Anda di halaman 1dari 29

 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara formal, kewenangan Pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan

tumbuh dan mengakar dari pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang

menegaskan bahwa : “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara untuk pergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Sebelum amandemen Undang-undang Dasar 1945, pasal 33 ayat 3 tersebut dijelaskan

dalam penjelasan pasal 33 alinea 4 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu

harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”. Kemudian dituntaskan secara kokoh didalam undang-undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara 1960-

104 atau disebut juga Undang-undang pokok agraria UUPA). 1 Hukum tanah

Indonesia berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tersebut

mengisyaratkan bagi pembuat undang-undang dalam membentuk hukum tanah

nasional jangan sampai mengabaikan, melainkan harus mengindahkan unsur-unsur

yang bersandar pada hukum agama. 2

                                                            
1
Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,
Cetakan I, 2008. h. 19 
2
Ini bertumpu pada konsideran bahwa hukum agrarian merupakan wujud dari ketuhanan
yang maha esa, perikemanusian, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial sebagai azas kerohanian 

Universitas Sumatera Utara


Sejarah terbentuknya pasal 33 ayat 3 UUD 1945, berawal pada saat R

Soepomo melontarkan didepan sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 yang

diakhir pidatonya tentang Negara integralistik. Dinyatakan bahwa, Dalam Negara

yang berdasar integralistik berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan

dipakai sistem “Sosialisme Negara” (Staats Socialisme). Perusahaan-perusahaan

yang penting akan diurus oleh Negara sendiri. pada hakekatnya Negara yang akan

menentukan dimana, dimasa apa, perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh

pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang akan diserahkan pada suatu

badan hukum privat atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada

kepentingan Negara atau kepentingan rakyat seluruhnya. Begitupun tentang hal tanah,

pada hakekatnya Negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang

penting untuk Negara akan diurus oleh Negara sendiri. 3

Pasal 2 UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan pasal 33 ayat 3 UUD

1945 dijelaskan pengertian hak menguasai Sumber daya alam oleh Negara sebagai

berikut :

1. Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang

dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam

                                                                                                                                                                          
Negara dan cita-cita bangsa seperti yang tercantum sebagai dasar Negara dalam pembukaan UUD
1945. 
3
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah OLeh Negara( Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria), Yogyakarta, Cetakan I, 2007, h. 35 

Universitas Sumatera Utara


yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh

Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

Hak menguasai Negara tersebut dalam ayat 1 pasal ini memberikan

wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan

ruang angkasa.

2. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada

ayat 2 pasal 33, digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat

dalam arti kebangsaan kesejahteraan, kemerdekaan dalam masyarakat dan

Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat adil dan makmur.

3. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan

kepada daerah-daerah, swasta dan masyarakat-masyarakat hukum adat,

sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,

menurut ketentuan-ketentuan Peraturan yang berlaku.

Berdasar pasal 2 UUPA dan penjelasannya tersebut, menurut konsep UUPA,

pengertian “dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”, melainkan hak yang

Universitas Sumatera Utara


memberi wewenang kepada Negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas. 4 Isi

wewenang Negara yang bersumber pada hak menguasai SDA oleh Negara tersebut

semata-mata bersifat publik yaitu, wewenang untuk mengatur (wewenang regulasi)

dan bukan menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya sebagaimana

wewenang pemegang hak atas tanah yang “bersifat pribadi”. 5 Hal ini dipertegas

dalam pasal 9 ayat 2” tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta

untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.

Wewenang Negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang

termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum antara

tanah dengan negara. Hukum yang mengatur pengakuan dan perlindungan tersebut

sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum kepada masyarakat agar

hak-hak atas tanahnya tidak dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak

tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah terlepas dengan hubungan antara

masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara perorangan

dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

                                                            
4
 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Djambatan, h.234 
5
Istilah” Bersifat Pribadi” menyatakan bahwa, sifat pribadi hak individual menunjukkan
kepada kewenangan pemegang hak untuk menggunakan tanah yang bersangkutan bagi kepentingan
dan dalam memenuhi kebutuhan pribdai dan keluarganyas 

Universitas Sumatera Utara


dipisahkan satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang bersifat

“tritunggal”. 6

Hubungan hukum antara Negara dengan tanah melahirkan hak menguasai

tanah oleh Negara, Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah ulayatnya

melahirkan hak ulayat, dan gabungan antara perorangan dengan tanah melahirkan

hak-hak perorangan atas tanah. 7 idealnya hubungan ketiga hak tersebut (hak

menguasai tanah oleh Negara, hak ulayat dan hak perorangan atas tanah) terjalin

secara harmonis dan seimbang. Artinya, ketiga hak itu sama kedudukan dan

kekuatannya, dan tidak saling merugikan. Namun peraturan perundang-undangan di

Indonesia memberi kekusaan yang besar dan tidak jelas batas-batasnya kepada

Negara untuk menguasai semua tanah yang ada diwilayahnya Indonesia. Sebagai

contoh, berdasar Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang “Ketentuan-

Ketentuan Pokok Pertambangan” dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang “Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan”, dalam pemberian Hak Guna

Usaha (HGU), dan kuasa pertambangan yang diberikan diatas tanah ulayat,

menyebabkan hilangnya sebagian tanah-tanah ulayat masyarakat hukum adat.

