Anda di halaman 1dari 5

Membuka Jendela Dunia

 
Sesorang yang gemar membaca akan mempunyai pandangan yang luas, membuatnya menjadi manusia yang utuh, sedangkan orang
yang gemar
berdiskusi membuat orang harus siap memberikan jawaban atau
mengajukan pertanyaan, dan orang yang gemar menulis
membuatnya menjadi mansia yang cermat
(Francis Bacon)

 
Budaya Baca
 
”Mengapa para penumpang di gerbong kereta api Jakarta-Surabaya tidak membaca novel, tapi menguap dan tertidur miring?
Mengapa di dalam angkot di Bandung, penumpang tidak membaca kumpulan cerpen, tapi mengisap rokok? Mengapa di halaman
kampus yang berpohon rindang mahasiswa tidak membaca buku teks kuliahnya, tapi main gaple? Kenapa di kapal Makassar-Banda
Naira penumpang tidak membaca kumpulan buku puisi, tapi main domino? Kenapa susah mendapat calon pegawai tamatan S-1 yang
mampu menulis proposal yang bagus atau rencana kerja yang baik? Kenapa di ruang tunggu dokter spesialis penyakit jantung di
Manado pengantar pasien tidak membaca buku drama, tapi asyik main SMS? Mengapa jumlah total pengarang di Indonesia hanya
cocok untuk negara berpenduduk 20 juta, bukan 200 juta?” Itulah sejumlah pertanyaan yang diajukan Taufiq Ismail dalam sebuah
kesempatan.
Pertanyaan tersebut akan terasa kontras dengan sebuah pernyataan berikut ini: ” Saya ingin membaca lima judul buku
sehari jika tidak terpaksa harus pergi ke sekolah”. Itulah kata Millie, anak berusia dua belas tahun warga Amerika . Dia dapat
membaca cepat sekali. Dia telah selesai membaca buku Markham Real American Romance sejumlah 13 jilid dalam seminggu.
Jawaban atas seluruh pertanyaan Taufiq Islmail dan kunci kesukesan Millie tidak lain adalah: minat baca. Maka kita dapat
melihat bahwa jarak minat baca berbanding lurus dengan jarak kemajuan sebuah bangsa. Bahkan dapat dikatakan bahwa kunci
utama untuk keluar dari kemiskinan dan menuju menjadi bangsa yang makmur adalah dengan membangkitkan minat baca
masyarakat. Akar kemiskinan, yang menerpa sebagian rakyat Indonesia, adalah karena masih tingginya tingkat melek aksara dan
sangat payahnya minat baca sebagian besar masyarakat. Kita tidak akan menemukan sebuah kenyataan di belahan bumi manapun
ada orang berilmu dan luas pengetahuannya tapi hidupnya miskin, kecuali atas dasar pilihan hidup. ”Kalau kalain ingin mengusai
dunia dan akhirat kuasailah ilmu,” demikian sabda Nabi Muhammad.
”Membaca bagaikan terbang ke sebuah titik pandang yang tinggi untuk menyaksikan hamparan wilayah yang luas: sejarah,
ragam manusia, ide-ide, pengalaman, dan buah berbagai pencarian” kata AC Grayling dari Financial Times. Akan tetapi, kenyataan
menunjukkan pada kita bahwa membaca belum menjadi arus utama pembangunan di Indonesia. Juga memperlihatkan betapa
buruknya kita menciptakan budaya membaca. Yang berkembang adalah budaya menonton. Kita mengalami sebuah ”lompatan
budaya”, yaitu, kita melompat dari keadaan praliterer ke masa pascaliterer, tanpa melalui masa literer. Masyarakat praliterasi
adalah masyarakat yang hidup dalam tradisi lisan dan sulit mengakses sumber informasi. Kalaupun mudah, mereka tidak bisa
mencernanya dengan baik. Kendala utama tentu saja pendidikan. Masyarakat literasi yang mewakili masyarakat terdidik. Walaupun
memiliki akses terhadap bacaan, tidak berarti tradisi baca-tulis tumbuh subur di kalangan ini. Sedangkan masyarakat posliterasi yang
mewakili segmentasi penduduk di kota-kota besar, terutama mereka yang memiliki akses ke teknologi informasi dan audiovisual
seperti internet, TV kabel, multimedia, sarana telekomunikasi bergerak, dan sebagainya ( Adlin, 2006).
Kita melompat senang menonton televisi, tanpa melalui tahap masyarakat gemar membaca. Dalam hal ini ada benarnya
tesis pemikiran Neil Postman yang mengatakan bahwa dunia hiburan dapat membangkrutkan budaya sebuah bangsa, terutama bangsa
dengan tradisi membaca yang lemah. Kondisi itu diperburuk semakin tidak pedulinya orang tua akan kegiatan membaca. Semakin
banyak keluarga yang kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga mereka tidak lagi mempunyai cukup waktu dan energi untuk
mendekatkan anaknya dengan buku. Ironisnya, ketika anak mulai masuk sekolah, materi baku kurikulum sering membuat guru tidak
mempunyai ruang gerak untuk berkreasi. Akhirnya, mereka hanya terpaku pada satu buku wajib.

