Anda di halaman 1dari 19

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

I. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Umur : 66 tahun
Alamat : Paten, RT 16, Sumber Agung, Jetis Bantul
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Masuk : Selasa, 5 / 4 / 2011
Bangsal : Cempaka
Kelas : IA
No. RM : 542203
Berat badan : 65 Kg
Tinggi badan : 170 cm

Dokter yang merawat : dr. Titiek Riani, Sp.PD Ko asisten : Kunto Budi Santoso

II. SUBJEKTIF (Anamnesis  Kamis,7 April 2011)


A. Keluhan Utama: Lemas, Perut Sakit, BAB banyak > 20x
B. Riwayat Penyakit Sekarang

Muncul gejala Masuk RS Anamnesis


Pertengahan November 2010 5 April 2011 7 April 2011

Sekitar 4 – 5 bulan yang lalu, pasien mengeluh tiba tiba terjadi perdarahan banyak di
gusinya. Pasien kemudian memeriksakan diri ke puskesmas bantul, dari puskesmas
bantul dirujuk ke RSUD Bantul.. Di RSUD bantul dari hasil px darah didapatkan
Hemoglobin 3,5 gr/dl dan trombosit 10 10e3/ul, didiagnosis severe anemia kemudian
dilakukan terapi transfusi darah, pasien kemudian dirujuk di RSUP dr. Sardjito. Di
RSUD dr.Sardjito dilakukan pemeriksaan sumsum tulang didapatkan hiposeluler, dari
hasil pemeriksaan, pasien didiagnosis anemia aplastik. Sejak saat itu pasien rutin kontrol
ke rumah sakit tiap 1 minggu atau 2 minggu sekali. 2 hari yang lalu pasien datang ke RS
Jogja dengan keluhan badan terasa lemas, mual (+), muntah (+), nyeri kepala (-), nyeri
perut (+),penurunan nafsu makan (+), buang air besar sering dengan konsistensi cair
terkadang disertai ampas, warna kuning kecoklatan, Lendir (-), Darah (-). Selama ini
pasien mengkonsumsi obat Sunday Moon terkait dengan penyakit anemia aplastik yang
dideritanya. Karena keluhannya tersebut pasien datang memeriksakan diri ke RSUP dr.
Sardjito, namun karena penuh kemudian dirujuk ke RS Jogja.

Saat anamnesis pasien tampak lemas, pucat, tidak ada pusing, mual (+), muntah (-),
batuk (-), pilek (-),pandangan kabur (+), BAK biasa tidak ada kelainan, BAB >20x
dalam sehari, cair kadang berampas, warna kuning kecoklatan, tidak berlendir dan tidak
bercampur darah. Pasien mengatakan bahwa dulu pernah mengalami BAB hitam cair
lengket selama beberapa hari sekitar 1,5 bulan yang lalu

Anamnesis sistem
Sistem Saraf Pusat : Penurunan kesadaran (-), kejang (-), pusing(+), demam (-)

RM.01.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (+) jika beraktivitas, sianosis (-)
Sistem Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), mengi (-)
Sistem Pencernaan : Mual (+), muntah (-), nyeri perut (+), nyeri ulu hati (-), diare (+)
Lendir (-) / Darah (-), BAB hitam seperti jenang (+) 1,5 bulan yang
lalu, BAB seperti dempul (-)
Sistem Urogenital : BAK berwarna kuning jernih, anyang-anyangan (-), nyeri saat
berkemih (-)
Sistem Muskuloskeletal : Gerakan bebas (+), nyeri otot (-), nyeri tulang (-).
Sistem Integumentum : Sianosis (-), kuning (-), pucat (+)

1. Riwayat Penyakit dahulu


Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit paru : disangkal
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit asam urat : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat penyakit maag : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : 2,5 bulan yang lalu mengalami Gagal Ginjal Akut
Riwayat penyakit alergi : disangkal

Riwayat Penyakit keluarga yang diturunkan ( sebutkan penyakitnya terutama yang ada
hubungan dengan penyakit sekarang ).
Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat penyakit gula : disangkal
Riwayat penyakit Asma : disangkal

2. Sosial, ekonomi, gizi dan pribadi


a. Hubungan dengan tetangga baik, hubungan dalam keluarga harmonis dan komunikasi antar
keluarga terjalin baik.
b. Pasien merupakan seorang ayah dari 4 orang anak dan istri pasien seorang wiraswasta,
selama ini dirasa cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
c. Status gizi : cukup (IMT : 22.49)
d. Lingkungan : pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, kesehatan lingkungan cukup.