Demikian pula dengan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang “Pencabutan Hak Atas

                                                            
6
Loc. Cit, h.7 
7
Pasal 2 UUPA, Parlindungan AP, dalam bukunya Komentar atas undang-undang pokok
agrarian, alumni, bandung, h.11 

Universitas Sumatera Utara


Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya” dan Keputusan Presiden Nomor 55

Tahun 1993 tentang “Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum” yang diganti oleh Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005

tentang “Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum”, terjadi pengambilan tanah perorangan secara paksa oleh pemerintah.

Dikalangan para ahli muncul gagasan untuk membatasi wewenang Negara

yang bersumber pada hak menguasai oleh Negara atas tanah yaitu:

1. Maria Sriwulandari Sumardjono menghendaki agar kewenangan Negara yang


bersumber pada hak menguasai oleh Negara atas tanah dibatasi oleh dua hal :
8

a. Pembatasan oleh Undang-Undang Dasar


Pada prinsipnya, hal-hal yang diatur oleh Negara tidak boleh berakibat
terhadap pelanggaran hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh Undang-
Undang Dasar.
b. Pembatasan yang bersifat substantif
Sesuai dengan pasal 2 ayat (3) UUPA, maka semua peraturan pertanahan
harus ditujukan untuk terwujudnya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
sedangkan ruang lingkupnya pengaturan pertanahan dibatasi oleh Pasal 2
ayat (2) UUPA. Disamping relevansi, maka kewenangan pembuatan
kebijaksanaan tidak dapat didelegasikan kepada organisasi swasta, karena
yang diatur itu berkaitan dengan kesejahteraan umum yang sarat dengan
misi pelayanan. Pihak swasta merupakan bagian dari masyarakat yang ikut
diwakili kepentingannya dan oleh karena itu tidak dimungkinkan
mengatur karena hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan.
2. Maria Rita Ruwiastuti, mengemukakan analisis kritis tentang hubungan antara
hak menguasai oleh Negara dengan hak-hak adat sebagai berikut : 9
                                                            
8
Sumardjono, Maria Sriwulani, Kewenangan Negara Untuk Mengatur Dalam Penguasaan
Tanah Oleh Negara, pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Hukum Universitas Gajah
Mada, h.4-9 
9
Ruwiastuti, Maria Rita, Sesat Pikir Politik Hukum Agraria, press KPA dan Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, h.113 

Universitas Sumatera Utara


“Politik hukum agraria yang terkandung dalam Undang-Undang Pokok
Agraria 1960 tersebut sejak semula telah menetapkan keluasan kewenangan
Negara dalam menguasai sumber-sumber agraria di seluruh wilayah negeri
ini. Kewenangan yang kemudian disebut dengan Hak Menguasai dari Negara
(HMN) itu sama sekali tidak dapat diperbandingkan dengan hak-hak
keperdataan (privaatrechtelijk) biasa seperti hak memiliki, sebab baik luas
cakupan maupun sifat-sifatnya publik (publiekrechtelijk) itu hanya mungkin
dipegang oleh sebuah badan kenegaraan.
Hubungan antara hak menguasai yang ada ditangan Negara ini dengan hak-
hak penduduk Negeri ini yang ada telah ada turun temurun mendahului
lahirnya Negara diatur sebagai berikut (penjelasan Umum undang-undang
Pokok Agraria 1960, II/2,3) : “Adapun kekuasaan yang dimaksudkan itu
mengenai semua bumi, air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah dihaki
oleh seseorang maupun yang tidak. Kekuasaan Negara mengenai tanah yang
sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya
sampai seberapa besar Negara memberi kekuasaan kepada yang
mempunyainya untuk menggunakan haknya, sampai disitulah batas kekuasaan
Negara.
3. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menggugat konsep hak menguasai
tanah oleh Negara yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan
sejumlah pengingkaran terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas sumber
daya alam yang ada diwilayah (tanah ulayatnya), dan memanfaatkannya untuk
memberi ruang gerak bagi perusahaan-perusahaan besar dengan
mengatasnamakan pembangunan. KPA menghendaki hak menguasai tanah
oleh Negara dibatasi secara tegas, agar hak ini mempunyai batas-batas yang
jelas baik secara konseptual maupun implementasinya. KPA memberi
rekomendasi sebagai berikut: 10
1. Sudah selayaknya, proses konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria
di satu pihak dan sengketa agraria, mendorong para pembentuk kebijakan
untuk melakukan pembaruan hukum pertahanan.
2. Bahwa penyebab pokok dari konsentrasi penguasaan tanah dan sengketa
agraria adalah penggunaan suatu “Kekuasaan Negara atas Tanah” yang
berlebihan, yang diwakili oleh konsep politik hukum hak menguasai oleh
Negara atas tanah. Pembatasan itu bisa dilakukan terhadap hak menguasai
oleh Negara atas tanah. KPA mengusulkan adanya pembatasan hak
                                                            
