Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lautan merupakan habitat terbesar di bumi. Dibalik selubung kebiruannya,
masih tersimpan banyak rahasia yang belum terungkap. Kehidupan mungkin bermula
dari dasar laut. Salah satu buktinya dapat dipelajari dari fosil mikroba berumur 1,43
miliar tahun. Fosil mikroba itu disebut penghisap asap hitam karena ditemukan para
peneliti pada sebuah tambang di China. Organisme renik tersebut memiliki karakter
tubuh yang identik dengan archaea dan bakteri yang saat ini masih hidup di dasar
laut. Meskipun fosil mikroba tertua belum bisa menyimpulkan asal-usul kehidupan di
Bumi, setidaknya para peneliti dapat mengetahui bentuk kehidupan di awal
pembentukan Bumi.
Hingga kini sebagian besar kehidupan di laut dalam belum benar-benar
diketahui. Menelusuri kehidupan di lautan memang tak kalah menarik dibanding
kehidupan di daratan. Bahkan kehidupan di lautan lebih kompleks, lebih variatif, dan
lebih tertutup. Dari wilayah pantai, lautan dangkal, selat, teluk, sampai lautan
dalam, samudra luas, bahkan palung-palung laut. Struktur lantai lautan juga
bergunung-gunung, berlembah, dan berpalung. Semuanya punya sistem kehidupan
sendiri-sendiri yang sangat variatif dan beragam. Tergantung tingkat kedalaman air,
kemampuan sinar matahari menembus laut, suhu, iklim, dan arus air. Negara
Indonesia yang sebagian besar wilayahnya juga perairan sudah barang tentu
kekayaan hasil laut juga melimpah. Kekayaan laut tersebut akan sayang jika tidak
dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya untuk kehidupan manusia khususnya
warga negara Indonesia.

1.2 Rumusan masalah


Yang menjadi fokus penelitian dalam makalah ini adalah keanekaragaman
spesies yang ada di laut serta pemanfaatan keanekaragaman tersebut dalam
kehidupan masyarakat, khususnya dibidang ekonomi.
1.3 Tujuan dan manfaat
Tujuan dari penelitian terhadap keanekaragaman spesies yang ada dilaut ini
adalah agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia dengan cara yang tepat
dan benar sehingga bermanfaat secara maksimal untuk seluruh aspek kehidupan
khususnya aspek ekonomi.

1.4 Metode pengumpulan data


Dalam menyusun makalah ini, pengumpulan data didapat dari beberapa
artikel yang terdapat di beberapa situs di internet juga beberapa refrensi dari buku
yang memuat tentang kelautan.
BAB II
LINGKUNGAN LAUT

2.2 Struktur Lautan


Zona Laut
Paul Bennet dalam The Natural World – Under The Ocean, memaparkan bahwa
para ilmuwan telah membagi lautan menjadi lapisan atau zona yang jelas. Ada
kawasan yang disebut perairan dangkal, zona twilight, lautan dalam.Bagian laut yang
terdekat dengan kehidupan daratan adalah perairan dangkal yaitu wilayah laut yang
dekat dengan tepi pantai. Zona ini mendapat limpahan cahaya matahari yang
berkecukupan. Kehidupan di zona ini sangat beragam dan tempat yang paling disukai
ikan-ikan yang kita kenal.
Setelah perairan dangkal zona berikutnya adalah zona twilight. Yaitu kawasan
perairan yang masih bisa ditembus matahari walau tak “semewah” perairan dangkal.
Zona ini bisa dikatakan batas jangkauan matahari mampu menembus lapisan lautan.
Karena itu kehidupan di sini mulai sedikit, namun masih bisa ditinggali jenis-jenis
bunga karang. Ikan berukuran besar juga suka berada di antara zona twilight ini atau
mengapung di permukaan laut dalam.
Zonasi lautan yang paling gelap dan dingin adalah laut dalam (termasuk
palung laut). Masih sedikit sekali yang diketahui tentang kehidupan di zona ini.

Gelap Pekat
Lautan dalam adalah zonasi yang paling misterius dan sangat tidak ramah.
Suasanananya seram, gelap, pekat. Kegelapannya hampir serupa dengan lubang gua
terdalam di bumi.
Kegelapan abadi di laut dalam terjadi karena sinar matahri tak bisa
menembusnya. Cahaya “kehidupan” itu hanya bisa mencapai kedalaman 1.000
meter. Ini berpengaruh pula pada suhunya yang sangat dingin dan tekanan air yang
luar biasa besar.
Begitu pun, penelitian terakhir menunjukkan bahwa di zona ini pun masih juga
dihuni mahluk hidup. Hewan-hewan laut dalam ini adalah mahluk istimewa yang
punya adaptasi khusus dengan lingkungannya yang sangat ektrim dan keras.
Biasanya hewan-hewan laut dalam ini punya kemampuan mengeluarkan
cahaya, warna-warni indah di kegelapan. Bentuk-bentuk hewan laut dalam ini juga
sangat aneh dan tidak lazim seperti kehidupan di dua zonasi yang mendapat sinar
mentari.
Beberapa spesies yang sudah dikenali dari lautan hitam yang dingin ini seperti
ubur-ubur kaca, ikan pengail (angler fish), belut penelan, ikan tripod (tripod fish),
ikan ekor tikus.

