Anda di halaman 1dari 31

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.R

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : Tiban Komplek Pajak

No. MR : 28-95-63

Agama : Islam

Tanggal masuk : 28 Maret 2011

Tanggal operasi : 31 Maret 2011

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Seluruh tubuh berwarna kuning sejak 1 bulan smrs

Riwayat Penyakit Sekarang :

1bulan smrs os mulai merasakan tubuhnya mengalami


perubahan, kuning pertama kali muncul pada mata. Pada saat ini
keluhan mual muntah dan nyeri perut sudah ada namun tidak
terlalu mengganggu os.

2 minggu smrs os mengalami perdarahan pervaginam,


warna merah kegelapan, dalam jumlah banyak. Pada saat ini baru
diketahui bahwa os sedang hamil, dan akhirnya dilakukan kuretase,
jaringan yang keluar sedikit. Os mendapat transfusi 2 labu ketika
dirawat.

1
Pada tanggal 28 Maret os datang ke IGD RSOB dengan
keluhan tubuh makin kuning dan mual muntah serta nyeri perut
sangat mengganggu pasien sehingga memutuskan berobat ke
RSOB.

2 hari dirawat di rs, nyeri perut tidak membaik, kemudian os,


dikonsulkan ke bagian bedah untuk dicari penyebabnya. Dari
bagian bedah tidak ditemukan masalah. Kemudian dikonsulkan ke
bagian kebidanan atas indikasi post kuretase 2 minggu smrs.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes


mellitus, asma, tuberculosis, hepatitis dan allergi obat serta
makanan.

Riwayat penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga


disangkal pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Berat badan : 50 kg

Tanda Vital :

- Tekanan darah : 90/60 mmHg


- Suhu : 37,7oC
- Nadi : 104x/menit, reguler
- Pernapasan : 24x/menit

2
Status Generalis
i. Pemeriksaan Kepala
- Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
- Telinga : serumen (-)
- Mulut : Gigi geligi tidak ada kelainan, mukosa mulut
normal, massa (-), sianosis (-),
- Hidung : mukosa hidung normal, epitaksis (-),massa (-)
ii. Pemeriksaan Leher
- KGB dan tiroid tidak teraba membesar
- massa (-)
iii. Pemeriksaan Dada
- Paru : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki
(-/-)
- Jantung : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-),
gallop (-)
iv. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : perut buncit, tidak ada dilatasi vena, tidak ada
skar bekas operasi
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (+), massa (-), ballotement (-)
- Perkusi : tidak dilakukan
v. Pemeriksaan ekstremitas
- Akral hangat

+ +
+ +

- Edema

- -
- -

- Motorik : normal

3
- Reflex : normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap (31 Maret 2011)
- Hemoglobin : 9,3 g/dL
- Hematokrit : 28,1%
- Leukosit : 18.000/mm3
- Thrombosit : 755.00/mm3
- CT : 6 menit 30 detik
- BT : 1 menit 15 detik
- Gol. Darah :O
- Ureum : 194,8 mg/dl
- Kreatinin : 5,94mg/dl
- Na : 130 meq/l
- K : 3,1 meq/l
- Cl : 105 meq/l

V. DIAGNOSIS KERJA
Kehamilan Ektopik Terganggu + ekstra uterine fetal death
(EUFD) dan gagal ginjal akut (ARF)

VI. RENCANA
- Rencana pembedahan : laparotomi eksplorasi.
- Rencana anestesi :
o Persiapan Operasi

 Persetujuan operasi tertulis ( + )


 Puasa
 Infus RL 20 tetes / menit
o Jenis Anestesi : General anestesi
o Teknik Anestesi : Semi closed inhalasi dengan ET No.
7,0 dengan cuffed

4
o Premedikasi : fentanyl 75 mcg
o Induksi : Recofol 50 mg
o Maintenance : N20 : 02 = 2 L : 2L; Sevofluran 1-2 vol
%
o Pelumpuh otot : Tramus 40 mg, Norcuron 3 mg
o Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5
menit, kedalaman anestesi, cairan, perdarahan
o Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

LAPORAN ANESTESI

5
Pasien, Ny.R, 30 tahun, dengan diagnosis prabedah KET + EUFD
dan ARF, diantar ke ruang operasi untuk menjalani operasi CITO yaitu
operasi laparotomi eksplorasi yang dilakukan pada tanggal 31 Maret 2011
dengan menggunakan General Anestesi, ASA 4. Pasien ini termasuk ASA
4 karena pasien datang dengan keadaan sakit berat, compos mentis
namun keadaan umum lemah.

