Anda di halaman 1dari 10

Kelompok XXXII

METODE ILMIAH
SOAL D

Disusun oleh :

Martha Chirsty 150110080209


Nadya Avishina Hadi 150110080213
Imam Mukti Faizun 150110080218
Ruben Hutabarat 150110080163

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2011
Kumpulan Soal D

1 Secara aksiologis ilmu berbeda dengan seni. Jelaskan!

2 Apa yang dimaksud dengan berpikir berbasis empiri dan berpikir berbasis ratio!

3 Banyak sekali bukti yang menunjukan betapa akuratnya ilmu dan turunannya teknologi.
Namun pada suatu saat, pada ruang dan/ atau waktu yang berbeda akurasinya bisa saja
menjadi berkurang, atau bahkan tidak dapat diandalkan sama sekali! Coba jelaskan
dengan contoh teori cahaya!.

4 Mengapa bagan Azas Hipothetiko Deductive Verifikatif dibagi dua; Orde Konseptuliasai
dan Orde Observasi.

5 Dikatakan teknologi dapat muncul tanpa ilmu. Bagaimana mungkin? Jelaskan jawaban
kalian!

6 Beri contoh teknologi yang dapat memacu perkembangan ilmu lebih lanjut!

7 Manusia punya hati nurani, punya akal budi. Tapi mengapa ilmu selain dampak
positifnya juga mengandung dampak negatif?

8 Menurut Kuhn, kapan komunitas ilmiah menjadi gelisah?

9 Jelaskan, mengapa “bila norma metronian dijalankan secara ketat, semestinya ilmu bebas
nilai (value free) atau paling tidak bersifat netral”. Norma metronian yang mana yang
menjamin kenetralan dari Ilmu?
JAWABAN

1. Secara aksiologis ilmu berbeda dengan seni. Jelaskan!

Aksiologi Ilmu
Ilmu pada dasarnya harus digunakan untuk kebaikan manusia. Ilmu harus
dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian/keseimbangan alam.
Untuk kepentingan manusia, pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun, digunakan
secara komunal dan universal. Komunal dimaksudkan bahwa ilmu merupakan
pengetahuan milik bersama dan setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut
kebutuhannya. Universal dimaksudkan bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi parokial,
seperti ras, ideologi, atau agama (Suriasumantri, 1981: 89-91).
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa ilmu bersifat netral. Ilmu tidak mengenal
sifat baik atau buruk. Si pemiliknya sendirilah yang harus mempunyai sikap. Netralitas
ilmu hanya terletak pada dasar epistemologinya saja tanpa berpihak kepada siapa pun
selain kepada kebenaran yang nyata. Secara ontologis dan aksiologis ilmuwan harus
mampu menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Ia harus menetapkan sikap dengan
Iandasan moral.
Aksiologi Seni
Ditinjau dari segi mediumnya, suatu karya seni memiliki nilai bentuk, nilai
indrawi, nilai pengetahuan, dan nilai kehidupan. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, seni
dapat berhubungan dengan masyarakat, menunjukkan tinggi nilai seni itu kepada
pengamat, membuat orang sadar akan realita subjektif, serta pemahaman terhadap
segenap tahap kehidupan dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Dalam kehidupan sehari-hari seni terapan banyak dinikmati masyarakat. Desain
terapan teknik, misalnya, menghasilkan mobil, kapal terbang, teve, dan sebagainya.
Demikian pula perkembangan mode, tata busana, kebutuhan rumah tangga seperti
meubel, hiasan dinding, dan sebagainya sudah merupakan kebutuhan rohani sehari-hari
dan masyarakat. Walaupun tidak jarang orang akhirnya lebih menumpahkan perhatiannya
kepada keindahan bentuk atau rupa daripada segi etika atau pun logika.
Dalam upaya mencapai segi keindahan kadang-kadang orang mengorbankan
aspek moral. Nilai seni yang tidak terikat moral cenderung mudah tergelincir pada
hedonisme. Dalam hal ini, lebih mementingkan nilai pancaindera dan orang mengabaikan
nilai rohani. Penggunaan seni harus selalu dikaitkan dengan kaidah moral.
Unsur-unsur moral harus terdapat dalam setiap karya seni. Seniman sebagai
pencipta karya seni harus memahami pentingnya kegunaan moral diterapkan dalam setiap
ciptaan. Dengan seni masyarakat dapat dididik, diarahkan, dan dipengaruhi. Kunci utama
itu tampaknya terletak pada kesadaran seniman bahwa moral dan seni haruslah babu-
membahu dalam upaya membentuk watak dan moral generasi penerus.
Objek seni yang ditelaah berdasarkan pemilihan moral itu janganlah menjadi
eksperimen yang mengakibatkan nilai-nilai kemanusiaan dikesampingkan dan
direndahkan demi nilai keindahan itu sendiri. Dalam bereksperimen untuk mendapatkan
realita baru yang kreatif seharusnya nilai-nilai kemanusiaan itu dijunjung tinggi, dengan
tidak mengurangi mutu seni yang akan diwujudkannya. Keindahan adalah nilai positif,
demikian pula kebaikan dan kebenaran.
Dalam mencipta karya seni seniman harus jujur karena karya itu harus memiliki
nilai-nilai. Karya tersebut adalah baru, segar, dinamis, mengandung semangat dan nilai-
nilai moral, estetis, dan membabarkan nilai-nilai perasaan penciptanya.

2 Apa yang dimaksud dengan berpikir berbasis empiri dan berpikir berbasis ratio!

Berfikir empiris adalah berfikir berdasarkan pengalaman, pengamatan atau


percobaan yang nyata yaitu, bergantung pada bukti atau konsekuensi yang diamati
oleh indera sehingga didapatkan diverifikasi atau bukti yang dapat dianalisis secara
kuantitatif atau kualitatif amupun gabungan kuantitatif dengan kualitatif. Befikir secara
empiris ini lebih banyak dilakukan dalam ilmu-ilmu social dan pendidikan.

Dalam beberpa bidang, penelitian kuantitatif dimulai dengan sebuah pertanyaan.


Dari sebuah pertanyaan maka akan berkembag menjadi sebuah pengamatan dan akan
mendapatkan hasil yang akan diangkat menjadi sebuah hipotesis.
Berfikir rasio yaitu berfikir secara rasional semua pengamatan berdasarkan
pikiran penghitungan satu dengan lainnya. Berfikir rasional dihubungka dengan
Penalaran seseorang yaitu suatu proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan
faktas-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan.

3 Banyak sekali bukti yang menunjukan betapa akuratnya ilmu dan turunannya
teknologi. Namun pada suatu saat, pada ruang dan/ atau waktu yang berbeda
akurasinya bisa saja menjadi berkurang, atau bahkan tidak dapat diandalkan
sama sekali! Coba jelaskan dengan contoh teori cahaya!

Menurut kami, hal tersebut sesuai seperti yang dikatakan Nietschze, seorang filsuf
eksentrik Jerman, “kebenaran (bacal: ilmiah) adalah kekeliruan yang tertangguhkan”.
Sebuah ilmu dan turunannya teknologi yang walaupun akurat pada masanya dapat
berubah keakuratannya bahkan menjadi tidak dapat diandalkan jika telah terbukti adanya
ilmu dan teknologi yang lebih diterima pada masa yang lainnya sesuai dengan
kebutuhannya.
Contohnya adalah perkembangan teori ttg cahaya. Teori partikel Isaac
Newton yang menyatakan dalam Hypothesis of Light pada 1675 bahwa cahaya terdiri dari
partikel halus (corpuscles) yang memancar ke semua arah dari sumbernya. Kemudian,
Christiaan Huygens menyatakan dalam abad ke-17 yang cahaya dipancarkan ke semua
arah sebagai ciri-ciri gelombang. Pandangan ini menggantikan teori partikel halus. Pada
1845 Faraday menemukan bahwa sudut polarisasi dari sebuah sinar cahaya ketika sinar
tersebut masuk melewati material pemolarisasi dapat diubah dengan medan magnet.Ini
adalah bukti pertama kalau cahaya berhubungan dengan Elektromagnetisme. Teori
tersebut dikukuhkan oleh James Clerk Maxwell pada akhir abad ke-19 bahwa cahaya
adalah gelombang elektromagnetik sehingga tidak memerlukan medium untuk merambat.
Ahirnya pada awal abad ke-20 Albert Einstein menyempurnakan tiga teori yang
sebelumnya, dan menyatakan bahwa cahaya adalah partikel dan gelombang. Ini adalah
teori modern yang menjelaskan sifat-sifat cahaya, dan bahkan sifat-sifat partikel secara
umum.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat dilihat bahwa teori-teori tersebut dapat
dikatakan akurat pada masanya akan tetapi menjadi tidak akurat pada masa lainnya (masa
depan) karena telah muncul teori lain yang dianggap lebih sempurna dan akurat.

4 Mengapa bagan Azas Hipothetiko Deductive Verifikatif dibagi dua; Orde


Konseptuliasai dan Orde Observasi.

Bagan Azas Hipothetiko Deductive Verifikatif


August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat perkembangan ilmu pengetahuan
kedalam tahap religius, metafisik, dan positif. Hal ini dimaksudkan dalam tahap pertama
maka asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan
deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto).
Dalam tahap kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat
hipotesis-hipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan
yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan
postulat metafisika tersebut (hipotetico).

Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang
dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif).
A.N. Whitehed menyatakan bahwa Sains dibentuk karena pertemuan dua orde
pengalaman. Orde pertama didasarkan pada hasil observasi terhadap gejala/ fakta (orde
observasi) dan orde kedua didasarkan pada konsep manusia mengenai alam semesta (orde
konsepsional).

5 Dikatakan teknologi dapat muncul tanpa ilmu. Bagaimana mungkin? Jelaskan


jawaban kalian!

Sebenarnya kami kurang setuju pernyataan “teknologi dapat muncul tanpa ilmu”.
Pada materi disebutkan “Dalam upayanya untuk eksis, manusia mencoba membuat
sesuatu agar dapat bertahan hidup lebih mudah dan lebih nyaman. Secara trial and error
akhirnya mereka memperoleh sesuatu cara yang dapat lebih mempermudah bekerjasama
dan atau memanipulasi alam sekitarnya untuk keuntungan mereka. Itulah yang disebut
teknologi. Dalam perkembangan berikutnya, didorong oleh rasa ingin tahu yang besar
(curiocity), manusia mulai mencoba memahami bagaimana evidensi alamiah (fenomena)
yang terjadi disekitarnya berproses/ bekerja. Mereka berangsur-ansgsur makin banyak
tahu bagaimana alam itu bekerja. Inilah pada dasarnya yang disebut ilmu. Dengan ilmu
itu manusia mulai belajar secara lebih terprogram bagaimana memanfaatkan alam untuk
kepentingan dirinya. Inilah yang disebut teknologi berbasis ilmu”.
Meskipun bapak menyatakan, ”Nenek moyang kita makanya bisa bertahan hidup
dan menghasilkan kalian sebagai keturunannya itu karena mereka menggunakan suatu
cara suatu metode untuk memanipulasi alam lingkungannya untuk kepentingan mereka.
Itu teknologi, waktu itu ilmu belum muncul! Memang teknologi berbasis ilmu (yang
muncul kemudian) jauh lebih dominan dan signifikan, katimbang teknologi berbasis trial
and error!”, menurut kelompok kami, pada proses trial and error saat manusia berusaha
memperoleh sesuatu cara yang dapat lebih mempermudah bekerjasama dan atau
memanipulasi alam sekitarnya untuk keuntungan mereka, sebelum mendapatkan
teknologinya manusia mendapatkan pemahaman akan kegunaan maupun keefektifan
suatu metode ataupun alat yang dapat mempermudah mereka. Bukankah pemahaman
tersebut dapat dikatakan ilmu? Karena wujud ilmu adalah “keterangan” tentang fenomena
alam dan sosial sebagai hasil manusia mempelajari alam (“external world”), yang dapat
ditangkap oleh indera dan diolah oleh logika/ penalaran/ patokan benar-salah). Yang baru
nantinya berkembang menjadi teknologi.
Selain itu pada perkembangannya, ilmu menghasilkan teknologi. Teknologi yang
telah berkembang ikut memacu perkembangan ilmu. Hal tersebut berulang sehingga
dapat dikatakan teknologi juga bisa menghasilkan ilmu. Apakah hal tersebut yang disebut
ilmu berbasis teknologi?
Berdasarakan hal-hal tersebut kelompok kami kurang setuju dengan pernyataan
teknologi dapat muncul tanpa ilmu karena ilmu dan teknologi saling berkaitan dan dapat
memberi perkembangan satu sama lain.

