Anda di halaman 1dari 18

PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DALAM MODEL PAIKEM

DAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)


DI SMA NEGERI 1 SE-EKS KAWEDANAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA
Oleh : Drs. Sugeng Hidayat,MM (Pengawas Dikmen)
Drs. Nur Kholiq (Kepala SMAN 1 Kembang)

A. PENDAHULUAN
Guru merupakan sosok yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam proses
pembelajaran. Keberhasilan sebuah pendidikan salah satunya ditentukan oleh faktor
guru (Lihat Usman, 1999: v). Zachari sebagaimana dikutip Arikunto (1993: 210)
mengatakan bahwa guru merupakan "the bottom line of success or failure". Oleh sebab
itu sangatlah diperlukan adanya upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kualitas
guru, sebab peningkatan kualitas guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. (Lihat Zamroni, 2000: 51, dan Tilar, 2000: 14).
Saat ini pemerintah kita tengah berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Menurut Fasli Jalal setidaknya ada empat aspek penting yang tengah menjadi program
pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, yaitu aspek kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana pendidikan, dan kepemimpinan satuan pendidikan
(http://researchengines. com/0807junaidi.html, diakses tanggal 10 Pebruari 2008).
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan ini, pemerintah melalui menteri
Pendidikan Nasional telah mencanangkan "gerakan peningkatan mutu pendidikan" pada
tanggal 2 Mei 2002. Gerakan ini dimaksudkan untuk memacu percepatan peningkatan
mutu pendidikan nasional yang tengah terpuruk. Upaya peningkatan mutu pendidikan
ini semakin serius dilakukan dengan digulirkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) atau UU No 20 tahun 2003 yang diikuti dengan terbitnya Undang-
undang Guru dan Dosen (UUGD) atau UU no 14 tahun 2005.
Namun harus diakui bahwa kunci utama peningkatan mutu pendidikan di sebuah
sekolah adalah guru. Tanpa didukung oleh mutu guru yang baik upaya peningkatan
mutu pendidikan akan menjadi hampa, sekalipun didukung oleh komponen lainnya
yang memadai. Karena itu sangatlah beralasan apabila pemerintah saat ini lebih
memfokuskan peningkatan mutu guru sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Apalagi kondisi saat ini sangat menuntut perlunya keseriusan untuk
meningkatkan mutu guru.
Melihat kenyataan di atas, setiap lembaga pendidikan diharapkan untuk terus memacu
peningkatan mutu pendidikannya yang salah satunya adalah peningkatan mutu gurunya.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah-sekolah swasta yang harus lebih serius
menghadapi persaingan ke depan yang lebih berat untuk tetap menjaga eksistensi dan
keberlangsungannya.
SMA Negeri 1 Mlonggo, SMA Negeri 1 Bangsri dan SMA Negeri 1 Kembang
merupakan tiga lembaga pendidikan Negeri yang memiliki potensi untuk terus
dikembangkan. Tiga lembaga pendidikan tersebut saat ini memiliki jumlah siswa yang
lumayan banyak dibandingkan dengan sekolah-sekolah SMA lain di kota Jepara. SMA
Negeri 1 Mlonggo saat ini memiliki tenaga kependidikan sebanyak 39 orang dan siswa
sebanyak 466 orang, sementara SMA Negeri 1 Bangsri memiliki tenaga kependidikan
sebanyak 46 orang dengan siswa sebanyak 738 orang dan SMA Negeri 1 Kembang
memiliki tenaga kependidikan sebanyak 32 orang dengan siswa sebanyak 428 orang. Di
samping itu kedua sekolah tersebut memiliki sarana pendidikan yang representativ
untuk dikembangkan. Untuk tingkat negeri, ketiga SMA tersebut pada dasarnya telah
memiliki daya saing namun demikian pada beberapa aspek pendidikan ada beberapa
kelemahan yang perlu untuk segera dihilangkan di antaranya adalah proses
pembelajaran yang masih mengacu pada metode-metode tradisional yang dalam hal ini
adalah metode ceramah yang paling dominan akibat dari kurangnya wawasan dan
ketrampilan guru dalam melakukan proses pembelajaran kontemporer yang dikenal
PAIKEM (Pembelajaran Aktiv, Inovatif, Kreatif, Efektif & Menyenangkan)/ CTL.
Selain itu rendahnya kegiatan penelitian tindakan kelas di kalangan para guru akibat
kurangnya wawasan penelitian di kalangan mereka. Sampai saat ini hampir semua guru
belum menerapkan model PAIKEM / CTL dalam proses pembelajaran, begitu juga
melakukan penelitian tindakan kelas hampir semua guru belum melakukannya.
Atas dasar inilah perlu dilakukan peningkatan kompetensi guru di kedua lembaga
tersebut dalam melakukan proses pembelajaran dan penelitian yang ditujukan untuk
mencapai dua hal berikut:
1. Meningkatkan wawasan dan ketrampilan guru SMAN 1 Mlonggo, Bangsri dan
Kembang, Kabupaten Jepara tentang model pembelajaran berbasis PAIKEM / CTL
sebagai upaya meningkatkan mutu pembelajaran mereka
2. Meningkatkan wawasan dan ketrampilan guru SMAN 1 Mlonggo, Bangsri dan
Kembang, Kabupaten Jepara tentang Penelitian Tindakan Kelas sebagai upaya
meningkatkan mutu pembelajaran mereka
Dengan kegiatan tersebut diharapkan akan memberikan manfaat bagi peningkatan
kompetensi guru dalam melakukan proses pembelajaran dan penelitian Tindakan Kelas,
yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pembelajaran mereka, dan secara khusus
akan memberikan manfaat kepada beberapa fihak, antara lain :
1. Bagi guru SMAN 1 Mlonggo, Bangsri dan Kembang, Kabupaten Jepara , kegiatan
ini akan memberikan tambahan pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan
proses pembelajaran berbasis PAIKEM / CTL dan penelitian tindakan kelas.
2. Bagi lembaga SMAN 1 Mlonggo, Bangsri dan Kembang, Kabupaten Jepara,
kegiatan ini akan membantu meningkatkan Sumber Daya Manusianya, yang
diharapkan akan menambah mutu lembaga.
3. Bagi Dikpora Kabupaten Jepara, kegiatan ini akan membantu upaya pengembangan
kualitas / mutu pendidikan SMTA di Kabupaten Jepara.
4. Bagi Pengawas Dikmenum, kegiatan ini akan menunjukkan kontribusinya bagi
pengembangan lembaga pendidikan SMTA di Kabupaten Jepara.