10
 Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) dan Konsorsium Pembaruan Agraria,
Usulan Revisi Undang-Undang Pokok Agraria, Menuju Penegakan Hak-Hak Rakyat Atas Sumber
Agraria, h.123

Universitas Sumatera Utara


menguasai oleh Negara atas tanah. Pembatasan itu bisa dilakukan dengan
me-review berbagai undang-undang yang berhubungan dengan
“kekuasaan Negara atas tanah” yang terlampau besar, yang didalamnya
tentunya termasuk UUPA.
3. Bahwa perubahan konsep hak menguasai oleh Negara atas tanah
diperlukan setidaknya empat pertimbangan utama :
a. Secara substansial, konsep menguasai hak oleh Negara atas tanah
mengasumsikan penyerahan “kekuasaan masyarakat hukum adat atas
tanah” kepada Negara dimana tanah-tanah adat dijadikan tanah-tanah
Negara.
b. Hak menguasai oleh Negara atas tanah berkedudukan lebih tinggi dari
hak milik perdata warga Negara, padahal Negara dibentuk dengan
maksud melindungi hak dari warga negaranya.
c. Mandat hak menguasai oleh Negara atas tanah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, tidak dijalankan dalam rangka penataan
penguasaan atas tanah yang timpang. Bahkan sebaliknya, dengan hak
menguasai oleh Negara atas tanah terjadi pemberian hak-hak tanah
baru yang sangat besar melalui hak pengusahaan hutan, kuasa
pertambangan, hak guna usaha dan yang lainnya.
d. Pengunaan hak menguasai oleh Negara atas tanah melalui pemberian
hak-hak baru tersebut, telah mengakibatkan konsentrasi penguasaan
tanah disatu pihak dan sengketa-sengketa agraria yang berkepanjangan
dilain pihak.
4. Sri hayati dalam disertasinya juga menyarankan agar hak menguasai tanah
oleh Negara dibatasi secara tegas untuk masa-masa mendatang, sebagaimana
ia nyatakan bahwa Oleh karena itu hendaknya hak menguasai Negara ini
dibatasi secara tegas untuk masa-masa yang akan datang dan sudah saatnya
untuk memikirkan alternatif dari hak menguasai Negara agar hak itu bisa
menjadi terbatas sifatnya dalam konsepsi maupun implementasinya. 11

Sejalan dengan pendapat ahli diatas, A.P Parlindungan, dalam pandangan

filosofisnya menyatakan bahwa permasalahan yang terdapat dalam Undang-Undang

                                                            
11
Hayati, Sri, 2003, Pengaturan Hak Atas Tanah Dalam Kaitanya Dengan Investasi,
Disertasi, Universitas Airlangga, h.12 

Universitas Sumatera Utara


Pokok Agraria tidak boleh terjadi, karena upaya mengatur agraria harus memenuhi

prinsip pokoknya yang antara lain : 12

1. Prinsip kesatuan hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air


2. Penghapusan pernyataan domein
3. Fungsi sosial hak atas tanah
4. Pengakuan hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat dan
pengakuan dari eksistensi dari hak ulayat
5. Persamaan derajat sesama Warga Negara Indonesia dan antara laki-laki
dan wanita
6. Pelaksanaan reformasi hubungan antara manusia (indonesia) dengan
tanah atau dengan bumi, air dan ruang angkasa
7. Rencana umum penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan
ruang angkasa
8. Prinsip nasionalitas

Bila dicermati lebih rinci, beberapa ketentuan didalam undang-undang

pertanahan, maka jelas negara sajapun sebagai organisasi tertinggi untuk mengolah

tanah, kewenangan itu tidak turut menjual atau bahkan mengadaikan, yang jelas

haknya tidak beralih kepada yang bukan warga Negara Indonesia. Sekalipun

kewenangan itu ada ditangan pemerintah namun hanya kewenangan yang mencakup

sebagai organisasi tertinggi untuk mengatur (dalam arti membuat aturan tentang

pertanahan), menyelenggarakan aturan yang dimaksud dalam penggunaanya,

peruntukanya serta pemeliharaanya saja. Jelas bahwa makna pengaturan,

penyelenggaraan, pemeliharaan, penggunaan, peruntukan tanah tidak dapat diartikan

untuk tujuan lain kecuali untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga bila

terjadi penjualan atas nama kepentingan rakyat baik langsung maupun tidak langsung
                                                            