6 Beri contoh teknologi yang dapat memacu perkembangan ilmu lebih lanjut!

Contoh teknologi yang memacu perkembangan ilmu adalah lensa. Melalui lensa,
manusia dapat mengamati hal-hal yang sebelumnya tidak dapat diamati, seakan
membuka dunia baru yang belum tereksploitasi sebelumnya yang kaya akan ilmu dan
pengetahuan. Melalui lensa (mikroskop, teleskop, dll) yang merupakan teknologi, ilmu
dapat berkembang lebih lanjut sehingga dapat melahirkan teknologi-teknologi lainnya
yang bukan tidak mungkin dapat melahirkan ilmu-ilmu lagi, begitupun seterusnya.
Akan tetapi perlu diingat bahwa perkembangan ilmu, pengetahuan, dan teknologi
yang tidak disikapi secara bijaksana justru dapat membawa malapetaka bukan kemajuan
umat manusia.

7 Manusia punya hati nurani, punya akal budi. Tapi mengapa ilmu selain dampak
positifnya juga mengandung dampak negatif?

Ilmu tidak hanya mengandung dampak positif tapi mengandung dampak negatif
juga dimana Pada dasarnya setiap manusia diberi akal budi. Dalam ilmu jiwa, akal budi
ini merupakan unsur dari “Fungsi Luhur” yang diatur dalam satu bagian dalam otak
manusia. Fungsi luhur inilah yang dalam ilmu jiwa membedakan manusia dengan
hewan. Dalam akal budi ini dasar pondasi bangunan suara hati atau nurani terbentuk.
Hati nurani itu berkembang seiring dengan perkembangan diri dan pendidikan serta
pengalaman hidup seseorang. Namun akal budi ini tidak cukup kuat untuk
mengendalikan dorongan dari hawa nafsu dalam sistem alami manusia. Hati nurani
nurani saja tidak akan mampu menangkal kombinasi antara nafsu dan godaan dari luar.
Akal yang dimiliki manusia justru malah dapat membuat manusia merajalela karena
akal tersebut digunakan untuk memuaskan dan mengembangluaskan hawa nafsunya
belaka. Banyak contoh alat atau sarana dan prasarana pemuas nafsu yang diciptakan
oleh manusia secara kreatif yang sering disebut dengan ilmu pengetahuan. Jadi ilmu
tidak hanya berdampak positif saja seperti ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin berkembang yang membuat kita memasuki dunia modernisasi. Hidup modern
ditandai dengan era teknologi, era informasi, era digital yang semuanya berubah dengan
pesat dan membawa pengaruh yang sangat besar dan luas. Manusia memang harus
memanfaatkan teknologi, tetapi seringkali akhirnya manusia terjebak dan memiliki
ketergantungan yang amat tinggi bahkan menjadi jajahan teknologi tersebut. Fenomena
menunjukkan bahwa dalam dunia politik, ekonomi, dan sosial budaya, bahkan dalam
kehidupan beragama modernisasi bisa memberi efek samping yang mengkhawatirkan.
Modernisasi memang perlu, tetapi ketika modernisasi menjajah hidup dan kehidupan,
mengakibatkan hidup penuh dengan kegelisahan, kecemasan menghadapi tantangan,
takut menghadapi masa depan, ini adalah indikasi bahwa di samping dampak positif,
modernisasi juga membawa efek samping yang bisa meruwetkan kehidupan.