B. TINJAUAN PUSTAKA

• Model PAIKEM/CTL
Model PAIKEM/CTL merupakan salah satu model pembelajaran yang saat ini sedang
dikembangkan di lembaga pendidikan di Indonesia khususnya di lembaga pendidikan
tingkat dasar. Untuk mengetahui lebih jauh model pembelajaran ini, akan dipaparkan
hal-hal berikut:

1. Apa itu PAIKEM / CTL ?


Ada beberapa pendapat tentang Pakem / CTL, di antaranya sebagaimana disebutkan
oleh Nurhadi (2002:1) yakni salah satu pendekatan pembelajaran yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa, dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikidengan
penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Sementara itu Kunandar (2007: 271) mengemukakan bahwa Pakem/CTL merupakan
konsep belajar yang beranggapan bahwa peserta didik akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan secara alamiah. Artinya belajar akan lebih bermakna jika peserta
didik bekerja dan pengalami sendiri apa yang dipelajari, bukan sekedar mengetahuinya.
Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru untuk
siswa, tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajari.
Sedangkan Wina Sanjaya (2007:253) menyatakan sebagai suatu strategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan
nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupannya.
Dengan konsep ini paling tidak ada 3 hal yang harus dipahami, yaitu: pertama,
PAIKEM/CTL lebih menekankan pada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Dengan demikian, proses belajar tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima
pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua,
PAIKEM/CTL lebih mendorong siswa untuk menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Dengan demikian, bagi siswa pada materi pelajaran akan bermakna secara fungsional
dan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak mudah dilupakan. Ketiga,
PAIKEM/CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan, artinya
PAIKEM/CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, tetapi bagaimana materi pelajaran dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, materi pelajaran bukan untuk ditumpuk di otak
kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.

2. Mengapa harus PAIKEM / CTL ?


Selama ini proses pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh model pembelajaran
tradisional yang monoton dan satu arah serta tidak menggairahkan siswa. Untuk itu
diperlukan model pembelajaran baru yang :
• Lebih memberdayakan siswa-siswi.
• Tidak mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi mendorong
mereka mengkontruksikan pengetahuan diibenaknya sendiri.
• Belajar melalui mengalami, bukan menghafal.
• Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa-siswi, seperti siswa menonton temannya yang sedang akting bekerja dan
berkarya, dan posisi guru mengarahkan.
• Pengajaran berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan
yang bari itu, bukan pada hasilnya.
• Umpan balik sangat penting bagi siswa, sebagai proses penilaian.yang
benar.
• Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok. (Nurhadi,
2002: 2-5).