Sebagian besar binatang laut menyesuaikan diri untuk hidup pada berbagai
kedalaman air. Di lapisan atas perairan bebas yang luas ada 3 kelompok binatang
yang dikelompokkan menurut cara berpindahnya dari satu tempat ke tempat lain,
yaitu pengapung, penghanyut, dan perenang. Dasar perairan luas, mulai dari pantai
sampai bagian dalam samudera, dihuni binatang yang disebut benthos, atau
penghuni dasar yang varietasnya jauh lebih banyak.

Pengapung

Binatang pengapung memiliki tubuh yang lebih ringan daripada air laut.
Hidupnya di permukaan air dan paling tidak sebagian tubuhnya muncul ke udara,
makhluk tersebut terbawa angin dan arus ke sana ke mari. Pengapung jumlahnya
sedikit, tetapi salah satu warganya adalah binatang laut yang sangat menakjubkan,
yaitu, ubur-ubur api. Sesungguhnya ubur-ubur itu adalah kumpulan ratusan bagian
kecil yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Pelampung halus
berisi gas binatang itu mengapung di atas ombak, jambulnya menangkap angin
bagaikan layar perahu. Jelatang panjang di bagian bawah tubuhnya, yang digunakan
untuk melumpuhkan ikan kecil dan binatang lain makanannya, terjumbai di dalam
air. Ada pengapung lain, termasuk di antaranya sejenis siput, yang mengeluarkan
gelembung-gelembung busa sebagai tempat siput ini mengapungkan diri.
Penghanyut

Binatang penghanyut hidup di permukaan laut yang terkena sinar matahari,


terbawa gelombang dan arus ke sana ke mari. Binatang tersebut secara umum
digolongkan sebagai plankton (dari sebuah kata Yunani yang berarti “menghanyut“).
Kelompok kehidupan itu mencakup tetumbuhan atau plankton nabati dan binatang
atau plankton hewani. Beberapa binatang misalnya ubur-ubur dan banyak makhluk
kecil mirip udang dan mirip cacing selama hidup hanyut di permukaan laut. Yang
lain, misalnya, ikan tertentu, kepiting, teritip, bulu babi, dan binatang laut, hanya
penghanyut sementara, yaitu pada awal kehidupannya hanyut secara pasif seperti
halnya plankton, selanjutnya, setelah dewasa binatang itu berenang bebas atau
hidup di dasar laut. Binatang pra-dewasanya disebut larva. Beberapa penghanyut
mampu bergerak sedikit dan menyelam sampai batas kedalaman tertentu, namun
binatang itu tidak mampu melawan gerakan horizontal air. Penghanyut tidak
tenggelam karena tubuhnya mengandung gelembung minyak yang berfungsi sebagai
pelampung, atau mempunyai duri luar ataupun rambut penggerak yang mencegah
tenggelamnya binatang ini.

Perenang

Binatang yang pandai berenang dapat bebas mengembara di perairan terbuka.


Kecuali cumi-cumi, semua binatang perenang bertulang belakang (ikan dan mamalia
laut, misalnya, paus laut, lumba-lumba dan anjing laut) yang besar dan cukup kuat
untuk bergerak bebas di dalam arus. Makhluk air yang bertubuh ramping itu
membelah air secara mulus dengan otot dan organ pendorongnya yang kuat. Kadang
kala binatang tersebut mempunyai sebuah kantung udara khusus untuk mencegah
kemungkinan tenggelamnya yang tidak dimaksudkan. Perenang penafas udara,
seperti misalnya paus laut, harus sesekali muncul di permukaan air untuk mengambil
nafas. Paus laut mempunyai dada, paru-paru dan juga urat darah yang sangat tahan
tekanan tinggi sehingga mamalia tersebut tahan lama berada di kedalaman air.
BAB III
KEANEKARAGAMAN HASIL LAUT

Sebagian besar binatang penghuni samudera tetap tinggal di dasar atau di


bagian dangkal, yaitu pada kedalaman kurang dari 200 meter. Binatang yang tetap
melekat itu termasuk bunga karang, koral, dan tiram, semuanya melekat kuat pada
karang atau benda lain di garis pantai, di dasar laut dan bahkan terkadang ada yang
menempel pada benda terapung. Cacing laut tertentu hidup di dalam tabung yang
melekat di dasar. Anemon laut yang nampaknya mirip tetumbuhan air berbunga
merupakan contoh binatang penetap di dasar meskipun makhluk itu dapat juga
berpindah atau membuat lubang di dasar laut untuk menemukan tempat yang lebih
menguntungkan. Binatang-binatang penghuni dasar lainnya mampu bergerak dengan
bebas. Ikan lidah dapat berenang, gurita, kepiting, dan udang mempunyai kaki untuk
berjalan. Kerang dan cacing laut tertentu juga berpindah atau membuat lubang di
dalam pasir. Suatu ikan yang menarik, yaitu ikan glodok, telah memperkembangkan
suatu alat pengisap bulat di bagian bawah tubuhnya untuk melekatkan diri di dasar
laut, pada batu karang dan pepohonan di luar air.

