Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGANTAR PENDIDIKAN

Universitas Riau
Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
DODY HERMANTO
1005112559
Penuiuikan Sejaiah

Sejarah pendidikan
Kutipan yang terkenal dari Francis Bacon jelas mengungkapkan pentingnya pendidikan
bagi manusia. Sumber pokok kekuatan manusia adalah pengetahuan. Mengapa? Karena manusia
dengan pengetahuannya mampu melakukan olah-cipta sehingga ia mampu bertahan dalam masa
yang terus maju dan berkembang.
Dan proses olah-cipta tersebut terlaksana berkat adanya sebuah aktivitas yang dinamakan
PENDIDIKAN. Pendidikan menurut KBBI berarti sebuah kegiatan perbaikan tata-laku dan
pendewasaan manusia melalui pengetahuan. Bila kita lihat jauh ke belakang, pendidikan yang
kita kenal sekarang ini sebenarnya merupakan adopsi dari berbagai model pendidikan di masa
lalu.
Informasi mengenai bagaimana model pendidikan di masa prasejarah masih belum dapat
terekonstruksi dengan sempurna. Namun bisa diasumsikan media pembelajaran yang ada pada
masa itu berkaitan dengan konteks sosial yang sederhana. Terutama berkaitan dengan adaptasi
terhadap lingkungan di kelompok sosialnya.
1.Pendidikan Masa Hindu-Buddha
Sistem pendidikan pada masa lalu baru dapat terekam dengan baik pada masa Hindu-
Buddha. Menurut Agus Aris Munandar dalam tesisnya yang berjudul Kegiatan Keagamaan di
Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 1415(1990). Sistem pendidikan Hindu-Buddha
dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi petapa dan untuk
orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri
dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan dan mandala.
Patapan memiliki arti tempat bertapa, tempat dimana seseorang mengasingkan diri untuk
sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita-
citakan. Ciri khasnya adalah tidak diperlukannya sebuah bangunan, seperti rumah atau
pondokan. Bentuk patapan dapat sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun
pada bangunan yang bersifat artificial. Hal ini dikarenakan jumlah Resi/Rsi yang bertapa lebih
sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu, orang yang
bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus dari sang guru, dengan demikian bentuk patapan
biasanya hanya cukup digunakan oleh seorang saja.
Istilah kedua adalah mandala, atau disebut juga kedewaguruan. Berbeda dengan
patapan, mandala merupakan tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan,
sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan
mungkin juga pengikutnya. Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya
untuk kepentingan agama dan nagara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewaguru.
Berdasarkan keterangan yang terdapat pada kropak 632 yang menyebutkan bahwa
masih berharga nilai kulit musang di tempat sampah daripada rajaputra (penguasa nagara) yang
tidak mampu mempertahankan kabuyutan atau mandala hingga jatuh ke tangan orang lain (Atja
& Saleh Danasasmita, 1981: 29, 39, Ekadjati, 1995: 67), dapat diketahui bahwa nagara atau ibu
kota atau juga pusat pemerintahan, biasanya dikelilingi oleh mandala. Dalam hal ini, antara
mandala dan nagara tentunya mempunyai sifat saling ketergantungan. Nagara memerlukan
mandala untuk dukungan yang bersifat moral dan spiritual, mandala dianggap sebagai pusat
kesaktian, dan pusat kekuatan gaib.
Dengan demikian masyarakat yang tinggal di mandala mengemban tugas untuk
melakukan tapa. Kemakmuran suatu negara, keamanan masyarakat serta kejayaan raja sangat
tergantung dengan sikap raja terhadap kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, nagara perlu
memberi perlindungan dan keamanan, serta sebagai pemasok keperluan yang bersifat materiil
(fasilitas dan makanan), agar para pendeta/wiku dan murid dapat dengan tenang mendekatkan
diri dengan dewata.
2.Pendidikan Masa Islam
Sistem pendidikan yang ada pada masa Hindu-Buddha kemudian berlanjut pada masa
Islam. Bisa dikatakan sistem pendidikan pada masa Islam merupakan bentuk akulturasi antara
sistem pendidikan patapan Hindu-Buddha dengan sistem pendidikan Islam yang telah mengenal
istilah uzlah (menyendiri). Akulturasi tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti
kaum agamawan Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan permukiman
(Schrieke, 1957: 237; Pigeaud, 1962, IV: 4845; Munandar 1990: 310311). Pada masa Islam
sistem pendidikan itu disebut dengan pesantren atau disebut juga pondok pesantren. Berasal dari
kata funduq (funduq=Arab atau pandokheyon=Yunani yang berarti tempat menginap).
Bentuk lainnya adalah, tentang pemilihan lokasi pesantren yang jauh dari keramaian
dunia, keberadaannya jauh dari permukiman penduduk, jauh dari ibu kota kerajaan maupun kota-
kota besar. Beberapa pesantren dibangun di atas bukit atau lereng gunung Muria, Jawa Tengah.
Pesantern Giri yang terletak di atas sebuah bukit yang bernama Giri, dekat Gersik Jawa Timur
(Tjandrasasmita, 1984187). Pemilihan lokasi tersebut telah mencontoh gunung keramat
sebagai tempat didirikannya karsyan dan mandala yang telah ada pada masa sebelumnya (De
Graaf & Pigeaud, 1985: 187).
Seperti halnya mandala, pada masa Islam istilah tersebut lebih dikenal dengan sebutan
depok, istilah tersebut menjadi nama sebuah kawasan yang khas di kota-kota Islam, seperti
Yogyakarta, Cirebon dan Banten. Istilah depok itu sendiri berasal dari kata padepokan yang
berasal dari kata patapan yang merujuk pada arti yang sama, yaitu tempat pendidikan. Dengan
demikian padepokan atau pesantren adalah sebuah sistem pendidikan yang merupakan kelanjutan
sistem pendidikan sebelumnya.
3.Pendidikan Masa Kolonial
Pada masa ini, wajah pendidikan Indonesia lebih terlihat sebagai sosok yang
memperjuangkan hak pendidikan. Hal ini dikarenakan pada saat itu, sistem pendidikan yang
diberlakukan oleh pemerintah kolonial adalah sistem pendidikan yang bersifat diskriminatif.
Artinya hanya orang Belanda dan keturunannya saja yang boleh bersekolah, adapun pribumi
yang dapat bersekolah merupakan pribumi yang berasal dari golongan priyayi. Adapun
prakteknya sistem pendidikan pada masa kolonial lebih mengadopsi pendidikan ala Eropa.
Namun kemudian mulai timbul kesadaran dalam perjuangan untuk menyediakan pendidikan
untuk semua kalangan, termasuk pribumi. Maka hadirlah berbagai institusi pendidikan yang
lebih memihak rakyat, seperti misalnya Taman Siswa dan Muhammadiyah.
Pada masa ini sistem Eropa dan tradisional (pesantren) sama-sama berkembang. Bahkan
bisa dikatakan, sistem ini mengadopsi sistem pendidikan seperti yang kita kenal sekarang:
Mengandalkan sistem pendidikan pada institusi formal macam sekolah dan pesantren.