Operasi dilaksanakan pukul 03.46-05.16 WIB dan lama operasi 90


menit. Dengan dokter anastesi adalah dr. M.Gusno, Sp.An dan dokter
operator adalah dr. Amuransyah, SpOG. Anestesi yang digunakan adalah
recofol, ketalar, N2O-O2-sevoflurane dan relaksasi menggunakan tramus
dan norcuron.

Pasien diantar ke ruang operasi pukul 03.25. Kemudian dilakukan


pemasangan alat-alat monitoring seperti tensimeter, elektroda EKG dan
pulse oksimetri yang berguna untuk memantau keadaan pasien selama
anestesi. Pada pasien ini sudah terpasang IV line. Keadaan umum pasien
sebelum operasi adalah :

- TD : 95/55 mmHg
- Nadi : 103x/menit
- Suhu : afebris
- SpO2 : 98%
- BB : 50kg

Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 31 Maret 2011 didapatkan


leukositosis, namun hasil lain tidak menunjukkan kelainan. Kemudian
disiapkan peralatan serta obat-obat anestesi sebelum dilakukan
pemasangan OTK. Pada pasien ini dipilih menggunakan OTK karena
adanya kemungkinan operasi yang cukup lama. Setelah semua telah siap,
pukul 03.30 dimasukkan premedikasi (IV line) berupa :

- Fentanyl 75 µg

6
Dosis fentanyl 1-3 µg/kgBB. Fentanyl mempunyai efek
analgesik yang berguna untuk mengurangi rasa nyeri dan
membuat pasien tertidur.

Selain efek di atas, premedikasi juga bertujuan untuk


meminimalkan jumlah obat anestesi yang akan diberikan dan
memperlancar induksi anestesi.

Kemudian pukul 03.35 dimasukkan induksi anestesi berupa

- Tramus 40 mg (atracurium)
Atracurium termasuk golongan muscle relaxant non depolarisasi
intermediate acting. Dosis 0,5-0,6 mg/kgBB. Pemberian muscle
relaxant bertujuan untuk merelaksasikan otot sehingga
memudahkan dan mengurangi cedera akibat tindakan intubasi,
dan memudahkan pernapasan kendali selama anestesi.
- Recofol 50 mg
Merupakan golongan barbiturat, yang berefek menurunkan
kesadaran sehingga pasien tertidur dan apnoe. Dosis recofol 2-
3 mg/kgBB.

Setelah pemberian induksi anestesi, pasien disungkup dengan sungkup


muka yang telah terpasang pada mesin anestesi yang menghantarkan
gas sevoflurane dengan volume 3 vol% dengan perbandingan O2 dan N2O
masing-masing ½ L/menit, sambil melakukan bagging selama 2 menit. Hal
ini dilakukan untuk sambil menunggu muscle relaxant bekerja.
Penggunaan sevoflurane dipilih karena induksi dan pulih dari anestesinya
lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, selain itu efek terhadap kardiovaskular
cukup stabil dan jarang menimbulkan aritmia.

Setelah itu dilakukan intubasi OTK dengan ETT kingking no.7, cuff (+).
Setelah suara nafas terdengar simetris dikedua lapangan paru, mesin

7
ventilator diset menjadi IPPV dan volume tidal diatur menjadi 500cc.
Beberapa saat setelah itu tekanan darah pasien mengalami penurunan
akibat induksi anestesi.

Pukul 03.35, diberi norcuron 3 mg sebagai musle relaxant karena ingin


saat itu pasien birasakan kurang relaksasi. Pukul 03.38 tekanan darah
mengalami penurunan dari 95/65 mmHg menjadi 78/45 mmHg diberikan
efedrin 10 mg dengan tujuan menaikkan tekanan darah

Kemudian pukul 03.44 sevoflurane diturunkan dengan volume 2 vol


% dengan perbandingan O2 dan N2O masing-masing 1/2 L/menit.