12
Op.cit h. 4 

Universitas Sumatera Utara


adalah perbuatan yang jelas bertentangan dengan kewenangan yang diberikan

undang-undang itu sendiri. Sebab dengan penjualan itu ada pemutusan hubungan

hukum yang tidak diperkenankan oleh isi aturan tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian ini, maka peneliti merumuskan

permasalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembatasan wewenang pemerintah terhadap hak menguasai

tanah oleh Negara yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria?

2. Apakah Tanah Ulayat terhimpit oleh berlakunya berbagai peraturan

perundang-undangan di Indonesia?

3. Apakah jenis-jenis hak yang dimiliki oleh warga Negara Indonesia?

1.3 Tujuan penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat

dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pembatasan wewenang Negara terhadap hak menguasai

tanah oleh Negara yang diatur dalam undang-undang pokok agraria

2. Untuk mengetahui kedudukan tanah ulayat di dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia

3. Untuk mengetahui jenis-jenis hak yang dimiliki oleh Warga Negara

Indonesia

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Secara teoritis

Secara teoritis diharapkan pembahasan masalah-masalah yang akan dibahas

akan melahirkan pemahaman dan pandangan yang lebih jelas tentang tanah

ulayat dan hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan

ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khusunya bidang hukum

Agraria.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada setiap

orang yang berhubungan langsung dengan hukum agraria, baik praktisi,

pemerintah, pengusaha, asosiasi, perkebunan dan masyarakat yang ingin

mendalami hukum agraria di Indonesia, khususnya mengenai hak penguasaan

tanah baik oleh Negara maupun masyarakat.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan baik terhadap

hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada

Sekolah Pasca Sarjana di Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang

menyangkut masalah Hak menguasai tanah oleh Negara terhadap hak ulayat. Dengan

demikian penelitian ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan

sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


1.6 Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Dalam setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran

teoritis, oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori

dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisa dan konstruksi data.

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah memberikan arahan/petunjuk

dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini

merupakan penelitian hukum normatif, maka kerangka teori diarahkan secara

khas kedalam ilmu hukum. Kerangka teori yang dimaksud disini adalah

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, ilmu hukum

dibidang pertanahan, khususnya yang lebih mengenai masalah penguasaan

tanah.

Dalam hubunganya dengan tanah, menurut alam pikiran hukum adat

tertanam keyakinan bahwa setiap kelompok masyarakat hukum adat tersedia

suatu lingkungan tanah sebagai peninggalan pemberian dari sesuatu kekuatan

gaib sebagai pendukung kehidupan kelompok dan para anggotanya sepanjang

zaman. Disinilah sifat religius hubungan hukum antara para warga masyarakat

hukum adat bersama dengan tanah ulayatnya ini. Adapun tanah ulayat atau

Universitas Sumatera Utara


tanah bersama dalam hal ini oleh kelompok dibawah pimpinan kepala adat

masyarakat hukum adat, misalnya adalah hutan, tanah lapang. 13

Hak ulayat diakui eksistensinya bagi suatu masyarakat hukum adat


tertentu, sepanjang menurut kenyataanya masih ada. Masih adanya hak ulayat
pada suatu masyarakat hukum adat tertentu, antara lain dapat diketahui dari
kegiatan sehari-hari kepala adat dan para tetua adat dalam kenyataanya,
sebagai pengemban tugas kewenangan mengatur penguasaan dan memimpin
penggunaan tanah ulayat yang merupakan tanah bersama para warga
masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Selain diakui, pelaksanaanya juga
dibatasi dalam arti sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang serta peraturan yang lebih tinggi
lainya. 14

Kerangka teori yang yang dibahas disini meliputi berbagai hal yaitu;

a. Hak menguasai tanah oleh Negara berasal dari konsep hak ulayat

Konsideran UUPA menyebutkan bahwa Hukum Agraria Nasional

berdasarkan asas hukum adat, yang sederhana dan menjamin kepastian

bagi seluruh masyarakat hukum Indonesia, dengan tidak mengabaikan

unsur-unsur yang bersandar pada hukum agraria. Maka atas hak tersebut

maka pembangunan Hukum tanah nasional harus dilakukan dalam bentuk

penuangan norma-norma hukum adat dalam peraturan perundang-

                                                            
13
Arie Sukanti Hutagalung,” Konsepsi Yang Mendasari Penyempurnaan Hukum Tanah
Nasional”(pidato pengukuhan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Agraria Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Depok: 2003), h. 15 
14
Hasim Purba, Syafruddin Kalo, Muhammad Yamin lubis, dkk” Sengketa Pertanahan Dan
Alternative Pemecahan”penerbit CV Cahaya Ilmu, Cet.I, 2006, Medan, h.205  

Universitas Sumatera Utara


undangan menjadi hukum yang tertulis. Dan selama hukum adat yang

bersangkutan tetap berlaku penuh, serta menunjukkan adanya hubungan

fungsional antara hukum adat dan hukum tanah nasional.