Dalam makalah ini hanya membahas sebagian kecil dari sedemikian banyak
keanekaragaman yang ada di laut, antara lain beberapa spesies yang hidup
dikedalaman laut dibeberapa daerah di dunia, kekayaan laut yang sangat dikenal
masyarakat yaitu rumput laut, terumbu karang serta mutiara.

3.1 Rumput Laut

3.2 Terumbu Karang

2.3 Keanekaragaman Kehidupan di laut


Seperti yang kita ketahui ragam spesies yang menghuni laut sangatlah banyak,
akan tetapi kami hanya membahas sebagian kecilnya saja.Pada sub bab ini kami
membahas tentang macam penghuni laut yang jarang ditemui atau langka antara lain
hewan bersel satu atau jenis ubur-ubur yang jarang ditemui, ataupun cumi-cumi
dengan bentuk atau jenis yang tidak pada umumnya. Spesies tersebut ditemukan
karena adanya usaha orang – orang yang sangat tertarik dengan keanekaragaman
spesies laut tersebut.

Makhluk-makhluk kecil bersel satu, kebanyakan belum dikenal dunia ilmu


pengetahuan, telah ditemukan di titik terdalam lautan dunia, yang mencapai
kedalaman 11 kilometer. Makhluk dengan dinding sel lunak yang disebut foraminifera
(sejenis plankton) ini terdeteksi oleh kapal selam robot Kaiko milik Jepang. Yuko
Todo dan rekan-rekannya dari Shizuoka University yang tergabung dalam penelitian
dan pengoperasian Kaiko melaporkan penemuan ini dalam majalah Science.
Dikatakan Todo, temuan ini unik karena foraminifera lazimnya hidup di tempat yang
lebih dangkal dan memiliki kulit keras. Diduga organisme-organisme halus ini sudah
beradaptasi untuk hidup dalam wilayah bertekanan amat besar di salah satu lokasi
Palung Mariana yang dikenal sebagai Challenger Deep.Tempat di dasar laut ini benar-
benar gelap dan massa air dari atasnya menghasilkan tekanan yang seribu kali lebih
besar dari tekanan di permukaan, yakni sekitar 110.000 kilopascal.

Foraminifera sendiri dipercaya sebagai salah satu bentuk kehidupan yang


paling banyak dijumpai di lautan setelah bakteri. Umumnya mereka memiliki kulit
cukup keras, namun organisme-organisme baru ini lunak karena mereka tidak
memiliki cukup kalsium karbonat di kedalaman tersebut untuk membangun bagian
tubuh yang keras.

Kapal selam robotik Kaiko mengumpulkan foraminifera dari lapisan endapan di


Challenger Deep, yang dalamnya 10.896 meter di bawah permukaan laut. Palung
Mariana adalah bagian dari zona subduktif, dimana dasar laut Pasifik bagian barat
tertarik ke bawah lempeng tektonik Filipina. Tarikan tersebut membuatnya memiliki
palung yang amat dalam. Menurut para peneliti, palung terdalam di Pasifik barat ini
terbentuk sekitar enam hingga sembilan juta tahun lalu. Dalam tulisan di Science,
mereka menyebutkan, "Jalur kekerabatan foraminifera berdinding lunak ini termasuk
dalam satu-satunya spesies yang pernah menjelajahi daratan dan lautan. Analisa DNA
organisme makhluk yang baru ditemukan ini menunjukkan mereka merupakan
keluarga organisme primitif dari jaman Precambrian.

Para ilmuwan yang mengeksplorasi kedalaman jurang bawah laut Samudra


Atlantik telah menemukan banyak spesies baru yang belum dikenal dunia ilmu
pengetahuan, termasuk sejenis cumi-cumi berwarna merah terang.

Ilmuwan-ilmuwan ini tergabung dalam ekspedisi selama dua bulan yang


merupakan bagian sensus kehidupan laut (Census of Marine Life atau CoML)
internasional. CoML sendiri adalah sensus berjangka waktu 10 tahun yang dimulai
tahun 2000, dan bertujuan untuk mendata semua kehidupan laut yang ada.

Dalam penelitian terbaru ini, para ilmuwan menggunakan wahana laut dalam
yang mampu menjelajahi palung antara pegunungan bawah laut Islandia dan Azores.

Mereka menyelidiki jenis-jenis hewan yang tinggal di


sepanjang rangkaian pegunungan terbesar dunia tersebut sejak 5
Juni 2004. Puncak-puncak pegunungan Atlantik tengah itu

Ist. umi-cumi aneh menjulang hingga 2 kilometer di atas permukaan laut, namun
engan warna merah bagian di antaranya curam ke dalam membentuk jurang-jurang.
menyala.