Pukul 03.46 operasi dimulai dan mulai dilakukan monitoring tanda-


tanda vital tiap 5 menit. Pada saat ini diberikan ketalar 100 mcg untuk
memberikan efek sedative pada pasien ini dan memberikan analgetik, dan
tujuan lain dari pemberian ketalar ini karena efek yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada 03.50 diberikan 50 mcg ketalar.

Pada pukul 04.10, pertengahan operasi diberikan kalnex 500


mg,untuk membantu proses pembekuan darah. Pukul 04.15 tekanan
darah turun lagi menjadi 78/45 mmHg diberikan efedrin 10 mg.

Pukul 04.30 sevoflurane dihentikan karena untuk mencegah pasein


tidur terlalu dalam dan menybabkan tekanan darah semakin turun.

Pukul 04.35 diberikan 10 mg efedrin dan diberikan transfuse whole


blood 350 cc mengingat perdarahan yang banyak dan Hb pre anastesi
kurang dari 10 g/dl.

Pada pukul 05.15 operasi selesai. Pasien diberikan ketalar dan


efedrin yang di drip

Pada operasi ini total cairan yang diberikan 2350 cc, yaitu RL
1000cc dan Haemacell 1000 cc. Cara menghitung jumlah cairan adalah :

- Cairan maintenance :

8
10 kg x 4 cc = 40cc
10 kg x 2 cc = 20 cc
30 kg x 1 cc = 30 cc +
= 90 cc
- Operasi besar : BB x 8 cc = 50 x 8 cc = 400cc
- Puasa : Puasa x Maintenance = 5 jam x 110 cc = 550 cc

Jumlah cairan pada jam I = maintenance + operasi+ 50% jam


puasa

= 90 cc + 400 cc + 275 cc = 765 cc

Jam II= maintenance + operasi+ 25% jam puasa

= 90 cc + 400 cc + 138,5 cc = 628,5 cc

Jadi total cairan yang harus diberikan = 765 cc + 628,5 cc = 1393,5


cc  1500 cc

Jumlah perdarahan pada operasi ini + 500 cc.

Total cairan yang diberikan pada pasien ini sejumlah 2350 cc, berupa 2
kolf Ringer Asetat x 500cc dan 2 kolf Heamacell x 500cc, dan transfusi
whole blood, karena adanya perdarahan masif pada intraoperasi.
Pemberian Asering atau Ringer Asetat yang merupakan cairan kristaloid
isotonik, memiliki komposisi elektrolit yang lengkap dan mirip dengan
plasma tubuh. Pemberian cairan ini bertujuan sebagai pengganti plasma,
untuk mengganti atau memperbaiki/ mencegah insufisiensi sirkulasi akibat
defisiensi volume plasma / darah, baik absolute mahupun relative.
Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dan dimetabolisir
di otot. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan
pada dehidrasi berat dengan syok dan kondisi asidosis. Selain itu,
pemberian loading cairan pada saat induksi anestesi bertujuan untuk

9
mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemi sentral, yang
umum terjadi setelah pemberian anestesi umum maupun regional.

Pemberian Haemacell adalah sebagai pengganti plasma dari


jenis koloid, kelebihannya adalah menurpakan cairan iso-osmotik dan
dapat mempertahankan keseimbangan cairan akibat berat molekulnya
yang besar. Ianya tidak mengganggu hemostasis dan tidak terjadi
akumulasi pada RES.

Monitoring Selama Anestesi

Jam Tensi Nadi Sa02 Keterangan

03.30 95/55 104 99 MR tramus 40 mg

Induksi recofol 50 mg I.V, O 2 6 L /


menit dan intubasi. Terpasang infus
RL
03.35 100/62 95 99
N20 : 02 = 2 : 2 total flow 1 L / menit,
sevofluran 3 vol % Norcuron 3 mg

Efedrin 10 mg
03.40 80/45 108 99

03.45 95/50 121 99 Operasi dimulai dan monitoring tanda


– tanda vital tiap 5 menit.

