Gedung DPR Baru – Rencana pembangunan gedung DPR baru sampai saat ini masih menjadi
perdebatan di kalangan wakil rakyat. Namun tentu saja menjadi hal yang harus di tolak di
kalangan masyarakat.Saya tidak bisa mikir, dimana otak para anggota dewan kita? Sudah tahu
angka kemiskinan belum mengalami penurunan drastis. Harusnya kan di alokasikan untuk
membantu mereka [...]
Surat pernyataan keberatan itu dilayangkan ketika adanya usulan pembangunan gedung baru
muncul di Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) untuk meneruskan program periode DPR
tahun 2004–2009 itu. Kemudian, surat PKS itu menjadi dasar oleh pimpinan untuk menggelar
rapat konsultasi pimpinan seluruh fraksi.
”Pada rapat konsultasi tersebut, seluruh fraksi menyetujui. Kemudian, Pak Marzuki
menanyakan sikap PKS dan menyatakan pembangunan tidak akan diteruskan meski ada satu
fraksi yang tidak setuju,” ungkapnya.
Lantaran menghargai sikap fraksi-fraksi lain, Mustafa mengatakan, PKS tidak punya pilihan
selain menerima pendapat seluruh fraksi untuk meneruskan pembangunan gedung DPR itu.
”Kalau PKS sejak awal jelas menolak. Namun, kami masih bisa menghargai pendapat fraksi-
fraksi lain yang menyetujui (pembangunan gedung baru),” ungkapnya.
Namun, Mustafa menyayangkan apabila kini beberapa partai tidak menghargai pendapatnya
sendiri dan menarik diri seolah-olah tidak pernah terlibat dalam proses disetujuinya
pembangunan gedung baru tersebut.
Mustafa meminta agar seluruh fraksi bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil.
Lebih jauh, dia menyayangkan kesan yang terbangun bahwa semua adalah tanggung jawab
pimpinan, khususnya Ketua DPR yang juga pimpinan BURT Marzuki Ali.
Kepada pimpinan DPR, Mustafa mengatakan agar segera menyelesaikan polemik ini dengan
mekanisme yang prosedural dan sah. Sebab, polemik ini kontraproduktif
Jakarta - Koalisi Masyarakat Tolak Gedung Baru DPR RI menyampaikan somasi kepada
Pimpinan DPR. Koalisi menuntut rencana pembangunan gedung segera dibatalkan karena
memboroskan uang rakyat.
Somasi diantarkan oleh koalisi kepada Humas DPR RI Suratna di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Kamis (7/4/2011). Kurang lebih ada 500 tanda tangan pernyataan sikap warga yang
disampaikan kepada pimpinan DPR.
Selain menuntut pembatalan, koalisi juga menuntut Pimpinan DPR meminta maaf secara
terbuka melalui sidang paripurna DPR atas rencana pembangunan gedung baru yang telah
melukai perasaan seluruh rakyat Indonesia.
kami akan menempuh jalur hukum,” kata anggota koalisi yang juga peneliti Indonesia
Corruption Watch (ICW), Abdullah Da“Apabila pimpinan DPR tidak memenuhi tuntutan kami
dalam jangka waktu 7 hari setelah surat dilayangkan, maka hlan.
Nurcholis Hidayat dari LBH Jakarta mengatakan, pembangunan gedung baru DPR yang mewah
merupakan suatu pemborosan uang rakyat, kontraproduktif dengan kinerja DPR yang jauh dari
harapan rakyat.
“Telah mencederai perasaan seluruh rakyat Indonesia yang saat ini masih miskin,” ujar
Nurcholis
Rencana pembangunan gedung baru DPR yang mengundang kontroversi di masyarakat. Dan
kontroversi itu sah dan wajar karena ini berkaitan dengan kinerja dari anggota DPR. Sebetulnya
jika dengan keadaan gedung tempat bekerja para wakil rakyat yang sekarang ini dianggap tidak
memadai tidak kemudian harus membangun gedung yang terkesan mewah dengan penuh
fasilitas glamor di dalamnya. Akan sangat menyakiti hati rakyat jikalau rencana pembangunan
gedung baru DPR ini direalisasikan tetapi bersamaan dengan itu masih banyak masyarakat yang
hidup dibawah kemiskinan, masyarakat yang hidup dibawah minimnya pelayanan publik yang
seharusnya lebih dipikirkan oleh negara ini.
