Anda di halaman 1dari 6

c 


    

Tarbiyah Islamiyah secara umum difahami sebagai pendidikan Islam yang bertujuan
memberikan gambaran Islam dengan benar dan menyeluruh, yang meliputi seluruh aspek
kehidupan, bukan hanya sebagai ibadah ritual saja, sehingga peserta tarbiyah, dapat
memahami wajah Islam yang sebenarnya dan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup 

Tarbiyah merupakan salah satu dari kewajiban seorang Muslim, sebagaimana firman
Allah SWT, "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."
(QS. 9: 122).

Tarbiyah merupakan proses pembelajaran yang terus menerus, dalam hal ini adalah
pendidikan yang berkesinambungan dan pendidikan seumur hidup. Dengan pendidikan yang
seumur hidup inilah maka tarbiyah harus diiringi dengan kekuatan untuk
mempertahankannya, sehingga tidak menjadi surut di akhirnya. 
Tarbiyah di dalamnya memiliki tiga kegiatan yaitu:

1. 

Maksudnya adalah berusaha memahami Al Qur'an dan mengamalkannya  dengan kata
lainmenjadikan Al Qur'an sebagai pedoman hidup
"Bacalah dengan nama Rabbmu yang menciptakan (sekalian makhluq)." (QS. 96:1)
"Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa."

2.  !"#$%"$
Mensucikan diri dari segala kekotoran jiwa seperti kemaksiatan dan kejahiliyahan.
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhami kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS. 92: 17-21)
1.p &$'()"$
Dari pemahaman yang telah kita dapatkan melalui tiwalah tadi dan melaksanakan tadzkiyah,
kita mengajarkan kembali Al Qur'an dan diharapkan dengan mengajarkan kembali, kita dapat
lebih memahami lagi Al Qur'an tersebut.
"Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab dan hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, 'Hendaklah kami menjadi penyembah-
penyembahku, bukan penyembah Allah.' Akan tetapi (dia berkata), 'Hendaklah kami menjadi
orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya." (QS. 3: 79)

Dilihat dari sudut individu, manusia membutuhkan tarbiyah islamiyah karena dua hal
; 1) hakikat setiap jiwa manusia membutuhkan pembinaan 2) realitas ummat dewasa ini yang
terserang virus ghutsai.