Sevofluran 2 vol %

Ketalar 100 mcg

03.50 88/53 110 99 Ketalar 50 mcg

03.55 88/53 102 99

04.00 89/54 102 99

04.05 84/58 115 99

10
04.10 80/51 118 99 Kalnex 500 mg

04.15 74/49 118 99 Efedrin 10 mg

04.20 80/50 121 99

04.25 66/40 122 99

04.30 64/38 117 99 Sevofluran stop

04.35 64/39 110 99 Efedrin 10 mg

04.40 69/45 112 99

04.45 86/52 112 99 Efedrin 10 mg

Transfusi wholeblood 350 cc

04.50 86/54 113 99

04.55 90/50 104 99

05.00 90/50 103 99

05.05 90/55 103 99

05.10 93/55 103 99

05.15 94/55 102 99 Operasi selesai

05.20 94/54 103 99

TINJAUAN PUSTAKA

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit


secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible). Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari hipnotik,
analgesia, dan relaksasi otot. Anestesi umum adalah bentuk anestesi
yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat
disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan. 1,2

11
Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi
kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat
anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak,
sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan
sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui
stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu
dan mencegah terjadinya kelebihan dosis.3

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,


pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat
anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang
tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah,
tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran
pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat
dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran
cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987). Obat
anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai
sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya
analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai
kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang
merugikan. Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah
dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas. 5

Pada anestesi umum dikenal stadium anestesi dari Guedel,


stadium ini untuk mengetahui kedalaman anestesi dan lebih jelas bila
digunakan eter. Stadium anestesi terdiri dari:2

a. Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi)

Stadium ini berlangsung mulai induksi anestesi hingga


hilangnya kesadaran. Rasa nyeri belum hilang sama sekali

12
sehingga hanya dapat dilakukan pembedahan kecil. Akhir
stadium ini ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata.

b. Stadium II (stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium)

Dimulai dari hilangnya kesadaran dan hilangnya reflek bulu


mata sampai ventilasi kembali teratur. Terdapat depresi
ganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol atau
reaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan.

c. Stadium III (stadium pembedahan)

Mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi. Dibagi 4


plana.

Plana 1 : dari timbulnya pernafasan teratur thoracoabdominal,


anak mata terfiksasi kadang – kadang eksentrik,
pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi
meningkat, reflek faring dan muntah negative, tonus
otot mulai menurun

Plana 2 : ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal


menurun, frekuensi nafas meningkat, anak mata
terfiksasi di tengah, pupil mulai midriasis, reflek
cahaya mulai menurun dan reflek kornea negative.

Plana 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena


terjadi kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak
ada, pupil melebar, anak mata sentral, reflek laring
dan peritoneum negative, tonus otot makin
menurun.

Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot


diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir
plana, tonus otot sangat menurun, pupil midriasis
dan reflek sfingter ani dan kelenjar air mata
negative.

13
d. Stadium IV (stadium paralysis atau kelebihan obat.)

Mulai henti nafas (paralisis diafragma) hingga henti jantung.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan


menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai
premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

1. Persiapan Pra Anestesi


Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan
(elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra
anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan
pada bedah darurat sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi
pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan baik
elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan
tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah: 1,2,3

a. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.


b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi
yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.
c. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American
Society Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir,
tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris.
Angka mortalitas 2%.

ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai


dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau
proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga


aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang


mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan

14
operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina
menetap. Angka mortalitas 68%.

ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan


operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan
hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.
Angka mortalitas 98%.

ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil


(didonorkan)

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency)


terdiri dari kegawatan otak, jantung, paru, ibu dan anak.

2,3
Pemeriksaan praoperasi anestesi

I. Anamnesis
1. Apakah pasien pernah dibius sebelumnya?
2. Apakah pasien merokok ?
 Merokok harus dilarang dalam 24 jam sebelum agen
anestesi diberikan, karena dapat terjadi kadar
karbosihemoglobin yang dapat menyebabkan pengurangan
kapasitas darah pembawa oksigen secara bermakna.
3. Apakah pasien mengkonsumsi alkohol ?
 Riwayat minum alkohol berlebihan yang menahun penting
diketahui, karena adanya resistensi penderita terhadap
depresan sistem saraf pusat yang mungkin meningkat.
4. Apakah pasien menderita penyakit hipertensi, diabetes mielitus,
atau ginjal?
5. Apakah pasien menderita penyakit jantung atau menggunakan
pacu jantung?
6. Apakah pasien menggunakan gigi palsu?

