Anda di halaman 1dari 4

Pelepasan Kawasan Hutan Di Kalimantan Tengah Adalah Tunduknya

Pemerintah Atas Kekuasaan Modal


Dan
Kota Cantik Yang Perlu Pembenahan

Frans Jayanto Nim. F2A110005


Roby Martadinata Nim. F2A110015

Pemimpin merupakan cerminan seorang tokoh yang mengendalikan


seluruh elemen baik dari pejabat hingga masyarakat kecil sehingga terjadi
keseimbangan sehingga kesejahteraan hidup dapat tersebar secara merata. Namun,
disayangkan seorang pemimpin seperti gubernur yang seharusnya memiliki
komitmen yang penuh untuk kesejahteraan rakyat di Kalimantan Tengah justru
tidak mampu memposisikan diri secara tegas kepada para pengusaha yang jelas-
jelas menggunakan moment politik untuk mendorongkan motif ekonomi dalam
mencari keuntungan atas kisruhnya “ Tata Ruang dan Moment Pilkada “
di Kalimantan Tengah.

PERMASALAHAN I
Seharusnya RTRWP di jadikan untuk perbaikan tata kelola ruang dan
sektor kehutanan di Kalimantan Tengah bukan justru mengikuti ambisi
kepentingan pengusaha yang akhirnya akan merugikan masyarakat dan
lingkungan di Kalimantan Tengah dimana esensi dari penataan ruang, merujuk
pada UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang adalah proses alokasi ruang yang
merupakan pencerminan dari upaya optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Alam
(PSDA) sehingga dapat mendukung pembangunan berkelanjutan untuk sebesar-
besar kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Konversi hutan untuk perkebunan sawit dan pertambangan jelas-jelas
menghancurkan tatanan  ekonomi masyarakat Kalimantan Tengah yang bukan
mengandalkan sektor ini sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya,  justru sektor perkebunan dan pertambangan mengancam mata
pencaharian masyarakat dengan merampas, mencemari lingkungan dan
membodohkan masyarakat di sekitar konsensi perkebunan dan pertambangan.
Daya rusak tambang dan perkebunan sawit bukan saja merusak ekologi
tetapi juga mengancam keselamatan warga dan menciptakan kemiskinan dimana
banyak fakta menunjukan bahwa wilayah-wilayah yang memiliki konsensi
perkebunan dan pertambangan di situ juga terjadi konflik sosial karena
perampasan lahan dan kesengangan ekonomi antar pendatang dengan masyarakat
lokal dan kosentrasi kemiskinan bagi masyarakat lokal disekitar kawasan karena
tertutupnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alamnya.
Rekomendasi ijin pelepasan kawasan hutan dan ijin pinjam pakai kawasan
hutan ini jelas-jelas bertentangan dengan komitmen gubernur  terkait dengan isu
perubahan iklim pasca COP 15 di Copenhagen dimana gubernur sendiri ikut serta
dalam rombongan presiden yang berkomitmen untuk menurunkan emisi dari
degradasi dan deforestasi hutan sebagai upaya pengurangan emisi dalam solusi
perubahan iklim, selain itu perseden ini akan menjadi batu sandungan terkait
dengan Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dimana
pelaksanaan penetapan revisi tata ruang propinsi maupun kabupaten/kota, tidak
diperbolehkan adanya pemutihan atas pelanggaran tata ruang yang telah terjadi
sebelumnya. Apabila yang dimaksud pemutihan adalah melegalkan pelanggaran-
pelanggaran prosedur hukum perubahan peruntukan/status kawasan hutan yang
terjadi sebelumnya, berarti seluruh pelanggaran di atas harus diselesaikan terlebih
dahulu, dalam arti diproses secara hukum. Dan apabila hal tersebut diabaikan
pejabat pemberi ijinya bisa dikenakan pidana.

SOLUSI
Dengan melihat kondisi di atas maka seharusnya pemerintah Kalimantan
Tengah menyatakan menolak ijin rekomendasi pelepasan kawasan hutan karena
hal ini merupakan agenda investasi sebagai wujud motif mencari keuntungan
untuk mengeruk sumberdaya alam di Kalimantan Tengah dan memanfaatkan
moment politik dalam kesempatan PILKADA. Selanjutnya pemerintah harus
bersikap yang tegas dan lebih mengedepankan kepetingan rakyat dan keselamatan
warga di Kalimantan Tengah dari bencana ekologi yang diakibatkan oleh
penghancuran lingkungan, pencemaran, pelanggaran HAM yang dipraktekkan
oleh investasi dalam mengkonsolidasikan modalnya melalui monopoli tanah
dengan modus perijinan. Dapat pula, mencabut terlebih dahulu seluruh perijinan
yang jelas melanggar tata ruang selama ini, terutama perusahaan perkebunan yang
mencaplok kawasan hutan dan konsensi tambang yang beroperasi tanpa ijin
memasuki kawasan hutan dan ijin pinjam kawasan hutan karena merupakan
ketegori pidana dan korupsi di bidang kehutanan. Jalan satu-satunya adalah
melakukan moratorium semua perijinan untuk memperbaiki kondisi lingkungan
dan menata pemanfaatan ruang untuk kepentingan rakyat dan keseimbangan
ekologi di Kalimantan Tengah.

PERMASALAHAN II
Provinsi Kalimantan Tengah dengan ibu kotanya Palangka raya ini
memiliki salah satu sungai besar yang membelahnya yaitu sungai Kahayan.
Sebagian kecil dari masyarakat kota ini seolah tidak mengerti akan arti penting
dari menjaga lingkungan. Masyarakat yang hidup disepanjang daerah aliran
sungai (DAS) Kahayan masih membuang sampah secara sembarangan tanpa
memperhatikan terhadap lingkungan. Sampah rumah tangga yang berbentuk padat
dan cair dibuang langsung ke saluran air sungai tanpa peduli dampak negatifnya
dapat menyebabkan pencemaran sungai. Sebagian masyarakat ini masih
menganggap sungai sebagai tempat saluran pembuangan yang praktis dan efesien.
Padahal pada kenyataannya masyarakat kita masih mengandalkan air sungai
sebagai sumber air untuk berbagai keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci,
dan kakus. Sedih melihat keadaan seperti ini, sangat ironis bukan? Sehingga
predikat Kota Cantik namun tata kelola sampah tidak benar dan penggunaan TPA
yang tidak maksimal perlu dipertanyakan.
Masyarakat yang bermukim tidak jauh dari pasar, pengelolaan sampahnya
pun tidak menunjukkan akan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan. Hal ini
dibuktikan dengan masih adanya masyarakat yang membuang sampah
disembarangan tempat sehingga menyebabkan tumpukan sampah yang
menyebabkan pencemaran lingkungan, penurunan kesehatan lingkungan, dan
masyarakat sekitar. Begitu juga dengan tempat pembuangan sampah sementara
(TPS) yang ada dipasar tersebut hanya dikhususkan untuk menampung sampah
rumah tangga saja, tetapi pada kenyataannya sampah yang berasal dari pertokoan
besar yang sampahnya dapat dikelompokan sebagai sampah skala industri turut
ikut serta membuang limbah yang dapat menggangu kenyamanan pemandangan
kota ini. Ironis memang, sisi ekonomis yang diperhitungkan oleh sebagian
pengusaha dan pedagang tanpa memperhatikan sisi ekologinya merupakan bukti
kecil bahwa lemahnya kesadaran kita akan penting serta manfaat dari keramahan
lingkungan itu sendiri.
Masih adanya perilaku masyarakat yang membuang sampah secara
sembarangan juga terlihat pada sebagian TPS yang ada, sampah rumah tangga
yang dibuang dibiarkan berhamburan tercecer keluar dari tempat yang sudah
disediakan sehingga menyebabkan adanya sebagian tumpukan sampah yang
berserakan diluar TPS hingga berserakan dijalan sehingga sering menggangu
pengendara maupun pejalan kaki yang melewati TPS yang berada dijalan tersebut.
SOLUSI
Pemerintah harus serius memecahkan berbagai persoalan di atas, sehingga
permasalahan tersebut dapat ditanggulangi dengan cepat, bukan hanya sebatas
dengan himbauan dan ajakan. Menurut hemat penulis ada berbagai cara untuk
menyelesaikan persoalan diatas antara lain dengan mengadakan kerja bakti gotong
royong yang dilaksanakan setiap seminggu sekali. Kegiatan ini dapat melibatkan
banyak masyarakat bekerjasama dengan RT/RW setempat, Kelurahan,
Kecamatan, instansi terkait dalam hal ini Dinas Pasar Kebersihan, Dinas
Pertamanan Tata Kota, Pemerintah Kota, TNI/Polri, Pelajar, dan Civitas
Akademika sehingga akan terbangun dan terwujudnya kota bersih sampah.
Gencarkan gerakan kebersihan, ajak warga sekitar untuk bersihkan lingkungan,
terus lakukan penghijauan kota, pelihara terus hutan kota, libatkan masyarakat
setempat untuk ikut berpartisipasi sekaligus mendukung cita-cita meraih kembali
piala Adipura yang telah lama tidak singgah di kota yang memiliki predikat
sebagai Kota CANTIK yang disandang oleh daerah ini.

Anda mungkin juga menyukai