Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman sayuran yang sangat penting bagi petani dataran tinggi atau daerah pegunungan. Selain mendatangkan penghasilan yang lebih baik daripada jenis sayuran lain, hasil panen kentang bisa disimpan lebih lama sampai harga jualnya meningkat (Sunarjono, 2007). Luas pertanaman kentang di Indonesia pada 2000-2005 lebih dari 63.000 ha dengan produksi lebih dari 965.000 ton/tahun. Sentra produksi kentang di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Jambi. Sentra produksi terluas adalah jawa Barat dan Jawa Tengah (Warnita, 2007). Kendala yang dialami petani dalam membudidayakan tanaman kentang adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Salah satu OPT pada pertanaman kentang adalah jamur Alternaria solani penyebab penyakit bercak daun (Sunarjono, 2007). Patogen ini dapat menyerang tanaman muda. Gejala dapat terjadi pada daun, batang, dan buah. Pada serangan berat, banyak terdapat bercak pada daun kemudian daun menjadi layu dan gugur sebelum waktunya. (Anonim, 2010). Kerugian yang ditimbulkan oleh patogen ini jarang melebihi 20%, tetapi jika tidak dilakukan tindakan pengendalian maka serangannya dapat meningkat hingga 41,1% (Kirk & Warthon, 2009). Patogen ini dapat mempertahankan diri dari musim ke musim pada tanaman sakit, pada sisa tanaman sakit, atau pada biji.

Miseliumnya dapat bertahan selama 1 tahun atau lebih pada jaringan tanaman sakit dan konidianya dapat bertahan selama 17 bulan pada suhu kamar. Konidianya mudah dipencarkan oleh angin, percikan air, serangga, dan alat pertanian (Semangun, 2000). Tindakan pengendalian yang sering dilakukan petani adalah penggunaan fungisida sintetik seperti fungisida yang berbahan aktif klorotalonil, kaptafol, dan mankozeb (Semangun, 2000). Pengendalian yang hanya bertumpu pada penggunaan fungisida sintetik secara terus menerus dan tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Djojosumato, 2006). Oleh karena itu, diperlukan suatu pengendalian yang ramah lingkungan, diantaranya adalah pengendalian biologi (biokontrol) yang salah satunya dengan memanfaatkan air rendaman limbah media tanam jamur konsumsi. Penelitian mengenai air rendaman yang berasal dari limbah media jamur konsumsi untuk mengendalikan patogen belum banyak diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji potensi air rendaman limbah media jamur konsumsi untuk menekan Alternaria solani coklat pada tanaman kentang. penyebab penyakit bercak

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dapat diidentifikasi yaitu: 1. Apakah limbah media jamur konsumsi (tiram, kuping, dan shitake) mampu menghambat pertumbuhan A. solani secara in vitro. 2. Apakah limbah media jamur konsumsi (tiram, kuping, dan shitake) mampu menekan perkembangan intensitas penyakit bercak coklat ( . A solani) pada tanaman kentang secara in vivo.

1.3

Tujuan Penelitian Tujuan dari percobaan ini adalah: 1. Untuk menguji kemampuan limbah media tanam jamur konsumsi (tiram, kuping, dan shitake) dalam menghambat pertumbuhan A. solani secara in vitro. 2. Untuk menguji kemampuan limbah media tanam jamur konsumsi (tiram, kuping, dan shitake) dalam menekan penyakit bercak coklat (A. solani) pada tanaman kentang.

1.4

Kegunaan Penelitian Dari hasil percobaan ini diharapkan diperoleh informasi mengenai

pemanfaatan limbah media jamur konsumsi (tiram, kuping, dan shitake) untuk mengendalikan penyakit bercak coklat pada tanaman kentang yang ramah terhadap lingkungan.

1.5

Kerangka Pemikiran Tindakan pengendalian OPT yang ramah lingkungan yaitu salah satunya

dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun limbah pertanian. Salah satu limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan penyakit tanaman adalah limbah media tanam jamur konsumsi. Media tanam jamur konsumsi mengandung bahan-bahan organik seperti serbuk gergaji, jerami, dedak, limbah kapas, dan eceng gondok (Nahari, 2009). Air rendaman bahan organik dilaporkan dapat mengendalikan penyakit tular udara. Penyemprotan air rendaman bokasi pada daun dan pemberian kascing kedalam tanah, memberikan penekanan penyakit karat (Phakopsora pachyrrhizi Syd.) pada kedelai sebesar 57,6% (Istifadah & Nasahi, 2007). Penyemprotan daun dengan air rendaman bokasi atau kascing 7 hari sekali dapat pula menghambat perkembangan penyakit bercak coklat (A. solani) pada tomat (Fitriani, 2001 dalam Istifadah & Nasahi, 2002). Pada percobaan Firman (2008) pengaplikasian kompos plus pada tanah dan penyemprotan kompos plus 3 atau 7 hari sekali mampu menekan perkembangan penyakit embun tepung pada tanaman tomat lebih baik daripada aplikasi pada daun saja. Bahan organik dapat mengendalikan penyakit yang menginfeksi tanaman dan juga memberi nutrisi pada tanaman tersebut (Istifadah & Nasahi, 2007). Pertumbuhan jamur patogen dapat juga ditekan oleh kandungan senyawa toksik dalam bahan organik (Papavizas, 1968 dalam Campbell, 1994) atau oleh mikroorganisme antagonis yang terkandung dalam bahan organik (Istifadah &

Nasahi, 2007). Selain itu, bahan organik juga dapat memberikan nutrisi bagi pertumbuhan jamur antagonis sehingga dapat meningkatkan sifat antagonistiknya. Bahan organik yang berupa limbah media jamur konsumsi juga dapat menekan penyakit tanaman. Limbah media tanam jamur Agaricus bisporus diketahui dapat mengendalikan penyakit tular udara seperti scab pada apel yang disebabkan oleh Venturia inaequalis (Yohalem et al, 1996) dan layu fusarium pada tomat (Harender et al, 1997). Limbah media tanam jamur juga efektif dalam mengendalikan penyakit tular tanah seperti damping off pada tomat yang disebabkan oleh Pythium sp (Reigner et al, 2001). Limbah media tanam Pleurotus spp diketahui dapat mengendalikan serangan nematoda (Hibbett & Thorn 1994,). Limbah media tanam Lentinula edodes diketahui dapat mengendalikan Rhizoctonia penyebab damping off pada kubis (Huang & Huang 2000). Suganda dkk (1999) melaporkan air rendaman limbah media jamur merang (Volvariella volvacea) mampu menghambat perkecambahan jamur A. solani dan

perkembangan penyakit bercak coklat pada tanaman tomat. Hasil dari uji pendahuluan yang telah dilakukan diketahui bahwa air rendaman limbah jamur Pleurotus spp dengan perbandingan 4:1 yang direndam selama 2 minggu lebih efektif dalam menekan pertumbuhan A. solani dibandingkan air rendaman limbah jamur konsumsi dengan perbandingan 2:1 yang direndam selama 1 atau 2 minggu, dan perbandingan 4:1 yang direndam selama 1minggu.

1.6 Hipotesis 1. Air rendaman limbah media tanam jamur konsumsi (tiram, kuping, shitake) dapat menghambat pertumbuhan A. solani secara in vitro. 2. Aplikasi limbah media tanam jamur konsumsi pada lubang tanam dan penyemprotan air rendamannya pada daun 3 atau 7 hari dapat menekan perkembangan penyakit bercak coklat (A. solani) pada tanaman kentang.

Anda mungkin juga menyukai