Anda di halaman 1dari 12

PENYIMPANGAN PELAKSANAAN OUTSOURCING DI INDONESIA

Sadariyah Ariningrum
0906559403

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA Desember 2010

Pendahuluan
Mempekerjakan karyawan dalam ikatan kerja outsoucing nampaknya sedang menjadi trend atau model bagi pemilik atau pemimpin perusahaan baik itu perusahaan milik negara maupun perusahaan milik swasta. Banyak perusahaan outsourcing yakni perusahaan yang

bergerak di bidang penyedia tenaga kerja aktif menawarkan ke perusahaan-perusahaan pemberi kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga tidak perlu susah-susah mencari,

menyeleksi dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan (Gunarto, 2006). Fenomena memilih kebijakan untuk menggunakan tenaga kerja outsourcing semakin bertambah saat terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia termasuk Banyak perusahaan yang mengalami penurunan tingkat penjualan, Indonesia.

sedangkan dilain pihak

kebutuhan biaya hidup karyawan meningkat karena kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, maka terjadilah konflik antara karyawan yang menuntut kenaikan upah tetapi manajemen

kesulitan memenuhi karena kondisi perusahaan menurun. Namun, pada kenyataannya, banyak perusahaan yang menyalahgunakan sistem outsourcing sebagai media untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dan memeras pekerja, hal ini yang patut kita cermati bersama karena menyangkut kepentingan banyak pihak, terutama kaum pekerja. Ada tiga alasan mengapa saya menganggap penting untuk mengangkat Outsourcing sebagai topik dalam paper ini. Pertama, sistem outsourcing sedang marak digunakan di dunia tenaga kerja saat ini, sehingga outsourcing relevan untuk dibahas dalam paper karena saya ingin paper ini tidak mengangkat topik yang kadaluarsa atau basi. Kedua, saya membahas mengenai outsourcing karena banyak penyimpangan dalam pelaksanaan didalamnya. Ketiga, lebih banyak yang kontra dari pada yang pro terhadap outsourcing ini. Kontra terhadap outsourcing datangnya dari kaum buruh serta kaum buruh karena sistem ousourcing serta berbagaia penyimpangannya telah merugikan posisi kaum buruh sedangkan yang pro terhadap outsourcing datangnya dari para pengusaha karena perusahaan tidak perlu memberikan tunjangan keada karyawan outsource dan berbagai keuntungan lain yang didapatkan perusahaan.

Melalui paper ini, saya ingin menyatakan bahwa tujuan pembuatan paper ini bukan untuk menjadi solusi dari penyimpangan pelaksanaan sistem outsourcing. Paper ini memang tidak dirancang untuk itu. Tetapi saya berharap, secara tidak langsung kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar khususnya pada korban outsourcing akan terbangun melalui paper sederhana ini. Kemudian, kepedulian tesebut bisa kita buktikan dengan mencoba memikirkan untuk mencari solusi alternatif dari sistem outsourcing.

Kapitalisme Kapitalisme merupakan satu revolusi yang bersifat fundamental dalam perkembangan masyarakat modern. Seiring sejalan dengan hal tersebut, kapitalisme kemudian berkembang menjadi sistem ekonomi yang paling menonjol di dunia. Bersama dengan imperialisme, kapitalisme mampu membentuk ekonomi dunia (Abdul Syukur [ed], 2005: 90).

Dalam perkembangannya, kapitalisme mampu menjelma menjadi satu pola pikir global yang dianut oleh sebagian besar negara yang ada di dunia. Sebagian besar negara yang dikategorikan maju menganut sistem ekonomi kapitalisme. Pendapat bahwa kapitalisme menjadi satu ideologi yang telah benar-benar mengglobal didukung dengan adanya tesis yang diungkapkan oleh Francis Fukuyama (1992) dalam bukunya yangberjudul The End of History and The Last Man yang menyatakan bahwa akhir dari perjalanan sejarah adalah ketika telah berakhirnya persaingan antar ideologi dunia dengan kemenangan akhir pada demokrasi liberal yang didukung oleh kapitalisme global. Walaupun anggapan ini masih kontroversial, paling tidak Fukuyama telah memberikan satu pendapat yang bersifat ramalan tentang begitu kuatnya pengaruh kapitalisme dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Kapitalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik perorangan atau milik sekelompok kecil masyarakat sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan kapital perorangan atau kepemilikan kapital oleh sekelompok kecil masyarakat adalah dewa di atas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia ini harus dijadikan kapital perorangan atau kelompok kecil orang untuk memperoleh keuntungan melalui sistem

kerja upahan, di mana kaum perkerja (buruh) sebagai produsen ditindas, diperas dan dihisap oleh kaum kapitalis (Arif Purnomo, 2007: 28).

Kapitalisme merupakan sebuah paham ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan dan modal (kapital). Kapitalisme dapat pula diartikan sebagai susunan ekonomi yang berpusat pada keuntungan perseorangan. Pada paham kapitalisme, uang atau modal memegang peran penting dalam pelaksanaan politik atau kebijakan kapitalisme.

Pengertian Outsourcing Outsourcing merupakan perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh karena semua kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan maupun tenaga kerja yang seharusnya menjadi urusan dan ditangani langsung oleh perusahaan pengguna dialihkan kepada perusahaan penyedia jasa untuk kemudian ditangani dan menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa, maka itu perjanjian outsourcing sebagai perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau buruh. Perjanjian outsourcing dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak, yaitu perusahaan pengguna dan perusahaan penyedia jasa. Perusahaan pengguna sepakat bahwa akan melakukan pengalihan tenaga kerja dan atau pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa. Setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak, baru outsourcing tersebut dapat dilakukan. Perjanjian outsourcing diawali dengan adanya kesepakatan antara perusahaan pengguna dengan perusahaan penyedia jasa, kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk perjanjian kerjasama pemborongan penyediaan tenaga kerja. Setelah itu perusahaan penyedia jasa melakukan perjanjian dengan pekerja. Untuk mempermudah pemahaman kita, berikut ini merupakan ilustrasi dari outsourcing, yaitu terdapat: 1) Perusahaan 2) Yayasan 3) Orang-orang pelamar kerja

Perusahaan Makmur Selalu, sebuah perusahaan garmen yang memproduksi pakaian dan celana jeans dengan tujuan eksport ke luar negeri. Dalam suatu waktu, perusahaan Makmur Selalu membutuhkan karyawan dalam jumlah cukup banyak, namun perusahaan tersebut tidak membuka lowongan kerja secara terbuka. Perusahaaan tersebut bekerja sama dengan Yayasan Pasti Untung dalam hal perekrutan pegawai. Yayasan Pasti Untung merupakan yayasan yang menampung orang-orang calon pekerja dan menyalurkannya ke Perusahaan yang membutuhkan. Kemudian, Perusahaan Makmur Selalu mengadakan kontrak dengan Yayasan Pasti Untung. Jadi, secara singkat outsourcing yaitu suatu perusahaan yang mengambil karyawan melalui suatu yayasan yang menampungnya. Sementara itu, undang-undang tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai istilah

outsorcing. Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 64 UndangUndang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Adapun, menurut Pasal 1601 b KUH Perdata, outsourcing disamakan dengan perjanjian pemborongan sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak dimana pemborong

lain yang memborongkan

mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborongan dengan bayaran tertentu.

Mekanisme Outsourcing Sesuai dengan pasal 66, sistem outsourcing hanya dapat dilakukan dengan pekerjaan penunjang saja yang bersifat bukan sebagai tugas utama (non core businnes). Sehingga tidak semua jenis pekerjaan dapat diberikan dengan menggunakan sistem outsourcing. Sebelum suatu perusahaan memutuskan untuk menggunakan sistem outsourcing, perusahaan tersebut haruslah dapat membedakan manakah yang termasuk kompetisi utama dalam perusahaanya (core

competition) dan manakah yang merupakan kegiatan penunjang dari perusahaan tersebut. Hal

ini diperlukan agar perusahaan tersebut memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan tugas utamanya. Setiap perusahaan yang akan melaksanakan outsourcing harus dapat memilih sistem outsourcing yang tepat yang sesuai dengan kondisi perusahaan untuk setiap hubungan

denganperusahaan jasa

outsourcing, agar dapat menghasilkan kerjasama yang baik antara

perusahaan pemberi pekerjaan dan perusahaan pengguna jasa outsourcing. Perusahaan harus dapat mengevaluasi faktor sukses kritikal (critcal success faktor) untuk menentukan jenis pekarjaan dan lingkup dari pekerjaan yang dapat dikerjakan atau dikontrakan kepada perusahaan jasa outsourcing tanpa menganggu keunggulan kompetitif perusahan.

Dalam pemilihan penyedia jasa outsourcing ada beberap hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan sebelum melakukan perjanjian kontrak outsourcing.

Beberapa Aspek Outsourcing yang Bertentangan dengan UUD 1945 Pertama, secara ideologis, lahirnya pasal-pasal kerja kontrak dan outsourcing yang merugikan buruh adalah produk dominan kapitalisme yang sangat bertentangan dengan watak ekonomi bangsa Indonesia yang dianut dalam pasal 33 UUD 1945, berdasar atas asas kekeluargaan dan kebersamaan (disebut pula sebagai ekonomi kerakyatan). Pasal kerja

kontrak dan outsourcing yang dikaitkan dengan daya kompetitif investasi adalah bukti nyata jelas berbasis pada pemberian peluang kekuatan bebas para pemodal untuk menjadi asas-asas ekonomi kerakyatan. Kedua, dari sisi jaminan kelayakan bekerja, bahwa konsekuensi kerja kontrak dan outsourcing telah secara langsung mengurangi hak-hak buruh, utamanya menyangkut berbagai tunjangan, jaminan sosial (social security) dan keamanan bekerja secara layak (proper job security). Status dan hak antara pekerja tetap dengan pekerja kontrak adalah jelas berbeda,

utamanya menyangkut dua hal tersebut. Banyak ditemukan fakta bahwa pementingan efisiensi secara berlebihan untuk semata-mata meningkatkan investasi akan mendorong kebijakan upah buruh murah dan berakibat pada berkurangnya jaminan sosial dan keamanan bekerja bagi buruh

(Standing 1999). Artinya, politik investasi yang represif justru berpotensial menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan buruh Indonesia. Ketiga, buruh gampang dipecat dan direkrut. Ini disebabkan buruh ditempatkan sebagai faktor produksi semata dalam skema kerja kontrak maupun outsourcing, dimana skenario kelenturan pasar buruh ditentukan oleh gampang tidaknya buruh-buruh dipecat dan direkrut lagi dengan upah murah. Keempat, jaminan hukum penjualan manusia modern . Kalangan lain menyebutnya sebagai perbudakan zaman modern. Legalisasi pemborongan pekerjaan (outsourcing) sebagaimana diatur dalam Pasal 64 66, merupakan praktek jual beli manusia yang memanfaatkan situasi keterpurukan ekonomi, sehingga buruhlah yang musti dikorbankan dalam politik investasi, paling gampang diperbudak serta diperlakukan sebagai sapi perahan para pemilik modal semata. Argumentasi bahwa dalam prakteknya outsourcing telah berlangsung dan daripada tidak diatur lebih baik diatur tidak bisa menjadi alasan, karena dalam prakteknya buruh Indonesia pun sejak lama sudah harus mengalami hal tersebut. Kelima, paradigma konflik. Paradigma hukum seharusnya dijadikan dasar di dalam pembentukan suatu undang-undang, yaitu paradigma kemitraan (partnership), tentunya dengan landasan UUD 1945 pasal 33. Namun dalam kenyataannya, UU No. 13 Tahun 2003 justru bukan menerapkan paradigma kemitraan yang harus dijadikan landasan teoritis untuk menyusun undang-undang, melainkan paradigma konflik (Uwiyono 2003). Sebenarnya, pertentangan ini tidak sekadar dengan konstitusi belaka, melainkan pula banyak bertabrakan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya, utamanya menyangkut hak asasi manusia.