8 Menurut Kuhn, kapan komunitas ilmiah menjadi gelisah?

Kuhn melihat sejarah ilmu pengetahuan ditentukan oleh penemuan fakta-fakta baru
dan teori baru yang menjelaskan fakta-fakta baru tersebut. Bahkan ia melihat sebagai
tugas utama filsafat ilmu pengetahuan untuk menjelaskan proses dinamis tersebut,
bagaimana perubahan paradigma terjadi, serta bagimana teori dan fakta-fakta baru
memainkan perannya dalam dinamika perubahan paradigma.

Tetapi gagasan tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan sekitar dinamika ilmu
pengetahuan: bagaimana kita bisa menjelaskan munculnya fakta-fakta dan teori-teori
baru dalam ilmu pengetahuan? Bagaimana hubungan antara penemuan fakta dan teori
baru dan paradigma? Bagi Kuhn pertanyaan-pertanyaan ini bukanlah pertanyaan logika.

Mengenai perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan, Kuhn membedakan


dengan tegas antara penemuan fakta-fakta baru dan penemuan teori-teori baru. Penemuan
fakta baru selalu diikuti dengan kesadaran akan adanya anomali. Yang dimaksud dengan
anomali di sini adalah situasi di mana ilmu pengetahuan normal sudah tidak dapat
menjelaskan lagi fakta-fakta dan persoalan-persoalan baru. Situasi ini menuntut
penelitian yang terus menerus menyangkut bidang-bidang anomali. Namun, semakin
penelitian tersebut dilakukan, semakin jelas juga bahwa anomali tidak dapat dihindari.
Anomali menunjukkan bahwa teori-teori yang ada sudah tidak mampu lagi menjelaskan
fakta-fakta baru, dengan kata lain bahwa fakta-fakta tersebut tidak sesuai lagi dengan
kerangka paradigma yang ada.
9 Jelaskan, mengapa “bila norma metronian dijalankan secara ketat, semestinya ilmu
bebas nilai (value free) atau paling tidak bersifat netral”. Norma metronian yang
mana yang menjamin kenetralan dari Ilmu?

Menurut kelompok kami, norma metronian yang menjamin kenetralan ilmu adalah
Disinterestedness.” Disinterestedness mengacu pada idea bahwa kerja keilmuan melibatkan
minat yang mendalam namun tidak memihak dalam memecahkan masalah-masalah dunia, (dan
ini) menjadi dasar pengukuhan bahwa ilmu secara etis bebas nilai. “.
Walaupun begitu, norma tersebut masih dapat dipatahkan dengan adanya teori
Epistemologis HS yang intinya menyatakan bahwa kepastian kebenaran ilmu hanya yg berasal
dari Yang Maha Benar. Sedangkan ilmu yang berdasarkan pemikiran sendiri (proposisi awal)
walaupun diakui banyak orang, tetapi masih belum terjamin kebenarannya karena tidak ada yang
menjamin. Sehingga kemungkinan ilmu tersebut salah akan selalu ada.
Karena itulah norma metronian tidak akan pernah terjalankan 100%.

Anda mungkin juga menyukai