sekadar saat
untuk membuktikan diri mampu mengendalikan lapar dan haus, bukan sekadar saat untuk
unjuk diri sebagai orang yang religius.

Lebih dari itu, puasa perlu menjadi sarana untuk semakin menemukan makna dan tujuan
hidup yang tidak terlepas dari tujuan penciptaan oleh Yang Maha Kuasa, yang
menempatkan cinta kasih sebagai hal yang utama.

Selamat menunaikan ibadah puasa!

Riset Membuktikan

Berikut ini beberapa hasil riset yang menunjukkan kaitan jenis religiositas dengan belas
kasih dan kepedulian terhadap sesama.

Donahue (1985): Dari beberapa penelitian yang dianalisis, ditemukan bahwa religiositas
ekstrinsik berkorelasi (berhubungan) dengan prasangka, dogmatisme, sifat pencemas,
ketakutan menghadapi kematian, dan tidak berkorelasi dengan altruisme (perilaku
menolong dengan sutra rela).

Ardelt M. (2003): 1) Orientasi intrinsik berkorelasi positif dengan compassionate love


(belas kasih dan kepedulian terhadap sesama). Berarti semakin intrinsik, semakin tinggi
compassionate love, 2) Orientasi ekstrinsik berkorelasi negatif dengan compassionate
love. Berarti semakin ekstrinsik religiositas seseorang, compassionate love, semakin
rendah.

Herek G.M. (1987): Orientasi intrinsik cenderung tidak rasis (mengunggulkan ras
tertentu dan meremehkan ras lainnya); orientasi ekstrinsik cenderung rasis.

Trimble (1993): Orientasi intrinsik lebih bersifat altruistik (suka menolong). Ini sesuai
dengan hasil studi lain yang dianalisis oleh Trimble.

Gregg, Latch, & Saccol (2004): Orientasi intrinsik berkorelasi negatif dengan keyakinan
normatif mengenai perilaku agresif (keyakinan bahwa perilaku agresi dapat diterima).
Maltby, Lewis, & Day (1999): Orientasi intrinsik berkorelasi negatif dengan kecemasan
dan berkorelasi positif dengan self esteem: 1) Orientasi ekstrinsik-personal berkorelasi
positif dengan depresi dan berkorelasi negatif dengan self-esteem, 2) Orientas ekstrinsik
sosial berkorelasi positif dengan depresi dan kecemasan, dan berkorelasi negatif dengan
self-esteem.

Oleh:
M.M. Nilam Widyarini, MSi
Dosen Psikologi
Sumber: Senior
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/common/stofriend.aspx?x=Health+News&y=cybermed
%7C0%7C0%7C5%7C4754

Self Esteem Research


A Compilation
Looking for self esteem research? While there has been a lot of research focused on self
esteem there seems to be a lack of definitive research.

The National Association For Self Esteem (NASE) cites several reason for this:

1. There is little agreement on the definition of self esteem. Thus, it becomes difficult to
compare self esteem research studies when the researchers are studying different aspects
of self esteem.

2. There has been no agreement on standard measures of self esteem. Over 130 different
measures have been used to measure self esteem. Few of these measures have any
demonstrable reliability.

3. It becomes difficult to determine whether self esteem either causes the result observed
or whether it contributes to other variables that result in particular behaviors or problems.
For example, in spite of the hundreds of studies, cigarettes have not yet been clearly
identified as the cause of cancer.

4. Most self esteem research studies have been conducted over such a short period of
time, it is difficult to determine the long term effect.

5. Most measures of self esteem have tapped what is termed "global self esteem." Thus,
the level of self esteem is affected by so many different factors it is almost impossible to
isolate any single factor. Changes that affect one aspect of self esteem may not affect the
other aspects.
6. The significant aspects of self esteem for students or adults constantly change as we
mature. Thus, what seems to affect self esteem with some individuals has no effect on
others because their self esteem is based on other variables.

7. It is difficult to measure the effects of self esteem because it is a basic attitude. This
attitude affects motivation or behavior only when other other attitudes or conditions don't
override its significance at that moment.

What are the different approaches to building self esteem? According to NASE :

There seem to be five different approaches to building self esteem in students. The most
effective programs undoubtedly incorporate elements of each of these approaches, for we
know that the change process requires that we address the intellectual, behavioral, and
emotional levels of the individual. These approaches might be described as follows:

COGNITIVE APPROACH - This approach places the emphasis on developing positive


mental attitudes, helping students to think about their feelings, and adopt healthier ways
of interpreting or relating to the events that occur in their lives.

BEHAVIORAL APPROACH - This approach endeavors to develop specific functional


behaviors in students so that they can display behaviors that command greater respect
from others and self esteem in themselves. Such behaviors may relate to voice control,
posture, eye contact, or expression of feelings.

EXPERIENTIAL APPROACH - This approach is perhaps the most common among


the programs published. It provides positive experiences for students to build feelings of
self respect and self esteem. Most of the activities and self esteem exercises rely on
external sources of feedback and reinforcement.

SKILL DEVELOPMENT APPROACH - There are a number of programs that aim to


build self esteem by improving the functional communication skills, decision making
skills, or social skills of students. They base their programs on the concept that unless
students actually function at a higher level, they are unable to sustain positive feelings
about themselves.

ENVIRONMENTAL APPROACH - This approach is a more holistic approach that


structures the environment and the activities students engage in to develop particular
attitudes and skills that lead to healthy self esteem. It tends to address such aspects as
discipline, social activities, goal setting, responsibility, and how adults interact with
students.

For further Self Esteem Research consult the sources below. Note that each link will open
a new window in your browser.

Self esteem research, theory, and practice: By Christopher J. Mruk.


The International Council on Self Esteem's website The council serves as a resource for
anyone interested in research and training related to self esteem.

Another source for research is Wikapedia

The Coopersmith Self Esteem Inventory was developed through research to assess atti
http://www.self-esteem-experts.com/self-esteem-research.htmltude toward oneself in
general.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ins Movement
    Ins Movement
    Dokumen1 halaman
    Ins Movement
    Dian Rema Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Kartu Apar
    Kartu Apar
    Dokumen6 halaman
    Kartu Apar
    Dian Rema Nugroho
    67% (6)
  • PAMFLET
    PAMFLET
    Dokumen1 halaman
    PAMFLET
    Dian Rema Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Puasa
    Puasa
    Dokumen6 halaman
    Puasa
    Dian Rema Nugroho
    Belum ada peringkat