Hukum adat yang dipakai sebagai hukum agraria adalah hukum adat

yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah yang diberi sifat

nasional. Sehingga dalam hubunganya dengan prinsip persatuan bangsa

dan Negara kesatuan Republik Indonesia, maka hukum adat yang dahulu

hanya mementingkan suku dan masyarakat dan hukumnya sendiri harus

diteliti.

Menurut Boedi Harsono mengemukakan bahwa penggunaan norma-

norma hukum adat sebagai pelengkap tanah yang tertulis, haruslah tidak

bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. 15

Hukum sebagai kaedah atau norma merupakan pencerminan dari nilai-

nilai hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat

bersifat dinamis yang berarti berkembang sesuai dengan perkembangan

jaman, akibatnya hukumpun berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang

hidup didalam masyarakat. Demikian pula terhadap konsep hukum yang

ada, konsep hak menguasai tanah oleh Negara yang berlaku saat ini

bukanlah muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil dari suatu proses


                                                            
15
 Boedi Harsono, Hukum Agraria Hukum Indonesia, Sejarah pembentukan UUPA, isi, dan
pelaksanaanya, Jilid 1 hukum tanah nasional, Djambatan, Jakarta, 1999, h. 209 

Universitas Sumatera Utara


perkembangan terus-menerus. 16 Rumusan pasal 1 ayat 1 UUPA

menyatakan bahwa seluruh wilayah adalah kesatuan tanah air dari seluruh

rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Hal ini berarti

bahwa tanah diseluruh wilayah Indonesia adalah hak bersama dari bangsa

Indonesia (aspek perdata) dan bersifat abadi, yaitu seperti hak ulayat pada

masyarakat hukum adat. Dengan demikian, hak bangsa Indonesia

mengandung dua unsur yaitu:

1. Unsur kepunyaan bersama yang bersifat perdata, tetapi bukan berarti

hak kepemilikan dalam arti yuridis, tanah bersama dari seluruh rakyat

Indonesia yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia.

2. Unsur tugas kewenangan yang bersifat publik untuk mengatur dan

memimpin pengguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyai

bersama tersebut.

Apabila unsur perdata sifatnya abadi dan tidak memerlukan campur

tangan kekuasaan politik untuk melaksanakanya, tugas kewajiban yang

termasuk hukum publik tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh rakyat. Oleh

karena itu, penyelenggaraanya dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai

pemegang hak dan pengemban amanat yang pada tingkatan tertinggi

diserahkan kepada Negara Republik Indonesai sebagai organisasi kekuasaan

seluruh rakyat.
                                                            
16
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogjakarta, 1978, h. 17  

Universitas Sumatera Utara


Tugas kewenangan ini dilaksanakan oleh Negara berdasarkan hak

menguasai Negara yang dirumuskan dalam pasal 2 UUPA yang merupakan

tafsiran autentik dari pengertian dikuasai oleh Negara. dalam pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945,” bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat sehingga

harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Penguasaan Negara atas tanah diseluruh wilayah

Republik Indonesia bersumber pada hak bangsa Indonesia yang meliputi

kewenangan Negara dalam pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu: 17

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa

c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang

angkasa

Dalam Pasal 16 UUPA No. 5 tahun 1960 disebutkan juga bahwa Hak-
hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) adalah: 18
a. hak milik
b. hak guna-usaha
c. hak guna-bangunan