II. Pemeriksaan Fisik

15
1. Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis
obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama
dan sesudah pembedahan.
2. Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi
pernafasan, serta suhu tubuh.
3. Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk
mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi
palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi ortopedi dan
dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai
dari visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi
protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk
menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan
intubasi. Penilaiannya yaitu:
i. Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding
posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan
tonsilla pharingeal

ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula,


dinding posterior uvula
iii. Mallampati III: palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV : palatum durum saja
4. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
5. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan
mengi
6. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa,
asites, hernia, atau tanda regurgitasi.
7. Ekstrimitas, terutama untuk melihat adanya perfusi
distal, sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat
di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf
regional.

16
Macam-macam Teknik Anestesi

Open drop method: Cara ini dapat digunakan untuk


anestesik yang menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak
mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak
diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap
ke udara terbuka.

Semi open drop method: Hampir sama dengan open drop,


hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik digunakan
masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali
sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan
volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume
udara semenit.

Semi closed method : Udara yang dihisap diberikan


bersama oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian
dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat
ditentukan. Udara napas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara
luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan
memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat
dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari
100% kebutuhan.

Closed method: Cara ini hampir sama seperti semi closed


hanya udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat
mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat
digunakan lagi.

2. Premedikasi Anestesi
Dewasa ini dengan kemajuan teknik anestesi, tujuan
premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan
mengurangi jumlah obat-obatan yang digunakan, tetapi terutama

17
untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi.
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain : 1

a. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.


b. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
c. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
d. memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin
e. mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron
f. memperlancar induksi, misal : pethidin
g. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
h. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium,
sulfas atropin.
i. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas
atropin dan hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan
fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan
prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi
yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan
umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat
pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi
sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh
terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam
operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan 2

Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat


digunakan sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di
bawah ini:2,3

a. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.


b. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal
diazepam dan midazolam

18
c. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.
d. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
e. Antihistamin, misal prometazine.
f. Antasida, misal gelusil
g. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine
Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut,
dalam pemakaian sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, misalnya kombinasi
narkotik, benzodiazepin, dan antikolinergik. Sebaiknya obat-obat
premedikasi dilakukan 30 menit sampai 60 menit sebelum induksi. 5

3. Obat-obatan Premedikasi1,2,3,5
Pada kasus ini digunakan obat premedikasi :

Fentanyl
Fentanyl adalah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100 x
morfin. Lebih larut lemak dibanding petidin dan menembus sawar
jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan
distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi
fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya.
Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidoksilasidan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek


analgesinya. Dosis 1-3 µg/kgBB digunakan untuk induksi anestesia
dan pemeliharaan anestesia dengan kombinasi benzodiazepin dan
anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Efek tak
disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah
peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron dan kortisol.

4. Induksi

19
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai
tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan
tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau
memperdalam stadium anestesi setelah induksi.

Pada kasus ini digunakan obat induksi :

a. Propofol
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang
berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.

Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi


secara cepat. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan,
tetapi jarang disertai plebitis atau trombosis. Anestesi dapat
dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan
opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.

Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi


efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi
trakea.

Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun.
Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan
konvulsi pasca operasi yang minimal.

Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini


didistribusikan cepat dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi
sebagai akibat depresi langsung pada otot jantung dan menurunnya
tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai efek analgesik.
Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan

20
jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol
memiliki efek antiemetik. 3,6

Efek samping propofol pada sistem pernafasan adanya depresi


pernafasan, apnea, bronkospasme, dan laringospasme. Pada sistem
kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi,
hipertensi. Pada susunan syaraf pusat adanya sakit kepala, pusing,
euforia, kebingungan, dll. Pada daerah penyuntikan dapat terjadi nyeri
sehingga saat pemberian dapat dicampurkan lidokain. Dosis yang
dianjurkan adalah 2,5 mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi. 4,6

b. Ketamin

Merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar


dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan
kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk
sistem somatik tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin dapat
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai
 20%.

Untuk induksi ketamin diberikan secara IV dengan dosis 2 mg/kgBB


(1-4,5 mg/kgBB) dalam waktu 60 detik; stadium operasi dicapai dalam
5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis
ulangan setengah dari semula. Ketamin IM untuk induksi diberikan 10
mg/kgBB (6,5-13 mg/kgBB), stadium operasi terjadi dalam 12-25
menit.