RM.02.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

PEMERIKSAAN Nama : Tn.M Ruang : Cempaka


JASMANI Umur : 66 Tahun Kelas :I
Keadaan Umum :
Pasien tampak berbaring diatas ranjang dengan infus terpasang di tangan kiri, tampak lemas
dengan kesan gizi cukup, kesadaran Compos Mentis,GCS E4V5M6

Vital Sign dan Antropometri


Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, isi dan tegangan : teraba kuat dan teratur
Suhu : 36,6 °C
Pernapasan : 18 x/menit

Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 170 cm

BMI = BB (kg) = 65 = 22,49 kg/m2


(TB)2 m (1,70)2

BB kurang : < 18,5


BB normal : 18,25-24,9 -> BMI pasien
BB lebih : 25-29,9
Obesitas : ≥ 30
Kelas I : 30-34,9
Kelas 2: 35-39,9
Kelas 3: ≥ 40

Kesimpulan : Status Gizi Pasien Cukup

PEMERIKSAAN FISIK
1. Kulit : Hiperpigmentasi (-), Ikterik (-), petekhie (-/-), turgor dan
elastisitasitas kulit kembali cepat
2. Kelenjar limfe : limfadenopati (-)
3. Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Mesosefal
- Rambut : Warna hitam, beruban, tidak mudah dicabut, distribusi
merata
4. Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
- Konjunctiva : Anemis (+/+), annulus sinilis (+/+).cowong (-/-)
RM.03.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

- Sklera : Ikterik (-/-)


- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
5. Pemeriksaan telinga : Nyeri tekan (-/-), gangguan pendengaran (-/-)
6. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), “discharge”
(-/-)
7. Pemeriksaan mulut tenggorokan : Bibir sianosis (-), stomatitis angularis (-) lidah kotor
(-),atrofi papil lidah (-) tepi hiperemis (-), tonsil tak membesar,disfagia (-), mukosa bibir basah
(+)
8. Pemeriksaan Leher
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Trakea : Struma (-).
- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
- JVP : Tidak meningkat
- Retraksi suprasternal : tidak ada
9. Pemeriksaan Dada : Normochest, simetris, deformitas (-), ketinggalan gerak (-),
spider nevi (-), atrofi muskulus pektoralis (-)
Paru

Paru Kanan Kiri


Depan Insp Deformitas (-), retraksi subcosta (+), Deformitas (-), Retraksi subcosta
retraksi intercosta (-), retraksi (+), retraksi intercosta (-), retraksi
suprasternal (-), ketinggalan gerak suprasternal (-), ketinggalan gerak (-)
(-) Vocal fremitus normal
Palp Vocal fremitus normal Sonor pada seluruh lapang pandang
Perk Sonor pada seluruh lapang pandang (kecuali jantung)
(kecuali jantung dan hepar)
Batas Paru hepar SIC VI linea mid
clavicularis dextra dan SIC VI linea
axillaris anterior dextra SD : Bronchial (+),vesikular(+)
Ausk SD : Bronchial (+),vesikular (+) whezzing (-), RBK (-), RBB (-),
whezzing (-), RBK (-), RBB (-), krepitasi (-), efusi pleura (-)
krepitasi (-), efusi pleura (-)
Belakang Insp Simetris, deformitas (-), sikatrik (-), Simetris, deformitas (-), sikatrik (-),
ketinggalan gerak (-) ketinggalan gerak (-)
Palp Vocal fremitus normal Vocal fremitus normal
Perk Sonor semua lapang paru Sonor semua lapang paru
Batas pengembangan paru 2 SIC Batas pengembangan paru 2 SIC
pada SIC IX-X linea scapularis pada SIC IX-X linea scapularis
dextra sinistra
Ausk SD : Bronchial (+), vesikular (+), SD : Bronchial (+),vesikular(+),
whezzing (-), RBK (-), RBB (-), whezzing (-), RBK (-), RBB (-),
krepitasi (-), efusi pleura (-) krepitasi (-), efusi pleura (-)

RM.04.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak kuat angkat
P : Ictus cordis teraba pada sela iga ke 5 garis midklavikula kiri, teraba kuat angkat
P : Batas jantung
Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri
Kanan bawah : SIC V linea mid klavikula kanan
Kiri bawah : SIC V linea mid klavikula kiri
A : Suara jantung : S1>S2 reguler, bising jantung (-).split (-)
Kesan batas jantung dbn, bising (-).