1)p Hakikat Setiap Jiwa Manusia Membutuhkan Pembinaan


Hakikat jiwa manusia selalu menghadapi dua persoalan, yaitu internal dan eksternal.
Secara internal, fitrah jiwa manusia senantiasa berada pada persimpangan jalan, jalan
kefasikan dan jalan ketakwaan. ³Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah oarng yang mengotorinya´ (91:8-10). Untuk bisa tetap bertahan
pada jalan yang lurus (jalan takwa) manusia memerlukan pengawalan ketat secara terus-
menerus. Hal ini hanya bisa terlaksana dengan tarbiyah islamiyah, yang senantiasa
memastikan setiap individu berjalan di atas jalan ketakwaan.
Kalau boleh diibaratkan, jiwa manusia adalah seperti kereta yang ditarik oleh lima kuda.
Kelima kuda itu adalah penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Setiap hari
dan setiap saat kereta ini ditarik sesukanya oleh kuda penglihatan, kuda pendengaran, dan
kuda-kuda indera lainnya. Kalau jiwa ini dibiarkan saja ditarik secara liar kesana kemari oleh
kuda-kuda indera ini, ia akan selalu dalam kondisi kebingungan, tanpa arah, dan tidak tahu
tujuan. Nafsu kalau dibiarkan akan menarik manusia menjauhi fitrahnya.
Oleh karena itu, kereta jiwa ini harus dikendalikan oleh kusir yang selalu memegang kendali
kuda-kuda liar indera. Ia akan menundukkan pandangan manakala kuda penglihatan menarik
kereta jiwa ke jalan mengumbar mata. Ia akan menutup telinga ketika kuda pendengaran
mengajaknya mendengarkan perkataan yang mengotori jiwanya. Ia akan menghentikan
langkahnya, ketika nafsu berusaha memerosokkan ke jurang dosa. Ia akan mengendalikan
semuanya.
Namun itu bukan perkara mudah. Bahkan sang kusir kadang tidak mampu berbuat
banyak, ketika kuda-kuda ini menariknya secara liar. Agar sang kusir ini mampu
mengendalikan kudanya, ia harus dilatih dan dididik. Ia harus ditarbiyah.
Seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya; ³Ketahuilah di dalam jasad
manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, tetapi jika
rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah ia adalah hati.´
Melihat manusia, dikaitkan dengan hadits Rasul di atas, sebaiknya dimulai dari hatinya.
Sebenarnya ia adalah makhluq spiritual (ruhani) yang mempunyai pengalaman manusia, dan
bukan manusia yang mempunyai pengalaman spiritual. Kalau mau meluruskan arah
hidupnya, maka luruskanlah dulu hati dan jiwanya, rahkan ruhaninya, bimbinglah jiwanya,
kuatkanlah hatinya. Niscaya perjalanannya akan senantiasa benar. Agar kereta berjalan di
jalan yang semestinya, dan tidak masuk ke dalam jurang, latihlah dan didiklah dulu kusirnya.
Bimbinglah ia sampai mahir mengendalikan kuda.
Disamping persoalan internal tersebut, secara eksternal Umat Islam menghadapi
musuh yang senantiasa menginginkan kekalahan umat islam (2:168-169). Musuh umat islam
mengerahkan segala kekuatan dan kemampuannya, mereka membuat berbagai perencanaan
dan kemudian merealisasikannya.
Untuk menggambarkan bagaimana musuh Islam ini senantiasa mengerahkan segala
kekuatannya untuk menghancurkan Islam, kita simak penuturan ustadz Hasan Al Banna;
³Sejalan dengan kekuatannya yang besar dan kekuasaannya yang luas, factor-faktor
penghancur secara perlahan namun pasti merasuk ke sela-sela kehidupan umat qurani ini, ia
semakin tumbuh, menyebar dan semakin lama semakin kuat, hingga mampu merobek
bangunan ini dan mengikis habis pusat daulah islamiah yang pertama pada abad ke-6 hijriah
oleh bangsa Tartar, kemudian yang kedua pada abad ke-14 hijriah. Dua penghancuran itu
mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai. Mereka hidup di negara-negara kecil yang
sulit menuju kesatuan dan bangkit kembali.´
Aspek social, ³orang-orang Eropa telah bekerja keras untuk menenggelamkan seluruh negeri
Islam yang mereka kuasai dengan gelombang kehidupan materialis dengan gaya hidup rusak
dan virus-virus yang mematikan. Mereka menjerumuskan negeri-negeri Islam itu ke dalam
nasib buruk di bawah kekuasaannya. Disamping itu, Eropa berambisi kuat untuk memonopoli
berbagai unsur kebaikan dan kekuatan ilmu pengetahuan, industri, dan system yang
bermanfaat. Mereka telah membuat rencana dan melaksanakan langkah-langkah perang jenis
ini secara sempurna dengan dukungan kelicikan politik dan kekuasaan militer hingga
tercapailah apa yang mereka inginkan.´
³Gelombang itu menyebar secepat kilat sampai ke tempat-tempat yang belum
terjamah sebelumnya dan menyentuh jiwa seluruh lapisan masyarakat. Musuh-musuh Islam
telah berhasil menipu kaum intelektual muslim. Mereka letakkan tabir yang menutupi mata
orang lain agar tidak bisa melihat mereka yang sebenarnya, dengan cara mengambarkan
Islam dengan gambaran terbatas pada masalah-masalah aqidah, ibadah dan akhlaq, di
samping spiritual, mistik, khurafat, dan berbagai fenomena keagamaan yang kering tak jelas
sumbernya. Tipu daya ini ditopang dengan kebodohan kaum Muslimin terhadap agama
mereka sehinga banyak di antara mereka yang merasa senang, tenteram, dan puas dengan
persepsi tersebut. Persepsi tersebut melekat amat lama pada diri mereka hingga sulit
memahamkan salah seorang di antara bahwa Islam adalah sebuah system social sempurna
yang mencakup semua aspek kehidupannya.´
Hasil perpaduan ³yang serasi´ antara kebodohan ummat Islam dan tipu daya
musuhnya adalah krisis ekonomi, krisis politik (hegemoni dan diktatorisme), krisis jati diri,
pemikiran dan referensi, seperti yang kita saksikan pada hari-hari ini.
Untuk dapat keluar dari krisis multidimensional ini, diperlukan suatu kerja keras dan cerdas
yang dibingkai dalam wadah amal jamai (kerja sama). Dan amal jamai tidak akan wujud
kecuali apabila diawali dengan proses tarbiyah islamiyah para pendukungnya.

2) Realitas Ummat Dewasa Ini Yang Terserang Virus Ghutsai.