                                                            
17
Undang-Undang Pokok Agraria, Psl. 2 
18
Undang-Undang Pokok Agraria psl 16 dan penjelasanya 

Universitas Sumatera Utara


d. hak pakai
e. hak sewa
f. hak membuka tanah
g. hak memungut-hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut
dalam pejelasanya, Pasal 16 UUPA menjelaskan bahwa Pasal ini adalah
pelaksanaan dari pada ketentuan dalam pasal 4.Sesuai dengan azas yang
diletakkan dalam pasal 5, bahwa hukum pertanahan yang Nasional didasarkan
atas hukum adat, maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam pasal ini
didasarkan pula atas sistematik dari hukum adat. Dalam pada itu hak guna
usaha dan hak guna bangunan diadakan untuk memenuhi keperluan
masyarakat modern dewasa ini. Perlu kiranya ditegaskan, bahwa hak-guna
usaha bukan hak erfpacht dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak
guna-bangunan bukan hak opstal. Lembaga erfpacht dan opstal ditiadakan
dengan dicabutnya ketentuan ketentuan dalam Buku ke II Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Dalam pada itu hak-hak adat yang sifatnya
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini (pasal 7 dan
10), tetapi berhubung dengan keadaan masyarakat sekarang ini belum dapat
dihapuskan diberi sifat sementara dan akan diatur (ayat 1 huruf h yo pasal 53).

Sejalan dengan pasal 16 UUPA No. 5 Tahun 1960, Hak ulayat masyarakat

hukum adat dianggap masih ada apabila ( pasal 2 ayat 2 PMA No. 5 Tahun 1999):

a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum

adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang

mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut

dalam kehidupannya sehari-hari,

b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga

persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan

hidupnya sehari-hari

Universitas Sumatera Utara


c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan

penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga

persekutuan hukum tersebut.

Menurut S.1875-199a pernyataan umum tanah Negara tersebut berlaku juga

didaerah-daerah diluar jawa dan Madura. Berdasarkan atas pasal 1 Keputusan

Agraria, ternyata bahwa semua tanah dianggap menjadi tanah Negara. Artinya

Negara menjadi pemilik dari tanah itu, kecuali jikalau orang lain dapat membuktikan,

bahwa dia menjadi pemilik dari tanah tersebut.

Meskipun sudah ada pernyataan umum tanah agraria, sebagaimana tersebut

dalam pasal 1 Keputusan Agraria, sepertinya tentang hal ini masih ada keragu-raguan.

Itulah kiranya mengapa sebelum pemberian hak erfpacht atas tanah-tanah Negara

diluar jawa dan Madura diadakan pernyataan khusus tanah Negara untuk Sumatera

(S. 1847-94f), Manado (S. 1877-55) dan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur

(S.1888-58).

Dalam pasal 1 dari masing-masing peraturan tersebut ditetapkan, bahwa

semua tanah-tanah kosong didaerah Gubernuran di Sumatera, Keresidenan di

Manado, Keresidenan Kalimantan Selatan dan Timur, termasuk tanah Negara,

sekedar pada tanah-tanah itu tidak terdapat ada hak-hak penduduk asli (rakyat) yang

diperoleh dari hak membuka tanah. Sebagaimana telah diterangkan diatas, bahwa

tanah-tanah bangsa Indonesia seperti tanah komunal, tanah yang sawah-sawah,

lapangan-lapangan pengembalaan umum dan sebagainya termasuk tanah Negara.

Universitas Sumatera Utara


Yang dapat diberikan oleh Negara kepada orang lain hanyalah tanah-tanah kosong

saja. 19 berhubung dengan hal tersebut, tanah-tanah Negara dapat dibagi atas dua

bagian yaitu :

a. Tanah Negara yang bebas ( Vrij Landsdomein), artinya tanah yang tidak

terikat dengan hak-hak bangsa Indonesia.

b. Tanah Negara yang tidak bebas (Onvrij Landsdomein), artinya tanah

yang terikat dengan hak-hak bangsa Indonesia.

Sejak Indonesia merdeka cita-cita merombak hukum agraria kolonial telah

ada, dengan menciptakan hukum agraria nasional berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD

1945 tersebut. Namun pekerjaan untuk menciptakan undang-undang yang sifatnya

unifikasi yang berlaku untuk seluruh Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah,

maka baru pada tanggal 24 September 1960, cita-cita tersebut terlaksana.

Demikian mendesaknya segera direalisasikan hukum agraria yang sifatnya

melindungi rakyat Indonesia, beberapa ketentuan mengenai agraria ini secara

sporadik telah ditetapkan seperti: 20

a. Penghapusan Tanah-Tanah Partikulir, dengan Undang-Undang No. 1

Tahun 1958.

