A. Deskripsi
Prevalensi luka bakar di AS = 2,5 juta / tahun.
12 000 orang meninggal krn luka bakar dan cedera inhalasi akibat luka bakar.
Populasi yang beresiko terhadap luka bakar:
¨ Anak-anak dan usia lanjut.
¨ Remaja laki-laki dan pria usia kerja.
Kejadian luka bakar sering didapat di rumah.
Kegiatan yang memberikan resiko luka bakar:
· Memasak
· Memanaskan atau menggunakan alat-alat listrik.
· Kecelakaan industri.
75 % kejadian luka bakar di AS merupakan akibat perbuatan sendiri:
§ Tersiram air mendidih pada anak-anak yang baru belajar jalan.
§ Bermain korek api pada anak usia sekolah.
§ Cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki.
§
Prediksi Keberhasilan hidupPenggunaan obat bius, alkohol serta sigaret pda orang
dewasa.
B. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh: pengalihan energi dari sumber panas ke tubuh.
Pemindahan panas melalui:
· Hantaran
· Radiasi elektromgnetik.
Klasifikasi luka bakar:
1. Luka bakar termal.
2. Luka bakar radiasi.
3. Luka bakar kimia.
Respon maksimal dari luka bakar akan terlihat bila 60% permukaan tubuh.
Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar berupa: ketidakstabilan hemodinamik
( perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial
akibat hilangnya integritas kapiler) akibatnya terjadi: penurunan curah jantung ,
selanjutnya mengakibatkan: hipoperfusi dan hipofungsi organ.
v Fungsi kardiovaskuler.
Trauma panas destruksi jaringan ( kerusakan integritas kapiler) perpindahan cairan,
natrimu dan protein dari intravaskuler ke interstitial
Volume vaskuler menurun CO turun TD turun
Hipoperfusi dan hipofungsi organ. (Awitan syok luka bakar ).
Respon saraf simpatis, melepaskan katekolamin, akan meningkatkan: resistensi perifer
(vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi.
Kebocoran cairan terbesar: 24 - 36 jam pertama.
Penetalaksanaan utama: resusitasi cairan.
Resusitasi cairan yang adekuat dan pemulihan integritas kepiler menyebabkan syok
luka bakar teratai dan cairan kembali ke intravaskuler sehingga volume darah adekuat
dan curah jantung kembali normal.
Sindrom kompartemen ( Compartement Syndrome ) adalah: obstruksi aliran darah
samapi mengakibatkan terjadinya keadaan iskemia yang disebabkan oleh oedema
sistemik yang masif, tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstrimitas
distal.
v Respon pulmoner
Kategori cedera pulmoner:
1. Cedera saluran nafas atas.
2. Cedera inhalasi di bawah glotis.
3. Keracunan karbon monksida.
4. Defek restriktif.
Defek Restriktif
Penyebab: adanya edema di bawah luka bakar full-thickness yang melingkar pada leher
dan thorak.
Akibat yang ditmbulkan: pengembangan dada terhalang tindal volume menurun.
Penanganan: eskarotomi ( insisi untuk melonggarkan parut yang menimbulkan
konstriksi).
v Sistem Renal
Volume darah menurun hipoperfusi jaringan ginjal hipofungsi organ ginjal ( penurunan
GFR)
Penurunan produksi urine.
Destruksi sel-sel darah merah akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urine.
Destruksi otot akan menyebabkan pelepasan mioglobin dari sel otot dan diekskresi
melalui ginjal.
Bila aliran darah melalui tubulus renal tidak memadai maka hemoglobin dan mioglobin
bisa menyumbat tubulus renal sehingga timbul komplikasi: nekrosis akut tubuler dan
gagal ginjal.
v Pertahanan imunologik.
Luka bakar gangguan integritas kulit + pelepasan faktor-faktor inflamasi abnormal,
perubahan kadar imunoglobulin, komplemen serum, gagngguan fungsi neutrofil dan
penurunan jumlah limfosit (limfositopenia) resiko tinggi : sepsis.
v Sistem gastrointestinal.
Komplikasi gastrointestinal meliputi:
1. Ileus paralitik.
Manifestasi: berkurangnya peristaltik dan bising usus.