Kebutuhan Akan Pendidikan
1. Mengapa Manusia Membutuhkan Pendidikan?
Mengapa manusia membutuhkan pendidikan? Jika merujuk pada definisi yang dipahami,
maka kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan sebuah kebutuhan primer. Herbert
Spencer, seperti dikutip dari Jumransyah, mengemukakan bahwa pendidikan adalah
mempersiapkan manusia untuk hidup sempurna.
Kebutuhan manusia terhadap pendidikan merupakan kebutuhan asasi dalam rangka
mempersiapkan setiap insan sampai pada suatu tingkat di mana mereka mampu menunjukkan
kemandirian yang bertanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya.
Dalam konteks ini, pendidikan melatih manusia untuk memiliki tingkat penyesuaian diri yang
baik dalam berinteraksi dengan lingkungan (baik dengan sesama manusia maupun dengan
lingkungan alam). Prof.John S.Brubacher, mengemukakan: bahwa pendidikan dapat diartikan
sebagai suatu proses penyesuaian diri secara timbal balik dari seseorang dengan manusia lainnya
dan dengan lingkungannya.
Dari ungkapan Brubacher tadi, jelas bahwa dengan adanya penyesuaian-penyesuaian
tersebut akan membawa manusia kepada terbentuknya suatu kemampuan dan peningkatan
kapasitas individual yang secara perlahan menunjukkan adanya perubahan-perubahan. Dalam
konteks pendidikan, perubahan-perubahan tersebut merupakan proses yang terjadi pada potensi
yang telah ada, untuk selanjutnya menjadi nyata, berkembang dan menjadi lebih baik.
Sejalan dengan pendapat di atas, M.J.Adler, mengemukakan bahwa pendidikan pada
manusia bertujuan untuk melatih dan membiasakan manusia sehingga potensi, bakat dan
kemampuannya menjadi lebih sempurna. Ini menggambarkan bahwa manusia membutuhkan
pendidikan untuk menjadikan manusia lebih baik, lebih maju dan lebih sempurna.
Berbagai pendapat yang mengemukakan kebutuhan manusia akan pendidikan yang telah
dikemukakan di atas, bermuara pada satu pandangan bahwa melalui pendidikan, manusia
membuktikan diri sebagai makhluk yang paling sempurna, dari sebelumnya hanya memiliki
potensi (yang belum memiliki arti apa-apa), tetapi dengan pendidikan mereka berkembang
menjadi lebih sempurna dan terus menyempurnakan diri. Firman Allah dalam QS. An-Nahl: 78

Terjemahnya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Firman Allah Swt., di atas menggambarkan keadaan manusia yang belum tahu apa-apa
(karena hanya memiliki potensi), tetapi dengan belajar dari mendengar, belajar dari mengalami,
belajar dari apa yang mereka lihat, dan dengan menggunakan kekuatan akal, pikiran dan hati,
manusia kemudian menjadi paham, mengerti dan memahami. Pendidikan menjadikan semua
potensi manusia berkembang dengan baik.
2. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Inovasi pendidikan dalam rangka Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
merupakan kebutuhan pendidikan yang sangat mendesak. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
merupakan sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam
Pengertian Implementasi kurikulum itu sendiri mengandung makna pelaksanaan kurikulum
dalam arti yang seluas-luasnya meliputi, perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kurikulum.
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dewasa ini seharusnya sudah dapat
dievaluasi tingkat keberhasilan, kelebihan serta kekurangannya. Setelah KTSP ini berjalan sejak
tahun 2006, tentu telah dapat diukur bagaimana implementasi kurikulum KTSP yang telah
berjalan.
Karena itu, para kepala sekolah, guru, dan semua stakeholder pendidikan memberikan
perhatian yang serius terhadap pelaksanaan kurikulum sehingga kurikulum ini benar-benar dapat
diandalkan mewujudkan tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
3. Memahami Makna Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian yang inhern dengan kehidupan. Pemahaman seperti ini,
nampaknya terkesan dipaksakan, tetapi jika mencoba merunut alur dan proses kehidupan
manusia, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mawarnai jalan panjang
kehidupan manusia dari awal hingga akhir. Pendidikan menjadi pengawal sejati dan menjadi
kebutuhan asasi manusia. Prof. Proopert Lodge, pernah mengatakan bahwa life is education and
education is life. Itu berarti bahwa membicarakan manusia akan selalu bersamaan dengan
pendidikan, dan demikian sebaliknya.
Perdebatan tentang pendidikan, hemat penulis bukan terletak pada perlu atau tidaknya
pendidikan bagi manusia, tetapi lebih kepada bagaimana pendidikan itu dilaksanakan, apa saja
yang harus dicapai (tujuan) dan bagaimana tata kerja para pelaksana (pendidik). Oleh karena itu,
pendidikan kemudian didefinisikan dalam beragam pendapat dan statement. Keragaman
pendapat merupakan hal yang patut disyukuri sehingga membuka peluang untuk
membandingkan berbagai pendapat dan menambah khazanah pengetahuan. Beberapa definisi
pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut. Dalam Kamus besar disebutkan
Pendidikan artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik.Merunut pengertian tersebut, pendidikan dimaknai sebagai upaya yang dilakukan
untuk mencapai tujuan melalui proses pelatihan dan cara mendidik.
Definisi di atas, menunjukkan bahwa pendidikan merupakan usaha sistematis yang bertujuan
agar setiap manusia mencapai satu tahapan tertentu di dalam kehidupannya, yaitu tercapainya
kebahagian lahir dan batin.
4. Administrasi Kurikulum
Jika merujuk pada pengertian administrasi secara sederhana sebagai kegiatan
mengarahkan, maka istilah administrasi kurikulum menekankan pada upaya bagaimana
mengarahkan kurikulum sehingga kurikulum dapat dilaksanakan secara tepat dalam berbagai
kegiatan pendidikan.
Seperti diketahui bahwa kurikulum mengandung rencana kegiatan yang akan dilakukan
selama proses belajar mengajar. Dalam hal ini, kurikulum merupakan panduan dalam
pengajaran. Menurut Ahmad (1997:59), kurikulum seharusnya tidak hanya sekadar berfungsi
sebagai guiding instruction, tetapi kurikulum juga merupakan anticipatory yaitu sebagai
isntrumen dalam meramalkan keadaan masa datang. Dengan demikian, kurikulum memiliki
peran sentral dalam mengarahkan capaian tujuan dan sasaran pendidikan. Mengutip pendapat
Nana Syaodih, (1997) bahwa dalam kaitannya dengan kurikulum, maka ada tiga konsep yang
terkait dengan kurikulum:
1. Kurikulum merupakan inti pokok yang menjadi substansi kegiatan di sekolah. Kurikulum
berisi perencanaan kegiatan belajar serta tujuan yang akan dicapai.
2. Kurikulum dipandang sebagai suatu sistem yang meliputi sistem sekolah, sistem
pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Dalam hal ini, tercakup tata laksana
perencanaan kurikulum, pelaksanaan serta evaluasi dan penyempurnaan kurikulum.
3. Kurikulum sebagai suatu studi yang dikaji oleh para ahli di bidang kurikulum. Dalam
kaitan ini, para ahli kurikulum berupaya melakukan pengembangan dan inovasi di bidang
kurikulum.
Dengan demikian, kegiatan dalam administrasi kurikulum tiada lain adalah berbagai
kegiatan yang bertujuan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum sehingga
kurikulum dapat dijadikan sebagai instrumen dalam mencapai tujuan dan sasaran
pendidikan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip administrasi, kurikulum kemudian
dikembangkan, sehingga dalam pelaksanaannya kurikulum dapat mencapai sasaran
pendidikan yang diharapkan. Setidaknya, kegiatan administrasi kurikulum menghendaki
agar rumusan kurikulum benar-benar berangkat dari kebutuhan akan sebuah innstrumen
yang terencana dengan baik, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik
pula.

Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan
Masyarakat merupakan kelompok sosial terbesar dalam suatu negara. Selain di dalam
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah pendidikan juga dapat berlangsung didalam
lingkungan masyarakat. Pendidikan di dalam lingkungan masyarakat tentunya berbeda dengan
pendidikan yang terjadi pada lingkungan keluarga dan sekolah.
Masyarakat sangat berperan penting dalam pengembangan pendidikan seorang anak.
Oleh karena itu hendaknya masyarakat ikut berpartisipasi dalam pendidikan anak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat memiliki
keterikatan yang sangat kuat. Karena masyarakat merupakan pembantu pada proses pematanagn
individu sebagai anggota kelompok dalam suatu masyarakat.
A. Partisipasi Masyarakat
Tuntutan pengembangan sumber daya manusia darri waktu kewaktu semakin
meningkat.Oleh karena itu layanan pendidikan harus mampu mengikuti perkembangan tersebut.
Selain kleuarga dan sekolah, masyarakat memiliki perran tersendiri terhadap pendidikan. Peran
dominan orang tua pada saat anak-anak dalam masa pertumbuhan hingga menjadi orang tua. Dan
pada masa tersebut orang tua harus mampu memenuhi kebutuhan pook seorang anak. Sedangkan
peran pada pendewasaan dan pematangan individu merupakan peran dari kelompok
masayarakat.
Masyarakat adalah kumpulan individu dan kelompok yang diikat dalam kesatuan negara,
kebudayaan, dan agama yang memiliki cita-cita,peraturan-peraturann dan sistem kekuasaan
tertentu. Sedangkan partisipasi masyarakat merupakan ikutsertaan masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan.
Selama ini penyelennggaraan partisipasi masyarakat di Indonesia terbatas pada keikut
sertaan Anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan program-program
pembangunan. Hal ini dipahami sebagai upaya mobilisasi untuk kepentingan pemerintah dan
negara. Dalam implementasi partisipasi masyarakat, seharusnya anggota masyarakat merasa
bahwa tidak hanya menjadi objek dari kebijakan pemerintah namun harus dapat mewakili
masyrakat itu sendiri dengan kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat
dilakukan secara individu atau kelompok, spontan atau terorganisir, secara berkelanjutan atau
sesaat.
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan
terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi olehh tiga faktor pendukungnya, yaitu :
1. Adanya kemauan
2. Adanya kemampuan
3. Adanya kesempatan
Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal dari masyarakat itu sendiri, sedangkan
kesempatan berasal dari pihak luar. Peran serta masyarakat dalam dunia pendidikan sangat
penting. Keharusan masyarakat terlibat dalampendidikan sudah menjadi peraturan UU No.2
tahun 1989 yaitu sumberdaya pendidikan adalah dukungan dan penunjang pelaksanaan
pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dna, sarana da prsarana yang tersedia yang digunakan
dan didayagunakan olehh keluarrga, sekolah dan masyarakat, peserta didik dan pemerintah
secara bersama-sama.
Ada tidaknya kemauan keluarga/warga masyarakat dalam pengembangan pendidikan
tekait dengan paradigma pembangunan di Indonesia. Agar kemampuan berpartisipasi dimiliki
oleh masyarakat maka perlu peningkatan sumber daya manusia dengan cara memperluaskan tiga
jenis pendidikan di masyarakat baik formal, nonformal, maupun informal.
Kaitan masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi yaitu :
1. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan baik dilembagakan maupun tidak dilembagakan
2. Lembaga-lembaga masyarakat atau kelompok sosial masyarakat baik langsunng maupun tidak
langsung mempunyuai peranandan fungsi edukatif.
3. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun tidak dirancang
dan dimanfaatkan.
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat bergantung pada taraf perkembangan
dari masyrakat dan sumber-sumber belajar yang tersedia didalamnya. Karena secara garis besar
masyarakat dibedakan beberapa tipe, yaitu:
1. Tipe masyarakat dengan sistem berkebun yang amat sederhana desa terpencil
2. Tipe masyarakat pedesaan
3. Tipe masyarakat perkotaan
Selain itu, juga terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan yang mempunyai peranan dan
fungsi edukatif yang besar adalah kelompok sebaya, organisasi kepemudaan, organisasi
keagamaan, ekonomi,politik, kebudayaan, media massa, dan sebagainya. Kemompom tersebut
bukan hanya memberikan kontribusi sosialisasi tetapi juga pengetahuan dan keterampilan.
Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap
pembentukan kepribadian, terutama pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh
kekuasaan orang tua. Kelompok sebaya adalah suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang
yang bersamaan usianya. Adapun fungsi kelompok teman sebaya adalah :
1. Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
2. Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
3. Menguatkan sebahagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat
4. Memberikan pengalaman dan memperkenalkan tentang persamaan hak
5. Memberikan pengetahuan yang tidak didapatkan didalam keluarga



B. Masalah Pendidikan di Indonesia
Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat. Pendidikan tidak lain
merupakan proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek
perilaku lainnya kepada generasi kegenerasi. Bagi masyrakat pendidikan diarapkan mampu
menunjang kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Agar masyarakat dapat
melanngsungkan hidupnya dan eksistensinya yang memiliki nilai-nilai, pengetahuan, serta
keterampilan.
Aktivitas pendidikan telah dimulai semenjak seorang individu pertama kali berinteraksi
dengan lingkungan eksternal. Sehingga pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan sosial budaya dan masyarakat. Adapun masalah pokok pendidikan di Indonesia
adalah:
1. Masalah pemerataan pendidikan. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana
sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara
untuk memperoleh pendidikan.
2. Masalah mutu pendidikan
3. Masalah efesiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan
4. Masalah relevansi pendidikan.

Pendidikan Nasional Menurut Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui undang-undang berupa Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia
yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3. Sistem pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan
kekhususan tujuannya;
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan
berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman
bahan pengajaran;
6. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam
penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar
dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang
terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan
didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama;
11. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia;
12. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.
Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
Pasal 2
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.










Daftar pustaka
Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad
1415. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Santiko, Hariani. 1986. Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit, dalam
Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, buku IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, 39 Maret 1986. Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional, halaman 30418.
Ekadjati, Edi S.1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/1746550-sistem-pendidikan-
indonesia/#ixzz1KjxXQRGj
http://zkarnain.tripod.com/DIKNAS.HTM
http://www.muniryusuf.com/search/kebutuhan-akan-pendidikan

Anda mungkin juga menyukai