5. Pemeliharaan

a. N2O-O2
Andrews (1868) menggunakan N 2O bersama-sama O2 utnuk
anestesiologi. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau
manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.
Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai dengan O2 minimal
25%.Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesiknya kuat,

21
sehinga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesia inhalasi jarang digunakan sendirian,
tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesik lain seperti
halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesia setelah N 2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga
terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O 2 100% selama 5-
10 menit
b. Sevoflurane
Sevoflurane merupakan halogenasieter. Induksi dan pulih
dari anestesi lebih cepat dibadingkan dengan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang


menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti
isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar.

6. Obat Pelumpuh Otot


Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular
sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut
mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat
penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya suksinil kolin,
dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin.

Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan


mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta
memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan
ventilasi kendali.4,5

Obat pelumpuh otot yang digunakan adalah :

22
Atracurium besilat (tracrium)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif


baru yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice leontopetaltum. Beberapa keunggulan
atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu antara lain adalah:

a. Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui


suatu reaksi kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman.
Reaksi ini tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal.
b. Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
c. Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang
bermakna.
Mula dan lama kerja atracurium bergantung pada dosis yang
dipakai. Pada umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi
adalah 2-3 menit, sedang lama kerja atracurium dengan dosis
relaksasi 15-35 menit.

Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan


(sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian
antikolinesterase. Nampaknya atracurium dapat menjadi obat
terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan penyakit jantung
dan ginjal yang berat.1,6

Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang


mengandung 50 mg atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat
bergantung pada penyimpanan pada suhu dingin dan perlindungan
terhadap penyinaran.

Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis relaksasi otot : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv

Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv

7. Intubasi Endotrakeal

23
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah
dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :

a. Mempermudah pemberian anestesi.


b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
e. Pemakaian ventilasi yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.

8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan
harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi
cairan perioperatif bertujuan untuk :

a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang


selama operasi.
b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi
yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :

a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa,
muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada
ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka
bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24
jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius
kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.

b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi.
Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

24
 Ringan = 4 ml / kgBB / jam.
 Sedang = 6 ml / kgBB / jam
 Berat = 8 ml / kgBB / jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana
perdarahan kurang dari 10 % EBV maka cukup digantikan
dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang
hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan
dosis 1-2 kali darah yang hilang.

c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan
defisit cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari
pasien.4,7

9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca
operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar
atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca
atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi
atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan
karena operasi atau pengaruh anestesinya.

Untuk memindahkan pasien dari ruang pulih sadar ke ruang


perawatan perlu dilakukan skoring tentang kondisi pasien setelah
anestesi dan pembedahan. Beberapa cara skoring yang biasa
dipakai untuk anestesi umum yaitu cara Aldrete score

Tabel 1. Aldrete Scoring System

No Kriteria Skor

25
.

1 Aktivitas  Mampu menggerakkan ke-4 2


motorik ekstremitas atas perintah atau secara
sadar.
 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas 1
atas perintah atau secara sadar.
 Tidak mampu menggerakkan
ekstremitas atas perintah atau secara 0
sadar.
2 Respirasi  Nafas adekuat dan dapat batuk 2
 Nafas kurang
1
adekuat/distress/hipoventilasi
 Apneu/tidak bernafas 0

3 Sirkulasi  Tekanan darah berbeda ± 20% dari 2


semula
1
 Tekanan darah berbeda ± 20-50% dari
semula 0
 Tekanan darah berbeda >50% dari
semula
4 Kesadaran  Sadar penuh 2
 Bangun jika dipanggil
1
 Tidak ada respon atau belum sadar
0

5 Warna kulit  Kemerahan atau seperti semula 2


 Pucat
1
 Sianosis
0

Aldrete skor ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang


perawatan.

26
PEMBAHASAN

Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis,


pemeriksaan fisik akan dibahas masalah yang timbul, baik dari segi
medis, bedah maupun anestesi.

A. PERMASALAHAN DARI SEGI MEDIK

Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang, dimana


kebutuhan cairan dapat meningkat, sehingga pasien dapat mengalami
dehidrasi. operasi. Dapat terjadi sepsis.

27
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH
1. Cito yang jika tidak segera dilakukan pembedahan, bisa
mengancam jiwa pasien
2. Kemungkinan perdarahan durante dan post operasi.
3. Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan)
Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan
teknik anestesi yang aman untuk operasi yang lama, juga perlu
dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.

