Anda di halaman 1dari 13

Penyelesaian Konflik Pendidikan Dari Perspektif Teori Konflik Oleh : Safrudin, S.Ag.

PENDAHULUAN Lembaga Pendidikan merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi. Lembaga Pendidikan juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dicapai. Dari sini setiap individu atau unsur yang terdapat di dalam Lembaga Pendidikan tersebut secara langsung maupun tidak langsung harus memegang teguh apa yang menjadi pedoman dan prinsip di dalam Lembaga tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang digariskan dapat berjalan dengan baik. Seiring berjalannya waktu, di dalam Lembaga Pendidikan kerap terjadi konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi. Konflik yang terjadi kadang kala terjadi karena permasalahan yang sangat remeh temeh. Namun justru dengan hal yang remeh temeh itulah sebuah organisasi atau Lembaga Pendidikan bertahan lama atau tidak. Mekanisme ataupun manajemen konflik yang diambil pun sangat menentukan posisi organisasi sebagai lembaga yang menjadi payungnya. Kebijakan-kebijakan dan metode komunikasi yang diambil sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi atau Lembaga Pendidkan dalam mempertahankan anggota dan segenap komponen di dalamnya. Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif, termasuk oleh pemimpin organisasi. Karenanya, penanganan yang dilakukanpun cenderung diarahkan kepada peredaman konflik. Dalam realita, konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan karena berkaitan erat proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak konstruktif bagi organisasi. Kekerasan sudah mengakarabi kehidupan keseharian masyarakat kita. Penyelesaian konflik selalu saja disertai dengan tindakan kekerasan. Bahkan, seperti kasus-kasus yang belakangan ini terjadi di institusi pendidikan, kekerasan menjadi pertunjukkan yang menarik untuk dipertontonkan. Bisa kita amati bersama bagaimana rekaman kasus perkelahian siswa SMP di Polewali Mandar 1|Teori Ilmu Sosial

(Polman), pertarungan tinju dua siswi di Timika, kekerasan geng nyik-nyik di Tulungagung dan seabrek kasus serupa lainnya. Artinya kini budaya kekerasan bukan hanya milik orang dewasa semata. Anak-anak sekolah yang notabene adalah generasi penerus bangsa juga telah ikut ambil bagian. Jika ditinjau secara kultural, maka kekerasan dalam dunia pendidikan menjadi masalah yang cukup kompleks. Kekerasan yang dipraktekkan adalah dampak dari ketimpangan sistem struktural pendidikan secara keseluruhan. Kekerasan ini beroperasi melalui (nilai-nilai) sosial, (aspek) budaya, dan (faktor) struktural (masyarakat). Bentuk-bentuk kekerasan dapat muncul dikarenakan kurikulum pendidikan yang cukup padat dan sarat beban, menyebabkan anak harus belajar berbagai hal dalam waktu yang ditentukan. Ini menyebabkan emosional anak didik menjadi kurang bisa terkendali. Kemudian, sebagian pendidik juga belum mampu mengelola emosi negatif sehinga memperlakukan peserta didik dengan kasar. Lebih jauh lagi, pemegang kebijakan pendidikan di negeri ini harus sadar bahwa ketidakadilan kebijakan dan perundang-undangan pendidikan yang diskriminatif dapat menanam benih kekerasan di benak anak didik. Karena secara substansif, akses pendidikan yang tidak adil dan merata dapat menyebabkan kesejangan, sehingga akan sangat mudah memicu konflik sosial yang lebih luas. Selain itu, media massa juga tak dapat lepas tanggungjawab dalam membentuk perspektif terkait perilaku kekerasan dikalangan siswa sekolah. Karena bagaimanapun bentuknya, media menanamkan sikap dan nilai tertentu pada masyarakat. Sehingga terpaan media yang terus menerus bermaterikan kekerasan, akan membuat siswa sekolah menirunya mentah-mentah. Oleh karenanya, selain gerakan anti-narkoba, gerakan anti-kekerasan juga dapat digalakkan media massa sebagai cara untuk meredam budaya kekerasan, terutama dalam dunia pendidikan. Akhirnya, tentulah akan sangat mengkhawatirkan jika kekerasan mengakar kuat dibatin masyarakat, karena itu akan menjadi sumber inspirasi bagi bentukbentuk kekerasan yang kapan saja bisa terjadi. Untuk itu lembaga pendidikan, media massa beserta agen perubah kebudayaan lainnya, perlu bekerjasama secara

optimal. Sehingga akan terwujud generasi mendatang negeri ini yang tidak teracuni nilai-nilai kekerasan. II. PEMBAHASAN A. Pengertian Konflik Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif, yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas : 1999). Terutama konflik pada tingkatan individual, sangat dekat hubungannya dengan stres. Konflik dalam organisasi, menurut Minnery (1985) merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan. Konflik dalam organisasi, sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993). Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar, dalam hal pembagian kerja, sering menimbulkan konflik, antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi. Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut. Robbins (1996) dalam "Organization Behavior" menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. B. Pandangan Tentang Konflik Istilah konflik berasal dari bahasa Latin, Com yang berarti bersama dan Fligere yang berarti melanggar, menabrak, menemukan, membentur.

3|Teori Ilmu Sosial

Dengan demikian, konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain, karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu, yang diekspresikan, diingat dan dialami (Pace & Faules, 1994 : 249). Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole : 1984). Konflik senantisa berpusat pada beberapa sebab utama: tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber-sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers, 1982 : 234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341). Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda-beda (Devito, 1995 : 381). Berbagai mitos tentang konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional maupun kontemporer (Myers, 1993:234). Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Sebaliknya, pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan, konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Persoalannya, bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat, sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Berdasarkan pemahaman di atas, ada dua hal penting yang bisa disorot mengenai konflik ; 1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti pula, bila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers. Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka

dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341)1. 2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutama bila ada persaingan yang menggunakan caracara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan terjadinya perbedaan. Ross (1993) mengemukakan ada dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, adalah adanya unsur persaingan dan unsur kekuatan. Menurut teori struktur, konflik dipicu oleh sosial adanya persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan.Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolodasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut.

5|Teori Ilmu Sosial

C. Macam-Macam Konflik Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari segi pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : 1. Konflik individu dengan individu Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan. Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara individu karyawan dengan individu karyawan lainnya. 2. Konflik individu dengan kelompok Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kelompok pimpinan. 3. Konflik kelompok dengan kelompok Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain. D. Sebab-Sebab Timbulnya Konflik Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain adalah : 1. Berbagai sumber daya yang langka Karena sumber daya yang dimiliki organisasi terbatas/langka maka perlu dialokasikan. Dalam alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik. 2. Perbedaan dalam tujuan Dalam suatu organisasi biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian

ini kalau kurang adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh: bagian penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan persyaratan-persyaratan pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga rendah, jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu ketat dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar. 3. Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi. Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan ini merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh: bagian akademik telah membuat jadwal ujian beserta pengawasnya, tetapi bagian tata usaha terlambat menyampaikan surat pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian. 4. Perbedaan dalam nilai atau persepsi Perbedaan dalam tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh: seorang pimpinan muda mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan. 5. Sebab-sebab lain Selain sebab-sebab di atas, sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi dan masalah-masalah komunikasi (Syafaruddin dan Irwan nasution,2005).

7|Teori Ilmu Sosial

E. Strategi Penyelesaian Konflik Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas (Eko Putro Widoyoko,1998). Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah: 1. Kompetisi Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation. 2. Akomodasi Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian. 3. Sharing Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan. 4. Kolaborasi Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak. 5. Penghindaran Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Metode penyelesaian konflik meliputi : 1. Dominasi atau supresi Metode-metode dominasi dan supresi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang di bawah tanah; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul. Tindakan supresi dan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut : a. Memaksa (Forcing) Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan. b. Membujuk (Smoothing) Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku,

9|Teori Ilmu Sosial

maka pihak lain yang kalah akan menentangnya. c. Menghindari (Avoidence) Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, sampai diperoleh lebih banyak informasi d. Keinginan Mayoritas (Majority Rule) Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang fair Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terusmenerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi. 2. Kompromis Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain. Keputusankeputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya. Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat hidup dengannya. Bentuk-bentuk kompromis mencakup (a) Separasi (Separation), pihak

yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan; (b) Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri); (c) Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku; (d) Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi. 3. Pemecahan Problem Integrative Dengan metode ini konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah. Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara mereka. Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis, tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan (c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89) III. KESIMPULAN Kehadiran konflik dalam suatu organisasi atau lembaga pendidikan tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan organisasi atau lembaga pendidikan. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila

11 | T e o r i I l m u S o s i a l

konflik tidak ditangani dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi atau lembaga pendidikan. Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan seorang manajer yang mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di lembaganya. Manajemen konflik pendidikan dapat diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal. Fungsi manajemen konflik pendidikan adalah untuk menghindari konflik, Mengakomodasi (memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain), kompetisi, kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau kolaborasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fattah,

Nanang,

Landasan

Manajemen

Pendidikan,

Bandung:

Remaja

Rosdakarya, 2001 Syafaruddin dan Irwan nasution, Manajemen Pembelajaran, Ciputat: Quantum teaching, 2005 Rajiyem. (2004). Rencana Program Kegiatan dan Pembelajaran Semester Mata Kuliah Komunikasi Organisasi. Yogykarta: Jurusan Ilmu Komunikasi UGM Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981 Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,1993. Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi, dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1987 Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994 Eko Putro Widoyoko, Manajemen Konflik Dalam Organisasi, www.um-pwr.ac.id

13 | T e o r i I l m u S o s i a l

Anda mungkin juga menyukai