Anda di halaman 1dari 4

Bilirubin tes Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin.

Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat diekskresikan ke dalam urin.

Prosedur Uji bilirubinuria dapat menggunakan reaksi diazo (dengan tablet atau dipstick), atau uji Fouchet (Harison spot test) dengan feri klorida asam (FeCl2). Uji bilirubinuria dengan reaksi diazo banyak dipakai karena lebih praktis dan lebih sensitif. Di antara dua macam uji diazo, uji tablet (mis. tablet Ictotest) lebih sensitif daripada dipstick. 1. Reaksi diazo Kumpulkan spesimen urin pagi atau urin sewaktu/acak (random). Celupkan stik reagen (dipstick) atau tablet Ictotest. Tunggu 30 detik, lalu bandingkan warnanya dengan bagan warna pada botol reagen. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. 2. Uji Fouchet Ke dalam 12 ml urin, tambahkan 3 ml barium klorida dan 3 tetes ammonium sulfat jenuh. Centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Buang supernatant, tambahkan 2 tetes larutan Fouchet pada endapan. Amati perubahan warna yang terjadi.Reaksi negatif jika tidak tampak perubahan warna. Reaksi positif jika terjadi perubahan warna : hijau atau biru. Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan sinar matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi biliverdin.

Protein tes Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria. Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan

proteinuria transien. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari pertama.

Prosedur 1. Spesimen urin acak (random) Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein. 2. Spesimen urin 24 jam Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar protein dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi otomatis.

Nilai Urin Urin acak 24 jam : : 25 negatif (15 150 mg/24

Rujukan mg/dl) jam.

Masalah

Klinis

Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang asimptomatik dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent (tetap +1, dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Proteinuria persistent juga akan memberi hasil +1 yang terdeteksi baik pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah melakukan aktivitas. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari 500mg/24jam).

Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide, sefalosporin, media kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium bikarbonat. Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida, toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius akut, preeklampsia. Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium


y

Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat), pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit, klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8) Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat asam (pH di bawah 3)

Glukosa

Darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil penyaringan (filtrat) berisi produk-produk limbah (mis. urea), elektrolit (mis. natrium, kalium, klorida), asam amino, dan glukosa. Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang diperlukan (termasuk glukosa) diserap kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali diekskresikan ke dalam urin. Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun.

Prosedur Uji glukosa urin konvensional menggunakan pereaksi Benedict atas dasar sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Cara ini tidak spesifik karena beberapa pereduksi lain dapat mengacaukan hasil uji. Beberapa gula lain bisa menyebabkan hasil uji reduksi positif misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa, dsb. Beberapa zat bukan gula yang dapat mengadakan reduksi seperti asam homogentisat, alkapton, formalin, glukoronat. Pengaruh obat : streptomisin, salisilat kadar tinggi, vitamin C, dsb.

Metode carik celup (dipstick) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk glukosa dan waktu pengujian yang amat singkat. Reagen strip untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD), serta zat warna (kromogen) seperti orto-toluidin yang akan berubah warna biru jika teroksidasi. Zat warna lain yang digunakan adalah iodide yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi. Prosedur uji yang akan dijelaskan di sini adalah uji dipstick. Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen (dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji dipstick adalah :
y

Hasil uji positif palsu dapat disebabkan oleh : bahan pengoksidasi (hidrogen peroksida, hipoklorit, atau klorin) dalam wadah sampel urin, atau urine yang sangat asam (pH di bawah 4) Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh : pengaruh obat (vitamin C, asam hogentisat, salisilat dalam jumlah besar, asam hidroksiindolasetat), berat jenis urine > 1,020 dan terutama bila disertai dengan pH urine yang tinggi, adanya badan keton dapat mengurangi sensitivitas pemeriksaan, infeksi bakteri.

Nilai Uji glukosa urin normal = negatif (kurang dari

Rujukan 50mg/dl)

Masalah Klinis Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah; oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Jika nilai ambang ginjal begitu rendah bahkan kadar glukosa darah normal menghasilkan kondisi glukosuria, keadaan ini disebut sebagai glycosuria ginjal.

Anda mungkin juga menyukai