3. Bagaimana Penerapan PAIKEM / CTL dalam Pembelajaran ?


PAIKEM/CTL merupakan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dengan
berpusat pada aktifitas belajar siswa, bukan hanya pada aktifitas guru mengajar. Untuk
itu, maka guru harus merencanakan skenario (tahap-demi tahap) pembelajaran yang
akan dilaksanakannya dalam satu, dua atau lebih pertemuan. Adapun yang perlu
dipahami dan persiapkan oleh guru adalah:
a. Program mengajar bukan alat birokrasi untuk menyenangkan pimpinan,
tetapi yang terpenting adalah skenario pembelajaran tahapdemi tahap dan media
pembelajarannya.
b. Dinding kelas penuh dengan tempelan hasil karya siswa (tidak hanya
gambar presiden atau tokoh-tokoh lainnya), peta (cetak atau hasil karya siswa),
artikel, puisi, komentar siswa pada salah satu peristiwa, dan lain-lain. Sebagai
dampaknya, kemanapun siswa dikepung oleh informasi hasil karyanya.
c. Suasana kelas ramai, gembira, aktif, efektif , komunikatif dan
menyenangkan dalam belajar, baik antar siswa maupun siswa dengan guru.
d. Sumber belajar tidak hanya buku paket yang ditentukan oleh pihak sekolah,
namun televisi, majalah remaja, buku-buku bidang studi lainnya, koran atau kertas
bekas, bungkus obat-obatan dan lain-lain dapat digunakan sebagai sumber belajar.
e. Tempat belajar tidak harus di dalam kelas atau di sekolah, tetapi setting
belajar bisa dimana saja yang terkait dengan tema yang bahas dan media diperlukan
telah tersedia.
f. Tes tetap dilakasanakan, karena sebagai alat untuk melihat kemajuan siswa-
siswi. Hanya saja untuk memberikan penilaian, dilakukan dengan authentic
assessment atau penilaian yang sebenarnya. Nilai ini diperoleh dari penampilan
siswa sehari-hari ketika belajar, seperti:
• apakah ia sudah belajar dengan keras dan sungguh-sungguh?,
• bagaimana hasil karyanya?,
• bagaimana penampilannya ketika menyampaikan ide, berdiskusi,
menyelesaikan PR ?,
• bagaimana pertisipasinya dalam bekerja kelompok ?,
• bagaimana buku catatan sekolahnya ?,
• bagaimana hasil akhir yang harus diselesaikan ?
Semua itu merupakan sumber penilaian yang autentik dan nyata, tidak hanya
bersumber pada nilai ulangan secara tertulis atau lisan.
g. Pendekatan PAIKEM/CTL dengan pendekatan CBSA, Quantum Learning, student
aktive learning dan lain-lain adalah sama. Artinya, pendekatan ini berupaya
menghidupkan kelas atau kelas yang memberdayakan para siswa, sehingga kelas
menjadi produktif dan menyenangkan. Sedangkan perbedaannya hanya pada sisi
penekanan pada masing-masing pendekatan yang digunakan.
h. Metode yang terkelompok dalam PAIKEM/CTL adalah:
1) Small Group Discussion.
Diskusi merupakan salah satu elemen belajar secara aktif, untuk itu para siswa
diminta membuat kelompok kecil 4 sampai 5 orang mendiskusikan
bahan/materi/tema yang diberikan oleh guru atau diperoleh sendiri oleh anggota
tersebut. Keuntungan yang diperoleh siswa dengan menggunakan metode ini
adalah:
• Menjadi pendengar yang baik.
• Bekerjasama untuk tugas yang sama.
• Memberikan dan menerima umpan balik yang konstruktif.
• Menghormati perbedaan pendapat.
• Mendukung pendapat salah satu temannya dengan bukti yang autentik.
• Menghargai sudut pandang yang bervariasi antara teman.
Sedangkan kegiatan diskusi kecil ini dapat berupa:
• Membangkitkan ide.
• Menyimpulkan poin penting.
• Mengakses tingkat skill dan pengetahuan.
• Mengkaji kembeli topik di kelas sebelumnya.
• Menelaah latihan, quis, tugas menulis.
• Memproses outcame pembelajaran pada akhir kelas.
• Memberi komentar tentang jalannya kelas.
• Membandingkan teori, isu dan interprestasi.
• Menyelesaikan masalah.
• Brainstroming

2) Role-Play & simulation.