Pro-kontra rencana pembangunan gedung baru ini secara tidak langsung dapat memperburuk
citra DPR di mata masyarakat. Selain itu juga hal-hal semacam ini dapat mengganggu
konsentrasi kerja pada anggota dewan, alih-alih memikirkan nasib rakyat tetapi lebih sibuk
memikirkan kenyamanan diri sendiri. Jika berkaitan dengan kondisi internal, DPR seharusnya
lebih memikirkan tentang bagaimana meningkatkan kualitas kelembagaan misalnya bagaimana
meningkatkan produktivitas, peningkatan kualitas pengawasan dan peningkatan kualitas dalam
menjalankan fungsi legislasi.
POLITIK - PARPOL
Kamis, 07 April 2011 , 12:06:00
Sebagai wakil rakyat, lanjut Idrus, anggota DPR haruslah mampu untuk
memperlihatkan sikap gentleman dan berpikir jernih dalam berpolitik. "Jangan
hanya karena ada opini publik ke arah penolakan, kemudian malah ikut-ikutan
menolak rencana pembangunan gedung itu," tukasnya.
Lalu, apakah akrobatik politikus di DPR yang bersumber dari isu rencana
pembangunan gedung DPR ini berpengaruh terhadap setgab koalisi parpol
pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)? Menjawab pertanyaan ini,
Idrus mengatakan bahwa hal itu sama sekali tidak berpengaruh.
REFLEKSI
Mengapa?
Fary Djemy Francis
Pengantar
Wacana pembangunan Gedung DPR RI yang baru sebagai pengganti Gedung Nusantara I
yang akhir-akhir ini menghangat sebenarnya berawal pada bulan Oktober tahun 2008 ketika
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) menyusun Term of Reference (Kerangka Acuan-
TOR) Grand Design Kawasan DPR RI, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Setjen DPR dengan
melakukan lelang untuk menentukan :
1. Konsultan Review Master Plan, AMDAL, dan Audit Struktur Gedung Nusantara yang
menghasilkan Blok Plan Kawasan DPR/MPR RI per Oktober 2008;
2. Konsultan Perencanaan dan Manajemen Konstruksi.
Pembuatan TOR dan penunjukan konsultan tersebut didasari alasan bahwa:
Sebagai tindak lanjutnya maka pada tanggal 2 Februari 2009 PT Virama Karya (Konsultan yang
memenangkan tender pembuatan Masterplan, AMDAL dan Audit Struktur) memaparkan Blok
Plan Kawasan MPR/DPR RI pada Rapat Konsultasi Pimpinan DPR dengan Pimpinan Fraksi
serta Pimpinan BURT di mana Rapat meminta agar Konsep Blok Plan tersebut disempurnakan.
Sementara itu PT. Yodya Karya (Konsultan Perencana terpilih) dan PT Citra Jasa (Manajemen
Konstruksi) berhasil mendesain konsep gedung baru dengan perhitungan berdasarkan
kebutuhan dari 540 orang anggota dewan di mana ruang kerja anggota diperluas menjadi 64m2
yang menampung 1 anggota DPR, 1 sekretaris dan 2 tenaga ahli. Kedua konsultan tersebut
menyimpulkan bahwa dibutuhkan sebuah bangunan 27 lantai dengan total luas 120.000m2.
Selanjutnya, pada tanggal 18 Mei 2009 diadakan RDP antara Steering Commitee Penataan
Ulang dengan IAI, INKINDO dan PT Yodya Karya. Meskipun sejauh ini alasan penataan ulang
itu tidak jelas, rapat itu berakhir dengan mengusulkan agar diselenggarakan lokakarya guna
menghimpun masukan terhadap Blok Plan Komplek Gedung DPR/DPD/MPR RI, dan pada
tanggal 24-25 Juni 2009 lokakaryapun dilaksanakan dan berhasil menyempurnakan Master
Plan yang kemudian disampaikan ke BURT.