Pelaksanaan Outsourcing di Indonesia Dalam praktek sehari-hari, outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan hak pekerja. Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja dalam pelaksanaan outsourcing. Adapun, masalah- masalah yang sering terjadi yaitu: 1. Ada perusahaan yang memperpanjang kontrak semaunya tanpa batas, karena posisi pekerja lemah. Padahal, maksimal perpanjangan biasanya dua kali, sehingga seharusnya kalau perpanjangan yang ke-3, secara otomatis menjadi pekerja tetap. Namun, kenyataan dilapangan sering berkata lain. 2. Karena tidak ada aturan spesifik berapa persen sebuah perusahaan bisa memperkerjakan pekerja kontrak, ada perusahaan yang maoritas pekerjanya merupakan pekerja kontrak. Hal seperti ini sangat menguntungkan perusahaan 3. Ada perusahaan yang menggunakan pekerja outsourcing untuk mengerjakan tugas utama, hal ini bertentangan dengan uu 13 tahun 200 pasal 66 yang menyebutkan pekerja outsourcing untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Contohnya, sebuah perusahaan garmen yang kegiataan utamanya memproduksi baju, menempatkan pekerja outsourcing sebagai penjahit baju. 4. Secara sistem akan mematikan karir. Artinya, seorang tenaga outsource yang pekerjaannya adalah untuk melaksanakan pekerjaan cleaning service, maka "seumur dia jadi karyawan" ya hanya akan jadi tenaga cleaning service saja, Karena secara sistem, tidak ada kemungkinan untuk bisa naik pangkat. 5. Perusahaan inti biasanya mensyaratkan usia tertentu untuk pekerjaan tertentu dan usia yang paling produktif adalah antara 20-30 tahun. Lalu, seorang karyawan outsourching yang usianya sudah mencapai diatas usia yang biasa dibutuhkan perusahaan. Daya jual yang dia miliki sudah terlanjur hilang dimakan waktu, maka kesempatan dia untuk bekerja dengan level yang lebih baik akan tertutup. 6. Pihak perusahaan bisa dengan seenaknya memecat pekerja kontrak di tengah masa kontraknya tanpa imbalan atau kompensasi apapun.

Saat ini, negara memberikan kelonggaran kepada pihak kapitalis untuk melanggengkan usahanya dengan sistem outsourcing yang dilindungi oleh undang-undang. Lalu dimanakah peran negara dalam melindungi hak-hak buruh ini menjadi permasalahan lain lagi dalam bingkai permasalahan perburuhan yang cukup luas. Inilah yang selalu diperjuangkan oleh serikat-serikat buruh agak keadilan negara didalam memberikan perlindungan dan memberikan hak-hak rakyat tercapai.

Penutup Setelah mengetahui seluk beluk dari outsourcing yang telah diuraikan diatas, Kita dapat menemukan tiga indikator dalam sistem kerja outsourcing. Pertama, model kerja outsourscing adalah aplikasi dari kapitalisme, sebagai wujud dari pengingkaran terhadap hak-hak buruh. Kedua, model kerja tersebut mengabaikan hak-hak buruh, dalam hubungan dan kedudukannya. Ketiga, model kerja outsourcing itu abnormal, tidak memanusiakan manusia, mencederai hak asasi manusia. Dengan berbagai pertimbangan dari model kerja tersebut, sehingga perlunya penguatan organisasi buruh untuk menghadang laju outsourcing dan menjadikan outsourcing sebagai isu sentral dalam perjuangan hak-hak buruh.

Dan setelah sedikit mengerti mengenai pelaksanaan outsourcing di Indonesia yang banyak mengalami penyimpangan, saya kurang setuju dengan pelaksanaan sistem outsourcing di Indonesia. Adapun, jika sistem outsourcing tetap di legalkan oleh pemerintah, hendaknya pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus pro rakyat dan mampu bertindak tegas dalam menegakkan aturan-aturan. Adapun, peraturan mengenai ketenagakerjaan sebaiknya segera

dikaji ulang guna melindungi kepentingan pekerja. Selain itu, pelaku usaha harus tertib mendukung program pemerintah. Para pengusaha sudah seharusnya mematuhi UU yang mengatur ketenagakerjaan, dan tidak memanfaatkan posisi lemah pekerja.Dan yang tidak kalah pentingnya yaitu pengawasan pelaksanan UU. Pengawas Perburuhan dari Departemen Tenaga Kerja harus lebih aktif dan independen dalam mengawasi perusahaan dan pelaksanaan outsourcing.

Adapun, saya memiliki bayangan akan sistem outsourcing yang manusiawi yang dilihat dari sisi pekerja yaitu sebagai berikut. Pemerintah mengeluarkan UU yang berisi peraturan mengenai sistem outsourcing yang lebih spesifik, jelas, berkekuatan hukum. Misalnya, dalam setiap perusahaan boleh menerima pekerja outsourcing sebanyak 20 % dari total pekerja di perusahaan tersebut. Selanjutnya, perusahaan hanya boleh mempekerjakan pegawai outsourcing untuk mengerjakan tugas fasilitatif (tugas pendukung) yang meliputi office boy, cleaning service, teller, costumer service, keamanan. Oleh karena itu perlu ada ketegasan dalam peraturan serta UU bahwa setelah kontrak pertama atau kedua berakhir, pekerja outsourcing harus diangkat menjadi pekerja tetap pada perusahaan tersebut. Kemudian, jika ada perusahaan yang melanggar UU tersebut harus dikenakan sangsi. Hal ini tentu sangat bergantung pula pada pengawasan dari pemeintah khususnya dari Departemen Tenaga Kerja. Kemudian, perusaahan yang merekrut pekerja outsourcing hendaknya mendaftarkan pekerja pada asuransi seperti

Jamsostek yang mencakup program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pemeliharaan kesehatan, hal ini diperlukan karena perusahaan tidak memberikan tunjangan.

Daftar Referensi
Giddens, Anthony. 2007. Kapitalisme Dan Teori Sosial Modern. Jakarta: UI-PRESS. Kushendrawati, Selu Margaretha. Masyarakat Konsumen sebagai Ciptaan Kapitalisme Global: Fenomena Budaya dalam Realitas Sosial. Makara, Sosial Humaniora Vol.10 No.2, Desember 2006, 49-57. Mc Vey, Ruth (ed). 1998. Kaum Kapitalis Asia Tenggara : Patronese Negara dan Rapuhnya Struktur Perusahaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Soros, George. 2000. Open Society : Reforming Global Capitalism.New York: Public Affairs.

Ibrahim, Zulkarnain. Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-hak Pekerja: dalam kajian UU No.13 tahun 2003. Simbur Cahaya No. 27 Tahun X, Januari 2005 .

Budidoyo, Agung. (2010). Kapitalisme Membuat Indonesia Hancur. Diakses pada 17 Desember 2010. Diambil dari http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2010/06/05/kapitalisme-

membuat-indonesia-hancur/

Dewi, Siti. (2010). Outsourcing Momok bagi Seluruh Dunia. Diakses pada 17 Desember 2010.Diambil dari http://sitidewi.blogdetik.com/2010/04/24/outsourcing-momok-bagiburuh-seluruh-dunia/

Novita, Ayu.(2010). Nasib Karyawan Kontrak di Indonesia. Diakses pada 19 Desember 2010. Diambil dari http://sosbud.kompasiana.com/2010/12/11/nasib-karyawan-kontrak-di-indonesia/

Paramartha, Wenang. 2010.Outsourcing dan PKWT. Diakses pada 19 Desember 2010. Diambil dari
http://wenangparamartha.wordpress.com/2008/12/08/outsourcing-dan-pkwt/

Saleh, Muhammad. (2010) . Apakah Sistem Kapitalis? .Diakses pada 17 Desember 2010. Diambil dari http://www.scribd.com/doc/17028051/definisi-kapitalis

Triono, Dwi Condro. (2010). Cengkraman Kapitalisme Global di Indonesia. Diakses pada 17 Desember 2010.Diambil dari http://www.jurnal-ekonomi.org/2008/06/09/cengkeramankapitalisme-global-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai