Anda di halaman 1dari 4

Sebuah Bencana di Sore Menjelang Malam

Oleh: Nur Rahmi Amalia

Sore ini adalah sore yang terbilang cukup cerah. Walaupun ada sedikit awan mendung di sudut
langit yang membuat sore ini sedikit teduh. Waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Seperti biasa, hari
Rabu ini aku pergi les yang tempatnya sangat jauh dari rumahku. Waktu tempuh kesana lebih kurang
tiga puluh menit bila memakai kendaraan pribadi dan empat puluh lima menit bila ditempuh dengan
menumpangi angkot. Aku segera bersiap – siap pergi, karena waktu yang mendesakku. Seharusnya aku
berangkat pukul empat kurang lima belas, tapi karena sedikit gangguan, jadi agak sedikit telat. Setelah
semuanya beres, aku segera berpamitan dengan Mama.
“Ma, pergi les dulu ya.” Pamitku sambil mencium tangan mamaku.
“Ya, hati – hati ya nak,” Jawab mamaku sambil bersalaman denganku erat.
“Selamat tinggal anakku” Tambah mamaku lagi.
Sontak aku kaget mendengar ucapan mama tadi.
“Ma, kok bilang gitu? Kayak mau pergi selama – lamanya aja..” Berontakku
“Wah, ga boleh ya? Iya deh, hati – hati ya nak” Ucap mamaku.
“Ya ma”.
Setelah berpamitan, aku segera pergi. Kali ini, aku diantar oleh abangku karena waktu yang
sudah mendesak dengan motor. Tetapi saat tiba dipersimpangan antara dua jalan, ada kejanggalan
dengan abangku. Disana ada dua jalan menuju tempat les ku, yang pertama harus melewati pasar dulu
dan yang kedua langsung ketempat les tanpa melewati pasar dulu. Jalan yang kedua ini letaknya ditepi
sungai. Biasanya abangku mengantar kanku pergi les melewati jalan yang pertama, tetapi hari ini dia
mengantarkanku melewati jalan yang kedua.
“ Bang, kok lewat sini?” Tanyaku
“Biar cepat sampenya, kamu kan udah telat” Jawab abangku.
Memang sih, hari ini aku pergi agak terlambat. Tetapi biasanya, walaupun telat sekalipun, dia
tidak pernah melewati jalan ini. Dan ini merupakan kali pertama kami melewati jalan ini.
Sesampainya ditempat les yang sangat jauh ini, aku segera masuk kekelas, karena gedung yang
sudah sepi. Ternyata benar, sudah masuk tetapi gurunya belum masuk. Aku segera masuk kelas dan
duduk di bangku paling pojok sebelah kanan paling belakang bersama temanku, Vinny.
“Hai”. Sapaku.
“Hai juga”. Balasnya. “Kok telat?” Tambahnya
“Hehe. Iya. Ada sedikit gangguan.” Jawabku. “Udah dari tadi masuknya?” Tanyaku lagi.
“Belum, baru masuk kok” Jawabnya.
“Alhamdulillah” Ucapku.
Setelah duduk, aku baru ingat , ternyata aku lupa mengerjakan tugas yang diberikan setelah aku
melihat teman didepanku mengerjakan tugas. Lalu aku menanyakannya kepada Vinny.
“Vin, Lihat tugasnya dong?” Pintaku
“Tugas? Tugas yang mana?” Tanyanya padaku.
“Yang itu..” Ujarku sambil menunjuk tugas teman didepanku.
“Astagfirullah! Aku ga ingat!” Ujarnya kaget.
“Wah, ternyata teman sebangkuku sama pelupanya denganku” Kataku dalam hati.
Akhirnya kami mengerjakannya bersama dengan tergesa – gesa. Tetapi, setelah beberapa menit
kemudian, gurunya datang. Dan untung kami sudah membuatnya dengan secepat kilat.
“Sorry, Kakak sholat Ashar dulu. Tugasnya udah dikerjain?” Tanya guruku itu.
“ Udah” Jawab kami berdua dengan bersemangat.
Pelajaran segera dimulai. Aku menikmatinya dengan bosan.Tapi, setelah setengah pelajaran
dimulai, kami dikagetkan dengan goncangan yang keras dan disertai dengan bunyi gemuruh dari loteng.
Ternyata gempa! Semua murid di kelas seketika panik. Termasuk aku. Temanku Vinny sudah duluan
berlari keluar kelas. Sedangkan aku kesusahan keluar Karena tempat dudukku yang paling pojok dan
paling belakang dan ditambah pula tas Vinny yang jatuh dan membuatku hampir terjatuh karena
tersandung.
Saat keluar dari kelas, tanah masih bergoyang dan kecepatannya semakin tinggi.
“Laillahaillah, Allahuakbar” Teriak murid – murid yang masih berada di dalam gedung.
Entah kenapa, pikiranku melayang. “Apakah ini kiamat?” tanyaku dalam hati. Lalu tiba-tiba saja
ku teringat ucapan mama sebelum aku berangkat tadi.
“Braaak” Ada bunyi terjatuh yang membuatku bangun dari pikiranku tadi. Ternyata