Ekspedisi meliputi jarak sepanjang 6.400 kilometer dan menyusuri palung


sebanyak dua kali menggunakan berbagai instrumen canggih, termasuk robot-robot
bawah air, kamera video, dan kapal-kapal selam kecil berawak.

Hasil penelitian yang pertama kali dilakukan ini adalah ditemukannya sekitar
300 spesies ikan baru, serta sekitar 50 jenis cumi-cumi dan gurita yang belum dikenal
sebelumnya.

Salah satu ikan baru yang sempat diangkat ke kapal adalah sejenis ikan pemancing
(anglerfish) yang memiliki semacam alat pancing untuk menarik mangsanya
mendekat. Ikan ini berbeda dengan jenis anglerfish yang umumnya berwarna kuning,
berbentuk pipih dan hidup di dasar laut. Ia berwarna cokelat, tubuhnya gembung,
dan hidup di kedalaman bagian tengah.

Para ilmuwan juga menemukan cumi-cumi berwarna merah terang, yang


tinggal di kedalaman sekitar 1,6 kilometer. Jenis ini unik karena warnanya yang
menyala dan tubuhnya yang memanjang.

CoML yang akan berakhir tahun 2010 ini dibagi menjadi tujuh bagian
penelitian. Selain meneliti palung Atlantik, para ilmuwan mempelajari juga
kehidupan di sepanjang perairan Pasifik, Teluk Maine, daerah-daerah aliran air
panas, dan lainnya.

Dasar laut di Kutub Utara yang sangat terpencil ternyata kaya berbagai bentuk
kehidupan. Termasuk adanya spesies ubur-ubur dan cacing yang belum diketahui
sebelumnya. Namun mereka mungkin terancam pemanasan global. Demikian
pernyataan tim ilmuwan sejak menyelesaikan eksplorasi di sana.

Para ilmuwan yang didukung oleh Universitas Alaska menggunakan robot kapal
selam dan gelombang suara untuk menyelidiki sebuah cekungan besar di pantai
Arktik, Kanada yang terisolasi pada kedalaman 3.800 meter. Dan mereka terkejut
dengan apa yang ada di sana.

"Kami terperangah oleh jumlah dan keragaman kehidupan di lingkungan ini.


Meskipun pada kedalaman 3.800 meter, kami menemukan banyak hewan di dasar
laut, ketimun laut, serta berbagai jenis ubur-ubur dan udang," kata Rolf Gradinger,
pemimpin kapal penelitian dari Universitas Alaska.

"Selain itu beberapa spesies yang kami lihat merupakan spesies baru karena
sejauh ini mereka tidak terlihat di area mana pun di Bumi," katanya. Spesies
tersebut adalah jenis ubur-ubur dan tiga jenis cacing berduri. Tanpa diduga, tim juga
menemukan ikan kod, cumi-cumi, gurita, dan jenis udang yang belum
pernah didapati dalam jumlah sebesar ini di lingkungan dingin lain.

Para ilmuwan dari AS, Kanada, Rusia, dan China menghabiskan 30 hari di atas
kapal pemecah es Healy milik AS, sebagai bagian dari sensus global terhadap
kehidupan lautan berbiaya 1 miliar dollar AS, yang didanai oleh pemerintah, swasta,
dan donatur pribadi.

Healy kembali dengan membawa ribuan spesimen dari Laut Chucki, Beaufort,
dan Basin Kanada, cekungan besar yang dibatasi dinding yang terjal dan tertutup es.
Tim peneliti mengatakan, data tersebut membantu pengukuran terhadap pengaruh
perubahan iklim dan kerusakan yang terjadi akibat eksploitasi energi, pelayaran, dan
pengambilan ikan besar-besaran.

"Ini merupakan pembanding dan kami berharap dalam 10, 20, atau 30 tahun
berbagai penelitian kembali dilakukan untuk melihat apakah terjadi berbagai
perubahan komposisi dan keragaman kehidupan hewan," kata Gradinger. Penelitian
PBB menyatakan bahwa daratan es Kutub Utara akan mencair lebih besar pada
musim panas 2010 karena pemanasan global, akibat pembuangan emisi gas
hidrokarbon dari kendaraan, pembangkit listrik, dan industri.

Para ilmuwan mengatakan, jika Kutub Utara semakin mencair, spesies yang
tinggal di bagian yang lebih selatan akan masuk ke Laut Arktik sehingga akan
menghancurkan ekologi sebelumnya.

Tim juga menyatakan bahwa kapal penelitian akan membawa penelitian di


Lautan Selatan di Antartika di mana kondisinya lebih baik daripada di Basin Kanada.
"Para ilmuwan berteori bahwa pusaran arus di Laut Selatan merupakan wahana
evolusi, menyediakan nutrisi bagi organisme di Antartika dan menggabungkan bentuk
kehidupan dari Pasifik, Indian, dan Laut Atlantik yang menghasilkan berbagai ragam
kehidupan," tulis para peneliti.
Divisi Antartika Australia di Hobart akan memulai proyek dari Desember 2007
hingga Maret 2008. Proyek tersebut akan melibatkan 200 ilmuwan dari 30 negara dan
mengambil sampel hingga kedalaman 5.000 meter.