2. Ulkus Curling ( erosi lambung atau duodenum ).
Tanda-tandanya:
a. Distensi lambung, nausea dan vomitus.
b. Adanya darah okulta dalam feces.
c. Regurgitasi muntahan seperti bubuk kopi dari dalam lambung.
d. Vomitus berdarah.
Respon Lokal
Pertolongan pertama:
Prosedur ABC:
· A ( Airway = jalan nafas ), ciptakan patensi jalan nafas.
· B (Breathing= pernafasan)
Terapi segera:
a. Penciptaan saluran nafas yang lapang.
b. Pemberian oksigen 100% yang sudah dilembabkan atau oksigen masker atau nasal
kanule.
Korban yang mengalami gangguan pernafasan berat atau edema saluran nafas,
tindakan yang dilakukan:
- Memasang pipa endotrakeal.
- Memberi ventilasi manual.
· C ( Circulation=sirkulasi darah ).
Tindakan : monitor denyut apikal dan TD.
Akibat yang sering terjadi bila tidak dilakukan penanganan segera setelah terjadi luka
bakar:
a. Takikardia.
b. Hipotensi ringan.
Pencegahan syok:
Tindakan : pemberian infus cairan dan elektrolit segera.
Ø Penatalaksanaan medis darurat
1. Stabilisasi pernafasan dan sirkulasi.
2. Perawatan dan penilaian luka bakr.
3. Pencegahan ilelus paralitik: pemasangan NGT.
4. Pemantauan pengeluaran urine dan faal ginjal: pemasangan kateter.
5. Pemberian profilaksis tetanus.
6. Mengatasi ketidaknyamanan.
7. Dukungan psikososial.
Ø Pemindahan ke unit luka bakar.
Tindakan yang dilakukan sebelum mengirim korban ke unit luka bakar:
1. Selang infus harus terpasang dengan kecepatan tetesan untuk menghasilkan
haluaran urine sedikitnya 30 ml per jam.
2. Pastikan saluran nafas paten.
3. Terapi adekuat untuk redakan nyeri.
4. Sirkulasi tiap ekstrimitas yang terbatas harus adekuat.
5. Luka harus ditutup dengan balutan steril yang kering.
6. Jaga kenyamanan dan kehangatan tubuh korban.
7. Catat penilaian dan penanganan pasien.
Diagnosa keperawatan:
1. Kerusakan pertukaran gas b.d. keracunan CO, inhalasi asap dan obstruksi salran
nafas atas.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. edema dan efek inhalasi asap, peningkatan
ekspektorasi.
3. Kurangnya volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler
dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar.
4. Penurunan suhu tubuh b.d. gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
5. Nyeri b.d. cedera jaringan serta saraf.
6. Kecemasan b.d. perbahan status kesehatan.
Perencanaan:
Tujuan :
1. Pemeliharaan saluran nafas yang paten.
2. Ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
3. Pencapaian keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal.
4. Pencapaian perfusi organ vital secara optimal.
5. Pemeliharaan suhu tubuh normal.
6. Rasa nyeri bisa diminimalisir.
7. Kecemasan minimal.
8. Tidak adanya komplikasi yang potensial.
Intervensi keperawatan:
1. Meningkatkan pertukaran gas dan bersihan saluran nafas.
a. Monitor frekuensi, kualitas dan kedalaman respirasi.
b. Tindakan perawatan pulmoner:
· Membalik tubuh pasien/mobilisasi.
· Dorong pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
· Dorong untuk memulai inspirasi kuat yang periodik dengan spirometer.
· Pengisapan trakea untuk mengeluarkan sekret.
· Pengaturan posisi pasien dengan posisi semi fowler/fowler.
· Pemberian oksigen lembab.
· Pemakaian ventilator mekanik.
2. Memulihkan keseimbangan cairan:
a. Memantau tanda vital.
b. Memantau keluaran urine.
c. Memonitor berat badan.
d. Kolaborasi pemeberian cairan melalui infus.
e. Pemantauan kadar elektrolit serum.