                                                            
19
Purwopranoto, Penuntut Tentang Hukum Tanah, Astana Buku “ ABEDE”, Semarang,
1953, h. 98 
20
Ibid 

Universitas Sumatera Utara


b. Penghapusan Tanah-tanah Swapraja, dengan Undang-undang No. 8

Tahun 1953.

c. Undang-undang Bagi hasil, dengan Undang-undang No. 2 Tahun 1960.

b. Hierarki peraturan perundang-undangan

Dalam ilmu hukum dikenal adanya tingkatan-tingkatan (hierarki)

peraturan-peraturan berjenjang, dari tingkat yang paling bawah sampai

tingkat paling atas. Di Indonesia terdapat tata urutan peraturan perundang-

undangan yang diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 tahun

2004 tentang “Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” yang

berbunyi sebagai berikut :

a) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

b) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

c) Peraturan Pemerintah

d) Peraturan Presiden

e) Peraturan Daerah

Jika tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut dihubungkan

langsung dengan pendapat Hans Kelsen, maka dapat dilihat kesimpulan yang

menyatakan sebagai berikut:

1) Peraturan Perundang-Undangan yang paling tinggi tingkatanya,

menurut Hans Kelsen adalah Constitution atau Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945

Universitas Sumatera Utara


2) Peraturan Perundang-Undangan dibawah Constitution (general norm

created in the legislative process) adalah Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang walaupun dibuat oleh presiden

namun tingkatanya disamakan dengan Undang-Undang. Seperti

halnya Undang-undang No. 5 Tahun 1960

3) Peraturan Perundang-Undangan yang paling rendah tingkatanya

(Administrative regulation) adalah Peraturan Perundang-Undangan

yang dibuat oleh Presiden dan Pemerintahan Daerah yaitu, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden Dan Peraturan Daerah. Seperti halnya

PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PMA No. 5 Tahun

1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum

Adat.

Hierarki peraturan perundang-undangan tersebut membawa

konsekwensi. peraturan perundang-undangan yang tingkatanya dibawah

dibentuk, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang

ada diatasnya, demikian seterusnya hingga pada akhirnya sampai pada

peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatanya yaitu Undang-

undang Dasar. Dengan demikian, maka pembentukan peraturan perundang-

undangan yang ada dibawahnya senantiasa harus searah dan sejalan dengan

peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya.

Universitas Sumatera Utara


Apabila terjadi konflik hukum diantara sesama peraturan perundang-

undangan, konflik hukum ini diatasi dengan tiga asas yaitu: 21

1. Lex superior derogat legi inferiori artinya, peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatanya mengenyampingkan

berlakunya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

tingkatanya, apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut

memuat ketentuan yang saling bertentangan

2. Lex specialis derogat legi generali artinya, peraturan perundang-

undangan yang bersifat khusus (special) mengenyampingkan

berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum

(general), apabila kedua peraturan perundang-undangan itu memuat

ketentuan yang saling bertentangan

3. Lex posterior derogat legi priori artinya, peraturan perundang-

undangan yang baru mengenyampingkan berlakunya peraturan

perundang-undangan yang lama, apabila kedua peraturan perundang-

undangan itu memuat ketentuan yang saling bertentangan.

c. Kedudukan UUPA terhadap peraturan perundang-undangan lainya

Pada tanggal 24 september 1960, berlaku Undang-undang No.5 tahun 1960

tentang Peraturan Pokok Dasar Agraria atau lebih terkenal dengan nama

                                                            
21
Hadjon, P.M, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik, Dalam Majalah Hukum Universitas
Airlangga, Yuridika No.6 Tahun 1994, h. 25 

Universitas Sumatera Utara


UUPA. Sesuai dengan namanya yaitu “undang-Undang Pokok Agraria”,

UUPA memuat asas-asas pokok peraturan yang mengatur tentang Bumi, Air,

Ruang angkasa dan Kekayaan alam yang terkandung didalamnya ( pasal 1

ayat 1-3 UUPA). Undang-undang Pokok Agraria ini juga sekaligus sebagai

aturan penjabaran dari pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

d. Paradigma baru hak menguasai tanah oleh Negara

Menurut UUPA, hak menguasai tanah oleh Negara dipegang

pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat mempunyai hak itu apabila ada

pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Akibatnya, hak menguasai tanah oleh Negara itu bersifat sentralistis. Setelah

amandemen UUD 1945, terjadi perubahan paradigma kekuasaan Negara yang

semula bersifat sentralistis menjadi desentralistis.

Dalam Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960,

menyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa

dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat

dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang

diatur dengan Undang-undang.

Penguasaan hak Menguasai Negara dapat kita konstruksikan dalam

pengertian politis yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Memberikan hak seseorang atau badan yaitu melalui lembaga

konversi atas tanah-tanah eks BW dan eks. Hukum adat dan atas

tanah-tanah yang dikuasai oleh pemerintah daerah otonom

ataupun dikuasai oleh lembaga-lembaga pemerintahan.

2. Memberikan hak-hak baru yang ditetapkan oleh UUPA seperti

hak milik, hak guna usaha, hak guna bagunan, hak pakai.

3. Mengesahkan sesuatu perjanjian yang diperbuat antara seseorang

pemegang hak milik dengan orang lain untuk menimbulkan suatu

hak lain diatasnya, seperti yang kita kenal Hak Guna Bangunan

diatas Hak Milik dan Hak Pakai diatas Hak Milik (Pasal 19 PP

No. 10 Tahun 1961).