Role-play dan Simulasi merupakan model yang membawa situasi pembelajaran
mirip dengan sesungguhnya ke dalam kelas, seperti siswa memainkan peran
sebagai penjual dan pembeli atau menjadi imam dan makmum sholat dhuhur di
masjid/mushola/kelas sekolah. Dengan demikian, maka role-play dan simulasi
ini dapat berbentuk:
• Permainan peran (role playing), sebagai contoh salah siswa yang diberi
peran sebagai iman sholat wajib, maka dia harus benar dalam membaca Al-
Qur’an dan sesuai dengan maharijul huruf.
• Simulasi dalam bentuk permainan atau game, hal ini dapat dilaksanakan
secara langsung dengan substansi materi pelajaran.
• Model komputer merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh guru
manakala substansi materi yang disajikan lebih efektif disajikan melalui
komputer.
• Diakui atau tidak, bahwa simulasi dapat mengubah cara pandang para siswa
dengan jalan:
• Mempraktekkan kemampuan mereka secara umum, seperti komunikasi
verbal maupun non-verbal.
• Mempraktekkkan kemampuan mereka secara khusus (pribadi) maupun tim
(kelompok)
• Mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan persoalaan
(problem-solving)
• Menggunakan kemampuan sintesis.
• Mengembangkan kemampuan empati.

3) Discovery learning
Metode belajar yang difokuskan pada pemanfatan informasi yang tersedia, baik
diberikan oleh dosen maupun mahasiswa mencari sendiri, dalam rangka
membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri.
4) Self Directed Learning (SDL).
SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif siswa sendiri, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pengalaman belajar yang telah
dijalani. Sedangkan peran guru hanya bertindak sebagai: fasilitator, memberi
arahan, bimbingan dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar yang telah
dilakukan oleh siswa. Dengan demikian, metode ini sangat bermanfaat untuk
menyadarkan dan memberdayakan siswa, bahwa belajar adalah tanggungjawab
mereka sendiri, baik dalam bentuk fikiran maupun tindakan yang dilakukannya.
5). Cooperative Learning
Merupakan metode belajar berkelompok yang dirancang oleh guru untuk
memecahkan suatu masalah atau mengerjakan salah satu tugas yang materinya
terstruktur. Kelompok ini terdiri atas beberapa siswa dengan kapasitas
kemampuan yang sangat beragam. Karena itu, materi yang dibahas perlu
dilakukan langkah-langkah diskusinya hingga produk akhir yang dihasilkan.
Semua kegiatan ini ditentukan dan dikontrol oleh guru, sedangkan tugas siswa
hanya mengikuti prosedur yang sudah dirancang oleh oleh guru. Adapun
Manfaat yang dapat dirasakan oleh para siswa dengan metode ini adalah:
• Kebiasan belajar aktif pada diri siswa.
• Rasa tanggungjawab individu dan kelompok akan tumbuh.
• Kemampuan dan ketrampilan bekerjasama antar siswa.
• Ketrampilan sosial siswa.
6). Collaborative Learning
Merupakan metode belajar yang menitiktekankan pada kerjasama antar siswa
berdasarkan pada konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok,
mulai dari pembentukan kelompok didasarkan pada minat, prosedur kerja
kelompok, penentuan waktu dan tempat kerja kelompok sampai pada hasilnya.
Semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok,
sedangkan peran guru hanya memberikan tugas atau dalam bentuk kasus yang
bersifat open ended.
7) Contextual Instruction
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan isi mata pelajaran
dengan situsi nyata dalam kehidupan sehari-hari di lingkup sekolah, dan
memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dengan
kenyataan yang dihadapinya. Dengan demikian, kompetensi yang dituntut mata
pelajaran ini adalah para siswa dapat membuat perencanaan secara tertulis pada
tema yang ditentukan, hingga tema dapat ditampilkan atau disajikan di dalam
kelas atau di laboraturium. Dengan kata lain, siswa tidak hanya memahami
substansi materi dalam pembelajaran di bangku sekolah secara teori saja,
melainkan juga contoh-contoh nyata yang harus dilakukannya setiap saat.
Sebagai hasi akhir yang telah dilakukan oleh para siswa, maka siswa diminta
untuk mempresentasikan di depan kelas, selanjutnya siswa lainnya dapat
memberikan saran atau masukan demi perbaikan selanjutnya. Sebagai hasil
akhir, guru dan para siswa dapat memanfaatkan pengetahuan secara bersama-
sama untuk mencapai kompetensi yang dituntut oleh mata pelajaran tersebut,
serta memberikan kesempatan pada semua orang yang telibat dalam
pembelajaran untuk belajar satu sama lain.