3. Mempertahankan suhu tubuh:
a. Atur suhu ruangan 32,2 – 32,80 C.
b. Berikan selimut penghangat/penahan panas.
c. Upayakan untuk memperpendek waktu pemajan terhadap suhu sekitar.
4. Menetralisir nyeri.
a. Pemberian obat analgetik secara intravena.
b. Pemberian obat sedatif.
5. Meredakan kecemasan.
a. Beri dukungan psikososial.
b. Penjelasan secara sederhana tentang prosedur penanganan.
c. Optimalkan penangaan nyeri.
d. Pemberian obat antiansietas.
Kecemasan yang tinggi pada fase darurat luka bakar harus dihindari karena:
1. Kecemasan akan meningkatkan rasa nyeri fisik dan psikologis.
2. Kecemasan yang tinggi lebih lanjut akan meningkatkan stres fisiologik.
Pemantauan kemungkinan komplikasi:
Komplikasi yang potensial terjadi:
1. Gagal nafas akut.
2. Syok sirkulasi.
3. Gagal ginjal akut.
4. Sindrome kompartemen.
5. Ileus paralitik.
6. Tukak Curling.
q DP: Kerusakan pertukaran gas b.d. keracunan CO, inhalasi asap dan obstruksi
saluran nafas atas.
Sasaran: Pemeliharaan oksigenasi jaringan yang adekuat.
Perencanaan:
1. Berikan oksigen yang dilembabkan.
Rasional: Oksigenasi yang dilembabkan akan memberikan kelembaban jaringan yang
cedera, suplementasi oksigen akan meningkatkan oksigenasi alveoli.
2. Kaji bunyi nafas, frekuensi nafas, irama, dalam dan simetrisnya pernafasan.
Rasional: Memberi dasar pengkajian selanjutnya dan bukti peingkatan/penurunan
pernafasan.
3. Amati hal-hal: eritema atau lepuh pada mukosa bibir dan pipi, Lubang hidung yang
gosong, luka bakar pada muka, leher atau dada, suara parau, adanya jelaga dalam
sputum atau jaringan trakea dalam sputm.
Rasional: bukti adanya cedera inhalasi dan resiko disfungsi pernafasan.
4. Pantau hasil px GDS.
Rasional: dasar perlunya pengguanan ventilasi mekanis.
5. Laporkan pernafasan yang berat, penurunan dalam pernafasan dan atau tanda
hipoksia.
Rasional: Dasar penetapan intervensi ntuk mengatasi kesulitan pernafasan.
6. Bersiap untuk bantu dokter untuk intubasi dan eskarotomi.
Rasional: Intbasi memungkinan ventilasi mekanik dan eskarotomi memungkinan
pengembangan paru optimal.
7. Pantau penggunaan alat ventilator pada pasien.
Rasional: deteksi dini penurunan status respirasi atau komplikasi pada ventilasi
mekanik.
Evaluasi:
Hasil yang diharapkan:
a. Tidak ada dispnea.
b. Frekuensi respirasi antara 12 dan 20 kali/menit.
c. Paru bersih pada auskultasi.
d. Saturasi oksigen arteri > 96% dengan oksimetri nadi.
e. Kadar gas darah arteri dalam batas normal.
q DP: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. edema, efek inhalasi asap, peningkatan
ekspektorasi.
Sasaran: pemeliharaan saluran nafas yang paten dan bersihan saluran nafas adekuat.
Perencanaan:
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas melalui pemberian posisi pasien yang tepat,
pembuangan sekresi dan jalan nafas artifisial bila perlu.
Rasional: jalan nafas yang paten sangan krusial untuk fungsi respirasi.
2. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan.
Rasional: kelembaban akan mengencerkan sekret dan mempermudah ekspektorasi.
3. Dorong pasien agar mau membalikkan tubuh, batuk dan nafas dalam. Anjurkan agar
pasien menggunakan spirometri. Tindakan penghisapan jika diperlukan.
Rasional: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pembuangan sekresi.
Evaluasi:
Hasil yang diharapkan:
a. Jalan nafas paten.
b. Sekresi respirasi minimal, tidak berwarna dan encer.
c. Frekuensi respirasi, pola dan bunyi nafas normal.