Karena Laut Selatan menjadi bagian yang penting dalam sistem biologi
kelautan di dunia, para ilmuwan sangat tertarik untuk memahami bagaimana
perubahan iklim berlanjut. Kemudian, jika benar berlanjut, apakah itu
mempengaruhi kehidupan di sana dan lautan lainnya.

Ubur-ubur dari genus Crossota diperoleh dari kedalaman cekungan Arctic


Kanada (GBMR)

Berikut ini pengalaman wartawan Intisari, A. Hery Suyono, selama dua


minggu menyelam bersama para relawan yang melakukan survai kelautan pada
Operasi Wallacea.

Warna-warni karang tumbuh menjulang di dasar laut seperti


tajuk-tajuk pohon hutan yang rimbun. Berbagai jenis ikan
warna-warni melayang-layang di atas hamparan terumbu
karang, indah sekali. Namun kalau lagi apes bisa-bisa tersengat
karang api, kena racun sirip ikan lepu, diserang barakuda atau
hiu ganas.

"Ini penyelaman paling sulit," kata Rory McAvely, pimpinan Operasi Wallacea
periode Oktober - November 1996, sehabis menyelam di perairan utara P. Hoga.
Pada kedalaman antara 10 m dan 15 m, arus kuat mengempas dari arah depan.
Delapan penyelam yang ikut berpartisipasi dalam survai kelautan dibuat tidak
berdaya.

Belum sempat berbalik arah, muncul arus dari atas mendorong paksa ke dasar
laut. Mak peng, gendang telinga serasa ditampar karena tekanan di dalam air
berubah mendadak. Saat datang lagi arus kuat dari arah samping kanan dan kiri,
kami yang menyelam berpasang-pasangan kocar-kacir. Target menyelam sedalam 25
m di bawah permukaan laut gagal.

"Jangan berkecil hati, dengan pengalaman ini kamu akan mampu menyelam
lebih baik di tempat lain. Arus sangat kuat membuat kita sulit mengendalikan arah,"
ujar Rory membesarkan hati saya. Arus di perairan Kepulauan Wakatobi (Pulau
Wangi-wangi, P. Kaledupa, P. Tomia, P. Binongko), Kabupaten Buton, Sulawesi
Tenggara, memang cukup ganas. Gugusan 13 pulau dan 7 atol itu dulu lebih dikenal
sebagai Kepulauan Tukangbesi, di sisi barat Laut Banda.

Terpilihnya kawasan Wakatobi sebagai lokasi survai kelautan karena terumbu


karangnya beragam jenis dan masih asli. Selain bisa menjadi lokasi penyelaman kelas
dunia, sebagian besar kehidupan bawah laut di kawasan ini bersifat endemis. Ikan
paus, hiu, lumba-lumba, ikan pari, berbagai jenis ikan dan hewan lain serta
tumbuhan hidup berdampingan dengan beraneka jenis karang.

"Sekitar 35% dari jumlah spesies ikan di dunia berada di kawasan Wallacea,
meliputi perairan sekitar Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara sampai Timor Timur.
Berbagai jenis ikan berbiak di sana, sebelum menyebar ke mana-mana," kata Michael
Ferris, dari Dinas Perikanan Australia Barat berkedudukan di Perth, yang ambil
bagian dalam Operasi Wallacea.

Operasi Wallacea diambil dari nama Alfred Russel Wallace, ilmuwan Inggris
yang pertama kali mengumumkan bahwa hewan yang hidup di Sulawesi, Halmahera,
dan Sunda Kecil amat berbeda dengan binatang yang hidup di Kalimantan, Bali, dan
Irian, meski secara geografis berdekatan.

Menyelam ke dasar laut seolah-olah memasuki hutan belantara bawah laut.


Berbagai jenis karang keras maupun lunak yang hidup berkoloni ataupun soliter
membentuk seperti tajuk pepohonan. Dasar laut yang rata, landai, dan yang berupa
cekungan membentuk ngarai-ngarai dengan dinding terjal bergua-gua.
Karang keras sebenarnya terbentuk oleh binatang-binatang kecil dan berumah
sekeras batu karena tersusun dari lapisan kapur (kalsium karbonat). Berbeda dengan
karang lunak yang lembek dengan nematosit untuk melumpuhkan mangsa. Dari
bentuknya, ada karang bercabang-cabang, karang padat, karang kerak, karang meja,
karang daun yang berlembar-lembar, dan karang jamur, dengan bermacam-macam
ikan berseliweran di atasnya.