Masalah minat baca ini akan menjadi malapetaka bagi bangsa jika tidak segera diatasi bersama. Dan, mengatasinya pun
tidak dengan tambal sulam. Keluarga harus menjadikan membaca sebagai kegemaran sejak dini. Sekolah harus menerapkan sistem
pendidikan yang menimbulkan kegairahan membaca. Dan pemerintah harus menyediakan dana cukup bagi perpustakaan serta
mendorong tumbuhnya budaya membaca.

Dari Mana Memulai


Shakespeare pernah mengatakan bahwa ”seorang anak adalah ayah atau ibu dari seorang lelaki.”
Dalam hitungan detik, pengetahuan yang terkumpul di muka bumi ini bertambah lebih luas. Sepanjang masa, pada diri
manusia hadir pemikiran, kata-kta, dan kalimat-kalimat baru. Di seluruh dunia, saat ini jutaan anak tengah membuat bahasa masa
depan. Beberapa menyimpan semuanya untuk dirinya sendiri, sementara yang lain justru menuliskannya. Puisi-puisi yang tak
terselesaikan, kisah-kisah yang baru dimulai, kalimat-kalimat yang belum pernah tertuliskan. Anak-anak itu penuh dengan
pengetahuan, namun mereka sama seklai tah paham bahwa mereka memiliki pengetahuan. Mereka telah mewarisi masa lalu sambil
mengemban kemungkinan masa depan pada dirinya. (Gaarden, 2006)
Menumbuhkan minat baca adalah sebuah proses sosial yang memerlukan waktu. Banyak faktor yang harus dilibatkan salah
satunya adalah melalui pembiasaan yang dimulai dari masa kanak-kanak. Pengalaman Millie seperti kita bahas di atas adalah terjadi
setelah proses belajar dari orang tuanya. ” Ketika bayi saya berumur enam bulan saya letakan karton putih setinggi empat kaki pada
dinding di sekeliling kamarnya. Pada salah satu dinding saya tempelkan huruf-huruf abjad yang saya gantung dari kertas merah
mengkilap. Pada dinding yang lain, dengan huruf-huruf merah yang sama saya susun kata-kata sederhana seperti: ’hat’,’ ba’t, ’cat’,
’mat, ’rat’, ’dog’, ’bog’. Dapat anda perhatikan semua kata-kata dalam daftar ini adalah kata benda. Sesudah anak saya belajar
semua huruf-huruf ini, saya mulai mengajar kata-kata yang ditulis ditulis pada dinding dengan cara mengejanya secara berirama.
Melalui permainan pembentukan kata ini, dia sudah mulai belajar membaca pada usia enam belas bulan, tanpa secara khusus
memberikannya pelajaran membaca...”.
Masa kanak-kanan adalah waktu yang paling penting untuk menanamkan kebiasaan membaca. Banyak penelitian yang dilakukan oleh
para psikolog atau ahli pendidikan yang membuktikan kebenaran tersebut, seperti yang telah kita bahas di atas.
Rita Dunn, direktur Center for the Study of Learning and Teaching Styles dan juga penulis buku Bringing Out The
Giftedness in Your Child, menawarkan strategi yang amat menolong untuk mempertimbangkan kapan anak siap untuk memulai
belajar membaca, memperkenalkannya dengan kata-kata sederhana dan membaca konsep, serta membuat belajar itu
menyenangkan.
Menurut Dunn, anak-anak pada umumnya siap untuk membaca ketika mereka memperlihatkan minat pada cerita-cerita dan buku-
buku pavorit. ”Ketika mereka meminta dibacakan cerita tertentu berulang-ulang, itulah pertanda yang pasti” kata beliau. Pertanda