temanku terjatuh dan membuat jalan keluar dari gedung itu tersendat.
“Woi! Capeklah tagak haa! Beko mati samo – samo awak di dalam ko bekoo!” Teriak
anak – anak lain.
Akhirnya dengan susah payah berdiri di atas tanah yang bergoyang dan segera keluar.
Sesampainya diluar, gempa semakin kuat.
“Ya Allah, gempanya kuat banget” Ujarku
Aku melihat selokan seperti ada yang menggoyangkannya. Semua airnya keluar. Dan aku
mendengar teman-teman ku menangis. Aku segera berjongkok, karena tidak sanggup berdiri. Setelah
gempa berhenti, semua murid – murid tadi segera masuk lagi ke kelas untuk mengambil tas, begitu juga
aku. Aku segera mengambil tasku dan tas Vinny keluar dari gedung. Aku melihat Vinny dan temanku
yang lainnya menangis. Mungkin mereka shock. Apalagi ini merupakan gempa terbesar yang pernah
kami rasakan. Aku juga melihat beberapa temanku menelepon orangtuanya tetapi tidak bisa karena
jaringan tidak ada. Ada juga yang berlari segera pulang.
Setelah mengembalikan tas Vinny, kami segera pulang. Kami berjalan pulang ke gang luar untuk
menaiki angkot. Dalam perjalanan, satu per satu temanku tadi dijemput oleh keluarganya. Sekarang
tinggal aku berdua dengan temanku, Gaby. Kami berlari mendapatkan angkot. Tetapi semua angkot
penuh dan tidak ada lagi angkot yang berkeliaran karena semuanya sudah pulang. Mungkin mereka
takut ada bencana lain dibalik bencana ini yaitu, Tsunami.
Kami berdua hanya berdiri di tepi jalan, berharap ada angkot. Tetapi sampai jam 6 sore, belum
ada juga angkot. Sesekali aku melihat handphone, tetapi tetap tidak ada jaringan. Aku melihat kelangit.
Awan cerah tadi tidak secerah tadi. Semuanya sudah gelap tertutupi awan mendung . Sesekali aku
melihat asap hitam yang mengepul di udara. Mungkin terjadi kebakaran di beberapa tempat. Keadaan
jalan juga kacau balau. Terjadi macet yang sangat panjang dan lama. Kadang aku melihat orang yang
menangis, berteriak dan ketakutan. Kebanyakan dari mereka mengungsi ke tempat yang lebh tinggi. Aku
bingung sendiri. Aku mau kemana? Rumahku sangat jauh dari sini. Begitu juga Gaby. Rumahnya searah
dengan rumahku. Aku melihat Gaby. Ternyata ia masih memakai seragam sekolah.
“Gab, kok masih pakai seragam?” Tanyaku.
“Iya, tan. Aku dari pulang sekolah tadi ga pulang dulu, aku kerumah teman, setelah itu
langsung kesini” Jawabnya
Entah mengapa aku merasa beuntung. Aku merasa beruntung karena tadi aku sudah melihat
keluargaku. Sedangkan Gaby, dari tadi pagi tidak sempat melihat keluarganya. Entah setelah bencana ini
akan terjadi bencana lain aku tidak tahu. Tiba-tiba saja aku menangis. Aku menngis karena tidak tahu
apa yang harus aku lakukan sekarang. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Jalan semakin
macet. Mala mini terasa lebih gelap, karena lampu yang mati. Hanya cahaya bulan dan lampu togok
yang menyinari di beberapa rumah. Sesekali ada orang yang menawarkan jasa ojek kepada kami. Tetapi
kami menolak karena takut, jangan – jangan orang itu penipu.
Aku hanya menunggu, berharap keluargaku menjemputku. Begitu juga Gaby. Hari semakin
gelap. Aku melihat ke jalan sambil mengamati pengguna motor dengan seksama. Mana tahu, ada
abangku yang menjemputku. Hari sudah menunjukkan jam setengah Sembilan malam. Kami berdua
merasakan lapar.
“Tan, makan yuk?” Tanya Gaby
“Yuk” Jawabku.
Tidak jauh dari tempat kami tadi, ada warung makan yang masih buka. Kami segera kesana.
Tetapi ketika kami mau masuk, ada orang yang memanggilku.
“Tan!” Ternyata itu abangku. Aku sangat senang sekali. Aku bersyukur kepada Allah karena telah
menyelamatkan ku. Ternyata abangku tidak sendiri menjemputku. Ia ditemani oleh adikku. Lalu kami
segera pulang dengan bonceng empat satu motor. Aku memboncengi Gaby dan mengantarnya pulang.
Saat diperjalanan, aku melihat gedung yang hancur serta macet yang sangat panjang dan lama. Aku
bersyukur, ternyata abangku menjemputku dan tidak terjadi bencana dibalik bencana ini. “Ya Allah,
Alhamdulillah Engkau masih menyelamatku” Gumamku.

Anda mungkin juga menyukai