Di bawah sana ada kehidupan siang dan malam. Karang "siang" nampak indah
pada siang hari. Umpamanya, Goneophora sp., jenis karang keras dengan tentakel
(tangan) yang pada siang hari menjulur dan aktif menangkap plankton-plankton
untuk dimangsa. Saat malam tiba, tentakel-tentakel itu disembunyikan di balik
mangkuknya. Sementara ada karang yang bila disorot lampu di malam hari kelihatan
biru menyala. Karang lunak Nepthya sp. lebih aktif pada malam hari. Millepora sp.,
jenis karang yang seakan-akan menyala pada bagian ujungnya.

Anemon yang memiliki zat beracun berkawan mesra dengan ikan anemon
(Amphiprion sp.). Ikan-ikan kuning oranye dengan strip putih vertikal suka berenang
di antara tentakel anemon. Di dasar laut berpasir nampak binatang merayap
berbentuk bintang merah dan biru. Bintang laut biru (Linckia laevigata) juga bisa
ditemui di perairan dangkal dan kelihatan jelas bila air surut. Hampir tidak dikenali,
sejenis ikan mirip ikan sapu-sapu besar (Orectolobidae) ngumpet di bawah karang.
Cacing laut dan macam-macam udang warna-warni merayap pelan di celah-celah
dasar karang.

Sementara itu ikan kupu-kupu yang warna-warni indah menari-nari di sela-sela


karang. Ikan jenis ini kebanyakan hidup di terumbu karang, dan beberapa mampu
beradaptasi di perairan yang hangat dan dalam. Paling banyak terkonsentrasi di
terumbu karang di perairan Indonesia. Misalnya, Chaetodon burgessi yang bergaris-
garis hitam, C. ocellicandus dengan totol di bagian ekornya, dan C. melannotus
dengan bagian punggung hitam.
Tingginya kadar garam dan bertambahnya kedalaman menjadikan air nampak
keruh dan gelap. Di cekungan dasar laut yang lebih dalam, serombongan ikan besar
kecil yang melintas di depan mata cuma kelihatan samar-samar. Kecuali jenis ikan
emperor (Lethrinus microdon) karena bersisik putih mengkilap keperak-perakan.

Alga tak terhitung jenisnya; yang warna hijau, merah, merah kecoklatan.
Jenis bunga karang (Porifera) juga warna-warni. Antara lain, Stylotella aurantium
seperti rumah tawon, Acanthella klethra persis rumah rayap yang berwarna kuning.

Di balik keindahan sosok makhluk laut tidak sedikit yang beracun, adakalanya
mengakibatkan luka fisik, bahkan mematikan. Karang
api, contohnya, bisa melepuhkan kulit kalau tersentuh.
Ikan aneh-aneh pun bisa jadi beracun. Ikan lepu yang
menyaru di bawah karang keras, umpamanya, akan
mengeluarkan racun yang berbahaya bila siripnya yang
berumbai-rumbai tersentuh. Ikan jenis ini banyak hidup
di perairan tropis Indo-Pasifik dari Afrika Selatan sampai
Pasifik Barat, termasuk juga Asia Tenggara. Mereka hidup pada kedalaman 1 - 50 m.
Biasanya di gua atau dekat kepala karang. Ada yang berlurik zebra, ada juga yang
berwarna gelap.

Ular laut belang putih hitam (Laticauda sp.) melayang gemulai di dalam air
kemudian buru-buru masuk di lubang karang. Ular ini sensitif selagi musim kawin dan
menyerang bila diganggu. Kekuatan bisanya melebihi king cobra. Hiu kepala martil
tergolong jenis ikan ganas. Dari 250 - 300 jenis hiu, terdapat 10 - 15 jenis tipe
menyerang. Dengan sensor getar di dekat moncong hidungnya, ikan hiu mampu
mengendus bau darah dari jarak berkilo-kilo meter. Ikan barakuda yang menyukai
benda-benda mengkilap tanpa basa-basi akan langsung menyergap, berbeda dengan
ikan hiu yang mengitari calon mangsanya sebelum menyerang. Beruntung kami tidak
sempat ketemu ikan-ikan galak itu.
Kegiatan yang membahayakan kehidupan di laut

Rusak oleh bom napoleon


Perairan Wakatobi menjadi surganya berbagai jenis binatang dan tumbuhan laut.
"Jenis ikan dan karangnya lebih bervariasi dibandingkan dengan tempat lain di
Indonesia. Hanya saja arus di perairan Wakatobi lebih kuat dan berbahaya. Taman
Laut Bunaken bagus, tapi di Hoga lebih beragam. Sponge, karang lunak, dan
tumbuhan bawah laut lainnya kelihatan seperti hutan belantara," komentar Don
Hasman, fotografer senior dari Jakarta yang berpengalaman lebih dari seratus kali
menyelam, antara lain di Bunaken, Kepulauan Seribu, Aceh, Banda, Great Barrier
Reef di Queensland, Australia Timur, serta Laut Tengah di Turki, ketika mengikuti
survai kelautan Operasi Wallacea.