8) Project Based Learning


Merupakan metode belajar yang sistematis, dengan melibatkan siswa dalam
belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian / penggalian
(inquiry) yang panjang dan terstruktur terhadap pertanyaan yang otentik dan
kompleks serta tugas dan produk yang dirancang dengan sangat hati-hati.

9) Problem Based Learning and Inquiry.


Merupakan metode belajar dengan memanfaatkan masalah dan para siswa harus
melakukan pencarian/penggalian informasi (inquiry) untuk dapat memecahkan
maslah tersebut. Untuk itu, maka ada beberapa langkah yang dapat dilakukan
oleh para siswa, antara lain:
• Menerima masalah yang relevan dengan salah satu atau beberapa
kompetensi yang dituntut mata pelajaran tersebut.
• Melakukan pencarian data dan informasi yang releven, untuk memecahkan
masalah.
• Menata dan mengkaitkan data dengan masalah
• Menganalisis strategi pemecahan masalah.

• Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Salah satu ketrampilan penting yang harus dimiliki oleh guru saat ini guna
meningkatkan proses dan hasil pembelajarannya adalah ketrampilan melakukan
penelitian tindakan kelas. Dengan penelitian ini guru akan memeliki kepedulian
terhadap problem yang muncul di kelas lalu berusaha untuk menemukan solusi yang
tepat untuk mengatasinya.

1. Apa itu PTK ?


Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut Classroom Action Research (CAR)
merupakan salah satu bentuk penelitian tindakan atau action research. Penelitian
tindakan ini secara historis dikembangkan oleh seorang psikolog social Kurt Lewin
pada tahun 1946. Ia mengembangkan penelitian ini pada serangkaian masyarakat di
Negara Amerika pada masa pasca perang utamanya yang berkaiatan dengan
pekerjaannya dalam bermacam-macam konteks perumahan terpadu (Sukardi, 2004:
211).
Ada banyak definisi tentang penelitian tindakan. Kemmis dan Taggart (1982)
memberikan definisi action research sebagai: "The way groups of people can
organize the conditions under which they can learn from their own experiences and
make their experience accessible to others" artinya cara kelompok individu
mengorganisasi suatu kondisi sehingga mereka dapat mempelajari pengalaman
mereka dan membuat pengalaman mereka dapat diakses oleh orang lain. Ini artinya
penelitian tindakan dilakukan untuk mendapatkan pengalaman dengan harapan
pengalaman tersebut dapat diakses oleh orang lain guna meningkatkan kualitas
sebuah proses aktifitas tertentu.
Sementara Elliot sebagaimana dikutip oleh Suwarsih Madya (2006: 9 – 10)
menyatakan bahwa penelitian tindakan merupakan kajian tentang situasi social
dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindkan di dalamnya. Seluruh
prosesnya diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh telah
menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dan perkembangan
professional.
Nama penelitian tindakan menonjolkan ciri khusus penelitian ini untuk mencobakan
gagasan-gagasan baru dalam praktik sebagai alat menambah pengetahuan mengenai
kurikulum, pengajaran, dan pembelajaran. Penelitian tindakan berurusan langsung
dengan praktik di lapangan dalam situasi alami. Apabila penelitian tindakan
dilakukan di kelas maka penelitian tersebut disebut dengan penelitian tindakan kelas.
Dari sini dapat dikatakan bahwa peneltian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian
yang dilakukan oleh praktisi (guru, dosen) untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas atau laboratorium dengan objek kajian semua mata
pelajaran di sekolah yang berkaitan dengan: Belajar, Strategi pembelajaran, Media,
Asesmen (penilaian), Pengembangan pribadi, dan Kurikulum.
Penelitian tindakan kelas dilakukan untuk tujuan berikut :
a. Meningkatkan praktik pembelajaran
b. Meningkatkan pemahaman praktik oleh guru
c. Meningkatkan situasi tempat pelaksanaan pembelajaran berlangsung

