Tommy Ardiansyah
Kelompok III
Layout
Skala makroseismik eropa (EMS) Skala Marcelli yg dimodifikasi (MMI) Akurasi penafsiran Equivalensi antara skala-skala
Penafsiran intensitas dari data Peta isoseismal Atenuasi intensitas Hubungan dengan parameter-parameter getaran tanah
Kelompok III
Intensitas dan Skala Intensitas Penggunaan intensitas paling awal menurut catatan adalah oleh Egen pada tahun 1828, meskipun kuantifikasi secara sederhana terhadap kerusakan telah dilakukan pada abad sebelumnya oleh Schiantarelli dalam tahun 1783 (Sarconi, 1784). Meskipun demikian, baru pada kuartal terakhir abad ke-19 penggunaan penggunaan intensitas tersebar luas; skala pertama yang digunakan secara internasional adalah Skala Rossi-Forel tahun 1883 yang terdiri atas sepuluh tingkat. Sejarah awal skala intensitas dapat diperoleh dalam Davison (1900, 1921, 1933), studi yang lebih belakangan terdapat dalam Medvedev (1962).
Kelompok III
Kelompok III
Kelompok III
Satu-satunya skala intensitas penting yang tidak memiliki dua-belas tingkat (sekarang Skala Rossi-Forel sudah tidak banyak lagi digunakan) adalah Skala Badan Meteorologi Jepang (Japan Meteorological Agency Scale atau Skala JMA) yang terdiri atas tujuh tingkat. Skala ini berdasarkan atas karya Omori, dan umumnya digunakan di Jepang (tetapi tidak di tempat yang lain). Baru-baru ini dilakukan modifikasi terhadap Skala JMA, tingkat 5 dan 6 masing-masing dibagi menjadi bagian atas dan bagian bawah, dan secara eksplisit menjelaskan adanya skala tingkat 0, sehingga secara keseluruhan menjadi skala 10tingkat (JMA, 1996).
Kelompok III
Sampai pada taraf tertentu, tahun-tahun pertengahan pada abad ke-20 menunjukkan adanya suatu penurunan minat terhadap investigasi makroseismik, akibat meningkatnya monitoring secara instrumental. Akan tetapi, sejak pertengahan 1970- an telah terjadi kebangkitan kembali minat terhadap subyek makroseismik karena diperlukan untuk revisi seismisitas historis dan sangat penting dalam penafsiran bahaya seismik. Studi makroseismik gempabumi modern adalah vital untuk: studi kalibrasi gempabumi historis; studi atenuasi lokal, dan investigasi kerentanan (vulnerability) , bahaya seismik dan resiko seismik.
Kelompok III
Kelompok III
Kelompok III
Akurasi penafsiran
Dengan kekuatan getaran tertentu, diharapkan bahwa bangunan-bangunan yang kekuatannya ekuivalen tidak akan merespons dengan cara yang secara keseluruhan seragam. Melainkan harus ada suatu level patokan kerusakan yang diamati, dengan beberapa bangunan mengalami kerusakan yang kurang parah dan lainnya lebih parah.
Kelompok III
Dalam praktik sudah sering diusahakan untukmembuat ekuivalensi antara skala-skala intensitas yang berbeda dengan menggunakan suatu diagram yang membandingkan tingkat-tingkat yang berbeda dari suatu skala dan dibuat ekuivalensi langsung tingkat- tingkatnya atau dengan suatu deretan kotak-kotak tumpangtindih terhadap luasan yang lebih kecil atau lebih besar.
Kelompok III
Kuisioner makroseismik
Ada dua tipe dasar kuesioner makroseismik. Tipe pertama adalah kuesioner yang harus dijawab oleh individu warga yang menceritakan pengalamannya tentang gempabumi. Tipe kedua adalah kuesioner yang dirancang untuk dijawab oleh seseorang yang mengetahui pengalaman keseluruhan masyarakat. Yang mana dari kedua pendekatan ini yang digunakan akan menentukan bentuk investigasi makroseismik secara keseluruhan; pilihan yang diambil oleh investgator mungkin akan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Kelompok III
Investigasi lapangan Setelah terjadi gempabumi dengan intensitas tinggi, perlu dilakukan investigasi. Anggota tim harus meliputi mereka yang berpengalaman dalam teknik gempabumi (earthquake engineering), geoteknik dan seismologi. Di lapangan perlu mengombinasikan survei rinci dan survei umum tentang perilaku struktural bangunan. Data harus dikumpulkan sebagai catatan tertulis atau foto. Agar dapat menentukan hubungan kerusakan dengan skala intensitas, diperlukan informasi tentang :
kekuatan bangunan; kekuatan dan kelemahan dalam konstruksi teknis, hal-hal khusus tentang kerentanan yang buruk atau ketahanan yang tinggi, ketidak-teraturan atau simetri dalam desain bangunan, kualitas material yang digunakan, dan lain-lain. Aspek geoteknis juga harus diinvestigasi
Kelompok III
Kelompok III
Atenuasi intensitas
Atenuasi intensitas, atau laju peluruhan getaran terhadap jarak dari episenter, dapat dinyatakan dalam dua cara. Yang pertama, ada penurunan intensitas terhadap intensitas episenter. Ini diperlihatkan dalam rumus Kvesligethy (1906) seperti yang tercantum pada Pers. (12.7); bentuk atenuasi intensitas ini sangat terkait dengan penentuan kedalaman dari intensitas. Yang kedua, atenuasi intensitas juga dapat dinyatakan sebagai fungsi magnitudo dan jarak. Rumus ini biasanya berupa fungsi dengan bentuk I = a M + b log R + c R + d Dengan R adalah jarak (miring) hiposenter, sedangkan a, b, c dan d adalah konstanta Karena sebagian besar katalog gempabumi memasukkan magnitudo sebagai salah satu parameternya, bentuk atenuasi intensitas ini sangat berguna dalam studi bahaya seismik. Intensitas adalah parameter yang bagus untuk menyatakan bahaya seismic karena intensitas berkaitan langsung dengan kerusakan. Jika dibandingkan dengan parameterparameter fisik gerakan tanah, intensitas memberikan nilai-nilai bahaya yang lebih relevan bagi perencana bangunan dan penjamin asuransi
Kelompok III
SEKIAN
DAN TERIMA KASIH
Kelompok III