Anda di halaman 1dari 2

Kajian Ibadah : Esensi Istilah Ahad

Arif Aditiya1
araditiya@gmail.com
http://araditiya.co.cc

Muqadimah

Seperti penggunaan istilah ‘sembahyang’ untuk ibadah sholat, umat islam di Indonesia juga
cukup banyak bahkan terbilang lazim (biasa) menggunakan istilah ‘minggu’ jika dibandingkan dengan
pemakaian istilah ‘ahad’. Praktek penggunaan istilah ‘minggu’ dalam menetapkan hari ke tujuh atau
hari libur dalam penanggalan masehi merupakan warisan penjajah Belanda yang menerapkan
semboyannya 3G (gold, glory, gospel). Hal ini tentu menjadi masalah yang mungkin sebagian dari kita
adalah hal yang sederhana, padahal di sisi lain hal ini juga merupakan bukti sederhana lunturnya nilai-
nilai islam dalam umat islam itu sendiri. Tulisan ini bukan menghasilkan kesimpulan yang merujuk
pada satu nilai benar atau salah terhadap suatu tindakan, tetapi lebih kepada pemahaman dalam
mengamalkan suatu tindakan yang harus mempunyai argumentasi yang valid agar tidak taqlid (ikut-
ikutan).

                 
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (Qs. 17 :36)

Pembahasan

Pertama, tarikh (sejarah) keistiqomahan seorang shahabat Rasulullah Muhammad SAW yang
bernama Bilal bin Rabah atas siksa kaum kafir Quraisy. Bentuk dan rupa fisiknya berbeda dengan
kebanyakan orang arab. Ia digambarkan bertubuh kurus, dan berkulit hitam legam. Namun dalam
Islam, masalah fisik ini tidaklah berharga dan tidak diperhitungkan. Orang Quraisy yang paling banyak
menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung
telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad (Allah Maha Esa).” Mereka
menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad “
Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad”
Perkataan Bilal tentang Ahad mempunyai 2 (dua) arti besar yakni kekuatan tauhid Bilal terhadap ajaran
islam yang melebihi apapun dan keistiqomahan Bilal terhadap siksaan yang terus-menerus
menimpanya. Allah Akbar. Panasnya gurun, tajamnya sengatan matahari, besarnya batu yang menindih,
beratnya siksaan yang dihadapi ketika itu sama sekali tidak membuatnya luntur terhdap nilai-nilai

1 IRMAS Ar Ridhwan

1
tauhid.

Kedua, penggunaan istilah ahad secara tidak langsung merupakan syi’ar baik kepada muslim
maupun non muslim. Ahad yang secara bahasa berarrti esa (tunggal). Dalam islam tidak ada istilah
‘minggu’. Dengan menggunakan istilah ‘minggu’ maka secara tidak langsung dapat melunturkan nilai-
nilai syi’ar islam.

Ketiga, Minggu adalah hari ketujuh dalam satu pekan menurut standar kalender ISO 8601. Kata
minggu diambil dari bahasa Portugis, Domingo. Dalam bahasa Melayu yang lebih awal, kata ini dieja
sebagai Dominggu. Baru sekitar akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, kata ini dieja sebagai Minggu.
Kata minggu (’m’ dalam huruf kecil) berarti pekan, satuan waktu yang terdiri dari tujuh hari.
Arti dominggo adalah TUHAN. simbol hari TUHAN untuk umat nasrani. Hari Minggu adalah sebuah
hari libur. Untuk umat Kristen, hari ini merupakan hari untuk beristirahat dan beribadah. Hari Minggu
adalah hari untuk beristirahat dan beribadah kepada dewa matahari dalam agama pagan. Lha wong,
senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu; semuanya berasal dari bahasa Arab.

Kesimpulan dan Penutup

Penggunaan istilah ahad bukan hanya sekedar mengganti pengucapan, melainkan menekankan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Seperti penggunaan istilah sholat untuk mengganti
sembahyang. Sholat itu sendiri memiliki arti yang dalam dengan syarat dan rukunnya. Sangat berbeda
dengan sembahyang yang diadopsi dari ajaran agama lain (Hindu, red). Ketua Ulama Dunia Prof. Yusuf
Qardhawi (Ittihad 'alami li Ulama Muslimin) mengatakan faktor pertama kebangkitan islam adalah
ketika setiap muslim memahami esensi ibadah yang dilakukannya. Fenomena yang terjadi dewasa ini
tidak lepas dari peran utama umat islam sebagai khilafah di bumi. Ketika setiap muslim sudah mengerti
esensi setiap ibadah, kelak kebangkitan islam akan datang. Pada dasarnya setiap amalan harus disertai
dengan suatu dasar aturan yang bersifat haq (benar) dan kuat. Tidak cukup berhenti sampai pada
keyakinan atau pada perkataan “katanya” bahkan hanya berdasr pada perasaan belaka. Akhirnya
penulis memohon ampun kepada Allah SWT Dzat yang maha pengampun dengan segala rahmatNya.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat dijadikan penambah khasanah keilmuwan kita dalam
menyiarkan dakwah islam ini hingga akhir hayah. Saran dan kritik dalam perbaikan selalu penyusun
nantikan untuk menjadi lebih baik lagi.

Maraji’

[1] Al Qur’an dan Terjemahnya


[2] Shuwar min Hayaati ash-Shahabah oleh Abdullah bin Yusuf Al-‘Ajlan
[3] http://wikipedia.org
[4] http://muslimdaily.net

Anda mungkin juga menyukai