2. Apa Ciri-cirinya ?
Sebagai bagian dari penelitian tindakan, maka penelitian tindakan kelas (PTK)
memiliki ciri-ciri umum sebagaimana yang dimiliki oleh penelitian tindakan. Cohen
dan Manion (1980) menyebut beberapa ciri umum penelitian tindakan sebagai
berikut:
a. Situasional, kontekstual, berskala kecil, proktis, terlokalisasi, dan secara
langsung relevan dengan situasi nyata dunia kerja.
b. Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah
praktis .
c. Fleksibel dan adaptif
d. Partisipatori
e. Self-evaluative
f. Perubahan dalam prktik didasari pengumpulan informasi atau data yang
memberikan dorongan untuk terjadinya perubahan
g. Secara ilmiah kurang ketat karena kesahihan internal dan eksternalnya
lemah meskipun diupayakan untuk dilakukan secara sistematis.
Dari ciri-ciri sebagaimana yang tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian
tindakan kelas dilakukan atas dasar situasi riil yang terjadi di kelas. Berangkat dari
situasi riil tersebut kemudian disusun langkah-langkah pemecahan yang disusun
secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan tersebut dalam praktik di lapangan
dapat mengalami perubahan-perubahan atas dasar hasil evaluasi dan refleksi yang
terus dilakukan oleh peneliti yang terlibat secara aktif dalam proses penelitian sampai
akhirnya ditemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah yang riil terjadi
tersebut.
Dalam penelitian tindakan kelas, peneliti bekerja secara kolaboratif dan
berpartisipasi aktif mulai dari merumuskan masalah, merencanakan tindakan sampai
dengan melakukan refleksi untuk mengukur keberhasilannya memperbaiki
permasalahan riil yang terjadi di kelas.

3. Bagaimana Prosedur Pelaksanaannya


Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam bentuk siklus yang terdiri dari empat
langkah penting (Sukardi, 2003: 212-213) seperti bagan berikut:
Bagan 1 Siklus prosedur PTK

Rencana Tindakan
Siklus 1
Refleksi
Aksi/Observasi

Rencana Tindakan
Siklus 2
Refleksi
Aksi/Observasi

Rencana Tindakan
Siklus 3
Refleksi
Aksi/Observasi
Rencana Tindakan
Keempat langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Rencana Tindakan
Yakni serangkaian tindakan yang menggambarkan strategi dan teknik yang akan
ditempuh oleh peneliti guna memperbaiki situasi dan kondisi riil yang membutuhkan
pemecahan. Dalam rencana tindakan ini peneliti menggambarkan langkah-langlah
praktis yang akan ditempuh dalam proses penelitiannya.
Rencana tindakan harus disusun dengan seksama dan berorientasi ke depan serta
fleksibel dalam arti dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan tuntutan yang terjadi di
lapangan.
b. Aksi
Yakni serangkaian tindakan prktis sebagai implementasi dari rencana tindakan yang
telah disusun sebelumnya. Dalam aksinya peneliti harus selalu mengacu pada prosedur
yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam rencana tindakan.
c. Observasi
Yakni langkah mengamati apa yang terjadi di lapangan selama proses aksi dilakukan.
Dalam observasi ini peneliti merekam kejadiankejadian penting yang terjadi selama
proses aksi dilakukan dengan menggunakan instrument tertentu yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
Hal ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data lapangan yang dapat dijadikan
acuan untuk melakukan evaluasi terhadap aksi yang sudah dilakukan.
d. Refleksi
Yakni melakukan proses evaluasi dan perenungan kembali terhadap aksi-aksi yang
sudah dilakukan dalam rangka mengukur dan menilai kelemahan-kelemahan yang
terjadi untuk kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus berikutnya.

C. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


• Kerangka Pemecahan Masalah
Kerangka pemecahan masalah dalam kegiatan ini dapat digambarkan sebagai berikut ;
INPUT:
Peserta dengan
kompetensi
Melakukan PAIKEM/CTL
dan
PTK yang Kurang

PROSES 1:
� Pelatihan
PAIKEM/CTL
� Pelatihan PTK

OUTPUT:
Peserta dengan
kompetensi
Melakukan PAIKEM/CTL
dan
PTK yang Lebih Baik

• Khalayak Sasaran
Pelatihan ini diikuti oleh semua guru yang ada di SMA Negeri 1 Bangsri Kabupaten
Jepara berjumlah 12 orang, terdiri dari 4 orang guru dari SMA Negeri 1 Mlonggo,
SMA Negeri 1 Bangsri 4 dan orang guru dari SMA Negeri 1 Kembang sebanyak 4
orang.