Setelah pelantikan anggota DPR masa bakti 2009-2014 dilaksanakan, berkembang wacana
yang menghendaki agar anggota DPR RI didampingi 5 tenaga ahli dan ruang kerja anggota
DPR RI dilengkapi dengan sejumlah ruang pendukung seperti ruang rapat, kamar istirahat,
KM/WC, dan ruang tamu. Berdasarkan wacana tersebut maka luas ruang kerja yang ideal untuk
setiap anggota DPR RI menjadi 120m2 dan total luas bangunan yang menurut rencana awal
120m2 dengan 27 lantai menjadi 161.000m2 dengan jumlah 36 lantai dan untuk
membangunnya dibutuhkan biaya 1.6-1.8 triliun.[1]
Pada 30 April 2010, Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, yang diwawancarai oleh
Detiknews menyebutkan bahwa menurut data yang dia peroleh dari Kementerian Pekerjaan
Umum (PU) Gedung DPR, khususnya Nusantara 1, agak miring dan ini berbahaya untuk
keamanan.[2] Kemiringan ini dikaitkan dengan kejadian gempa bumi pada tanggal 2 September
2009. Dia juga menegaskan bahwa hasil penelitian Kementerian PU tersebut sudah dibahas
bersama oleh pimpinan DPR RI, Pimpinan Fraksi dan Sekjen DPR RI, dan kesimpulannya
adalah “demi keamanan dan rasa nyaman wakil rakyat, maka perlu segera diambil langkah
sementara berupa renovasi dan persiapan membangun gedung baru. Diungkapkan pula bahwa
sampai dengan rencana pembangunan sudah pada tahap desain, dengan mengambil lokasi di
lingkungan kantor DPR RI itu juga.
Pada tanggal 3 Mei 2010 Kementerian PU meluruskan pemberitaan media masa yang
menyebutkan bahwa Gedung Nusantara I DPR mengalami kemiringan 7 derajat. Dijelaskan
bahwa Kementerian PU telah melakukan audit konstruksi atas permintaan dari DPR RI melalui
surat permohonan No. HR.01/73/IX/2009, tanggal 15 September 2009 perihal Bantuan Audit
Struktur Gedung DPR Pasca Gempa. Audit konstruksi sendiiri telag dilakukan pada tanggal 2-4
Oktober 2009 dan dilaporkan secara resmi kepada DPR seminggu kemudian. Ada 7
rekomendasi hasil audit dan salah satunya adalah mengusulkan perbaikan teknis biasa dan
tidak ada usulan merenovasi gedung secara total.[3]
Meskipun demikian, sejak saat itu pula media masa mulai menghubungkan kasus kemiringan
Gedung Nusantara I itu dengan semakin kuatnya rencana pembangunan gedung tersebut.
Bahkan diberitakan di berbagai media masa cetak maupun elektronik, kemiringan Gedung
Nusantara I telah mencapai 7 derajat, dan hal itu ternyata menimbulkan polemik yang luas di
tengah masyarakat.
Pada tanggal 30 Agustus 2010 bertepatan dengan HUT DPR RI yang ke 65, Ketua DPR RI
mengumumkan bahwa bahwa Gedung Baru DPR RI akan segera dibangun, dan untuk itu
pimpinan DPR berusaha agar melakukan penekanan terhadap biaya sehingga biaya lebih
sedikit dari perkiraan semula. Meskipun demikian pernyataan Ketua DPR RI tersebut ternyata
tidak meredakan polemik yang telanjur meluas.
Seyogyanya niat untuk membangun gedung DPR baru dengan tujuan untuk meningkatkan
kinerja anggota DPR RI dapat diterima. Persoalannya terletak pada komunikasi yang kurang
intensif dan kurang efektif antara DPR sebagai wakil rakyat dan rakyat sebagai pemberi
mandat, sehingga baik anggota DPR maupun rakyat yang diwakilinya tidak tahu persis di mana
substansi dan esensi kebutuhan masing-masing dalam aspek pembangunan tersebut. Karena
itu demokrasi kerakyatan harus menjadi instrumen utama dalam setiap proses pengambilan
keputusan sesederhana apapun, apalagi menyangkut alokasi anggaran yang mencederai rasa
keadilan rakyat.
Perhitungan teknis yang menghasilkan kesimpulan bahwa ruang kerja anggota DPR RI seluas
32m2 saat ini, di mana seorang anggota DPR RI dan 3 stafnya bekerja, diakui memang telah
melampaui kapasitas/daya tampung. Apalagi di ruang yang sama pula anggota harus melayani
tamu dari berbagai latar belakang. Dalam aras pikir ini, tersedianya ruangan kerja dengan
kapasitas yang memadai memang menjadi kebutuhan. Meskipun demikian desainnya harus
tetap dalam konteks ruang kerja seorang wakil rakyat, yang perlu dibedakan dari desain kamar
hotel atau tempat hiburan.