Seharusnya umat ini berjaya, dan memang mereka dilahirkan ke dunia untuk itu.
Tetapi dewasa ini, kenyataannya tidaklah demikian. Kaum muslimin kini terpuruk dan
terpinggirkan. Hampir di seluruh sisi kehidupan, mereka kehilangan peran utama. Umat ini
lebih mirip dengan buih yang tidak punya arus. Persis seperti apa yang pernah diprediksi oleh
Rasul.
³Akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan memperebutkan kalian, sama
seperti anjing-anjing yang memperebutkan makanan´ demikian rasul pernah bersabda kepada
para sahabatnya. Salah seorang sahabat bertanya, ³Apakah karena jumlah kita sedikit ketika
itu?´ Rasulullah menjawab, ³(Tidak) bahkan ketika itu sangat banyak, tetapi kalian itu bagai
buih yang mengapung di atas arus air. Sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian
rasa takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan menanamkan wahn dalam hati kalian.´
Salah seorang bertanya, ³Apakah wahn itu wahai Rasulullah´? Rasululllah menjawb, ³Cinta
dunia dan takut mati.´
Penjelasan rasul ini menggambarkan secara gamblang bahwa sebab kelemahan dan
kehinaan suatu kaum adalah kelemahan hati dan jiwa. Hati mereka kosong dari karakter luhur
dan mulia, sekalipun jumlah mereka banyak dan secara materi mereka melimpah.
Itulah ³virus´ mematikan, yang lazim disebut virus buih (ghutsai). Virus ini membuat ummat
islam menjadi ringan timbangannya, sehingga menjadikannya tidak punya arus. Virus ghutsai
menyebabkan kaum muslimin menjadi santapan yang nikmat bagi para taghut (musuh-musuh
Allah SWT). Penyebab timbulnya virus ghutsai ini adalah kecintaan kaum muslimin kepada
dunia sekaligus membenci kematian.
Sesungguhnya suatu ummat yang telah terbuai dalam kenikmatan, terbuai oleh
kemewahan, tenggelam dalam kemilau harta, tertipu pesona dunia, dan lupa kepada
kemungkinan menghadapi tragedy dan kekerasan, serta perjuangan menegakkan kebenaran;
kepada umat seperti itu, tinggal dikatakan kepada mereka, ³Selamat jalan untuk kehormatan
dan cita-cita.´
Berlarutnya krisis yang merundungi negeri ini merupakan contoh yang terlalu jelas
untuk dilewatkan. Kita tidak perlu melihat secara detail bagaimana rakyat banyak telah
terjangkiti penyakit jiwa ini. Cukuplah kita perhatikan bagaimana para pembesar negeri.
Jangankan berkorban untuk mengangkat umat dan bangsa dari kehinaan, para pembesar itu
justru mengeruk kekayaan rakyat dan memasukkan ke pundi-pundi kekayaan pribadi dan
golongannya. Kekuasaan yang ada pada mereka tidak dipergunakan untuk melanyani umat,
justru mereka memposisikan diri sebagai yang harus dilayani. Jiwa pengorbanan merosot ke
titik nadir, dan memunculkan jiwa mencari korban.
Perilaku para pemimpin ini dituruti oleh generasi yang lebih muda. Mereka menjadi
generasi yang kehilangan semangat juang dan berkorban untuk mengemban misi mulai
kehidupan. Sementara itu mereka terlena oleh kenikmatan remeh-temeh, kesenangan sesaat.
Mereka menjadi generasi hasil didikan generasi pendahulunya, sehingga hasilnya setali tiga
uang, tidak terlalu jauh berbeda dengan seniornya.
Sekedar contoh, lihat apa yang terjadi. Dalam tiga tahun, pengguna narkoba di Jakarta
mengalami peningkatan luar biasa, 400 persen. Tercatat, tahun 1996 ada 1.729 pengguna
narkoba dan pada tahun 1999 naik menjadi 8.823 orang. Remaja di Jakarta dalam sehari
membelanjakan uangnya sekitar Rp1,3 milyar hanya untuk membeli ekstasi, shabu-shabu,
narkotika, dan obat-obatan terlarang lainnya.
Sebanyak 200 sekolah dari 600 SLTA di Jakarta telah masuk daftar hitam
penyalahgunaan narkoba selama tahun 2000. Selain itu sebanyak 181 sekolah dari 600 SLTP
juga tercantum dalam daftar hitam tersebut. Sekitar 1.200 pelajar SLTA tercatat kecanduan.
Tidak kurang dari 1.100 pelajar SLTP terjerat kasus penyalahgunaan narkoba
Bercermin dari kondisi di atas, wajar memang kalau kemudian umat ini menjadi umat yang
mempunyai hati yang lembek, loyo dan tidak berbobot. Maka menjadi semakin banyak bukti
dari prediksi Rasulullah di atas.
Itu baru sekedar dilihat dari sisi moral. Kalau saja kita mau melihat secara lebih luas
dan detail, niscaya kita akan semakin mengerti mengapa umat ini menjadi seperti buih yang
tidak mampu membuat arus dan terjebak dalam krisis multi dimensional. Sisi ekonomi,
perundangan, teknologi, pendidikan adalah bagian lain letak kelemahan umat, yang semakin
menambah ketidakmampuannya membuat arus peradaban dunia.
Untuk menterapi virus tersebut, kita membutuhkan terapi yang disebut tarbiyah. Dengan
proses tarbiyah, insya Allah akan menambah berat timbangan dan membuat arus, sehingga
kita mampu menghancurkan taghut.

V  
   

Anda mungkin juga menyukai