Anda di halaman 1dari 15

Tugas Baca

UVEITIS ANTERIOR

Oleh

Muhammad Dimas Haryoko

NIM I1A006003

Pembimbing

dr. Hj. Hamdanah, Sp. M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2011
DAFTAR ISI

H
LAMAN JUDUL......................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II. ISI

A. Definisi ...............................................................................................................2

B. Etiologi ...............................................................................................................2

C. Patofisiologi ........................................................................................................3

D. Klasifikasi Uveitis Anterior ...............................................................................5

E. Manifestasi Klinis ..............................................................................................6

F. Diagnosis Banding ............................................................................................. 8

G. Komplikasi….................................................................. ...................................8

H. Penatalaksanaan .................................................................................................9

I. Prognosis ..........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)

dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea

yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan

pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang

disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis

disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan

bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis

posterior atau koroiditis.1,2

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan

uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik

terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga

setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular. Umur penderita biasanya

bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun. 1,3

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum

mengenai definisi, etiologi, patofisiologi dan patogenesis, manifestasi klinis,

diagnosis banding, penatalaksanaan serta prognosis dari uveitis anterior.

1
BAB II

ISI

A. DEFINISI

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)

dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea

yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.1

B. ETIOLOGI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat

berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan

melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu

manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap

jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik

di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi

alergi mata.5

Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik

yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom

Reiter, penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit

lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis,

trauma dan infeksi. 1,3, 4,5,6

2
C. PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek

langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya

mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi

sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi

jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi

merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen)

atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar

berasal dari mikroba yang infeksius . Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea

terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme

hipersensitivitas. 2,8

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous

Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam

humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler

(aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan

tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada

permukaan lensa (sinekia posterior). 2,8

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat

membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada

permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi

3
pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules,

yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada

iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga

menimbulkan hipopion. 2,8

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan

miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi

seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior

tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam kamera okuli

posterior lebih besar dari tekanan dalam kamera okuli anterior sehingga iris

tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans). 2,8

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar

menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel

radang dapat berkumpul di sudut kamera okuli anterior sehingga terjadi penutupan

kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi

glaukoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan, sedang

pada fase lanjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik

turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8

D. KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR

Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu

granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya

tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap

terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas.

4
Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris.

Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma

dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat

terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.

Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi

mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium

tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang

ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa

dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea

posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang

dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan

posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis

etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan

dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta

pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika

dan beberapa penyebab spesifik lainnya.

E. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama

di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit

kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat

5
demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya

sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2

Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku

bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah

diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah

adanya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan

daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan

seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS.

Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug

induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti

Tuberculosis) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat

tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah

mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.2

Gambar 2. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada


permukaan iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang

sedikit., konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea

keruh karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan

6
sel-sel yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada

uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna

putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan

dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai

diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena

herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2,8

Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan

kekeruhan dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan

slitlamp atau lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil

sehingga menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi

flare sangat menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang

sel besar seperti monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa,

sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat ringan. 2,8

Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh

darah di iris melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat

berubah, kelabu menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris,

ditandai sebagai benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila

pada permukaan depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut

merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia

posterior.2,8

Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia

posterio atau seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-

putihan yaitu oklusi pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat

7
menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang lensa (katarak kortikalis

posterior).2,8

F. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis, Keratitis atau

keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada konjuntivitis penglihatan tidak

kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau

injeksi ciliar.

Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihatan dapat kabur dan ada

rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan

zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil

melebar, tidak ada synekia posterior, dan korneanya “beruap”. 7

G. KOMPLIKASI

Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis

proliferans, ablasio retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini

dan stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat

mungkin disertai penyulit edema macula kistoid. 7,8

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya

dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topikal atau oral adalah ditujuan

untuk mengurangi peradangan. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah

memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada mata, menghilangkan inflamasi

8
dan mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan

mengatur tekanan intraokular.

Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya

menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid

atau nonsteroidal anti inflammatory (NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-

obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius,

seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan

glaukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil.

Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan. Tujuan

penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi

peradangan, sehingga mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel,

menghambat pelepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit. 8

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat

kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga

daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi

pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, serta bentuk larutan.

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan

makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek

antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan

preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular

baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya

dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.

9
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi.

Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada

bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini

memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes

mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan

kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate

0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%,

deksamentason alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%,

fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan medrysone 1%.

Cycloplegics dan mydriatics

Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja

memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot

ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior,

yaitu untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya

perlengketan iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan

mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraokular,

menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya protein leakage

(flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah

atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan

cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs

10
Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan

penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin,

NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang

terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk mengurangi peradangan

yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis

anterior.

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan

dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis

awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari

(alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal

selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon

dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu.

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior,

Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian

kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang

merugikan seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis,

tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.

I. PROGNOSIS

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis

secara awal dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama

jika ada penyebab sistemiknya. Karenanya baik para klinisi dan pasien harus lebih

waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada

11
uveitis kebanyakan akan pulih dengan baik, dengan catatan tanpa adanya katarak,

glaukoma atau posterior uveitis.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan Wasidi, Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27
Positif, FKUGM, Yogyakarta

2. Ilyas Sidarta, Uveitis Anterior, Ilmu Penyakit Mata, ed II, FKUI, Jakarta :
2002

3. Www_preventblindness. Co.id, Causes of Anterior Uveitis. Accessed.


May. 2011

4. Www_nlm.nih.gov. co_id, veitis . Accessed. May th. 2011:1-2

5. Wijana Nana, Uvea, Ilmu Penyakit Mata, hal 126-127

6. PK George Roger, MD, Uveitis, Nongranulomatous. www emedicine. co.


id. Accessed. May th. 2011:1-3

7. Vaughan G Daniel,Traktus uvealis&sklera, Oftalmologi Umum ed 14,


Widya Medika, Jakarta: 2000

8. Www.emidicine.com. Uveitis Anterior. Accessed. May. 2011

Anda mungkin juga menyukai