Sayang sekali keindahan pemandangan di bawah laut Wakatobi diselingi


kerusakan terumbu karang di sana sini akibat ledakan bom para pemburu ikan.
Demi keuntungan pribadi, mereka menangkap ikan dengan menggunakan bom rakitan
sendiri atau racun sianida yang bisa mengganggu kelangsungan hidup makhluk yang
ada di dalamnya.

Ledakan bom di dalam air nyaris terdengar 2 - 4 kali dalam sehari. Perairan menjadi
keruh. Banyak ikan mati dan terumbu karang berantakan. Mereka hanya mengenakan
kacamata kedap air saat meletakkan bom pada kedalaman 8 - 15 m. "Ledakan bom
bisa merusak habitat terumbu karang sampai radius 3 - 4 m. Terumbu karang hancur
berpuing-puing," jelas Sugiyanta, S.Si. yang sejak Juli 1996 oleh LIPI ditugaskan
sebagai asisten ahli bidang kelautan pada Operasi Wallacea.

Dari beberapa lokasi yang telah disurvai, dijumpai terumbu karang hancur
berantakan akibat ledakan bom yang terjadi sekitar 2 - 3 tahun terakhir.
Berdasarkan data sementara dari survai terumbu karang sepanjang 350 km yang
sudah diamati dari keseluruhan area sepanjang 600 km, kerusakan terumbu karang di
kawasan area Operasi Wallacea mencapai rata-rata 16%. Untuk memulihkan kembali
perlu waktu sangat lama, 20 - 30 tahun. Karena pertumbuhan karang amat lamban, 3
- 4 mm per tahun. Itu pun dengan syarat kondisi perairan mesti cukup baik, misalnya
bebas pencemaran.

Kegiatan perusakan terumbu karang semacam itu masih tetap berlangsung secara
terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Gara-garanya ikan napoleon yang
bernilai komersial tinggi. Perusahaan kapal ikan lokal maupun asing menampung
hasil tangkapan nelayan di Kepulauan Wakatobi kemudian mengekspornya hidup-
hidup atau mati ke Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Di sana ikan napoleon, kerapu,
dan juga lobster dijual sebagai hidangan lezat restoran Cina dengan harga sangat
mahal. Malahan baru-baru ini Restoran Newton Court Seafood di kawasan Cause Bay,
Hongkong, membeli ikan kerapu berbobot 230 kg seharga HK$ 80.000. Ikan yang
ditangkap dari perairan Indonesia itu dipotong-potong dan dimasak untuk disajikan
kepada para pengunjung restoran tersebut (South China Morning Post, 1 Desember
1996).

Mereka juga memburu hiu untuk diambil siripnya. Yang juga dieksploitasi dari
perairan Wakatobi adalah tripang, kima (sejenis kerang raksasa), penyu, dan kepiting
kenari atau kepiting kelapa (Birgus latro), yang umumnya untuk komsumsi lokal.
Tapi belakangan ikan kupu-kupu diburu juga.

"Sebelum diekspor, ikan-ikan tersebut oleh perusahaan kapal ikan di bawa ke


Ujungpandang. Berjibun ikan napoleon hidup dan juga ikan komersial lain ditampung
dalam tambak besar," tutur Sugiyanta yang sempat melacak ke sana.

"Dalam dua sampai tiga bulan, satu perusahaan kapal ikan bisa mengumpulkan
sekitar 4 ton ikan. Selain membeli ikan hasil tangkapan nelayan, dalam praktiknya
mereka juga menangkapi ikan di sekitar perairan Wakatobi dengan menggunakan
bius," kata Antang Hasran, mantan pekerja perusahaan kapal ikan asing.

Tiga petugas PHPA, Mustafa, Made, dan Rewangi, dengan satu unit perahu patroli
"Anoa" bermesin 85 PK agak kewalahan menjaga perairan Wakatobi seluas 1.390.000
ha, yang sejak 30 Juli 1996 dinyatakan sebagai Taman Nasional, berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 393/Kpts-VI/1996. Akibatnya, kawanan pencuri
ikan bermain kucing-kucingan dengan petugas. Repotnya lagi, para pencuri konon
dibeking oknum yang mestinya turut menjaga kelestarian kawasan itu.

Akan menjadikan Wakatobi sebagai kawasan wisata selam berkelas dunia, tinggal
tunggu waktu!

Penggunaan bom dan racun untuk menangkap ikan laut yang menyebabkan kerusakan
terumbu karang mendatangkan kerugian lingkungan hidup yang lebih besar dari
dampak illegal logging (pembalakan liar hutan).

Lebih Lanjut lagi " "Bom dan racun untuk penangkapan ikan komersial sangat
merusak kegiatan mahluk hidup di dasar laut," kata peneliti kelautan dan perikanan
dari Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK) Universitas Bung
Hatta, Indrawadi di Padang, Jumat (15/2).