• Metode Kegiatan
Kegiatan dilakukan dalam bentuk pelatihan dengan menggunakan pendekatan
Experiental Learning di mana peserta pelatihan dikondisikan untuk dapat belajar
melalui pengalaman langsung. Karena itu metode yang digunakan berupa FGD,
Simulasi, dan Presentasi dengan meminimalkan penggunaan metode ceramah.
Sedangkan tempat berlangsungnya pelatihan di aula masing-masing SMA, yaitu aula
SMA Negeri 1 Bangsri dan aula SMA Negeri 1 Kembang, Kabupaten Jepara
• Pelaksanaan Evaluasi.
Untuk mengetahui tingkat pencapaian pelatihan ini, maka pelaksanaan evaluasi disusun
sebagaimana berikut:
Metode yang Instrumen
Aspek yang dievaluasi
digunakan Evaluasi
1. Wawasan dan Keterampilan FGD, Presentasi Lembar FGD,
melakukan proses pembelajaran Checklist
berbasis PAIKEM
2. Wawasan dan Keterampilan FGD, Resitasi Lembar FGD,
melakukan penelitian tindakan Rancangan PTK
kelas
Adapun ukuran keberhasilan kegiatan ini menggunakan pedoman berikut:
Berhasil : Jika 70 % peserta mampu meningkatkan wawasan dan ketrampilannya
tentang materi pelatihan

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pelaksanaan pengabdian masyarakat yang berupa pelatihan dimulai di SMA Negeri 1
Bangsri pada hari Sabtu, tanggal 13 Nopember 2010 bertempat di SMA Negeri 1
Bangsri, Kabupaten Jepara dengan dihadiri oleh seluruh guru SMA Negeri 1 di ketiga
SMA tersebut sebanyak 12 orang kemudian dilanjutkan di SMA Negeri 1 Kembang,
Kabupaten Jepara pada hari Sabtu, tanggal 22 Nopember 2010 di Aula yang dihadiri
oleh 12 orang guru.
Adapun materi dan jadwal pelatihan sebagai berikut:
Pert. Tujuan Materi Pelatihan Metode Evaluasi
I Peserta memiliki Apa, Mengapa, dan Ceramah, Lembar
08.00-09.00 wawasan Bagaimana Dialog, FGD Diskusi
tentang PAIKEM/CTL
PAIKEM/CTL itu ?
II Peserta mampu PAIKEM/CTL Simulasi dan Presentasi
09.00-11.45 PAIKEM/CTL IN PRACTICE Lembar Observasi
mempraktekkan Checklist
11.45-12.30 ISHOMA
III Peserta memiliki Apa, Mengapa, dan Ceramah, Lembar
12.30-13.30 wawasan Bagaimana PTK Dialog, FGD Diskusi
tentang itu ?
PTK
IV Peserta mampu Menyusun Resitasi dan Hasil
13.30-15.00 membuat Rancangan PTK Praktek Resitasi
rancangan PTK

Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan dua kali pada masing-masing sekolah