lain ihwal kesiapan membaca ialah ketika anak-anak membuat cerita sendiri atau mulai membuka-buka halaman buku cerita; Dunn
juga mencatat bahwa usia anak-anak yang telah siap adalah umur dua setengah tahun, akan tetapi yang lebih umum adalah usia tiga
atau empat tahun. Di bawah ini akan dimuat beberapa langkah atau tip yang dapat dilakukan orang tua dalam mempersiapkan anak
mulai membaca. (Koran Tempo, 10 Juni 2001):
Pertama. Membacalah untuk anak anda setiap malam. Untuk mempercepat anak mencintai buku, Dunn menyebutkan bahwa
membaca akan ” membantu anak mengenal huruf-huruf dan kata-kata karena ia terbiasa dengan cerita. Orangtua harus
berkonsentrasi pada keseluruhan kata, dan tidak menghindari kosakata sulit atau pun yang tidak lazim.
Kedua. Beri label obyek-obyek di dalam kamar anak anda dengan kartu indeks berukuran tiga-kali-lima inci berwarna cerah.
Masukkan pula nama anak anda di kartu tersebut. Latihan sederhana ini membantu anak anda mengenali keseluruhan kata atau kata-
kata dalam hubungannya dengan obyek yang familiar.
Ketiga. Mainkan ”teka-teki” dengan kata-kata. Bila anak anda sudah menguasai beberapa kata sederhana (tempat tidur, pakaian),
tulislah masing-masing kata itu pada kartu indeks dan tambahkan gambar suatu obyek. Biasakan anak anda bermain menggabungkan
kata dan gambar-gambar yang terpisah.
Empat. Rekamlah suara anda ketika membaca cerita favorit anak anda, dan dorong dia untuk mengikuti suara hasil rekaman
itu sembari ”membaca” buku tersebut. Untuk memperkuat pengenalan kata membacalah dengan suara keras.
Terakhir, Dr. Dunn mengatakan ”buatlah menyenangkan.” Permaian dan keterlibatan orang tua mendorong anak-anak untuk
menikmati dan menguasai keterampilan yang diperlukan untuk membaca.
Penelitian serupa dilakukan oleh Lesley Mandell Morrow, profesor dan pakar pendidikan belajar membaca pada usia dini
di Rutgers University, mengatakan orangtua hendaknya membiarkan anak belajar membaca dengan cara alamiah. Dari kegiatan
sehari-hari, anak dapat belajar membaca. Kegiatan memasak, berjalan-jalan, makan bersama, berbelanja bisa menjadi kesempatan
berharga untuk memacu anak belajar membaca secara bebas. "Anak yang harus membaca buku akan merasa terpaksa untuk belajar,"
katanya.
Menurut Morrow, kemampuan membaca harus dipelajari dan dipraktikkan dengan sukarela tak ubahnya kemampuan
berbicara dan memahami. Tinggal bagaimana orangtua menjadikan kegiatan belajar membaca sebagai bagian dari ritual sehari-hari.
Kegiatan yang dilakukan bersama antara anak dan orang tua ini juga akan mendorong orang tua untuk kembali gemar
membaca. Lewat programnya yang diberi nama GAINS (Gaining Achievement in the New Standard), Morrow dan rekannya Michael W.
Smith dan Diane H. Tracey, menawarkan konsep belajar membaca yang lebih bebas. Berikut saran mereka:
 Memasak bersama

Saat memasak, mintalah anak untuk membaca resep. Selain itu, ajak anak untuk ikut menyiapkan makanan dengan cara
membaca label yang tertera. Membaca daftar belanja juga menjadi bagian dari kegiatan belajar membaca yang menyenangkan.

 Berjalan-jalan bersama

Saat menikmati acara rekreasi bersama si kecil, Anda bisa mengajarnya membaca lewat nama-nama binatang, tanaman, dan
benda yang ditemui di jalan. Catat nama benda-benda itu dan minta si kecil membacanya. Begitu pula saat malam tiba, Anda
bisa mengajak si kecil menyaksikan benda-benda langit, menulis namanya dan meminta anak membacanya kembali sambil
menunjuk benda-benda yang dibacanya.

 Saat makan bersama.
Acara makan bersama bisa pula menjadi ajang belajar membaca bagi si kecil. Mintalah si kecil untuk mengambilkan botol atau
kemasan bertulisan. Dengan 'tantangan' itu anak akan mencoba membaca tulisan yang ada pada botol atau kemasan. Riset
menunjukkan, semakin banyak waktu yang dilewatkan bersama keluarga di meja makan, semakin besar kemungkinan bagi si
kecil untuk menguasai berbagai kosa kata. "Keluarga yang terbiasa berdiskusi di meja makan biasanya akan memberikan
kesempatan berbicara pada anak-anaknya dan itu bermanfaat untuk melatih perbendaharaan kosa kata si kecil dan dengan
sendirinya membantu mereka saat belajar membaca," kata Morrow.

 Belanja bersama
Sebelum pergi berbe-lanja bersama si kecil, buatlah daftar barang belanjaan terlebih dulu. Lantas, dengan gaya pemburu,
minta anak Anda mencari barang yang dimaksud dengan membawa daftar belanjaan. Si kecil akan membiasakan untuk
mencocokkan daftar belanjaan dengan barang yang ia temu-kan di rak. Membaca tanda-tanda yang ada di toko juga akan
menjadi kegiatan yang mengasyikkan bagi si kecil. Membaca koran. Koran memberi peluang besar pada anak untuk belajar
membaca. Rubrik yang memikat seperti komik dan perjalanan yang penuh warna akan menarik mata si kecil. Diskusikan dengan
si kecil apa saja yang Anda baca bersamanya. Kalau mungkin, kliping bagian yang ia sukai.
 Bercerita bergantian

Membiasakan bercerita pada si kecil dengan cara membaca akan mendorong anak untuk membaca juga. Mintalah ia
membacakan cerita untuk Anda. Setelah itu ajak ia berdiskusi mengenai cerita yang baru saja Anda baca bersamanya.

 Menonton aktif
Jangan jadi penonton pasif bila ada di depan tele-visi. Saat menonton TV bersama anak Anda, mintalah ia belajar membaca
teks, tulisan atau apa pun yang muncul di layar. Diskusikan bersama anak.
 Orangtua suportif
Jika tak tahu, tak ingat, atau tak memahami apa yang ditanyakan si kecil pada Anda, jangan ragu untuk mengakuinya, namun
berjanjilah untuk mencari jawabannya. Bukalah buku, ensiklopedia, kamus, atau Internet bersama si kecil untuk mencari
jawaban. Bacalah bersama.

Usia Anak dan Bacaannya.


Selama dua dekade Mary Leonhardt berkecimpung dalam kegiatan membantu anak agar mencintai buku. Berdasarkan
pengalamannya, pembaca yang bergairah kerap menemukan kecintaan membaca di rumah, dari orang tua mereka. ”Mereka bukan
saja berbagi bacaan dengan teman dan saudaranya, tetapi juga—yang terpentng—memiliki kebebasan untuk membaca apapun yang
ingin mereka. baca.”
Yang perlu diingat, setiap anak adalah individu yang berbeda. Saran yang berlaku untuk satu anak mungkin tidak berlaku
bagi anak yang lain. ”Kunci penting yang harus diingat, apapun yang dilakukan dengan membaca dan menulis haruslah menyenangkan
” kata Mary. Agar anak senang membaca dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk rentang usia yang berlainan. (Koran Tempo, 10
Juni 2001):
Usia 2-5 tahun adalah usia ajaib. Anda sulit menemukan di usia lain kegairahan untuk mendengarkan dongeng, bermain,
belajar menulis, maupun menggambar dengan pensil dan crayon. Bila andak anda siap untuk membaca, cobalah hal-hal kecil seperti
mengenalkannya dengan permainan yang melibatkan huruf. ”Jangan menekannya,” ujar Mary mengingatkan.Jauh lebih penting, pada
rentang usia tersebut, untuk melakukan apa saja terhadap bukunya. Keterampilan membaca dapat dipelajari kemudian.

Bila anda bepergian, biasakanlah membawa serta buku bergambar dengan sedikit huruf dan kata. Bawa pula boneka atau
robot kesukaan anak. Di waktu istirahat, anda bisa membacakan cerita bergambar yang sesuai dengan mainan kegemaran anak anda.

Anak-anak juga senang berlibur dan suka menonton acara khusus TV di hari libur. Mary menuturkan, orangtua dapat
mengambil manfaat dari liburan ini dengan menciptakan ”holiday book special.” Kunjungi toko buku atau perpustakaan dan carilah
buku yang bagus untuk mengisi liburan.

Lebih tua dari mereka adalah anak-anaka usia 6-8 tahun, yang disebut oleh Mary sebagai ”usia penemuan”. Inilah tahun-
tahun ketika sebagian mulai membaca sendiri. Pastikan bahwa mereka mempunyai banya bacaan yang mudah dicerna, karena anda
menginginkan mereka merasa selayak ”pembaca besar.” Jangan lupa merayakan tonggak-tonggak prestasi mereka”, tutur Mary.
”misalnya buku pertama yang mereka baca.”

Dengan melakukan hal-hal yang sepele itu, anak seakan diberi tahu bahwa bisa membaca merupakan prestasi besar layaknya
memenangkan pertandingan sepak bola. Anak harus dibimbing untuk berpindah secara bertahap dari buku bergambar ke buku dengan
teks yang lebih banyak. Sebagian anak, khususnya yang tergolong lebih kuat kemampuan visualnya, lebih menyukai buku bergambar
pada usia-usia tersebut.

Dengan memilih salah satu kegiatan favorit anak, dan merencanakan buku aktivitas untuknya, anda sudah memperlihatkan
kepada anak bahwa buku merupakan cara yang hebat untuk belajar lebih banyak mengenai kegiatan yang ia cintai.

Banyak anak yang mulai menyukai cerita misteri dan fantasi pada usia 9-10 tahun, yang merupakan tahun-tahun
petualangan. Mary mengingatkan para orangtua agar waspada, karena pada usia ini anak-anak kerap terlibat banyak kegiatan. Sepak
bola atau olah raga lain akan mengancam kesukaan membaca yang sudah mulai tumbuh.
Usia 9-10 tahun juga merupakan usia bersosialisasi, lantaran itu memadukan pertemanan dan buku merupakan gagasan yang
bagus. Mary menyarankan agar ini dimulai dari lingkungan rumah dan tetangga. Sebagai orangtua, anda bisa pula mengadakan pesta
menulis dongeng. Bagi anak-anak ke dalam kelompok yang terdiri atas 3-4 orang. Seorang anak, pada tiap kelompok menulis
beberapa kalimat pembuka, lalu dilanjutkan oleh anak yang lain dalam kelompok yang sama. Begitu seterusnya sehingga seluruh
anak memperoleh giliran menulis dan menyumbang bangunan cerita. Sudah selesai menulis? Mintalah masing-masing kelompok
membacanya keras-keras secara bergantian.
Usia 11-12 tahun, menurut Mary, merupakan usia ketika anak-anak mulai bosan dengan buku anak-anak dan mulai beralih ke
buku-buku remaja. Mereka juga lebih mandiri dalam memilih buku yang ingin dibaca. Teman adalah bagian penting kehidupan anak
seusia ini, karena itu kegiatan sosial yang melibatkan buku merupakan gagasan yang bagus. Misalnya, jika anak menyukai atletik,
pertimbangkan untuk berlanganganan majalah olahraga. Cobalah cermati bila anda bisa berbagi biaya dengan anggota keluarga lain
dengan bersama-sama berlangganan majalah. Kunjungan ke tempat-tempat bersejarah dapat pula memancing minat anak kepada
sejarah dan membaca fiksi-historis.

Di zaman serba audiovisual ini, mary mengingatkan aga para orang tua tidak meltakaan pesawat televisi di dalam kamar
tidur anak. Di satu sisi, kehadiran TV dapat dimanfaatkan untuk menunjang minat baca, namun lebih besar kekuatannya dalam
menyedot perhatian anak dari kegiatan membaca.
Karena itu, Mary menyarankan agar anak-anak diajari diet menonton televisi. Bayangkanlah! Kenikmatan yang anda peroleh
sepulang dari bekerja: membaca koran sore di teras ditemani isteri dan anak-anak yang asyik dengan bacaan masing-masing. Inilah
kenikmatan yang murah, meriah, dan sangat bermanfaat.
Itulah beberapa tip untuk mengkondisikan anak supaya kelak menjadi insan yang gemar membaca. Sedangkan untuk orang
yang sudah bisa membaca akan tetapi memerlukan peningkatan Wilson Nadeak memberikan beberapa tip untuk
membantu seseorang, terutama orang dewasa, sebelum membaca(Pikiran Rakyat, 8 April 2001):
Pertama, tujuan. Membaca yang sistematis ialah membaca dengan tujuan. Ia membaca bukan karena kebetulan ada bacaan
di depannya. Atau karena ia menonton televisi lalu ia membaca teks yang terdapat di dalam layar. Seorang guru yang setia pada
profesinya, ia akan membaca secara sistematis buku yang berhubungan dengan disiplin ilmunya. Dosen yang mengajar di perguruan
tinggi tidak mandek dalam diktat yang itu-itu saja dari tahun ke tahun.
Kedua, jenis bacaan. Seorang pembaca yang cermat akan memulai bacaannya dari kata pengantar. Umumnya, pengarang
yang baik ”menjanjikan” sesuatu mengenai apa yang dikemukakakn dalam isinya. Pengarang yang baik akan menyajikan gagasan
yang disiratkan dalam kata pengantar itu. Ada bacaan yang sama sekali tidak bermutu, bacaan itu harus disingkirkan sejak
pembacaan awal karenya hanya membuang-buang waktu saja. Ada bacaan yang harus dicerna karema memerlkan pemikiran dan
renungan yang bermakna, sementara itu ada bacaan yang patut ditelah begitu saja. Jangan membaca buku yang mutunya lebih
rendah dari pengetahuan Anda sendiri. Bacalah buku yang meningkatkan mutu kecendekiaan, yang meluaskan wawasan dan
memperkaya batin dan intelek.
Ketiga, kecepatan. Kemampuan membaca harus diperhatikan seorang pembaca yang ingin meningkatkan keterampilannya.
Kemampuan yang rendah dapat ditingkatkan. Misalnya kadar kecepatan membaca orang yang berkemampuan rendah berkisar antara
175-250 kata per menit, sedangkan orang yang berkemampuan sedang antara 250-350 kata, dan orang yang berkemampuan tinggi
berkisar pada 400-500 kata per menit. Tentu ada orang yang mempertanyakan apakah orang yang cepat membaca akan lebih kuat
daya serap bacanya? Jawabnya ada pada seni membaca. Misalnya, dalam sebuah buku bacaan ada ilustrasi –ilustrasi untuk
menegaskan gagasan yang ditekankan, tempo yang digunakan untuk membacanya dapat dipercepat. Begitu pula pada alinea yang
diulang-ulang, pembacaan dapat dilakukan lebih cepat.
Keempat, sikap. Sikap duduk pembaca juga menentukan daya baca yang efektif. Posisi punggung dengan posisi tegak,
tempat duduk yang tidak terlalu lunak atau terlalu rendah, membuat daya baca dapat dilakukan dengan efektif. Hal ini juga dibantu
oleh cahaya yang menyinari lingkungan, huruf yang tidak terlalu kecil, atau kendaraan yang bergerak (dapat membuat kepala pusing)
atau membuat mata lelah.
Kelima, hambatan. Bagaimana supaya kita dapat terus membaca, tidak cepat mengantuk? Hal ini dipengaruhi oleh minat
terhadap topik yang dibicarakan dalam buku itu. Guna membentuk kebiasaan yang baik, sebaiknya orang yang mengembangkan hobi
membaca itu, membaca buku yang diminatinya. Minat merupakan faktor penting dalam segala hal. Tidak seorang pun dapat manju
apabila ia tidak berminta atas sesuatu yang dilakukannya.
Hambatan berikutnya adalah kebiasan lisan yang selam ini menjadi kebiasaan masyarakat kita (verbalistis) dibantu oleh
teknologi canggih di bidang visual yang menyajikan gambar melulu dan suara yang muncul dari dalam tayangan. Hal lain yang
menjadi hambatan ialah ketidaktahuan dalam hal teknik membaca. Seorang pembaca yang efektif perlu mengadakan kegaitan
membaca selintas guna mengenali objek bacaan, berhenti sejanak pada paragraf yang perlu dicerna otak. Ia menulis kata kunci di
pinggir halaman dan segera bergegas dari paragraf yang kurang penting.
Keenam, gangguan. Gangguan yang menghambat keterbacaan mungkin pada sikap fisik, misalnya mulut yang komat-kamit
ketika membaca, menelusuri baris kalimat demi kalimat dengan jari atau menggunakan pinsil, menggerak-gerakan kaki sambil
mendengarkan irama musik, berhenti lama pada setiap awal kalimat dan sering kembali kepada paragraf yang sudah dibaca.
Ketujuh, pandangan salah. Banyak orang beranggapan bahwa membaca adalah sebuah kegiatan yang pasif. Menurut
mereka, membaca berarti tunduk kepada apa yang dikatan oleh penulisnya dan menerima apa adanya. Sebenarnya, membaca adalah
proses berpikir yang aktif. Ketika orang membaca, ia mengelaah isi bacaan secara kritis dan kreatif. Bacaan yang mempunyai tokoh
yang baik dan yang buruk memberi peluang bagi pembaca untuk menempatkan diri sebagai pemeran serta dalam diri tokoh itu (tentu
secara tidak sadar!). Jadi, membaca bukan sekadar proses untuk mengingat sesuatu yang telah dibaca, tetapi pada saat yang
bersamaan ia melakukan proses berpikir yang kreatif-sintesis yang menilai, menimbang, bahkan mungkin sekali menyimpulkanmana
yang baik digunakan dalam kehidupannya sehari-hari.
Kedelapan, faedah membaca. Seorang pembaca yang baik dan efektif pada akhirnya, sadar atau tidak sadar, akan memiliki
intelektualisme yang tinggi, memiliki pengetahuan yang luas, sikap terbuka, lebih mamahami lingkungan sesamanya, membuatnya
arif, mengetahui apa yang memang diketahuinya serta membuat ia rendah hati dan taingguh menghadapi bebagai situasi dengan
pendekatan alternatif. Seseorang yang memilki cita-cita, akan dapat mewujudkan cita-citanya karena mampu menerapkan gagasan
ke dalam kehidupan sehari-hari dan tahu menghadapi berbagai rintangan.
Memang, kalau kita telusuri semua buku yang berkaitan dengan dengan peningkatan minat baca, tidak ada satu pun yang
sanggup memberikan sebuah formula atau resep ”cespleng” . Hampir semua penulis sepakat bahwa cara yang paling efektif adalah
pengkodisian. Untuk anak-anak maka cara terbaik adalah dengan teladan dari orang tuanya. Sedangkan untuk orang dewasa yang
menginjak pada membaca secara cepat (speed reading) rumusnya adalah ”3L” yaitu: latihan, latihan, dan latihan. Kalau
dianalogikan, bagaikan orang yang sedang belajar mengendarai mobil. Bagaimana pun fasihnya pengusaan materi tentang menyetir,
kalau tanpa latihan tentu tidak akan bisa.
” Tapi aku tahu”, kata Jostein Gaarder, ” seberapa banyak aku membaca seumur hidupku, aku tak akan pernah mampu
membaca sepermiliar dari seluruh kalimat yang tertuliskan. Karena di dunia ini terdapat begitu banyak kalimat seperti banyaknya
bintang di langit sana. Dan kalimat-kalimat akan selalu bertambah dan akan menjadi semakin banyak sepanjang waktu laksana
sebuah ruang yang tak pernah berujung. Namun, pada saat itu aku pun tahun bahwa setiap kali membuka sebuah buku, aku akan bisa
memandang sepetak langit. Dan jika membaca sebuah kalimat baru, aku akan sedikit lebih banyak tahu dibanding kan
sebelumnya. Dan segala yang kubaca akan membuat dunia dan diriku sendiri menjadi lebih besar dan luas.”

Anda mungkin juga menyukai