Ia menyebutkan, laporan jurnal ilmu pengetahuan konservasi biologi (The Scientific


Journal Conservation Biology), memperingatkan struktur kehidupan dasar laut bisa
rusak melebihi kerusakan hutan di darat. Dasar laut merupakan suatu ekosistem
kompleks yang menyediakan hewan-hewan atau habitat dan makanan pokok untuk
terus bereproduksi dan tumbuhnya ikan serta kehidupan laut lainnya.
"Setiap pengeboman bunga karang, remis atau kepiting, rumah-rumah cacing laut
dan binatang-binatang air yang berkulit keras, akan rusak bahkan sekarang telah
hampir punah seluruhnya," katanya. Menurut dia, pengeboman di laut telah merusak
struktur dasar laut yang membutuhkan beberapa dekade atau abad untuk
memulihkannya kembali.

Ia menambahkan, tidak ada satu pun mahkluk di laut yang tidak terkena dampak fisik
pengeboman dasar laut. Ketika struktur dasar laut seperti bunga karang dan terumbu
karang musnah maka ikan, kepiting, bintang laut, cacing-cacing dan seluruh
habitatnya akan hilang dan mati.

Mulai musnahnya keanekaragaman habitat dasar laut telah menjadi alasan kuat
banyak jumlah dan jenis ikan-ikan berkurang di lautan dunia, katanya. Akibat
dampak luar biasa itu para ilmuan mengajak pemerintah dalam sebuah jaringan
kerja untuk melindungi dasar laut, seperti dengan kawasan lindung dan penjagaan,
tambahnya.

"Bahkan kini telah ditempuh program membiarkan ikan bertelur, merawat habitat
ikan dan kehidupan dasar laut lainnya," kata Indrawadi.

Nah hal di atas kan pakar perikanan yang ngomong, mungkin kalo pakar kehutanan
yang ngomong laen

Sekarang menurut anda mana yang lebih membahayakan

soalnya gw pengen tau anda2 sekalian masuk ke golongan pakar ikan atau pakar
hutan

atau anda2 ini seorang pembalak hutan atau pengebom ikan?

kalau anda ini seorang pembalak hutan tentu anda mendukung pendapat di atas
begitu juga sebaliknya, bukan begitu? hahahaha

Kalau gw sih setuju sama pendapat pakar di atas, soalnya kerusakan laut dan
terumbu karang agak susah diperbaiki, kalo hutan rusak kan gampang tinggal tanam,
kalo terumbu karang rusak payah juga tuh nyelem-nyelemnya

Makhluk Dasar Laut tak Butuh Oksigen?


Tanya: Prof. Yo, to the point saja. Pada tayangan sebuah acara di TV mengenai
kehidupan makhluk-makhluk yang berada jauh di bawah dasar laut, saya
menyaksikan adanya fenomena gunung berapi yang menggelegak yang masih aktif di
dasar laut dan cukup banyak kehidupan makhluk di dasar laut.
Pertanyaan saya, apakah makhluk hidup laut yang berada jauh di dasar laut itu
memerlukan oksigen untuk hidup? Kalau iya, bagaimana oksigen itu diperoleh? Kalau
harus muncul ke permukaan laut untuk menghirup oksigen, rasanya tidak mungkin
mengingat jaraknya cukup jauh. Apakah ada makhluk hidup yang tidak memerlukan
oksigen?
Terima kasih atas jawaban yang diberikan. (Indra Pratama di Sumut)

Jawab: Langsung jawab juga ya. Menurut penelitian, di dasar laut ada sekitar 300
jenis makhluk hidup yang digolongkan dalam kelompok hewan seperti udang buta,
kepiting putih raksasa, dan berbagai jenis cacing (tubeworms). Tumbuhan tidak bisa
hidup di dasar laut ini karena tidak ada cahaya Matahari untuk terjadinya proses
fotosintesis.
Hewan-hewan ini hidup di sekitar hydrothermal vent (tempat di dasar laut bagi
lapisan magma memancar keluar) melalui proses chemosyntesis. Caranya adalah
mikroba-mikroba kecil mengambil sulfur dari hidrogen sulfida yang memancar keluar
dari hydrothermal vent. Sulfur kemudian dioksidasi dengan menggunakan oksigen
dari air laut untuk menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk
memproduksi gula, lemak, asam amino, dan nutrisi lainnya.
Mikroba-mikroba dan hewan-hewan di sekitarnya akan membentuk suatu rantai
makanan yang menjamin kelangsungan hidup di sekitar hydrothermal vent ini. Dalam
rantai makanan ini sejenis keong (gastropod snail) akan memakan mikroba atau
bakteri-bakteri ini. Setelah kenyang, keong-keong itu pasrah sebagai mangsa udang-
udang kecil. Udang-udang kecil pun senasib dengan keong tadi, menjadi mangsa
makhluk yang lebih "berkuasa" dalam rantai makanan, yakni ikan-ikan pemangsa yang
lebih besar.
Yang masih jadi pertanyaan dari para peneliti ini adalah bagaimana makhluk-
makhluk hidup ini bermunculan secara tiba-tiba ketika suatu hydrothermal vent
terbentuk.
Pemanfaatan hasil laut

Anda mungkin juga menyukai