Abdomen
Inspeksi : Dinding perut lebih rendah dinding dada, venektasi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat
Perkusi : tympani (+), pekak beralih tidak dilakukan, undulasi tidak dilakukan
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) diregio inguinal dextra dan hypocondriaca sinistra,
hepatomegali (-), ascites (-), splenomegali (-),TE kembali cepat (+)
Genitalia : Laki - laki
Anogenital : Luka (-), nyeri (-), hemorrhoid (-)

Ekstremitas
Pemeriksaan Superior Inferior
Dex/sin Dex/sin
Lemas -/- -/-
Edema -/- -/-
Perfusi akral hangat hangat
Pulsasi a. radialis +/+, kuat
Pertumbuhan rambut +/+ +/+
Luka/borok/ulkus -/- -/-
Hemiparese -/- -/-
Hemiplegia -/- -/-
Peradangan sendi -/- -/-
Clubing finger +/+ -/-
Beau’s Line +/+
Kuku sianosis -/- -/-
Reflek bisep +/+
Reflek patella +/+
Babinski -/-
Chaddok -/-

Pemeriksaan Fisik Tambahan


Psoas sign (-), Mac Burney(+), nyeri tekan lepas (-), Rovsing sign (-)

RM.05.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : 5 April 2011 jam 16.00


Pemeriksaan darah rutin
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL UNIT
Hematology Automatic
Leukosit 2.5 4,6-10,6 10e3/ul
Eritrosit 1.02 4,2-5,4 10e3/ul
Hemoglobin 2.9 12,0-18,0 gr/dl
Hematokrit 8.2 37-47 %
MCV 81.2 81-99 Fl
MCH 28.4 27-31 Pg
MCHC 35.4 33-37 gr/dl
Trombosit 5 150-450 10e3/ul
Differential Telling Mikroskopois
Basofil 0 0 %
Eosinofil 1 0-5 %
Netrofil staf 1 0-3 %
Netrofil segment 60 40-74 %
Limfosit 36 10-48 %
Monosit 2 0-8 %
Penunjang
Waktu perdarahan <6
Waktu penjendalan <12

Tanggal 5 April 2011 jam 13.20


EKG  NSR

PEMERIKSAAN PATOBIOKIMIAWI
Tanggal 5 April 2011 jam 14.00
Parameter Hasil Nilai normal Unit
Glukosa sewaktu 137 70-140 Mg/dl
Ureum 45 10-50 Mg/dl
Kreatinin 0.7 L:<1,1, P :<0,9 U/I
SGOT 23 L:<37, P :<31 U/I
SGPT 13 L:<42, P:<32 U/I

Laboratorium : 6 April 2011 jam 21.30


Pemeriksaan darah

RM.06.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

PARAMETER HASIL NILAI NORMAL UNIT

Hematology Automatic

Trombosit 25 150-450 10e3/ul

KESIMPULAN
Anamnesis
Pasien seorang pria usia 66 tahun datang 2 hari yang lalu dengan keluhan badan terasa
lemas, mual (+), muntah (+), nyeri kepala (+), nyeri perut (+),penurunan nafsu makan
(+), buang air besar sering dengan konsistensi cair terkadang disertai ampas, warna
kuning kecoklatan, Lendir (-), Darah (-). Karena keluhannya tersebut pasien datang
memeriksakan diri ke RSUP dr. Sardjito, namun karena penuh kemudian dirujuk ke RS
Jogja. Pasien tersebut telah didiagnosa anemia aplastik sejak 4 – 5 bulan yang lalu
Saat anamnesis pasien tampak lemas, pucat, tidak ada pusing, mual (+), muntah (-),
batuk (-), pilek (-),pandangan kabur (+), BAK biasa tidak ada kelainan, BAB >20x
dalam sehari, cair kadang berampas, warna kuning kecoklatan, tidak berlendir dan tidak
bercampur darah. Selama ini pasien mengkonsumsi obat Sunday Moon terkait dengan
penyakit anemia aplastik yang dideritanya Pasien mengatakan bahwa dulu pernah
mengalami BAB hitam cair lengket selama beberapa hari sekitar 1,5 bulan yang lalu.
Pasien mengatakan dulu pernah mengalami gagal ginjal akut sekitar 2,5 bulan yang lalu