dengan peserta yang berbeda.
Substansi materi yang disajikan dalam pelatihan ini tergambar dalam jadwal di
atas, sementara realisasi dan hasilnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Pelatihan diawali dengan menjelaskan materi PAIKEM / CTL, meliputi: apa itu
pakem/CTL, mengapa harus pakem/CTL, bagaimana dan metode yang ada pada
pakem/CTL. Kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab atau dialog antara penyaji
dengan peserta dan peserta dengan peserta seputar PAIKEM/CTL dan berbagai
metodenya dikaitkan dengan berbagai mata pelajaran yang disajikan di jenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Jepara.
Setelah itu peserta dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, masing-masing kelompok
membuat persiapan pembelajaran pada salah satu mata pelajaran yang akan disajikan.
Setelah masing-masing kelompok membuat persiapan pembelajaran, salah satu
perwakilan kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil timnya.
Di saat salah satu kelompok memberikan presentasi, peserta atau kelompok lain
diberi kesempatan untuk menanggapi materi yang disajikan oleh salah kelompok yang
menyajikan.
Kemudian penyaji memberi penguatan kepada keempat kelompok terhadap
materi pembelajaran yang sudah dipresentasikan.
Dari observasi terhadap proses dan presentasi yang dilakukan oleh peserta dapat
disimpulkan bahwa mayoritas peserta telah memahami konsep PAIKEM/CTL
meskipun dalam implementasinya masih membutuhkan pendampingan.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pelatihan PTK. Pelatihan ini dimulai
dengan membagi kelas menjadi lima kelompok. Setiap kelompok diminta untuk
mendiskusikan tentang konsep PTK kemudian menyampaikan hasilnya. Dari hasil
diskusi yang mereka lakukan diperoleh adanya berbagai macam pemahaman tentang
PTK yang menggambarkan belum difahaminya konsep PTK secara jelas.
Bertolak dari hasil diskusi tersebut, tutor kemudian memberikan ilustrasi
sederhana dan analogi ringan tentang bagaimana proses PTK dimulai dan apa
sebenarnya hasil yang ingin dicapai dari kegiatan PTK. Dengan ilustrasi dan analogi
ringan yang dikemukakan mulai terbuka wawasan peserta tentang PTK.
Untuk menambah jelas pemahaman mereka tentang konsep PTK, tutor
kemudian memberikan penjelasan singkat konsep PTK yang dilanjutkan dengan tanya
jawab dan dialog sehingga pemahaman peserta semakin meningkat.
Setelah itu peserta diberi lembar tugas untuk menyusun rancangan PTK. Dari
tugas yang mereka kerjakan diperoleh hasil bahwa mayoritas peserta telah meningkat
pemahamannya terhadap konsep PTK dan mampu membuat rancangan PTK.

E. PENUTUP

Dari pelatihan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:


1. Bahwa pelatihan model pembelajaran berbasis PAIKEM/CTL dan pelatihan PTK
secara umum dapat meningkatkan wawasan peserta tentang kedua konsep tersebut.
2. Bahwa pelatihan ini dapat dikatakan berhasil karena mayoritas peserta mengalami
peningkatan pemahaman terhadap kosep PAIKEM/CTL dan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK).

Dari pelatihan ini beberapa hal direkomendasikan:


1. Hendaknya Pihak SMAN 1 Mlonggo, Bangsri dan Kembang, Kabupaten Jepara
berusaha memanfaatkan hasil pelatihan tentang konsep PAIKEM/CTL untuk
meningkatkan mutu pembelajarannya dan terus mengembangkan model
pembelajaran tersebut.
2. Hendaknya pihak SMAN 1 Mlonggo, Bangsri dan Kembang, Kabupaten Jepara
memiliki agenda khusus untuk mencanagkan PTK bagi setiap gurunya
3. Hendaknya pelatihan semacam ini terus dikembangkan di Sekolah-sekolah
Muhammadiyah guna membantu peningkatan mutunya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haris, Ke Arah Pemahaman PTK, Makalah disampaikan pada pembekalan


PPL Mahasiswa Jurusan Tarbiyah FAI UMM tanggal 20 Juli 2007
Arikunto, Suharsimi, 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiaw. Jakarta : Rineka
Cipta
Cohen, Louis and Lawrence Manion. 1980. Research Method in Education. London and
New York: Roudledge
Fasli Jalal, Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan (kurikulum, tenaga kependidikan, sarana
pendidikan, dan kepemimpinan satuan pendidikan (http://re-
searchengines.com/0807junaidi.html, diakses tanggal 10 Pebruari 2008).
Kunandar. 2007. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada
Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan. Bandung : Alfabeta
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL).
Malang: Universitas Negeri Malang
Sanjaya, Wina, 2007, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Praktiknya.
Yogyakarta: Bumi Aksara
Tilaar, H.A.R.. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta
Tim, Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang-bidang Ilmu Dasar, Pertanian,
Kesehatan, Sosial, Teknik, dalam Tanya jawab seputar Unit Pengembangan
Materi dan Proses Pembelajaran di PT, 2005, Direktorat Pembinaan Akademik dan
Kemahasiswaan, Dikti, Diknas.
Usman, Moh. Uzer. 1999. Menjadi Guru Profesiona. Bandung: Remaja Rosdakarya
Zamroni,2000: Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: BIGRAF Publishing

Anda mungkin juga menyukai