PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Dari sudut pandang endometrium, gambaran endokrin dari siklus ovarium cukup
sederhana; jumlah hormon yang dihasilkan hampir tidak sepenting rangkaian dimana
mereka muncul: estrogen, diikuti dengan estrogen dan progesteron, diikuti dengan
withdrawal kedua hormon. Dari semua tipe hubungan hormon-endometrium yang
berbeda, stimulasi dan withdrawal estrogen-progesteron menghasilkan endometrium
yang paling stabil serta karakteristik menstruasi yang paling reproduksibel. Rangkaian
tersebut begitu mengendalikan sehingga kebanyakan wanita ovulatorik mempunyai
pola, volume, dan durasi aliran menstruasi yang dikenalinya sendiri dan diharapkan,
yang sangat sering disertai oleh pola molimina premenstruasi yang sama konsisten dan
dapat diprediksi (pembengkakan, perlunakan payudara, perubahan mood). Bahkan
sedikit penyimpangan dari pola biasa dalam hal waktu, jumlah atau lama aliran dapat
menyebabkan kekhawatiran. Perhatian teliti terhadap detil riwayat menstruasi dapat
sangat membantu dalam membedakan perdarahan anovulatorik dari penyebab-penyebab
lainnya.1,4
Variasi dalam aliran menstruasi dan panjang siklus biasa terjadi pada usia
reproduksi ekstrim, selama masa remaja awal dan sebelum menopause. Prevalensi dari
siklus-siklus anovulatorik paling tinggi pada wanita-wanita berusia kurang dari 20 dan
lebih dari 40. Menarche biasanya diikuti oleh siklus yang relatif panjang kira-kira 5-7
tahun, yang lamanya berkurang secara bertahap dan menjadi lebih teratur. Meskipun
karakteristik-karakteristik siklus menstruasi biasanya tidak berubah selama usia
reproduksi, panjang dan variabilitas siklus keseluruhan berkurang secara lambat.
Biasanya, nilai rata-rata dari panjang dan rentang siklus mencapai titik terendah pada
usia kira-kira 40-42. Selama 8-10 tahun berikutnya sebelum menopause, tren ini
terbalik; baik panjang maupun variabilitas siklus rata-rata meningkat secara tetap karena
ovulasi menjadi kurang teratur dan sering. Rata-rata panjang siklus lebih besar pada
wanita-wanita dengan massa dan komposisi tubuh ekstrim; indeks massa tubuh yang
tinggi dan rendah, massa tubuh yang gemuk dan massa tubuh yang kurus berkaitan
dengan peningkatan rata-rata panjang siklus.1,4
Secara umum, variasi dalam panjang siklus mencerminkan perbedaan dalam
panjang fase folikuler dari siklus ovarium. Wanita-wanita yang punya siklus 25 hari
mengalami ovulasi pada atau kira-kira pada hari 10-12, dan wanita-wanita yang punya
siklus 35 hari mengalami ovulasi kira-kira 10 hari kemudian. Dalam beberapa tahun
setelah menarke, fase luteal menjadi sangat konsisten (13-15 hari) dan tetap begitu
sampai perimenopause. Pada usia 25 tahun, lebih dari 40% siklus panjangnya antara 25
dan 28 hari; dari usia 25 hingga 35 adalah lebih dari 60%. Meskipun hal ini merupakan
interval antar menstruasi yang paling sering dilaporkan, hanya kira-kira 15% siklus
pada wanita usia reproduksi yang benar-benar panjangnya 28 hari. Kurang dari 1%
wanita punya siklus teratur yang berlangsung kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari.
Kebanyakan wanita punya siklus yang berlangsung dari 24 hingga 35 hari, namun
paling tidak 20% wanita mengalami siklus ireguler.4
Durasi aliran menstruasi biasanya adalah 4-6 hari, namun untuk beberapa wanita
(kira-kira 3%) menstruasi dapat berlangsung 2 hari atau 7 hari. Volume rata-rata dari
kehilangan darah menstruasi kira-kira 30 mL; lebih dari 80 mL adalah abnormal. Aliran
dapat berlebihan tanpa menjadi lama secara abnormal karena kebanyakan kehilangan
darah menstruasi terjadi pada 3 hari pertama.4
Konsep klasik menstruasi normal utamanya berasal dari observasi langsung
terhadap perubahan-perubahan siklik dalam endometrium yang ditransplantasi dari
uterus ke kamera okuli anterior primata bukan manusia; peristiwa-peristiwa vaskuler
memainkan peran kunci dalam penjelasan mengenai bagaimana menstruasi dimulai dan
berakhir. Awalnya, menstruasi dibayangkan sebagai nekrosis iskemik dari endometrium
yang disebabkan oleh vasokonstriksi arteriol-arteriol spiral pada lapisan basal, yang
dicetuskan oleh withdrawal estrogen dan progesteron. Secara serupa, akhir dari
menstruasi dijelaskan dengan gelombang vasokonstriksi yang lebih lama dan lebih
intens dikombinasi dengan mekanisme-mekanisme koagulasi yang diaktifkan oleh stasis
vaskuler dan kolaps endometrium, dibantu oleh reepitelisasi cepat yang diperantarai
oleh estrogen yang berasal dari kohort folikuler baru yang muncul.4
2.3. Klasifikasi2,4
2.4. Etiopatogenesis
Patologi PUD bervariasi. Gambaran penting salah satu kelompok PUD adalah
gangguan aksis hipotalamus–pituitari–ovarium sehingga menimbulkan siklus
anovulatorik. Kurangnya progesteron meningkatkan stimulasi esterogen terhadap
endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak
stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin lama anovulasi maka
semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah bentuk PUD yang paling
sering ditemukan pada gadis remaja.1,4,5
Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan PUD
ovulatori. Hal ini menyebabkan stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang
kemudian lepas secara irreguler. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat korpus
luteum persisten dimana dukungan progestogenik tidak menurun setelah 14 hari
sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini disebut PUD
ovulatori.1,2,3,4,5
Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel
telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun keadaan lain, misalnya pada wanita
premenopause (folikel persisten). Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional
(perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam siklus
ovulasi.1,2,4
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian
tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami
menstruasi) atau masa pre-menopause.1,2
2.7. Diagnosa4
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan
pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik,
maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.
Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan
laparoskopi jika diperlukan. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda
premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh,
perubahan mood, atau kram abdomen) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan,
perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore
berbulan – bulan, kemungkinan bersifat anovulatori. Peningkatan suhu basal tubuh
(0,3–0,60C), peningkatan kadar progesteron serum (> 3 ng/ml) dan atau perubahan
sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset
perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Diagnosis PUD setelah eksklusi penyakit organik traktus genitalia, terkadang
menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit
organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelidikan dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit traktus genitalia. Pasien berusia dibawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat
rendah mengalami karsinoma endometrium, jadi pemeriksaan patologi endometrium
tidaklah merupakan keharusan. Pengobatan medis dapat digunakan sebagai pengobatan
lini pertama dimana penyelidikan secara invasif dilakukan hanya jika simptom menetap.
Resiko karsinoma endometerium pada pasien PUD perimenopause adalah sekitar 1
persen. Jadi, pengambilan sampel endometrium penting dilakukan.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan
jika ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi.
Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak
teratur atau wanita muda (< 40 tahun) yang gagal berespon terhadap pengobatan
harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus
genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan
kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus
abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi,
histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi
abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji
coba terapeutik.
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional secara umum perlu memperhatikan
faktor-faktor berikut:1,4
a. Umur, status pernikahan, fertilitas
Hal ini dihubungkan dengan perbedaan penanganan pada tingkatan perimenars,
reproduksi dan perimenopause. Penanganan juga seringkali berbeda antara penderita
yang telah dan belum menikah atau yang tidak dan yang ingin anak.
b. Berat, jenis dan lama perdarahan.
Keadaan ini akan mempengaruhi keputusan pengambilan tindakan mendesak atau
tidak.
c. Kelainan dasar dan prognosisnya.
Pengobatan kausal dan tindakan yang lebih radikal sejak awal telah dipikirkan jika
dasar kelainan dan prognosis telah diketahui sejak dini.
Kuret (curettage)3,6
Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita
menikah tapi “belum sempat berhubungan intim”.
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik)
yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak
menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi
obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver.5,6
Dosis dan cara pemberian:
• Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
• Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
• Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan
Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat
selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh
lebih 4 kali sehari.
Estrogen intravena dosis tinggi (estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai
perdarahan berhenti) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif
endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan
fibrinogen dan agregasi trombosit.4,5,6
Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus
endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus PUD
sekunder akibat depot progestogen (Depo Provera). Keberatan terapi ini ialah bahwa
setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.6
b. Progestin
Berbagai jenis progestin sintetik telah dilaporkan dapat menghentikan perdarahan.
Beberapa sedian tersebut antara lain adalah noretisteron, MPA, megestrol asetat,
didrogesteron dan linestrenol.4,6
Noretisteron dapat menghentikan perdarahan setelah 24-48 jam dengan dosis 20-30
mg/hari, medroksiprogesteron asetat dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari,
megestrol asetat dengan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari, serta
linestrenol dengan dosis 15 mg/hari selama 10 hari. Uraian lebih rinci terhadap
pemakaian progestin ini akan diberikan pada bagian tersendiri. 4,6
c. Androgen
Merupakan pilihan lain bagi penderita yang tak cocok dengan estrogen dan
progesterone. Sediaan yang dapat dipakai antara lain adalah isoksasol (danazol) dan
metil testosteron (danazol merupakan suatu turunan 17-α-etinil-testosteron). Dosis yang
diberikan adalah 200 mg/hari selama 12 minggu. Perlu diingat bahwa pemakaian jangka
panjang sediaan androgen akan berakibat maskulinisasi. 4,6
d. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif.
Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau
perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah
memberikan kontrasepsi oral; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan
dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal.
Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan
diperlukan. 4,6
Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium yang berdarah banyak
selama penarikan progestin . Pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi
oral dengan regimen menurun secara bertahap. Dua hingga empat pil diberikan setiap
hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol
perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48
jam; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan
ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus
agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. 4,5,6
Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap (4 kali sehari, kemudian 3
kali sehari, kemudian 2 kali sehari) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan
sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena
paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan
menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana PUD
jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tambahan yaitu
mencegah kehamilan.4,6
Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan berat yang lama dapat
mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif terhadap progestin.
Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karena tingginya resiko
terjadinya sinekia intrauterin (sindroma Asherman ) jika endometrium basal dikuret. OC
aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan
tidak hipertensi. 4,6
Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin
Pada peristiwa perdarahan, prostaglandin penting peranannya pada vaskularisasi
endometrium. Dalam hal ini PgE2 dan PgE2α meningkat secara bermakna. Dengan dasar
itu, penghambat sintesis prostaglandin atau obat anti inflamasi non steroid telah dipakai
untuk pengobatan perdarahan uterus disfungsional, terutama perdarahan uterus
disfungsional anovulatorik. Untuk itu asam mefenamat dan naproksen seringkali
dipakai dosis 3 x 500 mg/hari selama 3-5 hari terbukti mampu mengurangi
perdarahan.4,6
Pemakaian antifibrinolitik
Sistem pembekuan darah juga ikut berperan secara local pada perdarahan uterus
disfungsional. Peran ini tampil melalui aktivitas fibrinolitik yang diakibatkan oleh kerja
enzimatik. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dasar untuk mengatasi
penumpukan fibrin. Unsur utama pada system fibrinolitik itu adalah plasminogen, yang
bila diaktifkan akan mengeluarkan protease palsmin. 4,6
Enzim tersebut akan menghambat aktivasi palsminogen menjadi plasmin, sehingga
proses fibrinolisis akhirnya akan terhambat pula. Sediaan yang ada untuk keperluan ini
adalah asam amino kaproat (dosis yang diberikan adalah 4 x 1-1,5 gr/hari selama 4-7
hari). 4,6
Pengobatan operatif
Jenis pengobatan ini mencakup: dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan
histerektomi.3,6,13
Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada
perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada perdarahan uterus
disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama pada umur diatas 35 tahun atau
perimenopause. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya frekuensi keganasan pada
usia tersebut. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan karena menghilangkan
daerah nekrotik pada endometrium. Ternyata dengan cara tersebut perdarahan akut
berhasil dihentikan pada 40-60% kasus. 3,4,6
Namun demikian tindakan kuretase pada perdarahan uterus disfungsional masih
diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah pada organ sasaran tanpa
menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan kambuhnya cukup tinggi (30-40%
sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang. Beberapa ahli bahkan tidak
menganjurkan kuretase sebagai pilihan utama untuk menghentikan perdarahan pada
perdarahan uterus disfungsional, kecuali jika pengobatan hormonal gagal menghentikan
perdarahan. 3,4,6
Pada ablasi endometrium dengan laser ketiga lapisan endometrium diablasikan
dengan cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen,
sehingga penderita akan mengalami henti haid yang permanen pula. Cara ini dipilih
untuk penderita yang punya kontrindikasi pembedahan dan tampak cukup efektif
sebagai pilihan lain dari histerektomi, tetapi bukan sebagai pengganti histerektomi. 3,4,6
Tindakan histerektomi pada penderita perdarahan uterus disfungsional harus
memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada penderita muda tindakan ini merupakan
pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau menopause,
histerektomi harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau
berulang. Selain itu histerketomi juga dilakukan untuk perdarahan uterus disfungsional
dengan gambaran histologis endometrium hiperflasia atipik dan kegagalan pengobatan
hormonal maupun dilatasi dan kuretase.
2.10. Prognosis4