Alternatif desain seperti dalam simulasi yang banyak diberitakan media masa belakangan ini
lebih tepat untuk mengantisipasi perubahan pada 5—20 tahun mendatang, sehingga
pembangunan nantinya tidak terkesan bongkar pasang. Dan untuk itu DPR RI harus memiliki
perencanaan yang matang, holistik dan integratif. Dengan demikian, penolakan, penundaan
atau usulan pembatalan yang nyaring disuarakan berbagai elemen masyarakat dapat
ditempatkan dalam konteks partisipasi masyarakat untuk menghasilkan perencanaan yang lebih
baik daripada saat ini.
1. 4. Transparansi dan Akuntabilitas.
DPR RI sekarang sedang diuji komitmen dan konsistensi keberpihakannya pada konstituennya
masing-masing. Keputusan yang bijak dalam kemelut pembangunan gedung DPR baru ini akan
menjadi sebuah prestasi, sementara, apabila terus melangkah dalam ketidakterbukaan akan
menjadi angka merah yang menimbulkan trauma berkepanjangan dan mencederai akuntabilitas
relasi DPR RI dengan rakyat dan konstituennya.
Refleksi pribadi ini, ke depan akan menjadi panduan untuk menjalankan peran dan tanggung
jawab saya secara lebih berperspektif rakyat. ***
RMOL.Penolakan pembangunan gedung baru DPR yang disuarakan sejumlah anggota DPR
dipandang aneh. Apalagi diketahui, ada mekanisme yang telah dilalui sehingga pembangunan
gedung berlantai 36 itu dapat disetujui menjadi keputusan DPR. Anggota DPR yang menolak
disarankan, sebaiknya menyampaikan langsung melalui fraksi dan tidak perorangan.
"Jangan ikut-ikutan nolak untuk sekedar mencari popularitas, yang justru malah memperburuk
citra institusi DPR itu sendiri. Toh kalau gedung baru jadi dibangun ya mereka juga yang akan
menempatinya," kata Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia, Fadli Nasution
kepadaRakyat Merdeka Online, Rabu (6/4).
Menurut Fadli, pembangunan ini bukan suatu hal yang pantas dipolitisir menjadi pro dan
kontra di ruang publik. DPR itu lembaga penyelenggara negara, maka negara wajib
memfasilitasinya termasuk pembangunan gedung baru untuk meningkatkan kinerja dan
pelayanan. Karenanya biaya pembangunan sebesar Rp 1,1 trilun dari Rp 1.000 triliun dana
APBN menurutnya, masih wajar.
"Jangan dibandingkan gedung DPR dengan rumah rakyat, atau dengan theme park, apalagi
dengan hotel bintang enam. Tapi bandingkan dengan eksekutif (pemerintah) yang memiliki
istana negara, gedung-gedung kementerian dan sebagainya.Tentu jauh tidak seimbang,"
ujarnya.
Dia menceritakan, pada masa Orde Baru parlemen tidak boleh kuat apalagi canggih. Maka dari
itu parlemen saat itu lemah dengan cukup punya gedung yang sederhana, anggotanya masing-
masing dalam ruang kerja yang sempit dan tidak representatif. [wid]
"Jika pemerintah memutuskan pemindahan ibukota negara dalam waktu satu hingga dua tahun
ke depan, maka pemindahan gedung DPR ke ibukota yang baru saya perkirakan dalam waktu
10 tahun ke depan," kata Ahmad Muzani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.
Muzani menjelaskan, jika asumsi tersebut terwujud maka gedung baru DPR hanya akan
berfungsi selama sekitar tujuh tahun.
Menurut Muzani, hendaknya pimpinan DPR terus melakukan sinergi dengan wacana
pemerintah yang akan melakukan pemindahan ibukota untuk mencari kepastiannya.
Jika pemerintah pasti akan melakukan pemindahan ibukota negara, kata dia, maka
pembangunan gedung baru DPR itu hendaknya dibagun di ibukota yang baru.
"Fraksi Gerindra juga mendukung wacana pemindahan ibukota untuk mengurai berbagai
persoalan sosial yang menjadi konsekuensi kota metropolitan seperti kemacetan lalulintas,
gelandangan, dan sebagainya," kata anggota Komisi I DPR ini.
Apalagi, katanya, pimpinan DPR sudah memutuskan menunda pembangunan gedung baru
DPR dan meminta kepada tim teknis untuk melakukan kajian ulang.
Jika tim teknis pembangunan gedung DPR masih bersikukuh untuk terus melanjutkan
pembangunan gedung baru, kata dia, itu berarti tidak tanggap terhadap situasi yang
berkembang.
Soal angggaran pembangunan gedung yang sudah dianggarkan pada APBN 2010 sebesar
Rp250 miliar, menurut dia, bisa dialihkan mengatasi persoalan krusial yang dihadapi
masyarakat, seperti pengentasan kemiskinan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja.
Sebelumnya, pimpinan DPR memutuskan menunda pembangunan gedung baru DPR dan
meminta kepada tim teknis untuk melakukan kajian ulang karena sudah berkembang opini
negatif di masyarakat.
Ketua DPR Marzuki Alie, usai rapat pimpinan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/9),
mengatakan, akan dilakukan kajian mendalam oleh tim teknis terhadap rencana pembangunan
gedung DPR.
Kajian ulang dilakukan, kata dia, untuk lebih memastikan mengenai desain dan rencana
anggarannya, karena jika diteruskan akan semakin memperburuk citra DPR di mata publik.
Menurut dia, selain desain dan rencana anggaran, hal lain yang dikaji ulang adalah lelang
tender yang sudah dibuka, dihentikan sementara dan ditunda sampai ada hasil kajian yang
tuntas dari tim teknis.
"Hasil kajian ulang itu desain dan rencana anggaran gedung baru itu harus jauhkan kesan
mewah agar tidak menimbulkan pro-kontra di masyarakat," kata Marzuki.
Tim Teknis Pembangunan Gedung Baru meliputi, Sekretariat Jenderal DPR, Tim Ahli dari
Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, dan konsultan.
(T.R024/P003)
Editor: Priyambodo RH
"Ini menjadi citra buruk bagi DPR. karena itu, disepakati untuk ditunda dulu, dilakukan kajian
ulang," kata Marzuki.
Selain besarnya biaya dan desain gedung yang dikaji ulang, kata Marzuki, tender yang sudah
dibuka dihentikan sementara dan ditunda sampai ada kajian yang tuntas dilakukan tim teknis.
Menurut Marzuki, desain gedung baru harus menjauhkan kesan mewah agar tidak menimbulkan
pro-kontra di masyarakat. Jika desainnya mewah, maka publik akan menolaknya.
Marzuki menyayangkan rencana pembangunan gedung baru itu yang sudah memasuki tahap
sosialisasi dan tender 'diwarnai' hal-hal yang sebenarnya di luar rencana dan desain gedung.
Misalnya, ada informasi bahwa di gedung baru akan ada fasilitas kebugaran dan relaksasi,
seperti spa.
Rapat juga mengundang para konsultan yang terlibat dalam rencana pembangunan gedung itu.
Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, konsultan ditanya apakah benar ada rencana
membangunan fasilitas-fasilitas khusus seperti tempat spa dan lain-lain.
"Jika memang tidak ada rencana itu, lalu siapa yang selama ini menyebarkan kabar bahwa di
gedung baru itu akan ada fasilitas spa," kata Marzuki.
Mengenai kolam renang Marzuki menyatakan rencana itu memang ada. Ide teknis awalnya
adalah membuat penampungan air untuk kepentingan pemadam kebakaran. Karena untuk
memompa air dari bawah ke lantai teratas, yakni lantai 36 tidak memungkinkan, sehingga
disarankan membuat bak penampungan air di lantai tengah gedung.
Rencana pembangunan gedung baru DPR RI yang diumumkan tepat pada HUT ke-65 DPR RI
pada 30 Agustus menggemparkan masyarakat. Bukan saja karena berlantai 36, tetapi juga
karena diumumkan tiba-tiba dan langsung diadakan tender serta biayanya yang ditaksir
mencapai Rp1,8 triliun.
Namun Marzuki mengemukakan, pimpinan DPR berusaha agar dilakukan penekanan terhadap
biaya sehingga biaya lebih sedikit dari perkiraan semula.(ant/ahf/waa)