Pemeriksaan
Keadaan Umum: Pasien tampak lemas, berbaring di atas ranjang dengan terpasang infus di
tangan kanan, kesadaran kompos mentis, GCS E4V5M6.

Vital Sign dan Antropometri


Vital sign
o Tekanan. Darah : 120/70 mmHg
o Nadi : 80 x/menit
o Respirasi : 18 x/menit
o Suhu : 36,6°C

Antropometri
Berat Badan : 65 Kg
Tinggi Badan : 170 Cm
BMI : 22,49
Status Gizi : Normal, tidak kekurangan gizi

RM.07.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Pemeriksaan fisik
 Kepala : Mesosefal
 Kelenjar limfe : limfadenopati (-)
 Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+)
 Leher :JVP tidak meningkat
 Thoraks :Inspeksi; bentuk dada simetris (+),
Palpasi; pergerakkan simetris (+),
Perkusi; batas pengembangan paru kanan 2 SIC pada SIC IX-X linea
scapularis dextra, batas pengembangan paru kiri + 2 SIC pada SIC IX-X linea
scapularis sinistra,
Auskultasi; Suara paru: Suara dasar bronkial, ronkhi kering -/-, wheezing -/-,
Suara jantung: S1-S2 reguler, bising jantung (-). Apeks di sela iga V.
 Abdomen : nyeri tekan (+) regio inguinal dextra dan hypocondriaca sinistra,
hepatomegali (-), ascites (-), peristaltik ↑, TE kembali cepat (+)
 Genital : laki laki
 Ekstremitas : pitting edema (-), clubbing finger (+/+), Beau’s line (+/+)

Hasil pemeriksaan laboratorium


 Terdapat leukositopenia (2.5 10e3/ul)
 Terdapat penurunan pada kadar Hemoglobin (2,9 mg/dl) dengan hitung eritrosit (1.02
10e3/uL), Hematokrit (8.2 %), MCV (81.2 Fl), MCH (28.4 Pg), MCHC (35.4 gr/dl)
 Terdapat trombositopenia ( 5 10e3/uL)

ASSESMENT
A. Problem sementara:
 BAB >20x, Lendir (-),Darah (-)
 Peristaltik usus ↑ GEA non disentriform tanpa dehidrasi
 Mata cowong (-/-),TE kembali cepat (+)
 Lemas
 Nafsu makan ↓
 Konjungtiva anemis
 Limfadenopati (-)
 Hepatomegali (-)
 Splenomegali (-)
 Riwayat Perdarahan
 Leukositopenia (2.5 10e3/ul) Anemia normositik normokromik ec Anemia Aplastik Berat
 Hb (2,9 mg/dl)
 Angka Eritrosit (1.02 10e3/ul)
 MCV normal
 MCH normal
 Trombositopenia (5 10e3/ul)

RM.08.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

 Pemeriksaan sumsum tulang :


Hiposeluler

B. Problem permanen:
1. GEA non disentriform tanpa dehidrasi pada penderita anemia normositik normokromik ec
anemia aplastik berat

C. Planning

1. Problem: GEA non disentriform tanpa dehidrasi


Assesment
 DD Etiologi:

- Infeksi Bakteri

- Infeksi virus

- Infeksi Parasit

- Non Infeksi

 IP Diagnosis

Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis,
manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongnya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:

1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)


2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh
karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.

Umumnya diare akut bersifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi,
tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda
perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50
tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh
yang rendah.

a. Cek feses rutin untuk menentukan etiologi

RM.09.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

b. IP Terapi

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan


2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitif

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan

Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:

Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan
pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.

Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya
ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl
isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal
yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai
usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya.

Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak
diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan
dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:

 BJ Plasma dengan memakai rumus:

Kebutuhan cairan:

BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml

0.001

 Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor


sebagai berikut:

RM.010.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Pemeriksaan Skor

RM.011.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Rasa haus/muntah
1
Suara serak
2
Kesadaran apatis
1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma
2
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg
2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
1
Frekwensi nafas > 30 x/menit
1
Turgor kulit menurun
1
Facies cholerica/wajah keriput
2
Ekstremitas dingin
1
Washer’s woman’s hand
1
Sianosis
2
Umur 50-60 tahun
-1
Umur > 60 tahun
-2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter

Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa
dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit
yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat
dan 1.5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.

Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan
rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam.
Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian
cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan

RM.012.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan


lengkap pada akhir jam ke-3.

2. Memberikan terapi simptomatik

 Obat anti diare:

a. Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec
sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih
aman pada anak.

b. Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x
sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi
cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi
diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam
dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

c. Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

d. Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya


(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10
cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

 Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau


Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor

RM.013.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare


harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

3. Memberikan terapi definitif

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti
biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat
diberikan pada infeksi:

- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis
awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon.

- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.

- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr

- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu


atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau
Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.

- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau


norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.

- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.

- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg,
anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x
500 mg/hr selama 5-7 hari.

- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr
selama 3 hari.

- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100


mg/hr selama 5 hari.

- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

- Virus: simptomatik dan suportif.

2. Problem: Anemia normositik normokromik ec Anemia Aplastik Berat

RM.014.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Assesment
DD Etiologi:
- Iatrogenik : transfusion – associated graft-versus-host disease
- Penyakit terkait hepatitis
- Metabolit intermediet beberapa jenis obat
- Anemia aplastik idiopatik ( 50% kasus)
- Anemia aplastik herediter

a. IP Diagnosis
- Laboratorium:
o Darah rutin
o Ferritin

b. IP Terapi

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan
monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam
nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).

 Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik

 Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemia aplastik.
 Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
 Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
 Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
 Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat
diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada
(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari
donor yang belum mendapat terapi G-CSF.

 Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,


orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem sel
allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian
dosis tinggi siklofosfamid. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau
transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok
(matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus
dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau
transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum
tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease). Pasien yang lebih
tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi imunosupresif
1. Pengobatan Suportif

RM.015.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai
kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit
diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm 3 sebagai profilaksis.
Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat
menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti
dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).

1. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan  yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).  ATG atau ALG diindikasikan pada :

-          Anemia aplastik bukan berat

-          Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

-          Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak
terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada
sel asal dan stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat
sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan dan
proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi limfosit sitotoksik. Sebuah protokol
pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastic


Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan
dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya. Bila
tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

RM.016.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan
dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness, tapering
dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal


kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih
mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat
kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG, siklosporin dan
metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi
ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif. Pernyataan ini
didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan
relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih
bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama
tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan
siklosporin. Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif yang
mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan
siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG
adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.

1. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan
hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus
imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai
dengan siklus kedua ATG kelinci.

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik  seperti Granulocyte-Colony Stimulating


Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat
anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor  ini juga tidak
bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya
modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan
untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah
dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk
sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada anemia
aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk
pasien yang refrakter terapi imunosupresif.

RM.017.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

1. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia
muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang
allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai
saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi
primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan
terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan
beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD). Pasien
dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia
muda.

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada
pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang
gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat
dipertimbangkan. Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun
telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi
imunosupresif sama sekali.

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama beberapa
bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan
potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan
cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT) adalah
sebagai berikut :

- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm 3 dan trombosit


sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm 3 dan trombosit
dibawah 100.000/mm3.

- Refrakter : tidak ada perbaikan.

- Perawatan di rumah sakit harus dimasukkaan dalam ruang isolasi ( karena orang dengan anemia
aplastik rentan terhadap infeksi )

 Edukasi:
- Memberi tahu penyebab dari anemia yang diderita pasien
- Memotivasi pasien untuk selalu kontrol tentang penyakit yang diderita agar bisa
mengendalikan penyakitnya tersebut

Yogyakarta, 13 Mei 2011


Diperiksa dan disahkan oleh,

RM.018.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
BST ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 542203

dr. Mulyo Hartana, Sp.PD

RM.019.

Anda mungkin juga menyukai