C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI

1. Pemeriksaan pra anestesi

Pada penderita ini telah dilakukan persiapan yang cukup, antara lain :

 Puasa lebih dari 5 jam (pasien sudah puasa selama 6 jam)


 Pemeriksaan laboratorium darah

Permasalahan yang ada adalah :

 Bagaimana memperbaiki keadaan umum penderita sebelum


dilakukan anestesi dan operasi.
 Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai
dengan keadaan umum penderita.
 Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi
pada penderita perlu dilakukan :
 Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS.
 Puasa paling tidak 5 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga
bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan.
 Persiapan kantung darah mengingat hb pasien yang rendah dan
tidak memungkinkan dilakukan tranfusi darah
 Infus dipasang dua jalur

28
 Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada
operasi ini diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit, amnesia
dan mencegah resiko aspirasi. Teknik anestesinya semi closed
inhalasi dengan pemasangan endotrakheal tube, dan perencanaan
ini sudah tepat karena bila dengan face mask bahaya aspirasi dan
terganggunya jalan napas lebih besar
 Selama operasi dipasang ET teknik cepat.
2. Premedikasi

a. Untuk memberikan efek sedatif dan mencegah resiko aspirasi pada


pasien diberikan fentanyl 75 mcg

3. Induksi

Digunakan recofol 30 mg I.V. karena memiliki efek induksi yang cepat,


dengan distribusi dan eliminasi yang cepat.

a. Untuk memberikan efek analgesik yang kuat diberikan Ketalar 100


mg I.V. dan dilanjutkan dengan pemberian tramus 40 mg dan
norcuron 3mg sebagai pelemas otot.
 Namun dalam operasi, tekanan darah pasien semakin menurun
sehingga diputuskan hanya diberikan induksi ketalar dan
maintenance O2. Ketalar berfungsi sebagai sedative hipnotis dan
dapat menaikkan tekanan darah pasien.

4. Maintenance
Penggunaan sevofluran hihentikan dan hanya diberi O 2 untuk
mencegah pasien tidur yang semakin dalam dan dapat
menyebabkan tekanan darah semakin turun.

5. Terapi Cairan
Untuk pemenuhan cairan pada pasien ini sudah sesuai dengan
prosedur, namun pada pasien ini perlu adanya restriksi cairan
karena pasien sedang memiliki masalah pada ginjalnya. (ARF)

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief, S, dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi kedua.


Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Wirdjoatmodjo, K., 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul
Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta

30
3. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. 2002. Ilmu Anestesi. dalam: Kapita
Selekta Kedokteran. Jilid 2. edisi ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Media Aesculapius. Jakarta.
4. Atkinson, R. S. dkk. A Synopsis of Anesthesiology, Tenth Edition.
P. G. Asian Economy, Singapura, 1988.
5. Edward, M., Mikhail, M. 1996. Clinical Anesthesiology, Second
Edition a Lange Medical Book.
6. Gan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi ke- 4. FKUI.
Jakarta.

31

Anda mungkin juga menyukai

  • Porfol Eklampsia
    Porfol Eklampsia
    Dokumen4 halaman
    Porfol Eklampsia
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Moto GP
    Moto GP
    Dokumen1 halaman
    Moto GP
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Porfol TB
    Porfol TB
    Dokumen5 halaman
    Porfol TB
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Porfol TB
    Porfol TB
    Dokumen5 halaman
    Porfol TB
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Porfol
    Porfol
    Dokumen1 halaman
    Porfol
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Porfol TB
    Porfol TB
    Dokumen5 halaman
    Porfol TB
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Analisis Kasus
    Analisis Kasus
    Dokumen7 halaman
    Analisis Kasus
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Status Ujian Revisi
    Status Ujian Revisi
    Dokumen33 halaman
    Status Ujian Revisi
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Status Refraksi Meme Baru
    Status Refraksi Meme Baru
    Dokumen8 halaman
    Status Refraksi Meme Baru
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Status Neurologis
    Status Neurologis
    Dokumen3 halaman
    Status Neurologis
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat
  • Presentasi THT Komite Medik
    Presentasi THT Komite Medik
    Dokumen34 halaman
    Presentasi THT Komite Medik
    Mellissa Puspita
    Belum ada peringkat