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi hukum tanah nasional secara utuh diambil dari konsepsinya

hukum adat, yang oleh Boedi Harsono dikatakan bahwa Konsepsi Hukum

Tanah nasional adalah komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan

tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi,

sekaligus mengandung kesamaan. Konsepsi ini masih relevan ( dan harus tetap)

dipertahankan untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang, oleh

karena konsepsi ini merupakan penjabaran dari sila-sila pancasila dibidang

pertanahan serta harus dijabarkan lebih lanjut dalam politik Pertanahan

Universitas Sumatera Utara


Nasional sebagaimana yang digariskan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. 22

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang

lain-lain seperti asas dan standar, Oleh Karena itu kebutuhan untuk membentuk

konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam

hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan

oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan

analistis. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi dan

pengertian yang akan dipergunakan sebagai penelitian hukum.

Untuk menjadikan penelitian tesis ini lebih terarah maka diperlukan

konsep atau kerangka konsepsional sebagai pengarah dan pedoman yang lebih

konkret. Sebagai pegangan yang lebih nyata bagi penulis didalam penulisan

tesis ini, maka penulis mempergunakan defenisi-defenisi sebagai berikut:

1. Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk

selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum

adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu

yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil

manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut

bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan

                                                            
22
Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, PT.Sofmedia, Cetakan Pertama, 2009, h. 45  

Universitas Sumatera Utara


secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara

masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

2. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari

suatu masyarakat hukum adat tertentu.

3. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh

tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum

karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

4. Daerah adalah daerah otonom yang berwenang melaksanakan urusan

pertanahan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah.

5. Agraria menurut pasal 1 UUPA adalah seluruh wilayah kesatuan tanah air

dari seluruh rakyat yang bersatu sebagai bangsa Indonesia atau seluruh

bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa.

6. Kepastian hak atas tanah adalah menekankan pada terjaminya kepentingan

dari sipemilik tanah dalam rangka mempertahankan haknya.

7. Sertifikat adalah surat atau keterangan berupa pernyataan tertulis atau

tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti

suatu kejadian secara otentik.

8. Sertifikat tanah adalah surat bukti kepemilikan tanah yang dikeluarkan

oleh instansi yang berwenang.

Universitas Sumatera Utara


9. Hak adalah kewenangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

karena telah ditentukan oleh Undang-undang maupun peraturan yang

lainya.

10. Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan

melalui proses penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan

kawasan hutan.

1.7. Metode penelitian

Penelitian ini bersifat yuridis normatif yaitu berupa penelitian terhadap

peraturan perundang-undangan, studi kepustakaan dan bahan-bahan hukum

lainya yang berkaitan dengan penulisan tesis ini. Pendekatan ini dilakukan guna

memperoleh data sekunder dibidang hukum dan untuk Melengkapi serta

menunjang data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan maupun penjabaran

buku-buku. Selengkapnya cara penelitianya adalah sebagai berikut:

1. Sifat penelitian

Sifat penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang

mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa dengan

memberikan suatu penilaian secara menyeluruh, luas, mendalam, dari

sudut pandang ilmu hukum, yaitu dengan meneliti asas-asas hukum,

kaidah hukum, dan sistematika hukum.

Universitas Sumatera Utara


2. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder, oleh karena itu cara yang ditempuh dalam penelitian

ini adalah melalui Penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh dari

penelitian kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan

hukum primer, sekunder, dan tertier.

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat berupa

norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. antara lain kitab

undang-undang hukum perdata, dagang, hukum pertanahan,

hukum kehutanan, UUPA No.5 tahun 1960 dan PMA No.5 Tahun

1999.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan mengenai hukum primer berupa hasil penelitian, karya

ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun

sekunder seperti kamus hukum, majalah, jurnal ilmiah. surat kabar.

4. Teori-teori yang bersifat umum yang berkaitan dengan

permasalahan ini.

Universitas Sumatera Utara


3. Alat pengumpulan data

Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan studi :

a. Studi dokumen, yaitu dengan meneliti, mempelajari, menganalisis

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

b. Pengamatan (observasi), pengamatan ini dipergunakan dengan tujuan

untuk menambah kejelasan yang jujur dan seksama atas situasi

tertentu sehingga mendapatkan pertimbangan sejumlah kenyataan.

4. Analisis Data

Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah

diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokan, pengolahan dan

dievaluasi sehingga diketahui kebenaranya, kemudian dianalisis secara

kualitatif dengan mempelajari seluruh peraturan maupun ketentuanya

kemudian diolah dengan menggunakan metode induksi dan terakhir

dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai