Anda di halaman 1dari 8

c   

 


Multimedia meletakan tekanan baru pada hukum. Berbicara mengenai hukum dan
multimedia, ada beberapa hal yang terkait di dalamnya antara lain yaitu hak paten, copyright,
penggunaan yang adil, etika dan kejahatan.

c 

Menurut UU Nomor 14 tahun 2001 Tentang Hak Paten ayat 1 pasal 1 hak paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Jangka waktu
perlindungan untuk hak paten di Indonesia adalah 20 tahun (UU Nomor 14 tahun 2001 pasal 8
ayat 1), sementara untuk hak paten sederhana adalah 10 tahun (UU Nomor 14 tahun 2001 pasal
9). Hak Paten disimbolkan dengan Π(m  ) sedangkan hak paten yang masih dalam
proses pendaftaran disimbolkan ® ( m ).
Subjek yang dapat dipatenkan secara umum dikategorikan dalam tiga kategori besar
yaitu:
a. Proses
Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak
(
m  ), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya.
b. Mesin
Mesin mencakup alat dan aparatus.
c. Barang yang diproduksi dan digunakan
Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan
komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya.

 Hak paten yang menonjol dalam multimedia antara lain yaitu :

a. Hak paten data optis


b. Hak paten Compton
Yaitu US Patent No 5, 241, 671 tentang teknik pencarian dan pengambilan informasi
dari data multimedia yang dimiliki oleh Compton NewMedia. US Patent No
5.173.051 juga akan menyebabkan puluhan ribu guru di dunia harus membayar
royalti kepada pemegang paten apabila mereka menggunakan komputer dan video
dalam memberikan pelajaran kepada muridnya. Pemberian paten yang lebih
berbahaya lagi diberikan pada US Patent No 5, 715, dan 314, yang memberikan
monopoli kepada pemiliknya terhadap network-based sales sistem. Dengan
diberikannya paten ini maka seluruh pelaku bisnis dan Internet seharusnya membayar
royalti kepada pemilik paten.
c. Hak paten GIF dari UNISYS
UNISYS merupakkan perusahaan yang memegang hak paten untuk metode kompresi
GIF (yaitu LZW Compression). Pada bulan agustus 1999 perusahaan ini pernah
mengeluarkan pengumuman tentang penarikan biaya sebesar $ 5000 bagi setiap
pemilik dan developer situs yang memanfaatkan format gambar GIF. Jadi semua
produsen software yang mendukung format tersebut diwajibkan mebayar royalti
kepada perusahaan ini.

 
   c
 

Hak cipta (lambang internasional: ü) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Hak cipta dapat juga
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu
ciptaan. Pada umumnya pula hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak
monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa
perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau
teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak
cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun 
  
  melarang pihak yang tidak berhak
menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu
ciptaan Î 
  tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai
tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang
berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut,
pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(pasal 1 butir 1).
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda
untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah
ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku
hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa.
Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya      
  m  m  m , atau         m  m  m . Secara
umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan
pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah     
  m  m  m atau  m  m  m    m
  mm, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran,
atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak
cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik
bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).

 m  m m    m m  m  
  
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau
pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari
terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak
cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini
berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak
cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan
formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar
Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat
dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

 o   


Kejahatan dalam bidang multimedia kerap dikaitkan dengan kejahatan di dunia maya.
Kejahatan di dunia maya atau yang sering disebut dengan istilah     sekarang ini
semakin marak, yang merupakan imbas dari kehadiran teknologi informasi yang disatu sisi
diakui telah memberikan berbagai kemudahan kepada manusia. Meskipun demikian disisi
lainnya kemudahan tersebut justru sering dijadikan sebagai alat untuk melakukan kejahatan.
Kejahatan yang terjadi di dunia maya antara lain :
a. Hacking
Hacking adalah kegiatan menerobos program komputer milik orang/pihak lain.
 adalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat
dan membaca program tertentu, dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.
 memiliki wajah ganda, ada yang baik ada yang jahat.  yang baik
memberi tahu kepada programer yang komputernya diterobos, akan adanya
kelemahan-kelemahan pada program yang dibuat, sehingga bisa bocor agar segera
diperbaiki. Sedangkan,  yang jahat menerobos program orang lain untuk
merusak dan mencuri datanya.

b. Cracking
Cracking adalah kegiatan membobol suatu sistem komputer dengan tujuan
menggambil sedangkan orang yang melakukan cracking disebut   .  
biasanya mencoba masuk ke dalam suatu sistem komputer tanpa ijin (authorisasi),
individu ini biasanya berniat jahat/buruk, sebagai kebalikan dari hacker dan
biasanya mencari keuntungan dalam memasuki suatu sistem. Meski sama-sama
menerobos keamanan komputer orang lain, hacker lebih fokus pada prosesnya.
Sedangkan   lebih fokus untuk menikmati hasilnya. Baru-baru ini, FBI
bekerja sama dengan polisi Belanda dan polisi Australia menangkap seorang
  remaja yang telah menerobos 50 ribu komputer dan mengintip 1,3 juta
rekening berbagai bank di dunia. Dengan aksinya, cracker bernama Owen Thor
Walker itu telah meraup uang sebanyak Rp1,8 triliun. Cracker 18 tahun yang masih
duduk di bangku SMA itu tertangkap setelah aktivitas kriminalnya di dunia maya
diselidiki sejak 2006.
c. Carding
Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang
lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet.
Sebutan pelakunya adalah   . Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah

 alias penipuan di dunia maya. Menurut riset Clear Commerce Inc,
perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas ± AS , Indonesia memiliki
  terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi
melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs
belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet)
asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak
mencantumkan nama negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak
diperbolehkan belanja di situs itu.
d. Defacing
Defacing adalah kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang
terjadi pada situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU
saat pemilu 2004 lalu. Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk
kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk
mencuri data dan dijual kepada pihak lain.
Oleh karena itu mencegah merajalelanya cyber crime perlu dibuat aturan hukum yang
jelas untuk melindngi masyarakat dari kejahatan dunia maya. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
mengeluarkan resolusi No.55/63 pada 4 Desember 2001 yang lalu. Dalam resolusi tersebut
disepakati bahwa semua Negara harus bekerja sama untuk mengantisipasi dan memerangi
kejahatan yang menyalahgunakan teknologi informasi. Salah satu butir penting resolusi
menyebutkan, setiap Negara harus memiliki undang-undang atau peraturan hukum yang mampu
untuk memperkecil kejahatan tersebut. Implementasi resolusi ini mengikat semua Negara yang
menjadi anggota PBB termasuk Indonesia. Oleh karena itu Indonesia harus segera melakukannya
apalagi saat ini Indonesia masuk dalam daftar 10 besar negara criminal internet. Pemerintah
harus segera berupaya untuk segera merealisasikan undang-undang yang mengatur secara detil
tentang Teknologi Informasi yang didalamnya juga mencakup masalah   . Kehadiran
UU tersebut sangat penting untuk memulihkan citra Indonesia di dunia Internasional.
Malaysia dan Singapura telah mengantisipasi perkembangan teknologi informasi. Sejak
1996 Singapura telah memiliki beberapa perangkat hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan
teknologi informasi diantaranya, !m "m##$!m   m % &"m
#'. Sedangkan Malaysia sejak tahun 1997 yaitu dengan dikeluarkannya   m    "m
##, (m ) m  "m ##, serta   m    *m "m ##. Indonesia
tergolong sangat lamban dalam mengantisipasi perkembangan teknologi infornasi tersebut.

Karena belum ada UU khusus TI, maka selama ini para pelaku tindak pidana teknologi
informasi (  ) di Indonesia hanya bisa dijerat dengan pasal-pasal yang ada dalam Kitab
Undan-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta perangkat UU lainnya seperti UU Telekomunikasi,
Undang-Undang Hak Cipta, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Padahal berdasarkan
data Polri perkembangan     di Indonesia sangat pesat. Sebagai contoh sejak Januari-
September 2002, pihak Polri telah berhasil mengungkap 109 kasus tindak pidana TI yang
dilakukan oleh 124 tersangka WNI yang melakukan aksinya diberbagai kota di Indonesia.
Berdasarkan paparan data Polri tersebut, sudah seharusnya negara kita memiliki Undang-Undang
Teknologi Informasi (UUTI) sebagai bukti bahwa pemerintah memang serius dalam menangani
maraknya    di Indonesia.
Berkaitan dengan pembuatan UUTI ini Deputi Bidang Jaringan Komunikasi dan
Informasi Cahyana Ahmadjayadi mengatakan, saat ini pemerintah sedang menyusun Rancangan
Undang-Undang (RUU) dibidang TI yang diharapkan dalam waktu dekat ini dapat diajukan ke
DPR. RUU yang dimaksud yaitu RU tentang Pemanfaatn Teknologi Informasi/  (RUU
PTI), yang disusun oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubngan
bekerja sama dengan tim dari Fakultas Hukum Unpad. Dan satu lagi, RUU tentang Tanda
Tangan Elektronik (Digital Signature) dan Transaksi Elektronik (E-Transaction) , yang disingkat
RUU IETE disusun oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen
Perindustrian dan Perdagangan bekerja sama dengan tim Lembaga Kajian Hukum Teknologi FH
UI. Kini rancangan itu sudah memasuki babak ketiga. Dari 13 bab dan 42 pasal yang dilansir
dalam RUU TI ini, tak tanggung-tanggung ada 12 pasal yang mengatur ketentuan pidana. Pasal
35, ³Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum, memproduksi , menjual, mengimpor,
atau mendistribusikan peralatan sistem komputer termasuk program komputer, sandi akses, kode
akses komputer atau data sejenis untuk melakkan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal
30 sampai dengan Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus jta rpiah) (Ayat 1). Ketentuan sebagaimana
diatur dalam Ayat 1 dikecualikan terhadap kegiatan pengujian yang sah atau perlindungan
terhadap sistem komputer Ayat 2´. Selain itu, objek yang dilarang juga sangat limitatif, yakni
peralatan sistem komputer termasuk program komputer sandi akses, kode akses komputer atau
data teknis.


Ñ   

http://id.wikipedia.org/wiki/Paten
http://yulian.firdaus.or.id/2005/03/06/hak-cipta-dan-hak-paten/
http://454tkj.wordpress.com/2010/12/28/pengertian-hacking-cracking-carding-phising-
spamming-dan-defacing/


Anda mungkin juga menyukai